Anda di halaman 1dari 7

PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENGGUNAKAN KOAGULAN CAIR

DARI LEMPUNG ALAM CENGAR

Reza Syahroni, Muhdarina, Amilia Linggawati

Laboratorium Sains Material Jurusan Kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
Rezasyahroni9@gmail.com

ABSTRACT

Cengar clay is used as feedstock for the production of liquid coagulant. Liquid
coagulant is used for improve peat water quality. Liquid coagulant was obtained by
calcining clay at temperature 700 °C for 3 hours and leaching with 0.2 mol H2SO4.
Variation of leaching conditions were selected at temperatures 30, 60, and 100 °C at 1,
2, and 3 hours. Then, liquid coagulant was used in peat water treatment processes with
some parameters such as odor, color, pH, turbidity, TSS (Total Suspended Solid), TDS
(Total Dissolved Solid), and dissolved organic acids. The results of peat water
parameters after treatment were compared to PP No.82 of 2001 on Water Quality and
Water Pollution Control and PERMENKES 416/ Health Minister/PER/IV/1990 about
Drinking Water Quality. The results showed that almost all of liquid coagulants were
capable to reduce of odor, turbidity, and TDS in peat water. However, one liquid
coagulant type of K100-2 can reduce peat water quality to be odorless, pH of 8,05,
turbidity of 4 NTU, TDS of 278 mg/L, and TSS of 7 mg/L.

Keyword: Cengar clay, liquid coagulant, peat water, water parameter

ABSTRAK

Lempung alam Cengar telah digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi koagulan
cair. Koagulan cair digunakan dalam perbaikan kualitas air gambut Koagulan cair
diperoleh melalui tahap kalsinasi lempung pada suhu 700 oC selama 3 jam dan pelindian
menggunakan 0,2 mol H2SO4. Variasi kondisi pelindian dipilih pada temperatur 30, 60
dan 100 oC dan waktu 1, 2, 3 jam. Selanjutnya koagulan cair digunakan dalam proses
pengolahan air gambut untuk memperbaiki beberapa parameter seperti bau, warna, pH,
kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid) dan asam
organik. Hasil parameter air gambut setelah dikoagulasi dibandingkan dengan PP No.82
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan
PERMENKES No.416/ MENKES/ PER/IV/1990 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar koagulan cair mampu memperbaiki
parameter bau, kekeruhan dan TDS pada air gambut. Namun demikian koagulan jenis
K100-2 dapat mengolah air gambut sehingga menjadi tidak berbau, pH 8,02, kekeruhan 4
NTU, TDS 278 mg/L dan TSS 7 mg/L.

