OLEH:
Ni Kadek Pangesti Sucita Dewi
P07134019126
Semester V C
Metode
Pada penelitian ini, penentuan konsentrasi surfakatan ditentukan melalui metode MBAS
(Methylene blue active substances).
Teknik Sampling
Lokasi pengambilan sampel air laut sebanyak 5 stasiun, Sampel air laut yang telah diambil
kemudian dimasukkan kedalam memasukkan sampel air laut ke dalam botol Niskin dan
disimpan dalam coolbox untuk dianalisis di Laboratorium Kesehatan Daerah (Lab KESDA)
Kota Jayapura, Provinsi Papua. Metode pengujian konsentrasi surfaktan berdasarkan pada
Standard Method 2005, Section 5540-C, sedangkan konsentrasi minyak berdasarkan SNI 06-
6989.10- 2003.
Teknik Analisa
Pada penelitian ini, penentuan konsentrasi surfakatan ditentukan melalui metode MBAS
(Methylene blue active substances). Metode MBAS terdiri dari tiga ekstraksi berturut-turut,
yaitudari media air asam yang mengandung kelebihan metilen biru menjadi kloroform
(CHCl3), diikuti oleh pencucian air, dan pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan
spektrofotometri pada panjang gelombang 652 nm. Analisis data hasil pengujian
laboratorium dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil analisis
konsentrasi surfaktan dan minyakyang diperoleh dengan baku mutu kualitas air laut
berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Laut yang dikhususkan untuk menunjang kehidupan biota laut.
Kelemahan : Sebagian besar sumber pencemaran surfaktan dan minyak berasal dari aktifikas
masyarakat, melalui pembuangan limbah domestik rumah tangga dan penggunaan sarana
transportasi laut. Bahan pencemar surfaktan dan minyak telah terdeteksi di perairan Distrik
Depapre walaupun belum menunjukkan tingkat pencemaran yang signifikan. Hal ini berarti
bahwa perairan Depapre telah terkontaminasi senyawa surfaktan dan minyak, namun belum
pada kategori tercemar. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa konsentrasi tersebut
dapat terus meningkat, sehingga di perlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah dan
masyarakat setempat untuk meminimalkan jumlah konsentrasi limbah surfaktan dan minyak
yang masuk ke perairan.
JURNAL 2
Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan Linier Alkil Sulfonat (LAS) Dan COD Dari
Limbah Domestik Dengan Metode Lumpur Aktif
Metode
Metode Pengolahan limbah deterjen secara biologis salah satu contohnya adalah metode
lumpur aktif.
Teknik Sampling
Teknik Analisa
Pembuatan Media Cair
Media isolasi atau penumbuhan bakteri pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara
ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, 0,1 g KH2PO4, 0,2 g
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker
2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan
pada campuran tersebut. Campuran diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang sudah
siap kemudian digunakan dalam pembuatan media seeding.
Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel
Sebanyak 50 mL sampel/standar dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan.
Standar/sampel dibuat basa dengan diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan indikator
fenolftalein. Warna merah muda yang terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan
H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah muda tepat hilang. Selanjutnya sebanyak 10
mL CHCL3 dan 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam corong pisah kemudian
campuran dikocok selama 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi, ditambahkan
beberapa mL(<10 mL) isopropil alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua lapisan.
Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya Ekstraksi CHCl3
diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap ekstraksi.Ekstraksi
CHCl3 yang terkumpul pada corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan 50 mL
larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi
sebanyak dua kali dengan masing-masing ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3
dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan sampai tanda
batas. Absorbansi diukur pada 652 nm dengan menggunakan CHCl3 sebagai blanko.
Keuntungan : Metode lumpur aktif merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang
sederhana dan ekonomis.
Penurunan Kadar Surfaktan Anionik Dan Fosfat Dalam Air limbah Laundry
Metode
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar surfaktan anionik
dan fosfat dalam limbah laundry, antara lain filtrasi, proses fotokatalisis, koagulasi, dan
adsorpsi.
Teknik Sampling
Dalam penelitian ini dilakukan penurunan kadar surfaktan anionik dan fosfat dalam limbah
laundry yang diperoleh dari kawasan Keputih, Sukolilo, Surabaya menggunakan karbon aktif.
Air sungai di kawasan Keputih ini dipilih karena merupakan kawasan pemukiman padat
dengan banyak industry laundry skala rumah tangga.
Teknik Analisa
Dalam penentuan kadar surfaktan anionik ini, larutan standar untuk pembuatan kurva
kalibrasi maupun larutan sampel diperlakukan sama. Standar/Sampel air limbah sebanyak 50
mL dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan. Standar/sampel ditetesi dengan
larutan NaOH 1 N agar standar/sampel berada dalam suasana basa yang diuji dengan
indikator fenolftalein.. Campuran selanjutnya ditambah dengan beberapa 10 mL isopropil
alkohol untuk mengurangi terjadinya emulsi. Campuran didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya.
Ekstraksi CHCl3 diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap
ekstraksi. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian
dilakukan pengenceran hingga tanda batas. Selanjutnya dilakukan pembacaan serapan dari
lapisan CHCl3 yang telah diencerkan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 653 nm dan hal yang sama juga dilakukan pada blanko
Penentuan kadar fosfat dan deterjen
Sampel air limbah laundry diambil sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Sampel kemudian ditambahkan satu tetes indicator fenolftalin. Kemudian ditambahkan 8 mL
larutan campuran dan dihomogenkan. Larutan didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak ¾ bagian dari volume kuVet dan
diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 880 nm. Larutan campuran dibuat dengan mencampurkan secara berturut-turut 50
mL H2SO4 5N , 5 mL larutan kalium antimonil tartat, 15 mL larutan ammonium molibdat
dan 30 mL larutan asam askorbat. Penentuan kadar fosfat ini dilakukan pada sampel limbah
laundry sebelum dan sesudah proses pengolahan dengan karbon aktif.
Penurunan kadar surfaktan nionik dilakukan dengan metode batch. Sampel air limbah
sebanyak 100 mL dimasukkan kedalam gelas beaker. Kemudian ditambahkan karbon aktif
sebagai adsorbent sebanyak 8 gram. Variasi karbon akif yang ditambahkan adalah dengan
ukuran partikel yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh (-120) dan 200 mesh (-200). Air
limbah deterjen dan karbon aktif diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400
rpm selama 75 menit. Hasil treatment disaring, kemudian filtratnya dianalisis dengan metode
MBAS untuk menentukan kadar deterjennya.
Keuntungam : Kadar surfaktan anionik (deterjen) dan fosfat dalam air limbah laundry di
Keputih, Sukolilo, Surabaya melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh Pergub Jatim
yakni sebesar 10,65 ppm untuk kadar surfaktan anionik (deterjen) dan 14,148 ppm untuk
kadar fosfat. Penurunan kadar deterjen dan fosfat tersebut berhasil dilakukan dengan
menggunkaan karbon aktif.
