Anda di halaman 1dari 45

TUGAS PRAKTIKUM

TOURISM MEDICAL LABORATORY II

“Pemeriksaan Surfaktan Pada Air”

OLEH:
Ni Kadek Pangesti Sucita Dewi
P07134019126
Semester V C

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2021
JURNAL 1

Konsentrasi Surfaktan Dan Minyak Di Perairan Depapre,

Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

 Metode

Pada penelitian ini, penentuan konsentrasi surfakatan ditentukan melalui metode MBAS
(Methylene blue active substances).

 Teknik Sampling

Lokasi pengambilan sampel air laut sebanyak 5 stasiun, Sampel air laut yang telah diambil
kemudian dimasukkan kedalam memasukkan sampel air laut ke dalam botol Niskin dan
disimpan dalam coolbox untuk dianalisis di Laboratorium Kesehatan Daerah (Lab KESDA)
Kota Jayapura, Provinsi Papua. Metode pengujian konsentrasi surfaktan berdasarkan pada
Standard Method 2005, Section 5540-C, sedangkan konsentrasi minyak berdasarkan SNI 06-
6989.10- 2003.

 Teknik Analisa

Pada penelitian ini, penentuan konsentrasi surfakatan ditentukan melalui metode MBAS
(Methylene blue active substances). Metode MBAS terdiri dari tiga ekstraksi berturut-turut,
yaitudari media air asam yang mengandung kelebihan metilen biru menjadi kloroform
(CHCl3), diikuti oleh pencucian air, dan pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan
spektrofotometri pada panjang gelombang 652 nm. Analisis data hasil pengujian
laboratorium dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil analisis
konsentrasi surfaktan dan minyakyang diperoleh dengan baku mutu kualitas air laut
berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Laut yang dikhususkan untuk menunjang kehidupan biota laut.

 Keuntungan Dan Kelemahan

Keuntungan : Hasil Analisis konsentrasi surfaktan (detergen) di perairan Distrik Depapre,


Kabupaten Jayapura menunjukkan nilai yang masih rendah, yaitu berkisar 0,08–0,22 mg/L
MBAS (Gambar 2). Nilai yang diperoleh masih di bawah standar baku maksimum
konsentarasi surfaktan untuk biota laut sebagaimana dalam KEPMEN Negara Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu sebesar 1 mg/L MBAS. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura dalam kondisi tidak tercemar oleh limbah
surfaktan dan masih aman untuk kehidupan biota laut.

Kelemahan : Sebagian besar sumber pencemaran surfaktan dan minyak berasal dari aktifikas
masyarakat, melalui pembuangan limbah domestik rumah tangga dan penggunaan sarana
transportasi laut. Bahan pencemar surfaktan dan minyak telah terdeteksi di perairan Distrik
Depapre walaupun belum menunjukkan tingkat pencemaran yang signifikan. Hal ini berarti
bahwa perairan Depapre telah terkontaminasi senyawa surfaktan dan minyak, namun belum
pada kategori tercemar. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa konsentrasi tersebut
dapat terus meningkat, sehingga di perlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah dan
masyarakat setempat untuk meminimalkan jumlah konsentrasi limbah surfaktan dan minyak
yang masuk ke perairan.

JURNAL 2

Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan Linier Alkil Sulfonat (LAS) Dan COD Dari
Limbah Domestik Dengan Metode Lumpur Aktif

 Metode

Metode Pengolahan limbah deterjen secara biologis salah satu contohnya adalah metode
lumpur aktif.

 Teknik Sampling

Sampling Air Limbah


Deterjen Sampel air limbah diambil dari saluran pembuangan air mesin cuci yang
menggunakan deterjen jenis LAS. Air limbah dimasukkan ke dalam jerigen plastik dengan
volume 30 L, kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar surfaktan dan
nilai COD pada limbah tersebut.

 Teknik Analisa
Pembuatan Media Cair
Media isolasi atau penumbuhan bakteri pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara
ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, 0,1 g KH2PO4, 0,2 g
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker
2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan
pada campuran tersebut. Campuran diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang sudah
siap kemudian digunakan dalam pembuatan media seeding.
Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel
Sebanyak 50 mL sampel/standar dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan.
Standar/sampel dibuat basa dengan diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan indikator
fenolftalein. Warna merah muda yang terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan
H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah muda tepat hilang. Selanjutnya sebanyak 10
mL CHCL3 dan 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam corong pisah kemudian
campuran dikocok selama 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi, ditambahkan
beberapa mL(<10 mL) isopropil alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua lapisan.
Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya Ekstraksi CHCl3
diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap ekstraksi.Ekstraksi
CHCl3 yang terkumpul pada corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan 50 mL
larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi
sebanyak dua kali dengan masing-masing ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3
dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan sampai tanda
batas. Absorbansi diukur pada 652 nm dengan menggunakan CHCl3 sebagai blanko.

 Keuntungan Dan Kelemahan

Keuntungan : Metode lumpur aktif merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang
sederhana dan ekonomis.

Kelemahan : Pencemaran deterjen di perairan dikarenakan adanya kandungan surfaktan


dalam ISSN 1907-9850 87 deterjen. Jenis surfaktan yang paling banyak digunakan adalah
tipe anionik dalam bentuk sulfat (SO4 2–) dan sulfonat (SO3).
JURNAL 3

Penurunan Kadar Surfaktan Anionik Dan Fosfat Dalam Air limbah Laundry

Di Kawasan Keputih, Surabaya Menggunakan Karbon Aktif

 Metode

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar surfaktan anionik
dan fosfat dalam limbah laundry, antara lain filtrasi, proses fotokatalisis, koagulasi, dan
adsorpsi.

 Teknik Sampling

Dalam penelitian ini dilakukan penurunan kadar surfaktan anionik dan fosfat dalam limbah
laundry yang diperoleh dari kawasan Keputih, Sukolilo, Surabaya menggunakan karbon aktif.
Air sungai di kawasan Keputih ini dipilih karena merupakan kawasan pemukiman padat
dengan banyak industry laundry skala rumah tangga.

 Teknik Analisa

Penentuan kadar surfaktan anionic (deterjen) dengan metode MBAS (Methylene


Blue Alkyl Sulfunate)

Dalam penentuan kadar surfaktan anionik ini, larutan standar untuk pembuatan kurva
kalibrasi maupun larutan sampel diperlakukan sama. Standar/Sampel air limbah sebanyak 50
mL dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan. Standar/sampel ditetesi dengan
larutan NaOH 1 N agar standar/sampel berada dalam suasana basa yang diuji dengan
indikator fenolftalein.. Campuran selanjutnya ditambah dengan beberapa 10 mL isopropil
alkohol untuk mengurangi terjadinya emulsi. Campuran didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya.
Ekstraksi CHCl3 diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap
ekstraksi. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian
dilakukan pengenceran hingga tanda batas. Selanjutnya dilakukan pembacaan serapan dari
lapisan CHCl3 yang telah diencerkan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 653 nm dan hal yang sama juga dilakukan pada blanko
Penentuan kadar fosfat dan deterjen

Sampel air limbah laundry diambil sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Sampel kemudian ditambahkan satu tetes indicator fenolftalin. Kemudian ditambahkan 8 mL
larutan campuran dan dihomogenkan. Larutan didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak ¾ bagian dari volume kuVet dan
diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 880 nm. Larutan campuran dibuat dengan mencampurkan secara berturut-turut 50
mL H2SO4 5N , 5 mL larutan kalium antimonil tartat, 15 mL larutan ammonium molibdat
dan 30 mL larutan asam askorbat. Penentuan kadar fosfat ini dilakukan pada sampel limbah
laundry sebelum dan sesudah proses pengolahan dengan karbon aktif.

Penurunan Kadar surfaktan anionic (deterjen)

Penurunan kadar surfaktan nionik dilakukan dengan metode batch. Sampel air limbah
sebanyak 100 mL dimasukkan kedalam gelas beaker. Kemudian ditambahkan karbon aktif
sebagai adsorbent sebanyak 8 gram. Variasi karbon akif yang ditambahkan adalah dengan
ukuran partikel yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh (-120) dan 200 mesh (-200). Air
limbah deterjen dan karbon aktif diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400
rpm selama 75 menit. Hasil treatment disaring, kemudian filtratnya dianalisis dengan metode
MBAS untuk menentukan kadar deterjennya.

 Keuntungan Dan Kelemahaan

Keuntungam : Kadar surfaktan anionik (deterjen) dan fosfat dalam air limbah laundry di
Keputih, Sukolilo, Surabaya melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh Pergub Jatim
yakni sebesar 10,65 ppm untuk kadar surfaktan anionik (deterjen) dan 14,148 ppm untuk
kadar fosfat. Penurunan kadar deterjen dan fosfat tersebut berhasil dilakukan dengan
menggunkaan karbon aktif.

Kelemahan : Selain kandungan surfaktan anionik, keberadaan fosfat dalam limbah laundry
juga cukup berbahaya bagi lingkungan.
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54 PISSN : 2089-3507 EISSN : 2550-0015

Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre, Kabupaten Jayapura,


Provinsi Papua
Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung1*, Baigo Hamuna2, Alianto3
1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Cenderawasih Jl. Kamp Wolker, Kampus Universitas Cenderawasih, Yabansai, Kota Jayapura,
Papua, 99351
2
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
Jl. Kamp Wolker, Kampus Universitas Cenderawasih, Yabansai, Kota Jayapura, Papua, 99351
3
Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua
Jl. GunungSalju, Kampus Universitas Papua, Amban, Manokwari, Papua Barat, 98314
Email: *hefmitanjung@yahoo.co.id

Abstrak

Kondisi kualitas air suatu perairan yang baik sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme yang
hidup di dalamnya. Penentuan status mutu air perlu dilakukan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan
pencemaran kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status mutu air laut berdasarkan konsentrasi
parameter surfaktan dan minyak di perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Pengambilan sampel air
laut dilakukan di lima stasiun penelitian, kemudian hasilnya dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk
biota laut berdasarkan KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
surfaktan di perairan Distrik Depapre berkisar antara 0,08–0,22 mg/L, sedangkan konsentrasi kandungan
minyak berkisar antara 0,14–0,41 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut, konsentrasi surfaktan dan minyak
belum melampaui baku mutu dan masih sesuai untuk biota laut di perairan Depapre, Kabupaten Jayapura.
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa kondisi perairan Depapre belum tercemar oleh limbah
surfaktan dan minyak. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa konsentrasi tersebut dapat terus
meningkat, sehingga perlu upaya lebih lanjut dari pemerintah dan masyarakat untuk meminimalkan jumlah
limbah surfaktan dan minyak yang masuk kelingkungan perairan laut.

Kata kunci : mutu perairan, surfaktan, minyak, perairan Depapre, Papua

Abstract

Surfactant and Oil Concentration in Jayapura Regency, Papua Province

Good water quality is critical to support the life of organisms. The determination of water quality status was
needed as a reference to monitor water pollution. This study aimed to assess the condition of water quality
based on the concentration of surfactant and oil parameters in the Depapre waters, Jayapura Regency.
Sampling was carried out in five research stations; then the results were compared with water quality
standards based on KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004 for marine biotas. The result showed that the
concentration of surfactant in Depapre waters was 0.08–0.22 mg/L, while the oil concentration was 0.14–
0.41 mg/L. Based on water quality standards, surfactant and oil concentration has not exceeded the quality
standards and are suitable for marine biotas in Depapre waters, Jayapura Regency. Results showed the
condition of Depapre waters had not been polluted by surfactant and oil waste. However, it does not rule
out the possibility that the concentration can increase so that it needs further efforts from the government
and the community to minimize the amount of surfactant and oil waste entering the marine environment.

