Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRATIKUM KIMIA LINGKUNGAN

“PENENTUAN KADAR SENYAWA ORGANIK DALAM SAMPEL AIR


SUNGAI “

OLEH :

KELOMPOK 4
ANGGOTA : FAUZAN RISKI ISWA (1920015)
NILAM MURNIKA ARDI (1920003)
SUCI RAMADHANI NOOR (1920016)
ZAHRA HAYATI (1920019)
KELAS : AK2A
ANALISIS KIMIA

POLITEKNIK NEGERI ATI PADANG


2020/2021
PENENTUAN KADAR SENYAWA ORGANIK DALAM SAMPEL AIR
SUNGAI

I. TUJUAN

Untuk mengukur kandungan zat organik dalam sampel air sungai.

II. TEORI DASAR

Limbah cair sasirangan merupakan salah satu hasil buangan industri


tekstil yang memiliki daya cemar tinggi sehingga belum memenuhi syarat
untuk dibuang ke lingkungan sebelum diolah. Telah dilakukan penelitian
untuk menganalisa Chemical Oxygen Demand (COD) pada Sungai
Martapura akibat limbah industri tekstil sasirangan di Kampung
Sasirangan Kecamatan Banjarmasin Tengah. COD menggambarkan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik
secara kimiawi (biodegrable) maupun yang sukar didegradasi secara
biologis (non biodegrable) menjadi karbondioksida dan air. Sampel pada
penelitian ini adalah air sungai sepanjang aliran sungai Martapura yang
berada di wilayah Kampung Sasirangan Kecamatan Banjarmasin Tengah,
Kota Banjarmasin. Sampel diambil pada 5 titik dengan jarak 100-200
meter dari hulu ke hilir sungai pada tahun 2014. Titik pengambilan tiap
sampel ialah titik 1 pada bagian hulu, titik 2, 3, 4 pada bagian badan air
dan titik 5 pada bagian hilir. Pemeriksaan kadar COD mengunakan
Spektrofotometer UV-Visible. Hasil penentuan COD pada lima titik
lokasi pada Sungai Martapura pada titik 1 bagian hulu 39,141 mg/L, titik
2 28,327 mg/L, titik 3 28,953 mg/L dan titik 4 30,823 mg/L bagian
badan air melebihi ambang batas yang diizinkan, dimana menurut PP No.
82 Tahun 2001 untuk air kelas II kadar COD yang diizinkan hanya 25
mg/L, sedangkan pada titik 5 bagian hilir 22,569 mg/L didapatkan nilai
normal.
Kain sasirangan adalah kain tradisional yang sudah menjadi kebanggaan
dan ciri khas bagi daerah Kalimantan Selatan yaitu kota Banjarmasin dan
sekitarnya sudah turun temurun dikerjakan dalam beberapa dekade dan
diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala industri rumah tangga
(Pujiati, 2011). Industri kain sasirangan dalam pembuatannya
sebagaimana industri tekstil lainnya banyak melibatkan proses pewarnaan
dan pencelupan. Dalam pewarnaan, digunakan bahanbahan pewarna
sintetik seperti pewarnaan naphtol dan senyawaan garam. Pemakaian
bahan pewarna sintetis ini tentu saja mengakibatkan limbah cair yang
dihasilkan sebagai buangan mengandung berbagai macam pencemar
(Rahmi et al.,
2010).
Limbah cair sasirangan sebagai salah satu bentuk industri tekstil yang
memiliki daya cemar yang tinggi sehingga belum memenuhi syarat untuk
dibuang ke lingkungan sebelum diolah. Pencemaran air industri kain
sasirangan dapat berasal dari: buangan air proses produksi, buangan sisa
pelumas dan minyak, buangan bahan–bahan kimia sisa proses produksi,
sampah potongan kain, dan lainnya (Rubiyah, 2000).
Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan
melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan
pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthrene yang
akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang
cukup besar (Hardini et al., 2009).
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah kapasitas air untuk
menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan
mengoksidasi senyawa anorganik seperti ammonia dan nitrit biological
(biochemical) (Islam, 2005). Kebutuhan Oksigen Kimia adalah suatu uji
yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan
untuk mengoksidasi bahanbahan organik yang terdapat didalam air
(Nurdin et al, 2009). COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai COD merupakan ukuran bagi
tingkat pencermaran oleh bahan organik (Nurhasanah, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian (Irawati et al., 2011) nilai COD pada
limbah sasirangan sebesar 554 mg/L. Berdasarkan hal tersebut, maka dari
itu peneliti merasa perlu mengetahui kadar COD pada Air Sungai
Martapura Desa Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota
Banjarmasin pembuangan limbah. Selama transport, sampel di simpan
pada suhu 4˚C dan jika dilakukan penundaan pemeriksaan, sampel tetap
di simpan pada suhu tersebut. Sampel diawetkan dengan cara yang
tercantum pada SNI. 6989.2:2009 yang sesuai dengan parameter COD.