Kelemahan : Selain kandungan surfaktan anionik, keberadaan fosfat dalam limbah laundry
juga cukup berbahaya bagi lingkungan.
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54 PISSN : 2089-3507 EISSN : 2550-0015
Abstrak
Kondisi kualitas air suatu perairan yang baik sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme yang
hidup di dalamnya. Penentuan status mutu air perlu dilakukan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan
pencemaran kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status mutu air laut berdasarkan konsentrasi
parameter surfaktan dan minyak di perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Pengambilan sampel air
laut dilakukan di lima stasiun penelitian, kemudian hasilnya dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk
biota laut berdasarkan KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
surfaktan di perairan Distrik Depapre berkisar antara 0,08–0,22 mg/L, sedangkan konsentrasi kandungan
minyak berkisar antara 0,14–0,41 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut, konsentrasi surfaktan dan minyak
belum melampaui baku mutu dan masih sesuai untuk biota laut di perairan Depapre, Kabupaten Jayapura.
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa kondisi perairan Depapre belum tercemar oleh limbah
surfaktan dan minyak. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa konsentrasi tersebut dapat terus
meningkat, sehingga perlu upaya lebih lanjut dari pemerintah dan masyarakat untuk meminimalkan jumlah
limbah surfaktan dan minyak yang masuk kelingkungan perairan laut.
Abstract
Good water quality is critical to support the life of organisms. The determination of water quality status was
needed as a reference to monitor water pollution. This study aimed to assess the condition of water quality
based on the concentration of surfactant and oil parameters in the Depapre waters, Jayapura Regency.
Sampling was carried out in five research stations; then the results were compared with water quality
standards based on KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004 for marine biotas. The result showed that the
concentration of surfactant in Depapre waters was 0.08–0.22 mg/L, while the oil concentration was 0.14–
0.41 mg/L. Based on water quality standards, surfactant and oil concentration has not exceeded the quality
standards and are suitable for marine biotas in Depapre waters, Jayapura Regency. Results showed the
condition of Depapre waters had not been polluted by surfactant and oil waste. However, it does not rule
out the possibility that the concentration can increase so that it needs further efforts from the government
and the community to minimize the amount of surfactant and oil waste entering the marine environment.
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang permukaan air laut dan akan mengganggu biota
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dan mikroorganisme dalam air laut tersebut
dengan baku mutu dan/atau fungsinya. (Shaheen, 1992).
Berbagai jenis bahan pencemar yang sering Wilayah perairan pesisir dan laut Distrik
dilaporkan adalah logam berat, nutrien, surfaktan Depapre termasuk dalam wilayah administrasi
maupun minyak (hidrokarbon). Di Indonesia, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Dalam
konsentrasi parameter bahan percemar telah diatur perkembangannya, wilayah pesisir tersebut telah
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup mengalami pengembangan untuk berbagai macam
Nomor 51 Tahun 2004, yang apabila kepentingan dan peruntukan, seperti kegiatan
konsentrasinya di perairan pesisir dan laut telah pelabuhan, pariwisata bahari, pemukiman dan
melebihi baku mutu yang telah ditentukan, maka maritim serta pengembangan budidaya laut dan
dipastikan akan menyebabkan pencemaran dan perikanan. Tingginya aktifitas dan pemanfaatan
berdampak negatif bagi organisme atau biota laut wilayah pesisir tersebut sebagai bentuk
yang ada di perairan tersebut. Menurut
perkembangan pembangunan daerah
Gholizadeh et al. (2016) bahwa setiap perubahan
dikhawatirkan akan memberikan pengaruh pada
dalam ekosistem rentan akibat kegiatan
lingkungan perairan di sekitarnya. Berdasarkan
antropogenik dapat membahayakan habitat ikan
hasil penelitian Hamuna et al. (2018), sebagian
dan organisme air lainnya. Kualitas air laut yang
perairan Distrik Depapre telah tergolong perairan
digunakan untuk biota laut dan aktivitas lain
tercemar (kategori tercemar ringan dan tercemar
secara ideal harus memenuhi standar, baik secara
sedang). Perubahan lingkungan secara perlahan
fisik, kimia, dan biologi. Nilai kualitas perairan
akan memberikan efek secara langsung maupun
laut yang telah melampaui ambang batas
tidak langsung kepada biota-biota perairan dan
maksimum untuk peruntukannya akan
manusia sebagai pengkonsumsinya.
digolongkan sebagai perairan tercemar (Tanjung
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
et al., 2019). Berbagai kejadian pencemaran di
konsentrasi bahan pencemar surfaktan dan minyak
perairanpesisirdanlauttelah berdampak negatif
yang dapat mengancam pengembangan potensi (termasuk lemak) di perairan Distrik Depapre,
suatu wilayah pesisir (Pramudyanto, 2014). Kabupaten Jayapura, sebagai langkah awal untuk
Limbah atau bahan pencemar dapat terakumulasi mengantisipasi terjadinya pencemaran surfaktan
pada lingkungan perairan, sedimen,dan organisme dan minyak di lingkungan perairan. Hasil dari
laut (Rejomon et al., 2008; Ariani et al., 2016). penelitian ini diharapkan dapat memberikan
Pencemaran surfaktan dan minyak informasi dasar dan output bagi pemerintah
(hidrokarbon) sering terjadi di laut baik pada skala daerah dan masyarakat umum, khususnya
besar maupun kecil. Surfaktan dalam produk mengenai kualitas air laut (surfaktan dan minyak)
detergen memiliki sifat sulit terurai yang sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dalam
disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Jayapura,
strukturnya (Riza et al., 2015). Surfaktan dalam Provinsi Papua.
jumlah tertentu dapat mencemari lingkungan
karena dapat menimbulkan banyak busa pada MATERI DAN METODE
permukaan air, sehingga mengganggu difusi Lokasi pengambilan sampel air laut
oksigen dari udara ke dalam perairan yang secara sebanyak 5 stasiun, sebagaiberikut: 1) Perairan
tidak langsung dapat mengganggu kehidupan pantai wisata Harlem, 2) Perairan pesisir
organisme perairan, terutama pada berbagai organ Kampung Tablasupa (pemukiman penduduk
ikan (Taufik, 2006). Begitupun dengan bahan berada di perairan), 3) Perairan Pulau Dua, 4)
pencemar minyak, berbagai kasus tumpahan Perairan lokasi pembangunan pelabuhan Depapre,
minyak akibat dari tenggelam atau bocornya kapal 5) Perairan Kampung Depapre (pemukiman
tanker maupun tumpahan dari tambang minyak penduduk berada di daratan) (Gambar 1).