Keywords: water quality, surfactant, oil, Depapre waters, Papua

PENDAHULUAN Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun


Permasalahan yang sangat dominan bagi 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
wilayah pesisir, pantai dan laut adalah terjadinya Pengrusakan Laut bahwa pencemaran laut adalah
pencemaran yang mengakibatkan terjadinya masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
pesisir dan laut. Berdasarkan Peraturan lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga

*Corresponding author http://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma Diterima/Received : 04-03-2019


DOI:10.14710/buloma.v8i1.22264 Disetujui/Accepted : 05-04-2019
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54

kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang permukaan air laut dan akan mengganggu biota
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dan mikroorganisme dalam air laut tersebut
dengan baku mutu dan/atau fungsinya. (Shaheen, 1992).
Berbagai jenis bahan pencemar yang sering Wilayah perairan pesisir dan laut Distrik
dilaporkan adalah logam berat, nutrien, surfaktan Depapre termasuk dalam wilayah administrasi
maupun minyak (hidrokarbon). Di Indonesia, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Dalam
konsentrasi parameter bahan percemar telah diatur perkembangannya, wilayah pesisir tersebut telah
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup mengalami pengembangan untuk berbagai macam
Nomor 51 Tahun 2004, yang apabila kepentingan dan peruntukan, seperti kegiatan
konsentrasinya di perairan pesisir dan laut telah pelabuhan, pariwisata bahari, pemukiman dan
melebihi baku mutu yang telah ditentukan, maka maritim serta pengembangan budidaya laut dan
dipastikan akan menyebabkan pencemaran dan perikanan. Tingginya aktifitas dan pemanfaatan
berdampak negatif bagi organisme atau biota laut wilayah pesisir tersebut sebagai bentuk
yang ada di perairan tersebut. Menurut
perkembangan pembangunan daerah
Gholizadeh et al. (2016) bahwa setiap perubahan
dikhawatirkan akan memberikan pengaruh pada
dalam ekosistem rentan akibat kegiatan
lingkungan perairan di sekitarnya. Berdasarkan
antropogenik dapat membahayakan habitat ikan
hasil penelitian Hamuna et al. (2018), sebagian
dan organisme air lainnya. Kualitas air laut yang
perairan Distrik Depapre telah tergolong perairan
digunakan untuk biota laut dan aktivitas lain
tercemar (kategori tercemar ringan dan tercemar
secara ideal harus memenuhi standar, baik secara
sedang). Perubahan lingkungan secara perlahan
fisik, kimia, dan biologi. Nilai kualitas perairan
akan memberikan efek secara langsung maupun
laut yang telah melampaui ambang batas
tidak langsung kepada biota-biota perairan dan
maksimum untuk peruntukannya akan
manusia sebagai pengkonsumsinya.
digolongkan sebagai perairan tercemar (Tanjung
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
et al., 2019). Berbagai kejadian pencemaran di
konsentrasi bahan pencemar surfaktan dan minyak
perairanpesisirdanlauttelah berdampak negatif
yang dapat mengancam pengembangan potensi (termasuk lemak) di perairan Distrik Depapre,
suatu wilayah pesisir (Pramudyanto, 2014). Kabupaten Jayapura, sebagai langkah awal untuk
Limbah atau bahan pencemar dapat terakumulasi mengantisipasi terjadinya pencemaran surfaktan
pada lingkungan perairan, sedimen,dan organisme dan minyak di lingkungan perairan. Hasil dari
laut (Rejomon et al., 2008; Ariani et al., 2016). penelitian ini diharapkan dapat memberikan
Pencemaran surfaktan dan minyak informasi dasar dan output bagi pemerintah
(hidrokarbon) sering terjadi di laut baik pada skala daerah dan masyarakat umum, khususnya
besar maupun kecil. Surfaktan dalam produk mengenai kualitas air laut (surfaktan dan minyak)
detergen memiliki sifat sulit terurai yang sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dalam
disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Jayapura,
strukturnya (Riza et al., 2015). Surfaktan dalam Provinsi Papua.
jumlah tertentu dapat mencemari lingkungan
karena dapat menimbulkan banyak busa pada MATERI DAN METODE
permukaan air, sehingga mengganggu difusi Lokasi pengambilan sampel air laut
oksigen dari udara ke dalam perairan yang secara sebanyak 5 stasiun, sebagaiberikut: 1) Perairan
tidak langsung dapat mengganggu kehidupan pantai wisata Harlem, 2) Perairan pesisir
organisme perairan, terutama pada berbagai organ Kampung Tablasupa (pemukiman penduduk
ikan (Taufik, 2006). Begitupun dengan bahan berada di perairan), 3) Perairan Pulau Dua, 4)
pencemar minyak, berbagai kasus tumpahan Perairan lokasi pembangunan pelabuhan Depapre,
minyak akibat dari tenggelam atau bocornya kapal 5) Perairan Kampung Depapre (pemukiman
tanker maupun tumpahan dari tambang minyak penduduk berada di daratan) (Gambar 1).
off shore merupakan sumber utama pencemaran Sampel air laut yang telah diambil
minyak (Perez et al., 2008). Sumber utama kemudian dimasukkan kedalam memasukkan
pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan sampel air laut ke dalam botol Niskin dan
minyak baik dari proses di kapal, pengeboran disimpan dalam coolbox untuk dianalisis di
lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Laboratorium Kesehatan Daerah (Lab KESDA)
Limbah tumpahan maupun buangan yang Kota Jayapura, Provinsi Papua. Metode pengujian
mengandung minyak apabila dibuang langsung ke konsentrasi surfaktan berdasarkan pada Standard
perairan laut, maka akan mengapung menutupi Method 2005, Section 5540-C, sedangkan

50 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54

konsentrasi minyak berdasarkan SNI 06-6989.10- konsentrasi surfaktan (detergen) di perairan


2003. Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura
Pada penelitian ini, penentuan konsentrasi menunjukkan nilai yang masih rendah, yaitu
surfakatan ditentukan melalui metode MBAS berkisar 0,08–0,22 mg/L MBAS (Gambar 2).
(Methylene blue active substances). Metode Nilai yang diperoleh masih di bawah standar baku
MBAS merupakan metode internasional yang maksimum konsentarasi surfaktan untuk biota laut
diterapkan oleh the American Public Health sebagaimana dalam KEPMEN Negara
Association (APHA), the American Water Works Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu
Association (AWWA), dan the Water sebesar 1 mg/L MBAS. Nilai tersebut
Environment Federation (WEF). Pada dasarnya, menunjukkan bahwa perairan Distrik Depapre,
MBAS merupakan suatu substansi yang Kabupaten Jayapura dalam kondisi tidak tercemar
memindahkan metilen biru, pewarna kationik dari oleh limbah surfaktan dan masih aman untuk
larutan ke dalam cairan pelarut organik yang tidak kehidupan biota laut.
larut dalam air. Intensitas warna biru yang Kondisi masyarakat pesisir Distrik Depapre
dihasilkan dalam fase organik adalah dalam yang memanfaatkan wilayah pesisir sebagai area
ukuran MBAS. Metode MBAS terdiri dari tiga pemukiman, misalkan Kampung Tablasupa,
ekstraksi berturut-turut, yaitudari media air asam Kampung Depapre, dan kampung lainnya di
yang mengandung kelebihan metilen biru menjadi Distrik Depapre yang sebagian besar berhubungan
kloroform (CHCl3), diikuti oleh pencucian air, dan langsung dengan perairan laut merupakan faktor
pengukuran warna biru dalam CHCl 3 dengan penyebab utama dan memungkinkan untuk
spektrofotometri pada panjang gelombang 652 bertambahnya konsentrasi limbah surfaktan di
nm. perairan laut tersebut. Kebiasaan masyarakat
Analisis data hasil pengujian laboratorium pesisir Distrik Depapre yang membuang sisa air
dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan limbah detergen langsung ke laut atau melalui
membandingkan hasil analisis konsentrasi aliran sungai dapat menyebabkan akumulasi
surfaktan dan minyakyang diperoleh dengan baku bahan pencemar tersebut di perairan laut.
mutu kualitas air laut berdasarkan Keputusan Berdasarkan perbandingan konsentrasi
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun surfaktan pada Gambar 1, terlihat bahwa stasiun 2
2004 tentang Baku Mutu Air Laut yang memiliki konsentrasi surfaktan di perairan laut
dikhususkan untuk menunjang kehidupan biota lebih tinggi. Tingginya konsentrasi surfaktan di
laut. stasiun 2 (Kampung Tablasupa) disebabkan
karena lokasi pemukiman masyarakat berada di
HASIL DAN PEMBAHASAN atas perairan laut, sehingga limbah atau sisa air
Konsentrasi Surfaktan di Perairan Depapre penggunaan detergen dan sabun mandi yang
Pencemaran surfaktan di perairan terutama mengandung surfaktan langsung dibuang ke laut
detergen dan sabun banyak berasal dari limbah tanpa terserap oleh tanah. Adapun konsentrasi
rumah tangga dimana penggunaan bahan ini surfaktan yang cukup tinggi di stasiun 1 (Pantai
semakin tinggi (Becker et al., 2008). Hasil analisis Harlem), selain dari sisa penggunaan sabun mandi

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel air laut di perairan Depapre, Kabupaten Jayapura

Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.) 51
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54

dari wisatawan, juga diduga berasal dari sedangkan konsentrasi sub kronis secara nyata
Kampung Tablasupa karena lokasi kedua stasiun menyebabkan turunnya laju pertumbuhan,
tersebut cukup berdekatan. Walaupun jumlah menyebabkan perubahan tingkah laku, dan
penduduk pada stasiun 4 dan 5 lebih padat kerusakan struktur insang dan hepatopankreas
(ibukota Distrik Depapre), namun lokasi juvenil udang windu. Kemudian hasil penelitian
pemukiman masyarakat tidak berada di perairan Ambariyanto (2011) menemukan bahwa surfaktan
laut seperti Kampung Tablasupa (Stasiun 1), (dalam bentuk sabun komersial) secara signifikan
sehingga limbah sisa detergen dan sabun tidak bersifat toksik terhadap zooxanthellae, dapat
langsung dibuang ke laut. Konsentrasi surfaktan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah
yang paling rendah pada stasiun 3 (Pulau Dua) semua zooxanthellae yang diisolasi dari ketiga
karena lokasi tersebut merupakan pulau yangtidak jenis karang (Acropora aspera, Porites lutea, dan
berpenghuni, sehingga limbah surfaktan (detergen Montipora digitata) secara drastis dalam waktu
dan sabun) yang ada di perairan tersebut berasal yang sangat singkat dan bisa berdampak sampai
dari lokasi lain yang terbawa oleh arus dan pada kematian massal zooxanthellae.
gelombang laut.
Masuknya limbah surfaktan melalui Konsentrasi Minyak di Perairan Depapre
pembuangan sisa detergen ke dalam perairan Sebagai wilayah yang memiliki perairan
Distrik Depapre umumnya disebabkan karena laut yang cukup luas, masyarakat yang bermukim
pengetahuan masyarakat yang mengganggap di wilayah pesisir serta memanfaatkan laut
bahwa detergen bukanlah suatu bahan yang sebagai sumber mata pencaharian dan sarana
berbahaya dan tidak bersifat toksik, sehingga transportasi, perairan laut Distrik depapre
limbah cairnya dapat dibuang langsung ke laut tentunya tidak akan terlepas dari dampak
dan tanpa perlakuan khusus. Selain itu, kurangnya pencemaran minyak di perairan laut. Hasil analisis
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan menunjukkan bahwa konsentrasi minyak di
lingkungan dapat sebagai pemicu percemarnya perairan Distrik Depapre berkisar 0,14–0,41 mg/L
perairan oleh limbah detergen, akibatnya perairan (Gambar 3). Konsetrasi kandungan minyak di
umum seperti laut dan sungai dianggap sebagai setiap stasiun pengamatan masih berada di bawah
lokasi yang paling ideal sebagai tempat ambang batas maksimum konsentrasi minyak di
pembuangan akhir limbah domestik rumah perairan laut untuk kelangsungan hidup biota laut
tangga. Kondisi ini apabila berlangsung secara sebagaimana dalam KEPMEN Negara
terus-menerus dan dalam waktu yang lama tanpa Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu 1
adanya penanggulangan, maka akan menyebabkan mg/L.
terjadinya pencemaran di perairan laut dan secara Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut,
tidak langsung akan berpengaruh terhadap biota perairan laut Distrik Depapre saat ini tergolong
laut. belum tercemar oleh bahan pencemar minyak
Menurut Taufik (2006), surfaktan dalam (hidrokarbon), termasuk lemak dan masih aman
bentuk detergen dapat mengganggu difusi oksigen untuk berbagai biota laut. Beberapa sumber
dari udara ke dalam perairan yang secara tidak limbah berminyak yang teridentifikasi di perairan
langsung dapat mengganggu kehidupan organisme Distrik Depapre berasal dari kegiatan domestik
perairan. Selain itu, senyawa fosfor dan nitrogen (rumah tangga) yang kebanyakan terbuang ke laut
yang terkandung dalam detergen dapat dan sungai, buangan bahan bakar perahu
menyebabkan terjadinya eutrofikasi di perairan. masyarakat (sebagai sarana transportasi dan untuk
Pencemaran dari buangan detergen di perairan kegiatan perikanan) dan pembuangan air balance
dapat berpengaruh pada berbagai organ ikan dan perahu dan kapal masyarakat, serta bahan bakar
tingkat kerusakan yang timbul pada organ tersebut kapal berukuran besar yang melintasi perairan
tergantung pada konsentrasi pencemaran dan Kabupaten Jayapura. Konsentrasi kandungan
waktu pemaparan. Beberapa organ ikan yang minyak di perairan Distrik Depapre diprediksi
secara nyata dapat mengalami degradasi fungsi akan terus bertambah seiring dengan
dengan adanya pencemaran detergen dalam air bertambahnya jumlah penduduk dan sarana
antara lain kulit, insang, organ pencernaan dan transportasi laut masyarakat setempat yang
bahkan hati ikan. Hasil penelitian Supriyono et al. memanfaatkan minyak sebagai bahan bakarnya.
(2008) bahwa surfaktan pada konsentrasi akut Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar mata
dapat menyebabkan kematian dan perubahan pencaharian masyarakat Distrik Depapre sebagai
tingkah laku serta kerusakan organ insang dan nelayan dan juga transportasi laut merupakan
hepatopankreas pada post larva udang Windu, transportasi utama. Kondisi ini apabila