Kata kunci: Lempung cengar, koagulan cair, air gambut, parameter air

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 176


PENDAHULUAN adalah Al2O3 sebesar 14,37% dan Fe2O3
sebesar 1,1% sehingga oksida Al dan Fe
Semua makhluk hidup memerlukan ini berpotensi sebagai sumber koagulan
air terutama manusia yang membutuhkan (Muhdarina,2011). Marlisa (2013)
air minum dengan kualitas baik. Salah satu menggunakan koagulan cair dari lempung
sumber daya air di Indonesia adalah air cengar untuk mengurangi ion Mn dan Mg
gambut. Luas lahan gambut di Indonesia pada air gambut dan Hamid (2013) untuk
mencapai 39,41 juta Ha atau sebesar 27% memperbaiki kualitas air gambut.
dari wilayah Indonesia (tidak termasuk Koagulan cair dibuat dengan
Irian Jaya). Sebaran wilayah gambutnya mencampurkan lempung kalsinasi 700 oC
terdapat di Kalimantan Tengah dan ke dalam 0,2 mol H2SO4 96% untuk
Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan mengekstrak kation Al dan Fe dari dalam
Riau. Sebagian besar lahan gambut lempung. Selanjutnya, koagulan cair
digunakan dalam bidang pertanian. diaplikasikan untuk memperbaiki kualitas
Masyarakat yang mendiami wilayah air gambut sumur Pak Burhan, Desa
gambut sangat kesulitan dalam mendapat Rimbo Panjang.
air bersih karena air gambut bersifat asam
dan berwarna cokelat (Pinem, 2004). METODE PENELITIAN
Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 air
gambut tidak layak konsumsi sehingga a. Alat dan Bahan
perlu proses pengolahan air gambut agar
menjadi layak untuk dikonsumsi. Peralatan yang digunakan dalam
Selain memiliki lahan gambut yang penelitian ini adalah Furnace (Optic
luas Indonesia juga kaya akan mineral Ivymen system), Oven (Heraeus
lempung yang pemanfaatannya masih Instrument D-63450), Spektrofotometer
belum optimal. Hal tersebut merupakan Serapan Atom (Ray Leight WFX-320),
potensi alam yang sangat menjanjikan Spektrofotometer UV-Vis (Spectroquant
untuk didayagunakan. Lempung biasa Pharo 300), pH meter (Martini
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Instrument), Turbidimeter (Orbeco-
batu bata, genteng dan keramik. Lempung Hellige), Hotplate seri 502, ayakan 100
juga bisa dipakai sebagai adsorben, katalis dan 200 mesh, lumpang kayu, desikator,
dan media pertukaran kation (Hamid, vakum Buchner (Brinkman B-169),
2013). Magnetic Stirrer, neraca analitis (Mettler
Lempung dapat digunakan untuk Toledo AL204), botol sampel dan peralatan
menghilangkan ion-ion logam atau gelas lainnya.
senyawa organik yang tidak berguna dari Bahan-bahan yang digunakan dalam
dalam air. Beberapa penelitian yang penelitian ini antara lain lempung (Desa
menggunakan lempung untuk Cengar, Kecamatan Lubuk Jambi,
menghilangkan logam berat di dalam air Kabupaten Kuantan Singingi), air gambut
seperti penghilangan logam berat Pb, Cu, sumur bapak Burhan Desa Rimbo Panjang,
Cd dan Ni mengggunakan lempung Larutan H2SO4 96% E-Merck, larutan
kaolinit (Jiang, 2009). Penghilangan logam buffer pH 4, 7, 10, KMnO4, H2C2O4.2H2O
Co menggunakan lempung Cengar kertas saring whatman No.42 dan akuades.
(Muhdarina, 2012) dan penghilangan zat
warna congo red (Vimonses dkk., 2008). b. Pengambilan dan Pengolahan sampel
Manfaat lain lempung dapat lempung
dijadikan sebagai sumber koagulan. Salah
satu lempung yang berpotensi sebagai
Pengambilan sampel dilakukan pada
sumber koagulan adalah lempung cengar.
tanggal 9 Mei 2013 pukul 15.00 WIB di
Kandungan mineral pada Lempung Cengar
pinggiran Sungai Kuantan, Desa Cengar,