off shore merupakan sumber utama pencemaran Sampel air laut yang telah diambil
minyak (Perez et al., 2008). Sumber utama kemudian dimasukkan kedalam memasukkan
pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan sampel air laut ke dalam botol Niskin dan
minyak baik dari proses di kapal, pengeboran disimpan dalam coolbox untuk dianalisis di
lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Laboratorium Kesehatan Daerah (Lab KESDA)
Limbah tumpahan maupun buangan yang Kota Jayapura, Provinsi Papua. Metode pengujian
mengandung minyak apabila dibuang langsung ke konsentrasi surfaktan berdasarkan pada Standard
perairan laut, maka akan mengapung menutupi Method 2005, Section 5540-C, sedangkan
50 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel air laut di perairan Depapre, Kabupaten Jayapura
Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.) 51
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54
dari wisatawan, juga diduga berasal dari sedangkan konsentrasi sub kronis secara nyata
Kampung Tablasupa karena lokasi kedua stasiun menyebabkan turunnya laju pertumbuhan,
tersebut cukup berdekatan. Walaupun jumlah menyebabkan perubahan tingkah laku, dan
penduduk pada stasiun 4 dan 5 lebih padat kerusakan struktur insang dan hepatopankreas
(ibukota Distrik Depapre), namun lokasi juvenil udang windu. Kemudian hasil penelitian
pemukiman masyarakat tidak berada di perairan Ambariyanto (2011) menemukan bahwa surfaktan
laut seperti Kampung Tablasupa (Stasiun 1), (dalam bentuk sabun komersial) secara signifikan
sehingga limbah sisa detergen dan sabun tidak bersifat toksik terhadap zooxanthellae, dapat
langsung dibuang ke laut. Konsentrasi surfaktan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah
yang paling rendah pada stasiun 3 (Pulau Dua) semua zooxanthellae yang diisolasi dari ketiga
karena lokasi tersebut merupakan pulau yangtidak jenis karang (Acropora aspera, Porites lutea, dan
berpenghuni, sehingga limbah surfaktan (detergen Montipora digitata) secara drastis dalam waktu
dan sabun) yang ada di perairan tersebut berasal yang sangat singkat dan bisa berdampak sampai
dari lokasi lain yang terbawa oleh arus dan pada kematian massal zooxanthellae.
gelombang laut.
Masuknya limbah surfaktan melalui Konsentrasi Minyak di Perairan Depapre
pembuangan sisa detergen ke dalam perairan Sebagai wilayah yang memiliki perairan
Distrik Depapre umumnya disebabkan karena laut yang cukup luas, masyarakat yang bermukim
pengetahuan masyarakat yang mengganggap di wilayah pesisir serta memanfaatkan laut
bahwa detergen bukanlah suatu bahan yang sebagai sumber mata pencaharian dan sarana
berbahaya dan tidak bersifat toksik, sehingga transportasi, perairan laut Distrik depapre
limbah cairnya dapat dibuang langsung ke laut tentunya tidak akan terlepas dari dampak
dan tanpa perlakuan khusus. Selain itu, kurangnya pencemaran minyak di perairan laut. Hasil analisis
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan menunjukkan bahwa konsentrasi minyak di
lingkungan dapat sebagai pemicu percemarnya perairan Distrik Depapre berkisar 0,14–0,41 mg/L
perairan oleh limbah detergen, akibatnya perairan (Gambar 3). Konsetrasi kandungan minyak di
umum seperti laut dan sungai dianggap sebagai setiap stasiun pengamatan masih berada di bawah
lokasi yang paling ideal sebagai tempat ambang batas maksimum konsentrasi minyak di
pembuangan akhir limbah domestik rumah perairan laut untuk kelangsungan hidup biota laut
tangga. Kondisi ini apabila berlangsung secara sebagaimana dalam KEPMEN Negara
terus-menerus dan dalam waktu yang lama tanpa Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu 1
adanya penanggulangan, maka akan menyebabkan mg/L.
terjadinya pencemaran di perairan laut dan secara Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut,
tidak langsung akan berpengaruh terhadap biota perairan laut Distrik Depapre saat ini tergolong
laut. belum tercemar oleh bahan pencemar minyak
Menurut Taufik (2006), surfaktan dalam (hidrokarbon), termasuk lemak dan masih aman
bentuk detergen dapat mengganggu difusi oksigen untuk berbagai biota laut. Beberapa sumber
dari udara ke dalam perairan yang secara tidak limbah berminyak yang teridentifikasi di perairan
langsung dapat mengganggu kehidupan organisme Distrik Depapre berasal dari kegiatan domestik
perairan. Selain itu, senyawa fosfor dan nitrogen (rumah tangga) yang kebanyakan terbuang ke laut
yang terkandung dalam detergen dapat dan sungai, buangan bahan bakar perahu
menyebabkan terjadinya eutrofikasi di perairan. masyarakat (sebagai sarana transportasi dan untuk
Pencemaran dari buangan detergen di perairan kegiatan perikanan) dan pembuangan air balance
dapat berpengaruh pada berbagai organ ikan dan perahu dan kapal masyarakat, serta bahan bakar
tingkat kerusakan yang timbul pada organ tersebut kapal berukuran besar yang melintasi perairan
tergantung pada konsentrasi pencemaran dan Kabupaten Jayapura. Konsentrasi kandungan
waktu pemaparan. Beberapa organ ikan yang minyak di perairan Distrik Depapre diprediksi
secara nyata dapat mengalami degradasi fungsi akan terus bertambah seiring dengan
dengan adanya pencemaran detergen dalam air bertambahnya jumlah penduduk dan sarana
antara lain kulit, insang, organ pencernaan dan transportasi laut masyarakat setempat yang
bahkan hati ikan. Hasil penelitian Supriyono et al. memanfaatkan minyak sebagai bahan bakarnya.
(2008) bahwa surfaktan pada konsentrasi akut Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar mata
dapat menyebabkan kematian dan perubahan pencaharian masyarakat Distrik Depapre sebagai
tingkah laku serta kerusakan organ insang dan nelayan dan juga transportasi laut merupakan
hepatopankreas pada post larva udang Windu, transportasi utama. Kondisi ini apabila
52 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54
Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.) 53
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54
Ariani, F., Effendi, H. & Suprihatin., 2016. Water Environment after the Prestige Oil Spill by
and Sediment Oil Content Spread in Dumai Means of Seabird Blood Analysis.
Coastal Waters, Riau Province, Indonesia. Environmental Science and Technology,
Egyptian Journal of Aquatic Research, 42(3):707–713.