52 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54

Gambar 2. Konsentrasi surfaktan di perairan Distrik Gambar 3.Konsentrasi minyak-lemak di perairan


Depapre, Kabupaten Jayapura Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura

berlangsung secara terus-menerus dalam waktu keracunan karbondioksida, dan keracunan


yang lama, maka akan menyebabkan terjadinya langsung oleh bahan berbahaya. Sedangkan akibat
pencemaran di perairan laut dan secara tidak jangka panjang dari pencemaran minyak adalah
langsung akan berpengaruh terhadap biota laut. terutama bagi biota laut yang masih muda.
Perairan laut sering terkena tumpahan Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-
minyak sebagai akibat dari transportasi laut, biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat
pengeboran minyak atau penggunaan bahan bakar dikeluarkan bersama-sama makanan dan sebagian
(Brussaard et al., 2016). Pencemaran minyak di lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan
perairan laut dapat menimbulkan dampak yang protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan
merugikan, baik secara ekologis, ekonomi, dan dari organisme satu ke organisme lain melalui
dapat berdampak bagi kesehatan manusia rantai makanan.
(Darmayati, 2013; Wang et al., 2014; Li et al.,
2018). Dampak terhadap organisme laut antara KESIMPULAN
lain mengganggu proses reproduksi, Konsentrasi surfaktan dan minyak pada
pengembangan ekosistem, pertumbuhan, dan semua stasiun penelitian masih di bawah nilai
perilaku biota laut (Yamamoto et al., 2003). ambang batas maksimum. Sebagian besar sumber
Pencemaran minyak dapat berdampak langsung
pencemaran surfaktan dan minyak berasal dari
terhadap kematian organis melaut (Sulistyono,
aktifikas masyarakat, melalui pembuangan limbah
2013).Resiko kematian masal akan lebih besar
domestik rumah tangga dan penggunaan sarana
lagi bagi ikan-ikan di tambak ataupun di keramba
transportasi laut. Bahan pencemar surfaktan dan
serta jenis kerang-kerangan yang kemampuan
minyak telah terdeteksi di perairan Distrik
migrasi yang sangat rendah untuk menghindari
tumpahan minyak (Davis et al., 1984). Depapre walaupun belum menunjukkan tingkat
Tumpahan minyak yang menutupi pencemaran yang signifikan. Hal ini berarti bahwa
permukaan air akan menurunkan DO dan perairan Depapre telah terkontaminasi senyawa
menaikkan COD dan BOD serta daya hantar surfaktan dan minyak, namun belum pada
listrik. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kategori tercemar. Namun, tidak menutup
proses adaptasi mangrove Soneratia caseolaris kemungkinan bahwa konsentrasi tersebut dapat
dan udang Macrobrachium rosenbergii dengan terus meningkat, sehingga di perlukan upaya lebih
mengeluarkan isoenzim Esterase (Setyono dan lanjut dari pemerintah dan masyarakat setempat
Soetarto, 2008). Akibat jangka pendek dari untuk meminimalkan jumlah konsentrasi limbah
pencemaran minyak antara lain adalah bahwa surfaktan dan minyak yang masuk ke perairan.
molekul-molekul hidrokarbon minyak dapat
merusak membran sel biota laut, mengakibatkan DAFTAR PUSTAKA
keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan Ambariyanto, 2011. Pengaruh Surfaktan dan
tersebut ke dalam sel (Kuncowati, 2010). Secara Hidrokarbon Terhadap Zooxanthellae. Ilmu
langsung minyak akan menyebabkan kematian Kelautan: Indonesian Journal of Marine
pada ikan disebabkan kekurangan oksigen, Sciences, 16(1):30–34.

Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.) 53
Buletin Oseanografi Marina April 2019 Vol 8 No 1:49–54

Ariani, F., Effendi, H. & Suprihatin., 2016. Water Environment after the Prestige Oil Spill by
and Sediment Oil Content Spread in Dumai Means of Seabird Blood Analysis.
Coastal Waters, Riau Province, Indonesia. Environmental Science and Technology,
Egyptian Journal of Aquatic Research, 42(3):707–713.
42:411–416. Pramudyanto, B., 2014. Pengendalian Pencemaran
Becker, A.M., Gerstmann, S. & Frank, H., 2008. dan Kerusakan di Wilayah Pesisir. Jurnal
Perfluorooctane Surfactants in Waste Waters, Lingkar Wisyaiswara, 1(4):21–40.
the Major Source of River Pollution. Rejomon, G., Balachandran, K.K., Nair, M. &
Chemosphere, 72(1):115–121. Joseph, T., 2008. Trace Metal Concentrations
Brussaard, C.P.D. Peperzak, L., Beggah, S., Wick, in Marine Zooplankton from the Western Bay
L.Y., Birgit Wuerz, Weber, J.,Arey, J.S., van of Bengal. Applied Ecology and
der Burg, B., Jonas, A., Huisman, J. & van der Environmental Research, 6(1):107–116.
Meer, J.R., 2016. Immediate Ecotoxicological Riza, F., Bambang, A.N. &Kismartini, 2015.
Effects of Short-Lived OilSpills on Marine Tingkat Pencemaran Lingkungan Perairan
Biota. Nature Communications, 7:11206. Ditinjau Dari Aspek Fisika, Kimia dan Logam
Darmayati, Y., 2013. Pengenalan Tentang di Pantai Kartini Jepara. Indonesian Journal of
Bioremediasi Untuk Perairan Pantai Tercemar Conservation, 4(1):52–60.
Minyak. Oseana, 38(2):69–78. Setyono, P. & Soetarto, E.S., 2008. Biomonitoring
Davis, W.P., Hoss, D.E., Scott, G.I. & Sheridan, Degradasi Ekosistem Akibat Limbah CPO di
P.F., 1984. Fisheries Resource Impacts from Muara Sungai Mentaya Kalimantan Tengah
Spills of Oil or Hazardous Substances, Cairns, dengan Metode Elektromorf Isozim Esterase.
J. &Buikema, A.L. (ed.): Restoration of Biodiversitas, 9(3):232–236.
Habitats Impacted by Oil Spills, Butterworth- Shaheen, E.I., 1992. Technology of Environmental
Heinemann, Oxford. Pollution Control, 2nd ed., PennWell Books,
Gholizadeh, M.H., Melesse, A.M. &Reddi, L., Tulsa.
2016. A Comprehensive Review on Water Sulistyono, 2013. Dampak Tumpahan Minyak(Oil
Quality Parameters Estimation Using Remote Spill) Di Perairan Laut Pada Kegiatan Industri
Sensing Techniques. Sensors, 16(8):e1298. Migas dan Metode Penanggulangannya.
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, Forum Teknologi, 3(1):49–57.
H.K. &Alianto., 2018. Kajian Kualitas Air Supriyono, E., Berlianti, & Nirmala, K., 2008.
Lautdan Indeks Pencemaran Berdasarkan Studi Mengenai Toksisitas Surfaktan Deterjen,
Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik Alkyl Sulfate (As), Terhadap Post Larva
Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, Udang Windu Penaeus monodon Fabr. Jurnal
16(1):35–43. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup., 2004. 15(2):141–148.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tanjung, R.H.R., Hamuna, B & Alianto, 2019.
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Assessment of Water Quality and Pollution
Air Laut. Jakarta. Index in Coastal Waters of Mimika, Indonesia.
Kuncowati, 2010. Pengaruh Pencemaran Minyak Journal of Ecological Engineering, 20(2):87–
di Laut Terhadap Ekosistem Laut. Jurnal 94.
Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Taufik, I., 2006. Pencemaran Deterjen Dalam
1(1):18–22. Perairan dan Dampaknya Terhadap Organisme
Li, F., Dong, H. & Liang, M., 2018. Analysis, Air. Media Akuakultur, 1(1):25–32.
Treatment and Countermeasures on Oil Spills Wang, H., Xu, J., Zhao, W. & Zhang, J., 2014.
at Sea. IOP Conf. Series: Materials Science Effects and Risk Evaluation of Oil Spillage in
and Engineering, 397:012086. the Sea Areas of Changxing Island.
Pemerintah Republik Indonesia., 1999. Peraturan International Journal of Environmental
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Research and Public Health, 11:8491–8507.
Tahun 1999 Tentang Pengendalian Yamamoto, T., Nakaoka, M., Komatsu, T. &
Pencemaran dan/atau Pengrusakan Laut. Kawai, H., 2003. Impacts by Heavy-Oil Spill
Jakarta. from the Russian Tanker Nakhodka on
Perez, C., Velando, A., Munilla, I., Lopez-Alonzo, Intertidal Ecosystems: Recovery of Animal
M. & Oro, D., 2008. Monitoring Polycyclic Community. Marine Pollution Bulletin, 47(1–
Aromatic Hydrocarbon Pollution in the Marine 6):91–98.

54 Konsentrasi Surfaktan dan Minyak di Perairan Depapre (Rosye Hefmi Rechnelty Tanjung et al.)
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR SURFAKTAN LINIER ALKIL SULFONAT (LAS) DAN


COD DARI LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN METODE LUMPUR AKTIF

Ni G. A. M Dwi Adhi Suastuti, I Nengah Simpen, dan Nanik Ayumi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali


Email : ayuminanik@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penggunaan lumpur aktif dalam menurunkan kadar
surfaktan Linear Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair domestik. Penelitian diawali dengan pembuatan
media cair selanjutnya dilakukan pencampuran media cair dengan sampel sedimen untuk menghasilkan lumpur aktif.
Pengolahan dilakukan dengan menambahkan lumpur aktif pada 1250 mL limbah domestik dalam sistem aerasi yang
berlangsung selama 168 jam.Pengamatan dilakukan terhadap nilai LAS dan COD yang dimonitor dalam periode 6
jam, 24 jam, 72 jam, 120 jam, dan 168 jam. Hasil pengamatan mendapatkan bahwa dalam 168 jam lumpur aktif
mampu menurunkan nilai LAS sebesar 99,70% dan COD sebesar 91,08% dengan menggunakan jumlah sedimen 5
gram. Penurunan nilai LAS dan COD paling signifikan terjadi pada setiap perlakuan pada 6 jam proses berlangsung.
Laju penurunan nilai LAS dan COD sebesar 82,78 % dan 55 %.