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 177


Lubuk Jambi, Kabupaten Kuantan dasar sumur pada kedalaman ±1,5 meter.
Singingi. Sampel diambil sepanjang ±100 Sampel dari ketiga koordinat dicampurkan
m sepanjang pinggiran sungai dan hingga homogen di dalam botol polietilen
dimasukkan ke dalam karung sebelum yang terbungkus alumunium foil dan telah
dibawa ke laboratorium. dibilas dengan sampel. Sebelum dibawa ke
Perlakuan selanjutnya, lempung laboratorium, pH sampel air diukur.
direndam dalam air untuk menghilangkan Sampel air di simpan di pendingin.
pengotor yang menempel pada lapisan
luarnya dan dikering-anginkan pada suhu e. Koagulasi koagulan dengan air
kamar (±30oC). Selanjutnya lempung gambut
ditumbuk menggunakan lumpang kayu
hingga menjadi halus. Sampel lempung Sebanyak 30 mL koagulan cair yang
yang sudah halus diayak untuk telah diukur pH-nya dicampurkan dengan
mendapatkan ukuran sampel 100-200 300 mL air gambut. Setelah itu campuran
mesh. Selanjutnya, bubuk lempung diaduk dengan kecepatan pengadukan
dipanaskan dalam oven pada suhu ±105 oC sebesar 160 rpm selama 2 menit dan
hingga berat konstan dan untuk diperlambat menjadi 40 ppm selama 10
menghilangkan kadar air. Setelah itu menit sebelum dihentikan. Larutan
dikalsinasi pada suhu 700 oC selama 3 diendapkan selama 6 jam dan divakum
jam. Lempung disimpan di dalam dengan Buchner menggunakan kertas
desikator untuk menjaga kelembabannya. Whatman No.42. Filtrat yang didapat
dianalisis berdasarkan beberapa parameter
c. Pelindian lempung seperti bau, warna, pH, kekeruhan, TDS,
TSS dan asam organik kemudian
Sebanyak 30 gram lempung dibandingkan dengan PP No.82 Tahun
dilarutkan dalam 360 mL akuades dan 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
ditambahkan larutan H2SO4 40% dengan dan Pengendalian Pencemaran Air.
konsentrasi 0,2 mol di dalam beaker gelas
250 mL. Pelindian dilakukan di atas HASIL DAN PEMBAHASAN
pemanas berpengaduk dengan kecepatan
700 rpm, variasi temperatur 30 oC, 60 oC a. Bau
dan 100 oC serta variasi waktu kontak 1, 2
dan 3 jam. Selanjutnya larutan disaring Parameter bau dilakukan secara
menggunakan pompa vakum dan corong organoleptik terhadap 11 responden
Buchner dengan kertas saring whatman ditampilkan pada Tabel 1.
No.42. Filtrat yang dihasilkan merupakan
koagulan cair. Berdasarkan variasi Tabel 1. Hasil analisis bau awal pada air
temperatur pelindian dan waktu kontak gambut sebelum koagulasi
maka didapat 9 jenis koagulan yang akan
dikontakkan dengan air gambut. Skala Intensitas Responden
Bau
d. Pengambilan sampel air gambut 0 Tidak Berbau 2

(SNI 6989-57-2008) + Sedikit berbau 9


++ Berbau 0
+++ Bau menyengat 0
Lokasi pengambilan sampel air
Total responden 11
gambut di Desa Rimbo Panjang, di salah
satu sumur milik warga bernama Pak
Burhan, Km 18, Pekanbaru-Bangkinang. Setelah dikontakkan dengan 9 jenis
Pengambilan sampel dilakukan pada koagulan, 11 responden menyatakan
koordinat permukaan, pertengahan dan bahwa bau pada air gambut hilang.

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 178


Hilangnya bau pada air gambut terjadi c. pH
karena senyawa-senyawa organik pada air
gambut terjerap menjadi flok akibat Nilai pH awal sampel air gambut
penambahan koagulan cair. 5,19 yang mengindikasikan bahwa air
gambut belum layak sebagai air minum.
b. Warna Setelah proses koagulasi pH yang didapat
ditampilkan pada Gambar 2. Penambahan
Warna awal air gambut koagulan menghasilkan variasi pH air
menunjukkan intensitas yang tinggi gambut dengan kisaran dari 4,36-8,05.
sebesar 478 TCU. Gambar 1. Sebagian besar sampel mengalami
menunjukkan intensitas warna pada air peningkatan nilai pH karena kemampuan
gambut setelah dikoagulasi dengan koagulan mengendapkan asam organik
koagulan cair. Hasil yang diperoleh setelah pada air gambut, Dari 9 koagulan, 2 jenis
dikontakkan dengan kesembilan jenis koagulan yakni K60-2 dan K100-1 justru
koagulan yakni terjadi penurunan menyebabkan nilai pH pada air gambut
intensitas warna. Menurut Amir (2010), semakin menurun. Menurut Amir (2010)
penurunan intensitas warna pada air penurunan nilai pH ini disebabkan adanya
permukaan karena adanya muatan positif peningkatan kandungan sulfur dari
dari koagulan yang menetralkan muatan koaguan Al2(SO4)3 dan Fe2(SO4)3.
negatif partikel koloid sehingga Semakin banyak penambahan dosis
terbentuklah flok. koagulan akan menyebabkan penurunan
nilai pH yang semakin besar pula pada air.
300 Meskipun ke 7 jenis koagulan mampu
W meningkatkan pH air gambut, hanya
(

a T 200 koagulan K100-2 yang berhasil


r C meningkatkan nilai pH air gambut sesuai
100
n U standar air minum dengan pH sebesar 8,02.
)