42:411–416. Pramudyanto, B., 2014. Pengendalian Pencemaran
Becker, A.M., Gerstmann, S. & Frank, H., 2008. dan Kerusakan di Wilayah Pesisir. Jurnal
Perfluorooctane Surfactants in Waste Waters, Lingkar Wisyaiswara, 1(4):21–40.
the Major Source of River Pollution. Rejomon, G., Balachandran, K.K., Nair, M. &
Chemosphere, 72(1):115–121. Joseph, T., 2008. Trace Metal Concentrations
Brussaard, C.P.D. Peperzak, L., Beggah, S., Wick, in Marine Zooplankton from the Western Bay
L.Y., Birgit Wuerz, Weber, J.,Arey, J.S., van of Bengal. Applied Ecology and
der Burg, B., Jonas, A., Huisman, J. & van der Environmental Research, 6(1):107–116.
Meer, J.R., 2016. Immediate Ecotoxicological Riza, F., Bambang, A.N. &Kismartini, 2015.
Effects of Short-Lived OilSpills on Marine Tingkat Pencemaran Lingkungan Perairan
Biota. Nature Communications, 7:11206. Ditinjau Dari Aspek Fisika, Kimia dan Logam
Darmayati, Y., 2013. Pengenalan Tentang di Pantai Kartini Jepara. Indonesian Journal of
Bioremediasi Untuk Perairan Pantai Tercemar Conservation, 4(1):52–60.
Minyak. Oseana, 38(2):69–78. Setyono, P. & Soetarto, E.S., 2008. Biomonitoring
Davis, W.P., Hoss, D.E., Scott, G.I. & Sheridan, Degradasi Ekosistem Akibat Limbah CPO di
P.F., 1984. Fisheries Resource Impacts from Muara Sungai Mentaya Kalimantan Tengah
Spills of Oil or Hazardous Substances, Cairns, dengan Metode Elektromorf Isozim Esterase.
J. &Buikema, A.L. (ed.): Restoration of Biodiversitas, 9(3):232–236.
Habitats Impacted by Oil Spills, Butterworth- Shaheen, E.I., 1992. Technology of Environmental
Heinemann, Oxford. Pollution Control, 2nd ed., PennWell Books,
Gholizadeh, M.H., Melesse, A.M. &Reddi, L., Tulsa.
2016. A Comprehensive Review on Water Sulistyono, 2013. Dampak Tumpahan Minyak(Oil
Quality Parameters Estimation Using Remote Spill) Di Perairan Laut Pada Kegiatan Industri
Sensing Techniques. Sensors, 16(8):e1298. Migas dan Metode Penanggulangannya.
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, Forum Teknologi, 3(1):49–57.
H.K. &Alianto., 2018. Kajian Kualitas Air Supriyono, E., Berlianti, & Nirmala, K., 2008.
Lautdan Indeks Pencemaran Berdasarkan Studi Mengenai Toksisitas Surfaktan Deterjen,
Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik Alkyl Sulfate (As), Terhadap Post Larva
Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, Udang Windu Penaeus monodon Fabr. Jurnal
16(1):35–43. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup., 2004. 15(2):141–148.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tanjung, R.H.R., Hamuna, B & Alianto, 2019.
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Assessment of Water Quality and Pollution
Air Laut. Jakarta. Index in Coastal Waters of Mimika, Indonesia.
Kuncowati, 2010. Pengaruh Pencemaran Minyak Journal of Ecological Engineering, 20(2):87–
di Laut Terhadap Ekosistem Laut. Jurnal 94.
Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Taufik, I., 2006. Pencemaran Deterjen Dalam
1(1):18–22. Perairan dan Dampaknya Terhadap Organisme
Li, F., Dong, H. & Liang, M., 2018. Analysis, Air. Media Akuakultur, 1(1):25–32.
Treatment and Countermeasures on Oil Spills Wang, H., Xu, J., Zhao, W. & Zhang, J., 2014.
at Sea. IOP Conf. Series: Materials Science Effects and Risk Evaluation of Oil Spillage in
and Engineering, 397:012086. the Sea Areas of Changxing Island.
Pemerintah Republik Indonesia., 1999. Peraturan International Journal of Environmental
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Research and Public Health, 11:8491–8507.
Tahun 1999 Tentang Pengendalian Yamamoto, T., Nakaoka, M., Komatsu, T. &
Pencemaran dan/atau Pengrusakan Laut. Kawai, H., 2003. Impacts by Heavy-Oil Spill
Jakarta. from the Russian Tanker Nakhodka on
Perez, C., Velando, A., Munilla, I., Lopez-Alonzo, Intertidal Ecosystems: Recovery of Animal
M. & Oro, D., 2008. Monitoring Polycyclic Community. Marine Pollution Bulletin, 47(1–
Aromatic Hydrocarbon Pollution in the Marine 6):91–98.
54 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penggunaan lumpur aktif dalam menurunkan kadar
surfaktan Linear Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair domestik. Penelitian diawali dengan pembuatan
media cair selanjutnya dilakukan pencampuran media cair dengan sampel sedimen untuk menghasilkan lumpur aktif.
Pengolahan dilakukan dengan menambahkan lumpur aktif pada 1250 mL limbah domestik dalam sistem aerasi yang
berlangsung selama 168 jam.Pengamatan dilakukan terhadap nilai LAS dan COD yang dimonitor dalam periode 6
jam, 24 jam, 72 jam, 120 jam, dan 168 jam. Hasil pengamatan mendapatkan bahwa dalam 168 jam lumpur aktif
mampu menurunkan nilai LAS sebesar 99,70% dan COD sebesar 91,08% dengan menggunakan jumlah sedimen 5
gram. Penurunan nilai LAS dan COD paling signifikan terjadi pada setiap perlakuan pada 6 jam proses berlangsung.
Laju penurunan nilai LAS dan COD sebesar 82,78 % dan 55 %.
ABSTRACT
This study aimed to determine the ability of the activated sludge in decreasing the concentration of
surfactant Linear Alkyl Sulfonate (LAS) and COD in domestic wastewater. The study was begun with the
preparation of liquid medium, then mixed with sediment samples to produce the activated sludge. The treatment was
carried out by adding the activated sludge to 1250 mL of domestic sewage in the aeration system running for 168
hours. Observations of the LAS and COD values were performed in a period of 6, 24, 72, 120, and 168 hours. The
results showed that 5 g activated sludge were able to reduce the values of LAS and COD of 99.70 and 91.08%
respectively in 168 hours. The most significant declining values of LAS and COD took place at 6 hours treatment.
The rate of declining values of LAS and COD were 82.78 and 55%.
86
ISSN 1907-9850
deterjen. Jenis surfaktan yang paling banyak terkandung bakteri-bakteri yang dapat mencapai
digunakan adalah tipe anionik dalam bentuk sulfat 1000 juta per mili liter. Dalam proses lumpur aktif
(SO 2–) dan sulfonat (SO ). Berdasarkan rumus terdapat dua proses penting yaitu pertumbuhan
4 3
struktur kimianya, detergen golongan sulfonat mikroorganisme dalam lumpur dan penambahan
dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis rantai oksigen (aerasi) untuk mendukung kehidupan
bercabang sebagai contoh alkil benzene sulfonat bakteri (Ginting, 2007).