III. PROSEDUR KERJA

i. Alat
 Alat refluks
 Buret
 Pipet tetes
 Erlenmeyer
 Alat pemanas listrik atau gas
ii. Bahan
 K2Cr2O7 0.25 N
 Air suling
 AgSO4
 H2SO4
 Larutan standar fero ammonium sulfat 0,1N
 Larutan bikromat
 Indikator feroln
 Fero ammonium sulfat
 Phenantroline mono hidrat
 FeSO4.7H2O
 Kristal HgSO4

iii. Cara kerja


 Pipet 20 mL contoh air yang telah dikocok dan masukkan
kedalam labu refluk, tambahkan lebih kurang 0g Kristal
HgSO4, beberapa buat batu didih dan 5 mL larutan H2SO4,
kocok sambil didinginkan
 Tambahkan 10 mL larutan K2Cr2O7 dan kocok kembali.
Pasang pendingin refluks, tambahkan 25mL larutan H2SO4
– AgSO4 melalui ujur atas kondensor sambil abu digoyang
goyang. Setelah selesai penambahan larutan ini kocok labu
refluk kuat-kuat, hidupkan alat pemanas.
 Tutup ujung atas kondensor yang terbuka dengan beker glass
kecil, kemudian refluks campuran selama 2 jam, setelah 2
jam matikan alat pemanas das bilas kondensor dengan air
suling, biarkan campuran menjadi dingin
 Setelah dingin, campuran menjadi 100 mL dengan air suling,
dinginkan hingga mencapai temperatur kamar
 Tambahkan 2-3 tetes indikator feroln kemudian titrasi
dengan larutan standar FAS sehingga warna berubah dari
biru kehijauan menjadi cokelat kemerahan.
 Lakukan pengukuran blangko memakai air suling dengan
cara yang sama
 Penentuan COD
Penentuan COD dilakukan mengikuti cara uji kebutuhan
oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan
refluks tertutup secara spektrofotometri yang tercantum
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.2:2009, yaitu:
Sampel uji yang sudah direfluks didinginkan sampai suhu
ruang untuk mencegah terbentuk endapan. Suspensi
dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang akan
diukur benar–benar jernih. Absorbansi sampel uji diukur
pada panjang gelombang 420 nm. Kadar COD dihitung
berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi dan analisa
dilakukan duplo.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN
PEMBAHASAN

Pratikum ini dilakukan pada Sungai Martapura di Kampung


Sasirangan Banjarmasin,pengambilan sampel dilakukan pada titik 1
bagian hulu sungai dengan jarak 200 m terhadap titik 2 pada bagian
badan air, dilanjutkan dengan pengambilan sampel air pada titik
3 bagian badan air, kemudian pada titik 4 bagian badan air dan terakhir
dilakukan pengambilan sampel pada titk 5, yaitu lokasi pada bagian hilir
dengan jarak 200 m dari titik 4 bagian badan air. Titik pengambilan
sampel dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk


mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (biodegrable) maupun yang
sukar didegradasi secara biologis (non biodegrable) menjadi
karbondioksida dan air.