Kata kunci : Lumpur aktif, LAS, COD, Limbah deterjen

ABSTRACT

This study aimed to determine the ability of the activated sludge in decreasing the concentration of
surfactant Linear Alkyl Sulfonate (LAS) and COD in domestic wastewater. The study was begun with the
preparation of liquid medium, then mixed with sediment samples to produce the activated sludge. The treatment was
carried out by adding the activated sludge to 1250 mL of domestic sewage in the aeration system running for 168
hours. Observations of the LAS and COD values were performed in a period of 6, 24, 72, 120, and 168 hours. The
results showed that 5 g activated sludge were able to reduce the values of LAS and COD of 99.70 and 91.08%
respectively in 168 hours. The most significant declining values of LAS and COD took place at 6 hours treatment.
The rate of declining values of LAS and COD were 82.78 and 55%.

Keywords : Activated sludge, LAS, COD, detergent Waste Water

PENDAHULUAN sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan


rumah tangga yang mengandung deterjen
Deterjen merupakan salah satu bahan yang (greywater) juga meningkat (Veenstra, 1995).
mengandung surfaktan yang memiliki sifat dapat Penggunaan deterjen dari tahun ke tahun
menurunkan tegangan permukaan, sehingga mengalami peningkatan sejalan dengan
digunakan sebagai bahan pembersih kotoran yang bertambahnya penduduk. Menurut Bisnis
menempel pada benda. Deterjen dalam air sadah Indonesia dalam Nida 2008 menunjukkan bahwa
tidak mengendap bersama ion logam namun tingkat konsumsi deterjen meningkat yaitu 2,11 kg
memiliki sifat toksisitas yang cukup tinggi pada 1999, 2,26 kg pada 2001 dan 2,32 kg pada
terhadap lingkungan (Veenstra, 1995). 2002.
Penggunaan deterjen untuk keperluan Pencemaran deterjen di perairan
rumah tangga dari hari ke hari terus meningkat, dikarenakan adanya kandungan surfaktan dalam

86
ISSN 1907-9850

deterjen. Jenis surfaktan yang paling banyak terkandung bakteri-bakteri yang dapat mencapai
digunakan adalah tipe anionik dalam bentuk sulfat 1000 juta per mili liter. Dalam proses lumpur aktif
(SO 2–) dan sulfonat (SO ). Berdasarkan rumus terdapat dua proses penting yaitu pertumbuhan
4 3
struktur kimianya, detergen golongan sulfonat mikroorganisme dalam lumpur dan penambahan
dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis rantai oksigen (aerasi) untuk mendukung kehidupan
bercabang sebagai contoh alkil benzene sulfonat bakteri (Ginting, 2007).
(ABS), dan jenis rantai lurus linear alkil sulfonat Lumpur aktif dapat mengandung berbagai
(LAS) (Grayson, 1983 dalam Sudiana, 2003). jenis mikroorganisme heterotrof, dimana
Limbah deterjen yang kerap di buang ke perairan mikroorganisme tersebut dapat memanfaatkan
dan tanpa pengolahan dengan baik akan berakibat bahan terlarut maupun yang tersuspensi di dalam
terakumulasinya surfaktan pada badan perairan air sebagai sumber energi (Waluyo, 2009).
yang akan menimbulkan masalah pendangkalan Mikroorganisme tersuspensi dalam lumpur yang
perairan akibat dari menumpuknya sedimentasi di akan digunakan untuk mengolah limbah secara
perairan dan terhambatnya transfer oksigen. Hal mikrobiologis dapat dikembangkan melalui
tersebut menyebabkan proses penguraian secara pembibitan (seeding) lumpur yang dapat berasal
aerobik menjadi terganggu dan berdampak pada dari ekosistem alami yang memiliki sifat-sifat khas
laju biodegradasi berjalan sangat lambat, selain itu maupun ekosistem tercemar (Laksmi, 1990).
kandungan oksigen terlarut dalam perairan tersebut Menurut penelitian Suastuti (2010)
akan menjadi rendah. Kandungan surfaktan dalam diketahui metode lumpur aktif dapat menurunkan
air limbah akan mempengaruhi nilai BOD dan senyawa dodesil benzene sulfonate (DBS) yang
COD dari limbah tersebut, apabila kandungan terdapat dalam limbah deterjen. Selain itu
surfaktan dalam air limbah tinggi maka nilai BOD penelitian yang dilakukan Sudiana (2003)
dan COD pada limbah tersebut juga semakin tinggi menunjukkan bahwa linear alkyl sulfonate (LAS)
karena senyawa organik yang terkandung dalam pada limbah industri dapat didegradasi oleh
limbah tersebut juga tinggi. mikroba pada lumpur aktif. Berdasarkan hal
Upaya mengurangi limbah deterjen dari tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
limbah rumah tanggga dilakukan pengolahan untuk megetahui kemampuan penggunaan lumpur
limbah secara fisik, kimia, dan biologis. aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linier
Pengolahan limbah secara fisika, hanya mengubah Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair
bentuk limbah sehingga terbentuk secondary waste domestik.
yang membutuhkan pengolahan limbah lebih
lanjut. Penggunanaan zat kimia dalam pengolahan
limbah dapat mengakibatkan kerusakan limbah MATERI DAN METODE
dan penggunaan zat kimia dalam kapasitas yang
sangat besar untuk pengolahan limbah Bahan
menyebabkan biaya pengolahan limbah menjadi Bahan yang diperlukan dalam penelitian
tinggi. Pengolahan limbah secara biologis yang ini adalah sebagai berikut : sedimen selokan, air
menggunakan katalis mikroba menghasilkan limbah, akuades, MgSO4.7H2O, C6H12O6,
beberapa produk yang tidak dapat diuraikan K2HPO4, K2Cr2O7, Ag2SO4, H2SO4 pekat,
menjadi molekul sederhana (Ginting, 2007). Fe(NH4)2(SO4),
Metode Pengolahan limbah deterjen indikator ferroin, HgSO4, KH2PO, glukosa,
secara biologis salah satu contohnya adalah NaOH, indikator fenolftalein, CHCl 3, metilen
metode lumpur aktif. Metode lumpur aktif biru dan (CH3)2CHOH.
merupakan salah satu metode pengolahan limbah
yang sederhana dan ekonomis. Lumpur aktif Peralatan
merupakan suatu padatan organik yang telah Peralatan yang digunakan dalam penelitian
mengalami peruraian secara hayati sehingga ini adalah : gelang karet, kapas, kain kasa, aerator,
terbentuk biomassa yang aktif dan mampu toples pengolahan dengan volume 3 L atau lebih,
merombaknya kemudian membentuk massa yang batang pengaduk, spatula, botol semprot, bola
mudah mengendap. Dalam lumpur aktif hisap, corong pisah, corong gelas, buret, pipet
tetes, pipet volume 3 mL; 5 mL; 10 mL; 25 mL,

87
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

buret, labu refluks, tabung refluks, timbangan 250 mL bibit proses seeding yang menggunakan 1
analitik, erlenmeyer 250 dan 500 mL, gelas ukur g sedimen, toples II dengan bibit proses seeding
100 dan 250 mL, gelas beker 2 L, spetrofotometer yang menggunakan 5 g sedimen dan toples III
UV-Vis. dengan bibit proses seeding yang menggunakan 10
g sedimen. Ketiga toples tersebut kemudian
Cara Kerja ditambahkan air limbah domestik sehingga volume
Sampling Sedimen Lumpur totalnya 1500 mL. Pada toples IV berisi air limbah
Sampling sedimen lumpur sebagai lumpur sebanyak 1250 mL yang digunakan sebagai
aktif dilakukan di Jalan Sedap Malam Kesiman kontrol. Keempat toples tersebut kemudian
Denpasar. Sedimen diambil menggunakan serokan dilakukkan aerasi menggunakan aerator dan
dengan dengan kedalaman ±10 cm dari permukaan ditutup dengan kain kasa diikat dengan tali. Proses
sebanyak ±10 g, kemudian diletakkan pada satu adaptasi dilakukan selama dua puluh empat jam.
kantong plastik, dan disimpan pada box sampel. Pengukuran kadar surfaktan dan COD dilakukan
Sampling Air Limbah Deterjen pada awal proses dan selang waktu pada 6; 24; 72;
Sampel air limbah diambil dari saluran 120; dan 168 jam.
pembuangan air mesin cuci yang menggunakan Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel
deterjen jenis LAS. Air limbah dimasukkan ke Sebanyak 50 mL sampel/standar
dalam jerigen plastik dengan volume 30 L, dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah
kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk disiapkan. Standar/sampel dibuat basa dengan
dianalisis kadar surfaktan dan nilai COD pada diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan
limbah tersebut. indikator fenolftalein. Warna merah muda yang
Pembuatan Media Cair terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan
Media isolasi atau penumbuhan bakteri H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah
pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara muda tepat hilang.
ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCL3 dan
0,1 g KH2PO4, 0,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam
MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian campuran dikocok selama
gelas beker 2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi,
akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan beberapa mL(<10 mL) isopropil
ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua
diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan
sudah siap kemudian digunakan dalam pembuatan ke dalam corong pisah lainnya Ekstraksi CHCl 3
media seeding. diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan
Pembuatan Lumpur Aktif 10 mL CHCl3 pada tiap ekstraksi.
Pembuatan media seeding dilakukan Ekstraksi CHCl3 yang terkumpul pada
dengan mencampurkan media cair yang telah corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan
dibuat sebelumnya sebanyak 1500 mL dengan 50 mL larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan
sedimen yang diambil dari selokan pembuangan dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi
air limbah domestik dimana variasi berat dari sebanyak dua kali dengan masing-masing
sedimen yaitu 1 g ; 5 g ; 10 g ke dalam tiga gelas ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3
beker 2 L. Ketiga campuran selanjutnya diaerasi dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50
dengan aerator lalu ditutup dengan kain kasa dan mL kemudian diencerkan sampai tanda batas.
diikat dengan karet gelang selama 1 hari. Media Absorbansi diukur pada 652 nm dengan
seeding yang sudah siap kemudian digunakan menggunakan CHCl3 sebagai blanko (Lenore,
untuk mengolah air limbah deterjen. 1998).
Penentuan Nilai COD pada Sampel
Pengolahan Limbah Deterjen Sebanyak 25,0 mL sampel limbah cair
Disiapkan sebanyak 4 buah toples dengan dipipet kedalam labu refluks kemudian
volume 3 L. Masing-masing toples diberi kode I, ditambahkan 0,4 g HgSO4 ; 10,0 mL K2Cr2O7
II, III dan IV. Pada toples I ditambahkan sebanyak

88
ISSN 1907-9850

0,025 N ; 25,0 mL larutan Ag2SO4-H2SO4 dan HASIL DAN PEMBAHASAN


beberapa batu didih, selanjutnya larutan dikocok.
Air pendingin dialirkan melalui kondensor.
Penurunan Kadar Surfaktan Linear Alkil
Larutan dalam labu kemudian direfluks selama 2
Sulfonat (LAS) dari limbah Cair Domestik
jam. Setelah 2 jam, sampel didinginkan lalu
dengan Metode Lumpur Aktif
ditambahkan akuades sampai volumenya kira-kira
Data penurunan kadar surfaktan selama
150 mL. Selanjutnya sampel ditmbahkan 1-2 tetes
proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan Fe
(NH4)2(SO4)2 0,1 N sampai terjadi perubahan Tabel 1. Penurunan kadar deterjen (dalam ppm)
warna dari biru kehijauan menjadi merah bata.
selama perlakuan
Volume titran yang diperlukan dicatat. Prosedur di Waktu Penurunan Kadar Deterjen (ppm)
atas juga dilakukan untuk pengukuran blanko (SNI (Jam) Selama Perlakuan
06-6989.15-2004). 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
Perhitungan Efektivitas Awal 457 457 457 457
Untuk mengetahui besar efektivitas 6 90,24 78,66 98,78 343,29
lumpur aktif dengan cara menghitung persen 24 68,90 65,85 64,02 336,58
efektivitas yang diperoleh dalam menurunkan 72 28,05 9,76 59,76 214,02
kadar surfaktan dan COD pada pengolahan limbah 120 15,85 1,83 38,41 210,98
domestik dengan menggunakan rumus: 168 12,80 1,22 31,09 104,27

Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi


% efektivitas = penurunan kadar deterjen selama perlakuan. Pada
pengolahan setelah 168 jam menunjukkan kadar
Keterangan : yang paling rendah, untuk penggunaan sedimen 1,
A = Nilai COD awal ; Kadar LAS awal (hari ke-0) 5, 10, dan kontrol masing-masing 12,80; 1,22;
B = Nilai COD akhir ; Kadar LAS akhir 31,09, dan 104,27 ppm. Grafik penurunan kadar
deterjen selama 168 jam perlakuan dapat
ditampilkan pada Gambar 1.