(ABS), dan jenis rantai lurus linear alkil sulfonat Lumpur aktif dapat mengandung berbagai
(LAS) (Grayson, 1983 dalam Sudiana, 2003). jenis mikroorganisme heterotrof, dimana
Limbah deterjen yang kerap di buang ke perairan mikroorganisme tersebut dapat memanfaatkan
dan tanpa pengolahan dengan baik akan berakibat bahan terlarut maupun yang tersuspensi di dalam
terakumulasinya surfaktan pada badan perairan air sebagai sumber energi (Waluyo, 2009).
yang akan menimbulkan masalah pendangkalan Mikroorganisme tersuspensi dalam lumpur yang
perairan akibat dari menumpuknya sedimentasi di akan digunakan untuk mengolah limbah secara
perairan dan terhambatnya transfer oksigen. Hal mikrobiologis dapat dikembangkan melalui
tersebut menyebabkan proses penguraian secara pembibitan (seeding) lumpur yang dapat berasal
aerobik menjadi terganggu dan berdampak pada dari ekosistem alami yang memiliki sifat-sifat khas
laju biodegradasi berjalan sangat lambat, selain itu maupun ekosistem tercemar (Laksmi, 1990).
kandungan oksigen terlarut dalam perairan tersebut Menurut penelitian Suastuti (2010)
akan menjadi rendah. Kandungan surfaktan dalam diketahui metode lumpur aktif dapat menurunkan
air limbah akan mempengaruhi nilai BOD dan senyawa dodesil benzene sulfonate (DBS) yang
COD dari limbah tersebut, apabila kandungan terdapat dalam limbah deterjen. Selain itu
surfaktan dalam air limbah tinggi maka nilai BOD penelitian yang dilakukan Sudiana (2003)
dan COD pada limbah tersebut juga semakin tinggi menunjukkan bahwa linear alkyl sulfonate (LAS)
karena senyawa organik yang terkandung dalam pada limbah industri dapat didegradasi oleh
limbah tersebut juga tinggi. mikroba pada lumpur aktif. Berdasarkan hal
Upaya mengurangi limbah deterjen dari tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
limbah rumah tanggga dilakukan pengolahan untuk megetahui kemampuan penggunaan lumpur
limbah secara fisik, kimia, dan biologis. aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linier
Pengolahan limbah secara fisika, hanya mengubah Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair
bentuk limbah sehingga terbentuk secondary waste domestik.
yang membutuhkan pengolahan limbah lebih
lanjut. Penggunanaan zat kimia dalam pengolahan
limbah dapat mengakibatkan kerusakan limbah MATERI DAN METODE
dan penggunaan zat kimia dalam kapasitas yang
sangat besar untuk pengolahan limbah Bahan
menyebabkan biaya pengolahan limbah menjadi Bahan yang diperlukan dalam penelitian
tinggi. Pengolahan limbah secara biologis yang ini adalah sebagai berikut : sedimen selokan, air
menggunakan katalis mikroba menghasilkan limbah, akuades, MgSO4.7H2O, C6H12O6,
beberapa produk yang tidak dapat diuraikan K2HPO4, K2Cr2O7, Ag2SO4, H2SO4 pekat,
menjadi molekul sederhana (Ginting, 2007). Fe(NH4)2(SO4),
Metode Pengolahan limbah deterjen indikator ferroin, HgSO4, KH2PO, glukosa,
secara biologis salah satu contohnya adalah NaOH, indikator fenolftalein, CHCl 3, metilen
metode lumpur aktif. Metode lumpur aktif biru dan (CH3)2CHOH.
merupakan salah satu metode pengolahan limbah
yang sederhana dan ekonomis. Lumpur aktif Peralatan
merupakan suatu padatan organik yang telah Peralatan yang digunakan dalam penelitian
mengalami peruraian secara hayati sehingga ini adalah : gelang karet, kapas, kain kasa, aerator,
terbentuk biomassa yang aktif dan mampu toples pengolahan dengan volume 3 L atau lebih,
merombaknya kemudian membentuk massa yang batang pengaduk, spatula, botol semprot, bola
mudah mengendap. Dalam lumpur aktif hisap, corong pisah, corong gelas, buret, pipet
tetes, pipet volume 3 mL; 5 mL; 10 mL; 25 mL,
87
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92
buret, labu refluks, tabung refluks, timbangan 250 mL bibit proses seeding yang menggunakan 1
analitik, erlenmeyer 250 dan 500 mL, gelas ukur g sedimen, toples II dengan bibit proses seeding
100 dan 250 mL, gelas beker 2 L, spetrofotometer yang menggunakan 5 g sedimen dan toples III
UV-Vis. dengan bibit proses seeding yang menggunakan 10
g sedimen. Ketiga toples tersebut kemudian
Cara Kerja ditambahkan air limbah domestik sehingga volume
Sampling Sedimen Lumpur totalnya 1500 mL. Pada toples IV berisi air limbah
Sampling sedimen lumpur sebagai lumpur sebanyak 1250 mL yang digunakan sebagai
aktif dilakukan di Jalan Sedap Malam Kesiman kontrol. Keempat toples tersebut kemudian
Denpasar. Sedimen diambil menggunakan serokan dilakukkan aerasi menggunakan aerator dan
dengan dengan kedalaman ±10 cm dari permukaan ditutup dengan kain kasa diikat dengan tali. Proses
sebanyak ±10 g, kemudian diletakkan pada satu adaptasi dilakukan selama dua puluh empat jam.
kantong plastik, dan disimpan pada box sampel. Pengukuran kadar surfaktan dan COD dilakukan
Sampling Air Limbah Deterjen pada awal proses dan selang waktu pada 6; 24; 72;
Sampel air limbah diambil dari saluran 120; dan 168 jam.
pembuangan air mesin cuci yang menggunakan Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel
deterjen jenis LAS. Air limbah dimasukkan ke Sebanyak 50 mL sampel/standar
dalam jerigen plastik dengan volume 30 L, dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah
kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk disiapkan. Standar/sampel dibuat basa dengan
dianalisis kadar surfaktan dan nilai COD pada diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan
limbah tersebut. indikator fenolftalein. Warna merah muda yang
Pembuatan Media Cair terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan
Media isolasi atau penumbuhan bakteri H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah
pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara muda tepat hilang.
ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCL3 dan
0,1 g KH2PO4, 0,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam
MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian campuran dikocok selama
gelas beker 2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi,
akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan beberapa mL(<10 mL) isopropil
ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua
diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan
sudah siap kemudian digunakan dalam pembuatan ke dalam corong pisah lainnya Ekstraksi CHCl 3
media seeding. diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan
Pembuatan Lumpur Aktif 10 mL CHCl3 pada tiap ekstraksi.