Pemeriksaan COD pada penelitian ini menggunakan metode refluks


tertutup. Prinsip dari metode refluks tertutup adalah untuk mempercepat
reaksi pada reaksi organik dengan pemanasan tanpa mengurangi
volumenya, yang terpenting dari metode ini lebih cepat, hemat bahan
kimia dibandingkan dengan metode refluks terbuka yang boros bahan
kimia dan besarnya limbah yang harus dibuang.
Alat yang digunakan adalah spekrofotometer dengan panjang gelombang
420 nm.
Berdasarkan data hasil penelitian yang ditunjukkan di Tabel 1
pemeriksaan dengan 5 sampel yang dibagi menjadi 5 titik disepanjang
aliran Sungai Martapura di Kampung Sasirangan Kecamatan Banjarmasin
Tengah, Kota Banjarmasin hampir seluruhnya melebihi ambang batas
jika dibandingkan dengan parameter COD sesuai dengan baku mutu air
kelas II yang tercantum dalam PP. No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran lingkungan
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1. Kadar COD (mg/L) pada Sungai Martapura
No Titik Lokasi COD (mg/L)
1 Titik 1 (Hulu) 39,141
2 Titik 2 28,327
3 Titik 3 28,953
4 Titik 4 30,823
5 Titik 5 (Hilir) 22,569

Bagian Hulu (titik 1) dari Sungai Martapura memiliki nilai COD


melebihi ambang batas yang ditentukan, yaitu 39,141 mg/L. Menurut
teori yang dikemukan oleh Davis dan Cowell (1991) hal ini bisa terjadi
karena sumber bahan pencemar dapat masuk ke aliran sungai dapat
berasal dari sebaran menyebar (non point source), yaitu berasal dari
sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan
melalui limpasan (run off) dari wilayah pertanian, pemukiman dan
perkotaan, yang dalam hal ini diduga berasal dari limbah cair indrustri
sasirangan. Kadar COD pada Titik ke-2, ke-3 dan ke-4 mengalami
penurunan dengan kadar COD yang berkisar antara 28,327 mg/L sampai
dengan 30,823 mg/L. Hal ini disebabkan karena pada badan air sungai
telah terjadi self purification dan pengenceran sehingga kadar COD
menurun. Angka COD kembali normal pada titik 5 bagian hilir. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan Sungai Martapura untuk memurnikan
dirinya kembali (self purification) masih cukup baik.
Walaupun self purification pada Sungai Martapura masih cukup baik,
tetapi jika pembuangan limbah tekstil selalu dilakukan terus menerus,
maka lama kelamaan pencemaran pada sungai tersebut menjadi lebih
parah. Terjadinya pencemaran pada badan air termasuk sungai, akan
mengganggu kehidupan normal ikanikan yang hidup di dalamnya.
Dengan adanya pencemaran air menyebabkan menurunnya kualitas
perairan, sehingga daya dukung perairan tersebut terhadap organisme
akuatik yang hidup di dalamnya akan turun.
Masalah pencemaran air menimbulkan berbagai akibat, baik yang bersifat
biologik, kimia, maupun fisika. Akibat biologik yang terlihat jelas di
perairan-perairan antara lain berupa kematian ikan dan perubahan fisik
serta struktur sungai.

Penanganan pengolahan limbah cair pada indsutri yang termasuk berskala


kecil umumnya kurang baik. Dimana dari hasil pengamatan yang
dilakukan peneliti di lapangan, limbah cair hasil pewarnaan langsung
dibuang ke sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Sehingga
masih banyak keluhan dari masyarakat di sekitar aliran sungai yang
menggunakan air sungai sebagai keperluannya sehari-hari. Akibat
pembuangan limbah cair hasil pewarnaan sasirangan, sungai menjadi
berwarna dan menimbulkan rasa gatal pada badan jika airnya digunakan
untuk mandi. Potensi pencemaran air buangan industri tekstil sasirangan
sangat bervariasi tergantung proses dan kapasitas produksi serta kondisi
lingkungan tempat pembuangan, sehingga akibat pencemaran juga dapat
berbeda-beda.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan penentuan COD dengan refluks tertutup secara


spektrofotometri pada air Sungai Martapura di Kampung Sasirangan,
Kecamatan Banjarmasin Tengah pada bagian hulu dan badan air memiliki
nilai COD yang melebihi ambang batas yang tercantum pada PP No. 82
Tahun 2001 untuk air kelas II, sedangkan nilai COD pada bagian hilir
tidak melebihi ambang batas maksimum.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional: SNI 6989.2:2009 Air dan Air Limbah –