500
400
m300 1 gram
p 5 gram
p 200
100 10 gram
0

Aw a l2 41 2 0 K on tr o l
W a k t u (H a r i)

Gambar 1. Penurunan Kadar LAS pada Limbah Deterjen Selama Waktu Perlakuan

89
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

Berdasarkan Gambar 1, selama 168 jam paling tinggi yaitu sebesar 99,73 % bila
kadar deterjen pada sampel yang berisikan dibandingkan dengan kontrol yang hanya
sedimen 1, 5, 10 gram dan kontrol telah mencapai 77,18 %. Hal ini mungkin disebabkan
mengalami penurunan, namun pengolahan limbah oleh keberadaan mikroba yang mendegradasi LAS
deterjen dengan menggunakan jumlah sedimen paling optimal pada sedimen 5 gram. Hal ini sesuai
yang berjumlah 5 gram menunjukkan penurunan dengan hasil penelitian Dewi (2006) yang
yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan 1 menunjukkna bahwa jumlah sedimen sebanyak 5
dan 10 gram. Penurunan kadar deterjen disebabkan gram juga dapat menurunkan kadar deterjen jenis
oeh adanya aktivitas perombakan surfaktan oleh LAS dalam limbah laundry. Pernyataan ini juga
mikroba. Proses perombakan ini terjadi dalam tiga didukung oleh Waluyo (2005) yang menyebutkan
tahap yaitu pertama adanya proses oksidasi gugus bahwa oleh adanya aktivitas sedimen lumpur aktif
alkil yang terletak di ujung membentuk dengan konsorsium mikroorganisme dalam
intermediete berupa alkohol dan proses oksidasi ini mendegradasi senyawa organik dan anorganik
terjadi hingga rantai alkil hanya memiliki 4-5 atom dalam limbah, maka dapat digunakan untuk
karbon (Simoni dkk, 1996). Tahapan selanjutnya mencukupi kebutuhan hidupnya. Penambahan zat-
yaitu proses desulfonasi yaitu proses penghilangan zat yang mengandung N, P, K sebagai nutrien
gugus sulfonat yang dikatalisis oleh sistem enzim menyebabkan kebutuhan makanan dari
kompleks, koenzim NAD(P)H dan oksigen mikroorganisme akan terpenuhi, sehingga laju
sehingga terbentuk hidroksi fenolik pada cincin metabolisme bahan organik dan anorganik dalam
aromatik. Tahapan yang terkahir yaitu pemecahan/ sampel menjadi tinggi.
pembukaan cincin benzena melalui jalur orto atau
meta (Bhatnagar, 1991). Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Nilai
COD
Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan LAS
Penurunan nilai COD pada limbah
Data penurunan kadar deterjen pada
deterjen selama proses pengolahan disajikan pada
limbah deterjen selama waktu perlakuan dapat
Tabel 3.
dihitung nilai efektivitasnya yang disajikan pada
Tabel 2. Tabel 3. Penurunan nilai COD (dalam ppm)
selama proses pengolahan
Tabel 2. Efektivitas penurunan kadar LAS (dalam Waktu Penurunan Nilai COD (ppm)
%) pada limbah deterjen (Jam) Selama Proses Pengolahan
Waktu Efektivitas Penurunan Kadar LAS (%) 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
(Jam) pada Limbah Deterjen Awal 13176 13176 13176 13176
1 gram 5 gram 10 gram Kontrol 6 5832 5832 4968 13026
6 80,25 82,78 78,38 24,88 24 4320 4968 4752 12960
24 84,92 85,59 85,99 26,35 72 4104 3024 3888 12744
72 93,86 97,86 86,92 53,17 120 3240 1080 3456 7344
120 96,53 99,59 91,59 53,83 168 1944 1080 2376 6696
168 97,19 99,73 93,19 77,18
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi

Tabel 2 menunjukkan efektivitas penurunan nilai COD selama perlakuan. Proses


penurunan kadar deterjen pada limbah deterjen pengolahan setelah 168 jam menunjukkan nilai
dari waktu pengolahan selama 6 jam sampai 168 COD yang paling rendah. Penggunaan sedimen
jam. Pengamatan setelah pengolahan selama 168 sebanyak 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol
jam terjadi efektivitas paling tinggi dari masing- masing-masing 1944, 1080, 2376 dan, 6696 ppm.
masing perlakuan. Perlakuan dengan jumlah Grafik penurunan nilai COD disajikan pada
sedimen 5 gram menunjukan nilai efektivitas Gambar 2.

90
ISSN 1907-9850

15000

10000 1 gram
m 5 gram
p
p5000
10 gram Kontrol
0

Waktu (Hari)
Gambar 2. Kurva pengaruh waktu perlakuan terhadap penurunan nilai COD

Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi Efektivitas Penurunan Nilai COD


penurunan nilai COD dari pengolahan selama 6 Efektivitas penurunan nilai COD pada
jam sampai pengolahan selama 168 jam baik pada sampel limbah deterjen selama proses pengolahan
sampel maupun kontrol. Penurunan ini dapat disajikan pada Tabel 4.
ditunjukkan dari keadaan awal sampel yang
memliki nilai COD sebesar 13176 ppm dan setelah Tabel 4. Efektivitas Penurunan COD (dalam %)
168 jam pengolahan untuk perlakuan jumlah Waktu Efektivitas Penurunan COD (%)
sedimen 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol (Jam) 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
masing-masing sebesar 1944, 1080, 2376, dan 6 55 55 62,29 0
6696 ppm. 24 67,21 62,29 63,93 1,63
Penurunan nilai COD menunjukkan 72 68,85 77,04 70,49 3,27
adanya suatu proses biodegradasi atau oksidasi 120 75,40 91,80 73,77 44,26
bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai 168 85,24 91,80 81,96 49,18
COD pada sedimen 5 gram paling optimal
dibandingkan dengan sampel yang variasi sedimen Tabel 4 menunjukkan persen efektivitas
lebih banyak maupun lebih sedikit dari 5 gram penurunan COD selama 168 jam pada sedimen 1,
sedimen. Hal ini dikarenakan aktivitas 5, 10 gram serta kontrol masing-masing sebesar
mikroorganisme yang ada pada sedimen 5 gram 85,24; 91,80; 81,96 dan 49,18 %. Dari data ini
mampu merombak dan mengoksidasi secara efektivitas penurunan nilai COD pada sedimen
optimal bahan organik dan anorganik yang ada yang terisi sebanyak 5 gram paling besar.
sehingga terjadi penurunan nilai COD. Penambahan sedimen pada sistem lumpur aktif
Kristanto (2002) juga menyatakan bahwa pada limbah deterjen dapat memberikan hasil yang
penambahan aerasi dapat meningkatkan kadar lebih baik terhadap penurunan nilai COD pada
oksigen terlarut di dalam air dan berguna untuk sampel. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendi
mikroorganisme memperbanyak diri serta (2000) yang menyebutkan bahwa terjadinya
meningkatkan kemampuan kerja mikroorganisme penurunan nilai COD diakibatkan adanya proses
aerobik dalam mendegradasi bahan organik dan oksidasi oleh mikroba yang merombak bahan-
anorganik dalam air.

91
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

bahan organik maupun anorganik dalam sampel Waste, Edited by G. Zeikus and E.A
limbah deterjen menjadi karbondioksida dan air. Johnson, Mixed Culture in Biotechnology,
Mc Graw Hill. Inc., USA
Dewi, A.C., 2006, Kemampuan Bibit Inokulum
SIMPULAN DAN SARAN Lumpur Aktif dalam Menurunkan Nilai
COD dan Kadar Surfaktan Linier Alkil
Simpulan Sulfonat (LAS) pada Limbah Laundry,
Berdasarkan hasil penelitian dan Skripsi, Universitas Udayana, Bali
pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai Effendi, H, 2000, Telaah Kualitas Air Bagi
berikut : Pengelolaan Sumber Daya dan
1. Lumpur aktif mampu menurunkan kadar LAS Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan
dari sampel limbah deterjen sebesar 97,19% dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
untuk sedimen 1 g; 99,73% untuk sedimen 5 g; Ginting, P., 2007, System Pengelolaan Lingkungan
93,19% untuk sedimen 10 g; sedangkan yang dan Limbah Industri, Edisi 1, CV. Yrama
tanpa lumpur aktif hanya mampu menurunkan Widya, Bandung
kadar LAS sebesar 77,18%. Grayson M, 1983. Kirk-Othmer Encyclopedia of
2. Lumpur aktif dapat menurunkan nilai COD Chemical Technology. 3rd. Wiley
dari sampel limbah deterjen sebesar 85,24% Interscience, New York
untuk sedimen 1 g; 91,80% untuk sedimen 5 g; Kristanto, P., 2002, Ekologi Industr, Penerbit
dan 81,96% untuk sedimen 10 g. ANDI Yogyakarta dengan LPPM
Universitas Kristen Petra Surabaya,
Saran Yogyakarta
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Laksmi, J., Betty, S. dan Winiati, P.R., 1996,
dengan menggunakan parameter lain seperti Total Penanganan Limbah Industri Pangan,
Suspended Solid (TSS) dan fosfat dengan waktu Kanisius, Pusat Antar Universitas Pangan
pengolahan yang lebih lama untuk melihat dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
kemampuan bibit inokulum dan efektivitasnya Nida, S., 2008, Pengelolaan limbah deterjen
serta mengenai penambahan NPK sebagai nutrien sebagai upaya minimilisasi polutan
yang membantu mengoptimalkan pertumbuhan dibadan air dalam rangka pembangunan
mikroorganisme. berkelanjutan, Jurnal LIPI,
Suastuti, Ni G.A.M. Dwi Adhi, 2010, Efektivitas
Penurunan Kadar Dodesil Benzen Sulfonat
DAFTAR PUSTAKA (DBS) dari Limbah Deterjen yang Diolah
dengan Lumpur Aktif, Jurnal Kimia,
Bisnis Indonesia, 2004, Deterjen, Bisnis raksasa Waluyo, L., 2005, Mikrobiologi Lingkungan,
yang makin “berbusa-busa”, Bisnis Com UMM, Malang
Bhatnagar, L. and B.Z. Fathepure, 1991, Mixed Veenstra, 1995, Wastewater Treatment, IHE Delf
Culture in Detoxyfication of Hazardous

92
AKTA KIMIA
INDONESIA Akta Kimindo Vol. 3(1), 2018: 127-
140

Penurunan Kadar Surfaktan Anionik dan Fosfat


dalam Air Limbah Laundry di Kawasan
Keputih, Surabaya Menggunakan Karbon Aktif
Wahyu P. Utomo, 1*; Zjahra V. Nugraheni1; Afifah Rosyidah,1, Ova M. Shafwah,1 Luthfi K. Naashihah,1 Nia
Nurfitria,2 Ika F. Ulfindrayani,3
1
Departemen Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kampus ITS Sukolilo, Surabaya
2
Jurusan Matematika, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban
3
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Pembangunan Surabaya
*Corresponding author: wp.utomo@chem.its.ac.id

Abstrak
Limbah laundry merupakan salah satu limbah yang dapat mencemari lingkungan dan berdampak buruk
bagi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar surfaktan anionik (deterjen) dan fosfat
yang terdapat dalam air limbah laundry di kawasan Keputih, Surabaya dengan menggunakan karbon aktif.
Penurunan kadar surfaktan anionik dan fosfat menggunakan karbon waktif dengan variasi ukuran partikel
yakni -60, -120 dan -200 mesh. Proses adsorpsi dilakukan dengan metode batch. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa kadar surfaktan anionik pada limbah sebelum adsorpsi sebesar 10,65 ppm dan kadar
fosfat sebesar 14,148 ppm. Kedua nilai tersebut berada diluar ambang batas yang ditetapkan pemerintah
sebesar 100 ppm. Uji adsorpsi menunjukkan bahwa karbon aktif mampu menurunkan kadar surfaktan
anionik dan fosfat secara signifikan. Kadar surfaktan anionik terendah setalah adsorpsi mencapai 3.102
ppm yang dihasilkan dari karbon aktif berukuran -200 mesh. Adsorpsi surfaktan anionik mengikuti model
adsorpsi isotermal Freundlich. Sementara itu, kadar fosfat tidak terdeteksi setelah proses adsorpsi. Secara
umum, semakin kecil ukuran karbon aktif, semakin besar kapasitas adsorpsinya terhadap surfaktan anionik
dan fosfat.