Pembuatan media seeding dilakukan Ekstraksi CHCl3 yang terkumpul pada
dengan mencampurkan media cair yang telah corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan
dibuat sebelumnya sebanyak 1500 mL dengan 50 mL larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan
sedimen yang diambil dari selokan pembuangan dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi
air limbah domestik dimana variasi berat dari sebanyak dua kali dengan masing-masing
sedimen yaitu 1 g ; 5 g ; 10 g ke dalam tiga gelas ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3
beker 2 L. Ketiga campuran selanjutnya diaerasi dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50
dengan aerator lalu ditutup dengan kain kasa dan mL kemudian diencerkan sampai tanda batas.
diikat dengan karet gelang selama 1 hari. Media Absorbansi diukur pada 652 nm dengan
seeding yang sudah siap kemudian digunakan menggunakan CHCl3 sebagai blanko (Lenore,
untuk mengolah air limbah deterjen. 1998).
Penentuan Nilai COD pada Sampel
Pengolahan Limbah Deterjen Sebanyak 25,0 mL sampel limbah cair
Disiapkan sebanyak 4 buah toples dengan dipipet kedalam labu refluks kemudian
volume 3 L. Masing-masing toples diberi kode I, ditambahkan 0,4 g HgSO4 ; 10,0 mL K2Cr2O7
II, III dan IV. Pada toples I ditambahkan sebanyak
88
ISSN 1907-9850
500
400
m300 1 gram
p 5 gram
p 200
100 10 gram
0
Aw a l2 41 2 0 K on tr o l
W a k t u (H a r i)
Gambar 1. Penurunan Kadar LAS pada Limbah Deterjen Selama Waktu Perlakuan
89
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92
Berdasarkan Gambar 1, selama 168 jam paling tinggi yaitu sebesar 99,73 % bila
kadar deterjen pada sampel yang berisikan dibandingkan dengan kontrol yang hanya
sedimen 1, 5, 10 gram dan kontrol telah mencapai 77,18 %. Hal ini mungkin disebabkan
mengalami penurunan, namun pengolahan limbah oleh keberadaan mikroba yang mendegradasi LAS
deterjen dengan menggunakan jumlah sedimen paling optimal pada sedimen 5 gram. Hal ini sesuai
yang berjumlah 5 gram menunjukkan penurunan dengan hasil penelitian Dewi (2006) yang
yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan 1 menunjukkna bahwa jumlah sedimen sebanyak 5
dan 10 gram. Penurunan kadar deterjen disebabkan gram juga dapat menurunkan kadar deterjen jenis
oeh adanya aktivitas perombakan surfaktan oleh LAS dalam limbah laundry. Pernyataan ini juga
mikroba. Proses perombakan ini terjadi dalam tiga didukung oleh Waluyo (2005) yang menyebutkan
tahap yaitu pertama adanya proses oksidasi gugus bahwa oleh adanya aktivitas sedimen lumpur aktif
alkil yang terletak di ujung membentuk dengan konsorsium mikroorganisme dalam
intermediete berupa alkohol dan proses oksidasi ini mendegradasi senyawa organik dan anorganik
terjadi hingga rantai alkil hanya memiliki 4-5 atom dalam limbah, maka dapat digunakan untuk
karbon (Simoni dkk, 1996). Tahapan selanjutnya mencukupi kebutuhan hidupnya. Penambahan zat-
yaitu proses desulfonasi yaitu proses penghilangan zat yang mengandung N, P, K sebagai nutrien
gugus sulfonat yang dikatalisis oleh sistem enzim menyebabkan kebutuhan makanan dari
kompleks, koenzim NAD(P)H dan oksigen mikroorganisme akan terpenuhi, sehingga laju
sehingga terbentuk hidroksi fenolik pada cincin metabolisme bahan organik dan anorganik dalam
aromatik. Tahapan yang terkahir yaitu pemecahan/ sampel menjadi tinggi.
pembukaan cincin benzena melalui jalur orto atau
meta (Bhatnagar, 1991). Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Nilai
COD
Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan LAS
Penurunan nilai COD pada limbah
Data penurunan kadar deterjen pada
deterjen selama proses pengolahan disajikan pada
limbah deterjen selama waktu perlakuan dapat
Tabel 3.
dihitung nilai efektivitasnya yang disajikan pada
Tabel 2. Tabel 3. Penurunan nilai COD (dalam ppm)
selama proses pengolahan
Tabel 2. Efektivitas penurunan kadar LAS (dalam Waktu Penurunan Nilai COD (ppm)
%) pada limbah deterjen (Jam) Selama Proses Pengolahan
Waktu Efektivitas Penurunan Kadar LAS (%) 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
(Jam) pada Limbah Deterjen Awal 13176 13176 13176 13176
1 gram 5 gram 10 gram Kontrol 6 5832 5832 4968 13026
6 80,25 82,78 78,38 24,88 24 4320 4968 4752 12960
24 84,92 85,59 85,99 26,35 72 4104 3024 3888 12744
72 93,86 97,86 86,92 53,17 120 3240 1080 3456 7344
120 96,53 99,59 91,59 53,83 168 1944 1080 2376 6696
168 97,19 99,73 93,19 77,18
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi
90
ISSN 1907-9850
15000
10000 1 gram
m 5 gram
p
p5000
10 gram Kontrol
0
Waktu (Hari)
Gambar 2. Kurva pengaruh waktu perlakuan terhadap penurunan nilai COD
91
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92
bahan organik maupun anorganik dalam sampel Waste, Edited by G. Zeikus and E.A
limbah deterjen menjadi karbondioksida dan air. Johnson, Mixed Culture in Biotechnology,
Mc Graw Hill. Inc., USA
Dewi, A.C., 2006, Kemampuan Bibit Inokulum
SIMPULAN DAN SARAN Lumpur Aktif dalam Menurunkan Nilai
COD dan Kadar Surfaktan Linier Alkil
Simpulan Sulfonat (LAS) pada Limbah Laundry,
Berdasarkan hasil penelitian dan Skripsi, Universitas Udayana, Bali
pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai Effendi, H, 2000, Telaah Kualitas Air Bagi
berikut : Pengelolaan Sumber Daya dan
1. Lumpur aktif mampu menurunkan kadar LAS Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan
dari sampel limbah deterjen sebesar 97,19% dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
untuk sedimen 1 g; 99,73% untuk sedimen 5 g; Ginting, P., 2007, System Pengelolaan Lingkungan
93,19% untuk sedimen 10 g; sedangkan yang dan Limbah Industri, Edisi 1, CV. Yrama
tanpa lumpur aktif hanya mampu menurunkan Widya, Bandung
kadar LAS sebesar 77,18%. Grayson M, 1983. Kirk-Othmer Encyclopedia of
2. Lumpur aktif dapat menurunkan nilai COD Chemical Technology. 3rd. Wiley
dari sampel limbah deterjen sebesar 85,24% Interscience, New York
untuk sedimen 1 g; 91,80% untuk sedimen 5 g; Kristanto, P., 2002, Ekologi Industr, Penerbit