Bagian 2: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen
Demand/COD) Dengan Refluks
Tertutup Secara Spektrofotometri

Hardini Rahmi, Ina Risnawati, Awin Fauzi, Noer Komari. 2009.


Pemanfaatan rumput laut alangalang (imperata cylindrica) sebagai
biosorben CR (VI) pada limbah industri sasirangan dengan metode teh
celup. Jurnal Sains dan Terapan Kimia. Vol. 2 No. 1. 57-73.

Irawati Utami, Umi Baroroh Lili Utami, Hanifa Muslima. 2011.


Pengolahan Limbah Cair
Sasirangan Menggunakan Filter Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit
Berlapiskan Kitosan Setelah Koagulasi dengan FeSO4. Jurnal Sains dan
Terapan Kimia. 2011: Vol.5. No. 1. 34-44.
PERCOBAAN 3

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN

(PENENTUAN KANDUNGAN COD DALAM SAMPEL AIR SUNGAI)

DOSEN PENGAMPU : Ir. Martalius, Si

ZAHRA HAYATI (1920019)

AK 2A

KELOMPOK 4

JURUSAN ANALISIS KIMIA


POLITEKNIK INDUSTRI ATI PADANG
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
PADANG 2021

PENENTUAN KADAR COD DALAM SAMPEL AIR SUNGAI

A. TUJUAN

1. Menetukan kadar COD dan BOD dalam air limbah


2. Menghasilkan limbah yang ramah lingkungan
3. Dapat menentukan konsentrasi O₂ yang ada dalam sample.

B. PRINSIP PERCOBAAN

Zat organik dalam sampel air oksidasi oleh larutan K₂Cr₂O₇ standar berlebih dalam
suasana asam dan panas. Kemudian K₂Cr₂O₇ sisa titrasi dengan larutan (NH₄)₂
Fe(SO₄)₂ oleh bantuan indikator ferroin sampai terjadi perubahan warna dari biru
hijau menjadi merah kecoklatan.

Angka COD merupakan ukuran dari pencemaran air oleh zat zat organik yang secara
alamiah dapat dioksidasi oleh proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam sample.

C. TEORI DASAR

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah.
Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk
memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah
menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga
dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air,
makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik
biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan
makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan
udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah
tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain
sebagainya.
Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh
tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara yang ditempuh untuk maksud tersebut
adalah dengan uji :
 COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
 BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis
untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.

Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan.
Perbedaan dari kedua cara uji oksigen yang terlarut di dalam air tersebut secara garis besar
adalah sebagai berikut ini.Chemical oxygen demand adalah kapasitas air untuk menggunakan
oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik
seperti amonia dan nitrit. Biological (biochemical) oxygen demand adalah kuantitas oksigen
yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam menguraikan senyawa organik terlarut.
jika BOD tinggi maka dissolved oxygen (DO) menurun karena oksigen yang terlarut tersebut
digunakan oleh bakteri. akibatnya ikan dan organisme air hubungan keduanya adalah sama-
sama untuk menentukan kualitas air, tapi BOD lebih cenderung ke arah cemaran organik.
Dalam proses penanganan air limbah biologis dengan sistem aerobik, oksigen menjadi
penting untuk penurunan kadar BOD dan COD yang efektif. Tingkat Oksigen terlarut yang
Positif harus dipertahankan dalam pabrik penanganan biologis aerobik untuk memungkinkan
biomass mencernakan BOD dan COD secara optimal. Pada saat aerasi biasa digunakan,
oksigen dengan tingkat kemurnian yang tinggi menawarkan lebih banyak oksigen tingkat
tinggi dan penurunan kadar COD daripada sistem aerasi yang konvensional. Proses Oxy Dep
Air Products telah dikembangkan untuk menggunakan oksigen dalam proses pengaliran
pelumas yang diaktifkan (ASP) dalam bentuk yang efisien. Penggunaan oksigen Oxy-Dep
atau proses hibridasi udara oksigen secara luar biasa telah meningkatkan kapasitas ASP untuk
pemindahan kontaminasi.

Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari
kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan manusia dan mahluk
hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat
bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikro
organisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting
artinya bagi kehidupan.
Untuk memenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada makanan yang berasal
dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging, dll), akan tetapi juga tergantung
pada makanan yang berasal dari air (ikan, kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll).
Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang
menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air.
Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi
yag secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air
tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh
koloidal yang melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air.
Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air.
Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan udara
dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udara
mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air.
Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air lingkungan,
baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan oleh adanya
pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan di muka.
Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan
melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.

D. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Gelas piala
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Standar Dan Klem
5. Labu Ukur
6. Pipet Ukur
b. Bahan
1. KMnO₄ 0,1 N
2. (NH₄)₂ Fe(SO₄)₂
3. H₂SO₄ pekat
4. Batu Didih
5. Ferroin
6. HgSO₄
7. Sampel air sungai
8. Tabung COD

E. PROSEDUR KERJA
1) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2) Diambil 4 botol refluk.
3) Diisi 2 botol refluk dengan 20 ml aquadest sebagai blanko dan 2 botol lagi
diisi dengan 20 ml air sungai (sampel).
4) Ditambahkan ke dalam masing-masing botol HgSO₄ dan 15 ml K₂Cr₂O₇ 0,25
N, 15 ml H₂SO₄ pekat dan beberapa butir batu didih.
5) Direfluk botol tersebut selama 1jam (dihitung mulai dari mendidih).
6) Dibuat larutan (NH₄)₂Fe(SO₄)₂ sebanyak 100 ml dalam labu ukur. Dilarutkan
dalam sedikit air dan ditambahkan beberapa ml H₂SO₄ pekat, diencerkan
sampai 100 ml dan dinginkan hasil refluk.
7) Dititrasi masing-masing larutan dalam botol dengan (NH₄)₂Fe(SO₄)₂ dengan
diberi 4 tetes Ferroin.
8) Dihitung angka COD masing-masing larutan.
F. DATA DAN HASIL PERCOBAAN
sampel : Air Sungai
dititrasi dengan larutan Tiosulfat (Na₂S₂O₃)

 Erlenmeyer
Sebelum ditambahkan Amilum :
volume (ml) Na₂S₂O₃ terpakai Perubahan warna
7,60 ml Bening
8,40 ml Kuning pucat

Setelah ditambahkan Amilum :


volume (ml) Na₂S₂O₃ terpakai Perubahan warna
29,00 ml Biru
31,40 ml Bening gading

 Blanko

volume (ml) Na₂S₂O₃ terpakai Perubahan warna


31,40 ml Hijau,kebiruan
33,20 ml Coklat kemerahan

 Reaksi
Sebagian besar zat organik melalui tes COD yang dioksidasi oleh larutan
K₂Cr₂O₇ dalam keadaan asam yang mendidih. Adapun reaksi yang terjadi:
CaHbOc+ Cr₂O₇²⁻ + H⁺  CO₂ + H₂O + 2Cr³⁺
Dalam analisa COD, kadar klorida (Cl) di dalam sampel dapat menjadi
gangguan karena dapat menjadi gangguan karena dapat mengganggu kerjanya
kualitas AgSO₄ dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat,
sesuai dengan reaksi berikut:
6Cl + Cr₂O₇²⁻ + 14H⁺  3Cl₂ + 2Cr³⁺ + 7H₂O

G. PERHITUNGAN
 Pengenceran Tiosulfat
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 0,1 N = 500 mL . 0,25 N
500 mL.0,25 N
V1 =
0,1 N
V1 = 1,25 Ml