Kata kunci: Karbon aktif; surfaktan anionik; fosfat; adsorpsi; deterjen

Abstract
Waste water from laundry industry is one of the waste water that can pollute the environment and harmful
to humans. The aim of this research is to decrease the content of anionic surfactant (detergent) and
phosphate contained in laundry waste water in Keputih area, Surabaya by using activated carbon. The
decrease of anionic surfactnts and phosphate levels was carried out using activated carbon with particle
size variations ie -60, -120 and -200 mesh. The adsorption process was done by batch method. The results
showed that the anionic surfactant content of the waste water before adsorption was 10.65 ppm and the
phosphate level was 14.148 ppm. Both values are beyond the government-set threshold of 100 ppm. The
adsorption test showed that activated carbon was able to significantly decrease the content of the anionic
and phosphate surfactants. The lowest anionic surfactant level after adsorption reaches 3,102 ppm
produced from the 200-mesh activated carbon. Adsorption of anionic surfactants follows Freundlich's
isothermal adsorption model. Meanwhile phosphate levels are not detected after the adsorption process. In
DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25493736.v3i1.3528 127
W.P. Utomo, dkk. Akta Kimia Indonesia 3(1), 2018, 127-140

general, the smaller the size of activated carbon, the greater the adsorption capacity of anionic and
phosphate surfactants.

Keyword: Activated carbon; anionic surfactant; phosphate; adsorption; detergent.

1. Pendahuluan seluruh pencemar yang memasuki badan


Air merupakan sumber daya alam yang air.
krusial bagi kelangsungan hidup seluruh
makhluk bumi. Kebutuhan air rata-rata
umumnya adalah sebesar 60 liter/orang/hari
untuk segala keperluannya. Pada tahun 2000,
dengan jumlah penduduk dunia sebesar
6,121 milyar diperlukan air bersih
sebanyak
367 km3, diperkirakan pada tahun 2025
diperlukan sebanyak 492 km 3 dan pada
3
tahun 2100 diperlukan 611 km air bersih
per hari [1]. Salah satu sumber air yang
banyak dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya yaitu sungai. Pada umumnya
air sungai yang keluar dari mata air
mempunyai kualitas yang baik. Namun
dalam proses pengalirannya, air tersebut
akan menerima berbagai macam bahan
pencemar [2]. Beberapa tahun terakhir ini,
kualitas air sungai di Indonesia sebagian
besar dalam kondisi tercemar, terutama
setelah melewati daerah pemukiman,
industri dan pertanian [3]. Di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia,
pencemaran domestik merupakan jumlah
pencemar terbesar (85%) yang masuk ke
badan air. Sedang dinegara-negara maju,
pencemar domestik merupakan 15% dari

DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25493736.v3i1.3528 128


W.P. Utomo, dkk. Akta Kimia Indonesia 3(1), 2018, 127-140
Oleh karena itu, persentase kehadiran pencemar
domestik di dalam badan air sering dijadikan
indikator maju tidaknya suatu negara [4].

Salah satu limbah yang banyak menemari


air sungai adalah limbah dari industri pencucian
baju (laundry). Hal ini disebabkan karena limbah
dari laundry mengandung deterjen yang
mengandung beberapa potensi bahaya antara lain
terbentuknya lapisan film dalam air akan
menyebabkan menurunnya tingkat transfer ke
dalam air, gangguan kesehatan yang cukup
serius pada manusia, serta kombinasi antara
polifosfat dengan surfaktan dalam deterjen dapat
meningkatkan kandungan fosfat dalam air. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya entroikasi yang
dapat menimbulkan warna pada air [5].

Deterjen anionik adalah kelompok yang


paling banyak digunakan dimasyarakat
khususnya untuk proses pencucian baju rumah
tangga maupun industri laundry. Deterjen
anionik ini mempunyai daya pembersih yang
kuat, murah dan mudah diperoleh di masyarakat.
Surfaktan anionik yang berasal dari sulfat adalah
hasil reaksi antara alkohol rantai panjang dengan
asam sulfat yang akan menghasilkan sulfat
alkohol

DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25493736.v3i1.3528 129


yang mempunyai sifat aktif permukaan Karbon aktif dipilih karena memiliki daya
(surface active agent: Surfactan). Jenis serap yang tinggi yakni mencapai 25-100%
surfaktan anionik yang banyak digunakan terhadap senyawa organik ataupun
sebagai deterjen antara lain alkil benzen anorganik serta luas permukaan yang besar
sulfonat. Namun, saat ini alkil benzen berkisar antara 300-350 m2/g [7]. Oleh
sulfonat sudah banyak digantikan dengan karena itu, dalam penelitian ini dilakukan
alkil linear benzen sulfonat maupun natirum penurunan kadar surfaktan anionik dan
lauril sulfat yang dianggap lebih mudah fosfat dalam limbah laundry yang diperoleh
terdegradasi [6]. dari kawasan Keputih, Sukolilo, Surabaya
menggunakan karbon aktif. Air sungai di
Selain kandungan surfaktan anionik,
kawasan Keputih ini dipilih karena
keberadaan fosfat dalam limbah laundry
merupakan kawasan pemukiman padat
juga cukup berbahaya bagi lingkungan.
dengan banyak industry laundry skala rumah
Fosfat terdapat dalam air alam atau air
tangga. Ukuran partikel karbon aktif
limbah sebagai senyawa ortofosfat,
divariasikan untuk mengetahui pengaruhnya
polifosfat dan fosfat organik. Setiap senyawa
pada kapasitas adsorpsinya terhadap
fosfat tersebut terdapat dalam bentuk
surfaktan anionik dan fosfat. Model adsorpsi
terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel
surfaktan anionik juga dibahas dalam
organisme dalam air. Fosfat terlarut adalah
penelitian ini.
salah satu bahan nutrisi yang menstimulasi
pertumbuhan yang sangat luar biasa pada 2. Metode Penelitian
alga dan rumput-rumputan dalam danau, 2.1. Alat dan Bahan
estuaria, dan sungai berair tenang. Batas Alat yang dibutuhkan dalam penelitian
konsentrasi fosfat terlarut yang diijinkan ini antara lain seperangkat peralatan gelas,
adalah 10 mg/L [7]. neraca analitik, spektrofotometer UV-Vis
(Genesis), kuvet, dan botol semprot.
Terdapat beberapa metode yang dapat
Bahan yang diperlukan dalam
digunakan untuk menurunkan kadar
penelitian ini adalah air limbah laundry yang
surfaktan anionik dan fosfat dalam limbah
diambil dari sungai di sektar Keputih,
laundry, antara lain filtrasi, proses
Sukolilo Surabaya, karbon aktif komersial
fotokatalisis [5], koagulasi [8] dan adsorpsi
(teknis), aquadest, NaOH, H2SO4,
[7]. Proses adsorpsi merupakan proses yang
kloroform, indikator fenolftalin (PP),
menarik untuk dikaji karena metode ini
metilen biru, isopropil alkohol, Na2SO4,
dapat dilakukan dengan berbagai jenis
amonium molibdat, asam askorbat, kertas
material, salah satunya adalah karbon aktif.
saring, kalium antimonil tartrat
(K(SbO)C4H4O6.½H2O), dan kalium Ekstrak CHCl3 yang terkumpul pada
dihidrogen fosfat anhidrat (KH2PO4), dan corong pisah kedua kemudian ditambahkan
kertas pH universal. dengan 50 mL larutan isopropil
2.2. Penentuan kadar surfaktan anionik alkohol/(CH3)2CHOH dan dikocok selama
(deterjen) dengan metode MBAS 30 detik. Proses ekstraksi dilakukan
(Methylene Blue Alkyl Sulfunate) pengulangan sebanyak dua kali dengan
Penentuan kadar surfaktan anionik masing-masing ditambah 10 mL CHCl3.
(deterjen) dilakukan dengan metode MBAS Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan
sebagaimana yang telah dilakukan oleh ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian
Arneli (2010) [9]. Dalam penentuan kadar dilakukan pengenceran hingga tanda batas.
surfaktan anionik ini, larutan standar untuk Selanjutnya dilakukan pembacaan serapan
pembuatan kurva kalibrasi maupun larutan dari lapisan CHCl3 yang telah diencerkan
sampel diperlakukan sama. Standar/Sampel dengan spektrofotometer UV-Vis pada
air limbah sebanyak 50 mL dimasukkan ke panjang gelombang 653 nm dan hal yang
dalam corong pisah yang telah disiapkan. sama juga dilakukan pada blanko. Penentuan
Standar/sampel ditetesi dengan larutan kadar surfaktan anionik dengan metode
NaOH 1 N agar standar/sampel berada MBAS ini dilakukan pada sampel limbah
dalam suasana basa yang diuji dengan laundry sebelum dan sesudah proses
indikator fenolftalein. Warna merah muda pengolahan dengan karbon aktif.
yang terbentuk dihilangkan dengan 2.3. Penentuan kadar fosfat dan deterjen
diteteskan larutan H SO Penentuan kadar fosfat dilakukan
1 N secara hati-hati
2 4

hingga warna merah muda tepat hilang. dengan metode yang telah dilaporkan oleh
Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCl3 dan 25 Ndani (2016) [10]. Sampel air limbah
mL reagen metilen biru ditambahkan ke laundry diambil sebanyak 50 mL dan
dalam corong pisah kemudian campuran dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel
dikocok selama 30 detik. Campuran kemudian ditambahkan satu tetes indikator
selanjutnya ditambah dengan beberapa 10 fenolftalin. Jika terbentuk warna merah
mL isopropil alkohol untuk mengurangi muda, dilakukan penambahan H2SO4 5N
terjadinya emulsi. Campuran didiamkan tetes demi tetes sampai warna hilang.
sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan CHCl3 Kemudian ditambahkan 8 mL larutan
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong campuran dan dihomogenkan. Larutan
pisah lainnya. Ekstraksi CHCl3 diulangi didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya
sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 campuran tersebut dimasukkan ke dalam