dan 81,96% untuk sedimen 10 g. ANDI Yogyakarta dengan LPPM
Universitas Kristen Petra Surabaya,
Saran Yogyakarta
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Laksmi, J., Betty, S. dan Winiati, P.R., 1996,
dengan menggunakan parameter lain seperti Total Penanganan Limbah Industri Pangan,
Suspended Solid (TSS) dan fosfat dengan waktu Kanisius, Pusat Antar Universitas Pangan
pengolahan yang lebih lama untuk melihat dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
kemampuan bibit inokulum dan efektivitasnya Nida, S., 2008, Pengelolaan limbah deterjen
serta mengenai penambahan NPK sebagai nutrien sebagai upaya minimilisasi polutan
yang membantu mengoptimalkan pertumbuhan dibadan air dalam rangka pembangunan
mikroorganisme. berkelanjutan, Jurnal LIPI,
Suastuti, Ni G.A.M. Dwi Adhi, 2010, Efektivitas
Penurunan Kadar Dodesil Benzen Sulfonat
DAFTAR PUSTAKA (DBS) dari Limbah Deterjen yang Diolah
dengan Lumpur Aktif, Jurnal Kimia,
Bisnis Indonesia, 2004, Deterjen, Bisnis raksasa Waluyo, L., 2005, Mikrobiologi Lingkungan,
yang makin “berbusa-busa”, Bisnis Com UMM, Malang
Bhatnagar, L. and B.Z. Fathepure, 1991, Mixed Veenstra, 1995, Wastewater Treatment, IHE Delf
Culture in Detoxyfication of Hazardous
92
AKTA KIMIA
INDONESIA Akta Kimindo Vol. 3(1), 2018: 127-
140
Abstrak
Limbah laundry merupakan salah satu limbah yang dapat mencemari lingkungan dan berdampak buruk
bagi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar surfaktan anionik (deterjen) dan fosfat
yang terdapat dalam air limbah laundry di kawasan Keputih, Surabaya dengan menggunakan karbon aktif.
Penurunan kadar surfaktan anionik dan fosfat menggunakan karbon waktif dengan variasi ukuran partikel
yakni -60, -120 dan -200 mesh. Proses adsorpsi dilakukan dengan metode batch. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa kadar surfaktan anionik pada limbah sebelum adsorpsi sebesar 10,65 ppm dan kadar
fosfat sebesar 14,148 ppm. Kedua nilai tersebut berada diluar ambang batas yang ditetapkan pemerintah
sebesar 100 ppm. Uji adsorpsi menunjukkan bahwa karbon aktif mampu menurunkan kadar surfaktan
anionik dan fosfat secara signifikan. Kadar surfaktan anionik terendah setalah adsorpsi mencapai 3.102
ppm yang dihasilkan dari karbon aktif berukuran -200 mesh. Adsorpsi surfaktan anionik mengikuti model
adsorpsi isotermal Freundlich. Sementara itu, kadar fosfat tidak terdeteksi setelah proses adsorpsi. Secara
umum, semakin kecil ukuran karbon aktif, semakin besar kapasitas adsorpsinya terhadap surfaktan anionik
dan fosfat.
Abstract
Waste water from laundry industry is one of the waste water that can pollute the environment and harmful
to humans. The aim of this research is to decrease the content of anionic surfactant (detergent) and
phosphate contained in laundry waste water in Keputih area, Surabaya by using activated carbon. The
decrease of anionic surfactnts and phosphate levels was carried out using activated carbon with particle
size variations ie -60, -120 and -200 mesh. The adsorption process was done by batch method. The results
showed that the anionic surfactant content of the waste water before adsorption was 10.65 ppm and the
phosphate level was 14.148 ppm. Both values are beyond the government-set threshold of 100 ppm. The
adsorption test showed that activated carbon was able to significantly decrease the content of the anionic
and phosphate surfactants. The lowest anionic surfactant level after adsorption reaches 3,102 ppm
produced from the 200-mesh activated carbon. Adsorption of anionic surfactants follows Freundlich's
isothermal adsorption model. Meanwhile phosphate levels are not detected after the adsorption process. In
DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25493736.v3i1.3528 127
W.P. Utomo, dkk. Akta Kimia Indonesia 3(1), 2018, 127-140
general, the smaller the size of activated carbon, the greater the adsorption capacity of anionic and
phosphate surfactants.
hingga warna merah muda tepat hilang. dengan metode yang telah dilaporkan oleh
Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCl3 dan 25 Ndani (2016) [10]. Sampel air limbah
mL reagen metilen biru ditambahkan ke laundry diambil sebanyak 50 mL dan
dalam corong pisah kemudian campuran dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel
dikocok selama 30 detik. Campuran kemudian ditambahkan satu tetes indikator
selanjutnya ditambah dengan beberapa 10 fenolftalin. Jika terbentuk warna merah
mL isopropil alkohol untuk mengurangi muda, dilakukan penambahan H2SO4 5N
terjadinya emulsi. Campuran didiamkan tetes demi tetes sampai warna hilang.
sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan CHCl3 Kemudian ditambahkan 8 mL larutan
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong campuran dan dihomogenkan. Larutan
pisah lainnya. Ekstraksi CHCl3 diulangi didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya
sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 campuran tersebut dimasukkan ke dalam
diukur
absorban
sinya
dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis limbah sebanyak 50 mL dimasukkan
pada panjang gelombang 880 nm. Larutan kedalam gelas beaker. Kemudian
campuran dibuat dengan mencampurkan ditambahkan karbon aktif sebagai adsorbent
secara berturut-turut 50 mL H2SO4 5N , 5 sebanyak 4 gram. Variasi karbon akif yang
mL larutan kalium antimonil tartat, 15 mL ditambahkan adalah dengan ukuran partikel
larutan ammonium molibdat dan 30 mL yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh
larutan asam askorbat. Penentuan kadar (-120) dan dan 200 mesh (-200). Air limbah
fosfat ini dilakukan pada sampel limbah deterjen dan karbon aktif diaduk
laundry sebelum dan sesudah proses menggunakan magnetic stirrer dengan
pengolahan dengan karbon aktif. kecepatan 400 rpm selama 75 menit. Hasil
2.4. Penurunan Kadar surfaktan anionik treatment disaring, kemudian filtratnya
(deterjen) dianalisis sesuai dengan metode penentuan
Penurunan kadar surfaktan nionik kadar fosfat.