 Standarisasi Tiosulfat
Vawal = 0, Vakhir = 7,60 mL
(V . N)K2Cr2O7 = (V . N)Na2S2O3
10 mL . 0,05 N = 8,20 mL . N
0,05
N Na2S2O3 =
8,20
N Na2S2O3 = 0,0152 N

 Pembuatan Larutan K2Cr2O7 0,025 N


Mg = V х M х BE
= 100 х 49,66 х 0,025 N
Mg = 124,150 mg
G = 0.1241 gram

 Kadar COD
A (Volume Tiosulfat yang dibutuhkan untuk blanko) = 1,8 mL
B (Volume Tiosulfat yang dibutuhkan untuk sampel) = 1,2 mL
N = 0,025 N
1000
COD= ( A−B ) × N ×8
V
1000
COD= (1,8−1,2 ) ×0,025 ×8
50
COD=20 ( 0,6 ) × 0,025 ×8
mg
COD=2,4
l

H. PEMBAHASAN

Praktikan melakukan percobaan untuk menentukan kandungan COD dalam sampel air
limbah yang disediakan. Kandungan COD merupakan kandungan bahan pencemar berupa
senayawa kimia yang menyerap oksigen terlarut (DO) dalam air dapat menyebabkan biota-
biota yang hidup dalam air seperti ikan dan hewan lainnya mengalami kekurangan oksigen,
yang akan berakibatkan menurunkan daya hidup biota tersebut. Kadar pencremaran itu
karena adanya banyak limbah organik dan li.mbah anorganik yang dibuang keperairan.
Standar mutu air tersebut diukur dengan angka parameter dalam satuan mg/L, dengan indeks
baik (I), sedang (II), kurang (III) dan kurang sekali (IV)
Sampel yang praktikan amati pertama diberi pelarut KMnO4 dan memanaskannya selama
setengah jam dalam penagas,larutan berwarna ungu. Selanjutnya didinginkan dan ditambah
larutan KI dan H2SO4 warna larutan menjadi coklat dan selanjutnya dititer dengan Natrium
thiosulfat, titrasi dihentikan setelah indicator kanji berwarna biru hilang. Volume yang
dibutuhkan sampel sebesar 1,2ml , sedangkan volume yang dibutuhkan blangko sebesar 1,8
ml. Setelah dilakukan perhitungan terhadap kandungan COD dengan rumus di dapat
kandungan COD dalam sampel air yang diberikan adalah 2,4 mg/L.

Dari sampel air sungai yang diambil untuk diteliti disampel terdapat menimbulkan
bau dan warnanya agak keruh. Menurut penelitian Kholifah, (2012) mengatakan bahwa
faktor terjadinya bau yang tidak sedap pada air sungai diakibatkan adanya kandungan bahan
organik, pemecahan sampah organik akan berlangsung anerob (tanpa oksigen) sehingga akan
dihasilkan senyawa - senyawa yang berbau tidak sedap. Sampel yang diambil dengan
menggunakan drigen putih, setelah itu pipet sampel sebanyak 50 ml lalu dimasukan ke dalam
erlenmeyer 250 mL yang berisi lalu dipanaskan. Didiinginkan dengan menggunakan kipas
angin setelah dingin sampel di pindahkan ke dalam labu ukur, dititrasi dengan nmenggunakan
natrium thiosulfate 0,025 N sampai berubah warna menjadi merah.

I. KESIMPULAN

Dari percobaan yang praktikan lakukan untuk menentukan kualitas air dilihat dari
kandungan COD yang dapat disimpulkan bahwa sampel air yang diberikan untuk di uji
mutunya,kualitas air tersebut kurang. Ini dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang
terdapat dalam air tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan karena kurangnya
oksigen terlarut. Dan juga dapat diperhatikan bahwa sampel yang diberikan mengandung
banyak bahan kimia yang akan menyerap oksigen terlarut.

J. DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.airproducts.co.id/ind/environmental/BOD_COD.htm: diakses 28 April
2010
2. http://scients.darkbb.com/kimia-analitik-f7/cod-dan-bod-t12.htm:diakses 28 April
2010

Anda mungkin juga menyukai