mL CHCl3 kuvet sebanyak ¾ bagian dari volume kuVet


pada tiap ekstraksi.
dan

diukur

absorban
sinya

dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis limbah sebanyak 50 mL dimasukkan
pada panjang gelombang 880 nm. Larutan kedalam gelas beaker. Kemudian
campuran dibuat dengan mencampurkan ditambahkan karbon aktif sebagai adsorbent
secara berturut-turut 50 mL H2SO4 5N , 5 sebanyak 4 gram. Variasi karbon akif yang
mL larutan kalium antimonil tartat, 15 mL ditambahkan adalah dengan ukuran partikel
larutan ammonium molibdat dan 30 mL yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh
larutan asam askorbat. Penentuan kadar (-120) dan dan 200 mesh (-200). Air limbah
fosfat ini dilakukan pada sampel limbah deterjen dan karbon aktif diaduk
laundry sebelum dan sesudah proses menggunakan magnetic stirrer dengan
pengolahan dengan karbon aktif. kecepatan 400 rpm selama 75 menit. Hasil
2.4. Penurunan Kadar surfaktan anionik treatment disaring, kemudian filtratnya
(deterjen) dianalisis sesuai dengan metode penentuan
Penurunan kadar surfaktan nionik kadar fosfat.
dilakukan dengan metode batch. Sampel air 3. Hasil dan Pembahasan
limbah sebanyak 100 mL dimasukkan 3.1. Pembuatan kurva kalibrasi larutan
kedalam gelas beaker. Kemudian MBAS
ditambahkan karbon aktif sebagai adsorbent
sebanyak 8 gram. Variasi karbon akif yang Kurva kalibrasi dibuat sebagai dasar pengukuran
ditambahkan adalah dengan ukuran partikel konsentrasi deterjen dalam limbah laundry.
yang lolos ayakan 60 mesh (-60), 120 mesh Larutan standar MBAS dibuat dari larutan induk
(-120) dan dan 200 mesh (-200). Air limbah natrium lauril sulfat. Senyawa ini dipilih sebagai
deterjen dan karbon aktif diaduk senyawa untuk larutan standar karena merupakan
menggunakan magnetic stirrer dengan jenis surfaktan anionik yang banyak digunakan
kecepatan 400 rpm selama 75 menit. Hasil pada deterjen komersial. Kurva kalibrasi
treatment disaring, kemudian filtratnya merupakan grafik yang menyatakan hubungan
dianalisis dengan metode MBAS untuk antara konsentrasi larutan standar dengan hasil
menentukan kadar deterjennya. pembacaan absorbansi larutan, yang hasilnya
2.5. Penurunan kadar fosfat merupakan garis lurus. Tabel 1 memperlihatkan
Penurunan kadar fosfat dalam limbah nilai absorbansi dari larutan standar MBAS pada
dilakukan dengan metode batch. Sampel air panjang gelombang 653 nm.
W.P. Utomo, dkk. Akta Kimia Indonesia 3(1), 2018, 127-140

TABEL 1 ABSORBANSI LARUTAN STANDART MBAS


Konsentrasi standart (ppm) Absorbansi
2 0,093
4 0,240
6 0,334
8 0,494
10 0,668
12 0,856

Dalam pembuatan kurva kalibrasi kemudian diplotkan terhadap konsentrasi


standar MBAS yang harus dilakukan adalah larutan standar sehingga diperoleh nilai
membuat beberapa larutan standar yang koefisien korelasi (r). Jika nilai koefisien
telah diketahui konsentrasinya dari analit korelasi tersebut mendekati 1 atau > 0,95
yang akan ditentukan konsentrasinya dalam maka dapat dikatakan bahwa hasil dari
sampel. Fungsi dari larutan standar ini pembuatan larutan standar memiliki tingkat
adalah sebagai standar dalam pengukur keakuratan yang cukup baik. Dari plot
analit yang nantinya hasilnya akan diplotkan kurva kalibrasi yang telah dilakukan
pada kurva standar untuk menentukan nilai didapatakan persmaan y = 0,0709x – 0,042
regresi dari kurva. Dalam analisis ini dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar
digunakan konsentrasi larutan standar 0,9934. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
MBAS yang diperoleh melalui pengenceran absorbansi memiliki korelasi yang baik
larutan induk natrium lauril sulfat 1000 ppm dengan konsentrasi larutan sehingga
sehingga didapatkan larutan standar MBAS persamaan garis lurus yang diperolleh dapat
dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 digunakan untuk proses penentuan kadar
ppm. Nilai absorbansi yang didapat deterjen dari sampel.

0.9
0.8
y = 0.0709x - 0.042 R² = 0.9869
Absorbansi

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Kurva Kalibrasi larutan standar MBAS

DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25493736.v3i1.3528 132


3.2. Penentuan kadar surfaktan anionik Provinsi Jawa Timur Nomor 72 Tahun
atau deterjen dengan metode MBAS 2013, yakni dibawah 10 mg/L air limbah
[11]. Berdasarkan hasil tersebut,
Setelah penentuan kurva kalibrasi
larutan standar, selanjutnya dilakukan dilakukan treatment untuk menurunkan
ekstraksi surfaktan anionik dari limbah kadar surfaktan anionik atau deterjent
laundry. Tujuan dari perlakuan ini adalah pada limbah laundry.
agar surfaktan anionik terikat dengan
3.3. Penurunan kadar surfaktan anionik
metilen biru dan terlarut dalam fase
(detergen) dengan karbon aktif
kloroform. Jika kadar surfaktan anionik
dalam sampel limbah tinggi, maka akan Penurunan kadar surfaktan anionik
menunjukkan warna biru pekat pada fase (deterjen) dilakukan dengan menggunakan
kloroform. Dengan demikian, jumlah karbon aktif sebanyak 8 gram yang
surfaktan anionik yang dianalisis selanjutnya berfungsi sebagai adsorben. Penggunaan
dapat mewakili seluruh surfkatan anionik karbon aktif divariasi dengan ukuran mesh -
yang berada di limbah laundry. 60 atau 250 µm, -120 atau 125 µm dan -200
Prinsip dari metode MBAS ini atau 75 µm. Tujuan penggunaan variasi
adalah surfaktan anionik akan berikatan adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran
dengan metilen biru membentuk partikel terhadap aktifitas penurunan kadar

senyawa kompleks berwarna biru yang surfaktan anionik. Dilakukan pengadukan


dengan kecepatan 400 rpm selama 75 menit
larut dalam fase kloroform. Setelah
agar karbon aktif dapat menyerap dengan
diekstraksi, intensitas warna biru yang
lebih baik dan merata.
terbentuk diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang Larutan dengan campuran karbon aktif
gelombang 653 nm sesuai dengan kemudian disaring dan diukur kadar
panjang gelombang pada pembuatan surfaktannya dengan metode MBAS seperti

kurva kalibrasi. Hasil pengukuran pada pengukuran sampel limbah laundry


awal sebelum perlakuan. Dari hasil
menunjukkan nilai absorbansi sebesar
pengukuran maka didapatkan absorbansi
0,7153 sehingga didapat nilai
dari tiga variasi ukuran partikel sebagaimana
konsentrasi sebesar surfaktan anionik
ditampilkan pada Tabel 2. Hasil absorbansi
atau deterjen sebesar 10,65 ppm. Kadar
kemudian dimasukan kedalam persamaan y
surfaktan anionik atau deterjen pada
= 0,0709x – 0,042 untuk mendapatkan
sampel limbah laundry yang dianalisis konsentrasi dari masing-masing treatment.
melebihi baku mutu yang telah Data hasil perhitungan konsentrasi terdapat
ditetapkan oleh Peraturan Daerah pada Tabel 3.
TABEL 2. ABSORBANSI KADAR SURFAKTAN DENGAN KARBON AKTIF
Variasi Absorbansi
Absorbansi 1 Absorbansi 2
karbon aktif Rata-rata
Mesh 60 0,409 0,410 0,409
Mesh 120 0,278 0,278 0,278
Mesh 200 0,178 0,178 0,278

TABEL 3 KONSENTRASI SAMPEL SETELAH TREATMENT


Variasi Karbon Aktif Konsentrasi Kapasitas adsorpsi
(ppm) (mg/g)
Mesh -60 6, 3681 0.054
Mesh -120 4,5133 0.077
Mesh -200 3,1029 0.094

Hasil penentuan konsentrasi pada Tabel karena ukuran partikel yang semakin kecil
3 menunjukkan bahwa karbon aktif dapat memiliki luas permukaan yang semakin
digunakan sebagai adsorben yang baik untuk besar sehingga lebih banyak situs atau
menurunkan kadar surfaktan atau deterjen permukaan karbon aktif yang dapat
pada limbah laundry. Hal ini dibuktikan dari digunakan sebagai tempat teradsorpsinya
penurunan konsentrasi yang sangat surfaktan kationik.
signifikan pada sebelum dan sesudah
3.4. Kinetika adsorbs surfaktan pada
treatment. Hasil treatment menunjukkan
karbon aktif
bahwa seluruh sampel menunjukkan
Proses penyerapan atau adsorpsi oleh
konsentrasi yang berada di bawah ambang
suatu adsorben dipengaruhi banyak faktor
batas maksimal kandungan surfaktan anionik
dan juga memiliki pola isotermal adsorpsi
di limbah sebesar 10 mg/L. Namun
tertentu yang spesifik. Faktor-faktor yang
demikian, aplikasi skala besar penggunaan
mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara
karbon aktif dalam limbah in lebih kompleks
lain yaitu jenis adsorben, jenis zat yang
karena karbon aktif memiliki kapasitas
diserap, luas permukaan adsorben,
adsorpsi tertentu. Artinya, kemampuan
konsentrasi zat yang diadsorpsi dan suhu.
karon aktif untuk mengadsorpsi surfaktan
Oleh karena faktor-faktor tersebut maka
anionik terbatas pada nilai tertentu.
setiap adsorben yang menyerap suatu zat
Perhitungan kapasitas adorpsi karbon aktif
satu dengan zat lain tidak akan mempunyai
dari berbagai ukuran partikel yang
pola isoterm adsorpsi yang sama. Diketahui
ditunjukkan pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa terdapat dua jenis persamaan pola
bahwa semaikn kecil ukuran partikel karbon
isoterm adsorpsi yang sering digunakan pada
aktif, semakin tinggi pula kapasitas
proses adsorpsi dalam larutan yaitu
adsorpsinya. Hal ini dapat disebabkan
persamaan adsorpsi Langmuir dan perhitungan menggunakan persamaan
Freundlich. Langmuir dan Freundlich. Uji persamaan
Langmuir dilakukan dengan menggunakan
Pengujian pola isoterm adsorpsi yang
Persamaan 1 sementara uji persamaan
sesuai untuk proses penyerapan surfaktan
Freundlich dilakukan dengan Persamaan 2
anionik oleh karbon aktif dilakukan dengan
[12].

Ce/(x/m) = 1/ab + 1/a Ce (1)

Log (x/m) = log k + 1/n log Ce (2)

dimana:

Ce = konsentrasi surfaktan anionik dalam larutan setelah diadsorpsi

x/m= massa surfaktan anionik yang diserap per gram karbon aktif

b = parameter afinitas atau konstanta Langmuir

a dan k = kapasitas / daya adsorpsi maksimum (mg/gram)

Penentuan persamaan isotermal plot dilakukan pada harga Ce/(x/m) versus


Langmuir dan Fruendlich dilakukan dengan Ce untuk mendapatkan persamaan Langmuir
menghitung harga x/m, Ce/(x/m), log Ce/ dan memplotkan log (x/m) versus log Ce
(x/m) dan log Ce seperti yang terlihat pada untuk mendapatkan persamaan Freundlich.
Tabel 4. Data adsorpsi diperoleh dari Hasil plot data dari persamaan Langmuir
penyerapan surfaktan anionik oleh karbon ditunjukkan pada Gambar 2, sementara plot
aktif dengan variasi ukuran mesh. Data pada dari persamaan Freundlich ditampilkan pada
Tabel 4 selanjutnya diplotkan berdasarkan Gambar 3.
persamaan Langmuir dan Freundlich dimana

TABEL 4. PERHITUNGAN HARGA X/M, CE/(X/M), LOG X/M, DAN LOG CE


Ce
Ukuran ppm ppm x/m Ce/ Log
log Ce
mesh awal teradsorbsi (ppm
(ppm/g) (x/m) (x/m)
14
y = 2.6633x - 5.3993 R² = 0.9786
12

Ce/(x/m)
10
8
6
4
2
0
2 3 4 5 6 7
Ce

GAMBAR 2 PERSAMAAN ADSORPSI ISOTERMAL LANGMUIR DARI CE/(X/M) VERSUS CE

0
0
log Ce/(x/m)

-0.05 0.5 1.5

-0.1 1
-0.15
-0.2
-0.25
y = -0.443x + 0.2118
-0.3 R² = 0.9901

log Ce

GAMBAR 3 PERSAMAAN ADSORPSI ISOTERMAL FREUNDLICH DARI LOGCE/(X/M) VERSUS LOGCE

adsorpsi tersebut juga memenuhi persamaan


Pengujian persamaan adsorpsi
Langmuir dan persamaan adsorpsi
Freundlich dibuktikan dengan grafik
linierisasi yang baik dan mempunyai harga
koefisien determinasi r2 ≥ 0.9 (mendekati
angka 1). Dari Gambar 3 dan 4 terlihat
bahwa persamaan adsorpsi surfaktan anionik
oleh karbon aktif lebih memenuhi persamaan
adsorpsi Freundlich dengan nilai r2 sebesar
0,9901 (R=0,995). Hasil ini menunjukkan
bahwa proses adsorpsi yang terjadi antara
karbon aktif dengan surfaktan anionik lebih
bersifat fisik, dimana ikatan yang terbentuk
merupakan ikatan fisika dengan terdapat
terdapat lebih dari satu lapisan permukaan
(multilayer). Namun demikian, karena
Langmuir, maka terdapat kemungkinan
pengaruh ikatan kimia dalam proses
adsorpsi karbon aktif dengan surfaktan
anionik. Selain itu, walaupun mampu
mebentuk lapisan multilayer di
permukaan karbon aktif, kapasitas
adsorpsi surfaktan anionik juga tetap
dipengaruhi oleh luas permukaan
karbon aktif.