dilakukan dengan metode batch. Sampel air 3. Hasil dan Pembahasan
limbah sebanyak 100 mL dimasukkan 3.1. Pembuatan kurva kalibrasi larutan
kedalam gelas beaker. Kemudian MBAS
ditambahkan karbon aktif sebagai adsorbent
sebanyak 8 gram. Variasi karbon akif yang Kurva kalibrasi dibuat sebagai dasar pengukuran
ditambahkan adalah dengan ukuran partikel konsentrasi deterjen dalam limbah laundry.
yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh Larutan standar MBAS dibuat dari larutan induk
(-120) dan dan 200 mesh (-200). Air limbah natrium lauril sulfat. Senyawa ini dipilih sebagai
deterjen dan karbon aktif diaduk senyawa untuk larutan standar karena merupakan
menggunakan magnetic stirrer dengan jenis surfaktan anionik yang banyak digunakan
kecepatan 400 rpm selama 75 menit. Hasil pada deterjen komersial. Kurva kalibrasi
treatment disaring, kemudian filtratnya merupakan grafik yang menyatakan hubungan
dianalisis dengan metode MBAS untuk antara konsentrasi larutan standar dengan hasil
menentukan kadar deterjennya. pembacaan absorbansi larutan, yang hasilnya
2.5. Penurunan kadar fosfat merupakan garis lurus. Tabel 1 memperlihatkan
Penurunan kadar fosfat dalam limbah nilai absorbansi dari larutan standar MBAS pada
dilakukan dengan metode batch. Sampel air panjang gelombang 653 nm.
W.P. Utomo, dkk. Akta Kimia Indonesia 3(1), 2018, 127-140
0.9
0.8
y = 0.0709x - 0.042 R² = 0.9869
Absorbansi
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)
Hasil penentuan konsentrasi pada Tabel karena ukuran partikel yang semakin kecil
3 menunjukkan bahwa karbon aktif dapat memiliki luas permukaan yang semakin
digunakan sebagai adsorben yang baik untuk besar sehingga lebih banyak situs atau
menurunkan kadar surfaktan atau deterjen permukaan karbon aktif yang dapat
pada limbah laundry. Hal ini dibuktikan dari digunakan sebagai tempat teradsorpsinya
penurunan konsentrasi yang sangat surfaktan kationik.
signifikan pada sebelum dan sesudah
3.4. Kinetika adsorbs surfaktan pada
treatment. Hasil treatment menunjukkan
karbon aktif
bahwa seluruh sampel menunjukkan
Proses penyerapan atau adsorpsi oleh
konsentrasi yang berada di bawah ambang
suatu adsorben dipengaruhi banyak faktor
batas maksimal kandungan surfaktan anionik
dan juga memiliki pola isotermal adsorpsi
di limbah sebesar 10 mg/L. Namun
tertentu yang spesifik. Faktor-faktor yang
demikian, aplikasi skala besar penggunaan
mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara
karbon aktif dalam limbah in lebih kompleks
lain yaitu jenis adsorben, jenis zat yang
karena karbon aktif memiliki kapasitas
diserap, luas permukaan adsorben,
adsorpsi tertentu. Artinya, kemampuan
konsentrasi zat yang diadsorpsi dan suhu.
karon aktif untuk mengadsorpsi surfaktan
Oleh karena faktor-faktor tersebut maka
anionik terbatas pada nilai tertentu.
setiap adsorben yang menyerap suatu zat
Perhitungan kapasitas adorpsi karbon aktif
satu dengan zat lain tidak akan mempunyai
dari berbagai ukuran partikel yang
pola isoterm adsorpsi yang sama. Diketahui
ditunjukkan pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa terdapat dua jenis persamaan pola
bahwa semaikn kecil ukuran partikel karbon
isoterm adsorpsi yang sering digunakan pada
aktif, semakin tinggi pula kapasitas
proses adsorpsi dalam larutan yaitu
adsorpsinya. Hal ini dapat disebabkan
persamaan adsorpsi Langmuir dan perhitungan menggunakan persamaan
Freundlich. Langmuir dan Freundlich. Uji persamaan
Langmuir dilakukan dengan menggunakan
Pengujian pola isoterm adsorpsi yang
Persamaan 1 sementara uji persamaan
sesuai untuk proses penyerapan surfaktan
Freundlich dilakukan dengan Persamaan 2
anionik oleh karbon aktif dilakukan dengan
[12].
dimana:
x/m= massa surfaktan anionik yang diserap per gram karbon aktif
Ce/(x/m)
10
8
6
4
2
0
2 3 4 5 6 7
Ce
0
0
log Ce/(x/m)
-0.1 1
-0.15
-0.2
-0.25
y = -0.443x + 0.2118
-0.3 R² = 0.9901
log Ce
bahwa konsentrasi fosfat dalam cairan fosfat menunjukkan bahwa konsentrasi pada
limbah sangat tinggi. Oleh karena itu, sampel melebihi batas baku mutu sehingga,
antara rentang interpolasi kurva kalibrasi. dilakukan pada sampel yang telah
absorbansi sebesar 0,8036 dengan faktor kurva kalibrasi, namun di-treatment dengan
pengenceran 2. Nilai tersebut sudah berada menggunakan karbon aktif sebesar 4 gram
berdasarkan persamaan regresi dengan variasi ukuran karbon aktif -60, -120 dan -
sampel sebesar 14,148 ppm. Hal ini terhadap aktivitas penurunan kadar fosfat.
menandakan bahwa sampel limbah deterjen Penurunan dilakukan dengan sistem batch
memiliki kadar fosfat yang tinggi dan telah disertai pengadukan dengan kecepatan 400
melewati batas baku mutu Pergub Jatim rpm selama 75 menit agar karbon aktif dapat
yaitu sebesar 10 ppm [10]. menyerap dengan lebih baik dan merata.
Larutan dengan campuran karbon aktif
3.7. Penurunan kadar fosfat dengan kemudian disaring dan diukur filtrat dengan
karbon aktif spektrofotometer UV-vis pada panjang
Fosfat dapat memicu pertumbuhan alga gelombang 880 nm dengan dua kali
pada air, apabila terjadi pertumbuhan yang pengukuran. Dari hasil pengukuran maka
berlebihan maka akan menyebabkan sulitnya didapatkan serapan dari tiga variasi seperti
sinar matahari untuk masuk ke dalam air dan ditunjukkan pada Tabel pada Tabel 6.
TABEL 6 ABSORBANSI KADAR FOSFAT DENGAN KARBON AKTIF
Variasi karbon Absorbansi Absorbansi Konsentrasi (ppm)
Absorbansi 2
aktif 1 Rata-rata
Mesh 60 0,024 0,025 0,0245 0,000
Mesh 120 0,014 0,014 0,014 0,000
Mesh 200 0,009 0,009 0,009 0,000