3.5. Penentuan kadar fosfat pada


limbah
lau
ndr
y

Penentuan kadar fosfat limbah


laundry diawali dengan pembuatan kurva
kalibrasi fosfat. Larutan fosfat yang
digunakan sebagai standar adalah larutan
yang dibuat dari KH2PO4. Konsentrasi
larutan fosfat divariasikan sebesar 2, 4, 6, 8,
10, dan 12 ppm. Pada tiap konsentrasi
larutan tersebut, ditambahkan 1 tetes indikator pada panjang gelombang 880 nm. Hasil
phenolphthalein (pp) sebagai indikator perubahan absorbansi larutan standar fosfat ditampilkan
warna. Selanjutnya apabila terjadi perubahan pada Tabel 5. Data konsentrasi dan absorbansi
warna larutan menjadi pink yang menandakan pada Tabel 5 selanjutnya di plotkan sehingga
bahwa larutan bersifat basa diteteskan H 2SO4 5 N diperoleh kurva kalibrasi fosfat sebagaimana
yang bersifat asam kuat untuk merubah larutan ditampilkan pada Gambar 4. Dari hasil plot kurva
pada kondisi netral dengan ditandai perubahan standar didapatkan persamaan y = 0,1026 x +
menjadi tidak berwarna. Kemudian, dilakukan 0,0779 dengan r2 sebesar 0,9836 (r=0,9917).
penambahan 8 mL larutan campuran Karena r > 0,95 maka dapat dikatakan bahwa
sebagaimana pada analisis deterjen dan kurva standar telah memenuhi persyaratan
dihomogenkan sampai terbentuk larutan sehingga dapat digunakan sebagai acuan
berwarna biru. Larutan standar tersebut dilakukan penentuan konsentrasi kadar fosfat dari sampel
pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis limbah deterjen yang akan dianalisa.

TABEL 5 ABSORBANSI LARUTAN STANDAR FOSFAT


Konsentrasi Absorbansi Absorbansi
(ppm) Rata-rata
2 0,274 0,273 0,2735
4 0,563 0,562 0,5625
6 0,756 0,754 0,755
8 0,921 0,921 0,921
10 1,09 1,093 1,0915
12 1,249 1,251 1,250

Gambar 4. Kurva Kalibrasi fosfat

Pada pengukuran kadar fosfat dalam basa. Selanjutnya, ditambahkan 1 tetes


sampel, 50 mL limbah deterjen ditetesi H2SO4 5N untuk merubah larutan menjadi
dengan indikator pp, pada penetesan terjadi kondisi netral yang diindikasikan dengan
perubahan warna menjadi merah muda yang perubahan warna menjadi tidak berwarna.
mengindikasikan bahwa sampel bersifat Pada saat ditambahkan 8 mL larutan
campuran terjadi perubahan warna menjadi terganggunya proses fotosintesis. Selain itu,
biru pekat. Sampel kemudian diukur alga menyebabkan kurangnya oksigen bagi
absorbansinya dengan spektrofotometer UV- makhluk hidup dalam air dikarenakan
vis pada panjang gelombang 880 nm. Hasil oksigen yang digunakan oleh alga itu
pengukuran menunjukkan nilai absorbansi sendiri. Bukan hanya itu, pertumbuhan alga
sebesar 1,5295. Nilai absorbansi tersebut dalam jumlah banyak dapat memicu
melebihi nilai absorbansi yang baik untuk tersumbatnya saluran air pada sungai
analisis menggunakan spektrofotometer UV- sehingga menyebabkan aliran sungai
vis dan berada diluar rentang interpolasi menjadi tidak lancar [7][10].
kurva kalibrasi yang diperoleh. Namun
demikian, nilai tersebut mengindikasikan Hasil penelitian pada penentuan kadar

bahwa konsentrasi fosfat dalam cairan fosfat menunjukkan bahwa konsentrasi pada

limbah sangat tinggi. Oleh karena itu, sampel melebihi batas baku mutu sehingga,

sampel kemudian diencerkan untuk perlu dilakukannya treatment untuk

mendapatkan absorbansi yang berada di mengurangi kadar fosfat. Treatment

antara rentang interpolasi kurva kalibrasi. dilakukan pada sampel yang telah

Proses pengenceran menghasilkan diperlakukan awal seperti pada pembuatan

absorbansi sebesar 0,8036 dengan faktor kurva kalibrasi, namun di-treatment dengan

pengenceran 2. Nilai tersebut sudah berada menggunakan karbon aktif sebesar 4 gram

pada rentang interpolasi kurva kalibrasi yang berfungsi sebagai adsorbent.

fosfat. Penghitungan konsentrasi Penurunan kadar fosfat dilakukan dengan

berdasarkan persamaan regresi dengan variasi ukuran karbon aktif -60, -120 dan -

melibatkan faktor pengenceran 200 mesh. Tujuan penggunaan variasi adalah

menghasilkan konsentrasi fosfat dalam untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel

sampel sebesar 14,148 ppm. Hal ini terhadap aktivitas penurunan kadar fosfat.

menandakan bahwa sampel limbah deterjen Penurunan dilakukan dengan sistem batch

memiliki kadar fosfat yang tinggi dan telah disertai pengadukan dengan kecepatan 400

melewati batas baku mutu Pergub Jatim rpm selama 75 menit agar karbon aktif dapat

yaitu sebesar 10 ppm [10]. menyerap dengan lebih baik dan merata.
Larutan dengan campuran karbon aktif
3.7. Penurunan kadar fosfat dengan kemudian disaring dan diukur filtrat dengan
karbon aktif spektrofotometer UV-vis pada panjang
Fosfat dapat memicu pertumbuhan alga gelombang 880 nm dengan dua kali
pada air, apabila terjadi pertumbuhan yang pengukuran. Dari hasil pengukuran maka
berlebihan maka akan menyebabkan sulitnya didapatkan serapan dari tiga variasi seperti
sinar matahari untuk masuk ke dalam air dan ditunjukkan pada Tabel pada Tabel 6.
TABEL 6 ABSORBANSI KADAR FOSFAT DENGAN KARBON AKTIF
Variasi karbon Absorbansi Absorbansi Konsentrasi (ppm)
Absorbansi 2
aktif 1 Rata-rata
Mesh 60 0,024 0,025 0,0245 0,000
Mesh 120 0,014 0,014 0,014 0,000
Mesh 200 0,009 0,009 0,009 0,000

Hasil perhitungan konsentrasi srufaktan anionik menjadi 3,102 ppm. Hasil


menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat penurunan kadar fosfat dengan karbon aktif
dalam limbah deterjen sangat rendah dan menunjukkan bahwa kandungan fosfat
berada dibawah batas deteksi. Hal ini setelah proses tretament berkurang
menunjukkan bahwa kemampuan adsorpsi signifikan dibawah batas deteksi.
karbon aktif dalam mengadsorpi fosfat dari
limbah laundry sangat tinggi. Analisis pada Daftar Pustaka
[1] Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya
nilai absorbansi menunjukkan bahwa
Tanah dan Air. Penerbit ANDI.
semakin kecil ukuran partikel karbon aktif, Yogyakarta.
semakin besar pula kapasitas karbon aktif [2] Sofia, Y., Tontowi, dan S. Rahayu. 2010.
dalam mengadsorpsi fosfat. Hasil ini “Penelitian Pengolahan Air Sungai Yang
Tercemar Oleh Bahan Organik”. Jurnal
menunjukkan bahwa karbon aktif sangat
Sumber Daya Air, 6. 145-160.
berpotensi digunakan sebagai material [3] Simon, S.B. dan R. Hidayat. 2008.
adsorben untuk mengadsorpsi fosfat dari “Pengendalian Pencemaran Sumber Air
limbah laundry. Dengan Ekoteknologi (Wetland Buatan)”.
Jurnal Sumber Daya Air, 4. 111-124.
[4] Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan
4. Kesimpulan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.
Kadar surfaktan anionik (deterjen) dan
[5] Santi, S. S. (2009). Penurunan Konsentrasi
fosfat dalam air limbah laundry di Keputih,
Surfaktan Pada Limbah Deterjen Dengan
Sukolilo, Surabaya melebihi ambang batas Proses Photokatalitik Sinar UV. Jurnal
yang telah ditentukan oleh Pergub Jatim Teknik Kimia Vol 4 No 1, 260-264.
[6] Rosariawari, F. (2008). Penurunan
yakni sebesar 10,65 ppm untuk kadar
Konsentrasi Limbah Deterjen
surfaktan anionik (deterjen) dan 14,148 ppm
Menggunakan Furnace Bottom Ash
untuk kadar fosfat. Penurunan kadar deterjen (FBA). Jurnal Rekayasa Perencanaan, 4
dan fosfat tersebut berhasil dilakukan (3).
[7] Majid, M., Rahmi, A., Umar, R dan Hengky,
dengan menggunkaan karbon aktif. Hasil
H.K., 2017, “Efektivitas Penggunaan
yang diperoleh menunjukkan bahwa
Karbon Aktif ada Penurunan Kadar
semakin kecil ukuran partikel, semakin Fosfat Limbah Cair Usaha Laundry di
tinggi kapasitas adsorpsinya. Hasil adsorpsi Kota Pare-Pare Sulawesi Selatan”,
Prosiding Seminar Nasional
surfaktan anionik terbaik didapatkan dengan
IKAKESMADA “Peran Tenaga
variasi ukuran -200 mesh dengan kandungan Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”
[8] Rahimah, Z., Heldawati, H. dan Syauqiah, I., dan Way Kuala dengan Spektrofotometri
(2016), “ Pengolahan Limbah Deterjen UV-Vis”, Skripsi, Jurusan kimia FMIPA,
dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Universitas Lampung.
Menggunakan Koagulan Kapur dan [11] Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72
PAC”, Konversi, 5 (2), 13-19 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air
[9] Arneli, (2010), “Sublasi Surfaktan dari Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan
Larutan Deterjgen dan Larutan Detergen Usaha Lainnya
Sisa Cucian serta Penggunaannya [12] Handayani, M. & S, E., 2009. Uji
Kembali sebagai Detergen, Jurnal Kimia Persamaan Langmuir dan freundlich
Sains dan Aplikasi, 13 (1), 4-7 Pada Penyerapan Limbah Crom (VI)
[10] Ndani, L.P.L.M., (2016), “Penentuan Kadar oleh Zeolit. Bandung, Pusat Penelitian
Senyawa Fosfat di Sungai Way Kuripan Metalurgi-LIPI.
sisa)

-60 10.655 4.287 6.368 0.535 11.881 -0.270 1.074

-120 10.655 6.142 4.513 0.767 5.878 -0.114 0.769

-200 10.655 7.552 3.102 0.944 3.286 -0.024 0.516

Anda mungkin juga menyukai