a 0
K100-1
K100-2
K100-3
K60-1
K30-1
K30-2
K30-3

K60-2
K60-4

10

Jenis koagulan
pH

5
Gambar 1. Hasil analisis warna air gambut
setelah dikoagulasi
0
Gambar 1 memperlihatkan trend
K100-1
K100-2
K100-3
K30-1
K30-2
K30-3
K60-1
K60-2
K60-4

pengurangan intensitas warna terjadi


seiring dengan naiknya temperatur (30, 60 Jenis koagulan
dan 100 oC) ekstraksi asam sulfat dan
lempung. Koagulan yang mampu Gambar 2. Hasil analisis pH air gambut
menurunkan intensitas warna paling tinggi setelah dikoagulasi
adalah koagulan jenis K100-2 yang mampu
mengurangi warna hingga 206 TCU. d. Kekeruhan
Namun demikian, intensitas yang didapat
belum memenuhi standar PP No.82 Tahun Intensitas kekeruhan awal pada air
2001 tentang syarat kualitas air minum gambut sebesar 26 NTU. Kekeruhan
untuk parameter warna tidak boleh lebih disebabkan adanya partikel koloid yang
dari 15 TCU. beredar di dalam air gambut. Hasil
koagulasi menunjukkan pengurangan
intensitas kekeruhan yang tinggi, seperti
yang disajikan pada Gambar 3. Setelah
JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 179
dikoagulasi, 9 koagulan mampu ditunjukkan koagulan K30 dan K60, namun
mengurangi nilai kekeruhan pada air untuk K100-3 mengalami peningkatan nilai
gambut berkisar antara 77-86%, namun 2
200 165
koagulan yakni K30-1 dan K60-2 belum 143
mampu mengurangi kekeruhan hingga di 150

TSS (mg/L)
113
bawah 5 NTU sesuai dengan 100 86 79
PERMENKES No.416/ MENKES/ 56
PER/IV/1990 Tentang Persyaratan 50 22
4 7
Kualitas Air Minum. Koagulan yang 0

K-30-1
K-30-2
K-30-3
K-60-1
K-60-2
K-60-3
K-100-1
K-100-2
K-100-3
paling baik dalam mengurangi kekeruhan
adalah koagulan jenis K30-2 dengan nilai
kekeruhan akhir hanya 3,5 NTU. Jenis koagulan
Penurunan nilai kekeruhan ini disebabkan
makroflok yang terbentuk mengandung Gambar 4. Hasil analisis TSS pada air
material koloid yang sebelumnya gambut setelah dikoagulasi
terdispersi pada air gambut. Nilai
kekeruhan yang bervariasi bisa disebabkan TSS setelah sebelumnya turun saat
oleh restabilisasi koloid yang terjadi K100-1 dan K100-2. Peningkatan ini karena
karena muatan yang masih reaktif pada restabilisasi muatan pada partikel koloid
permukaan koloid (Widyaningsih, 2011). (Reynold, 1996).

7 6 6 f. TDS (Total Dissolved Solid)


5,5 5
Kekeruhan (NTU)

6 4,75 4,75
5 3,5 4 4
4 TDS awal air gambut sebesar 2013
3 mg/L yang mengindikasikan air gambut
2
1 tidak layak dikonsumsi. Hasil koagulasi
0 menunjukkan 8 koagulan mampu
mengurangi nilai TDS (Gambar 5.) hingga
memenuhi syarat kualitas air dengan nilai
Jenis koagulan
TDS 1000 mg/L menurut PP No. 82 Tahun
2001.

Gambar 3. Hasil analisis kekeruhan pada 2000


air gambut setelah dikoagulasi 1500
TDS (mg/L)

1000
e. TSS (Total Suspended Solid)
500
TSS sangat berkaitan erat dengan 0
kekeruhan. Zat yang tersuspensi dalam air
K-60-3
K-30-1
K-30-2
K-30-3
K-60-1
K-60-2

K-100-1
K-100-2
K-100-3

gambut berupa lumpur, pasir dan senyawa


organik dan anorganik. TSS awal air
gambut sebesar 219 mg/L. Ambang batas Jenis koagulan
padatan mengendap minimum yang
Gambar 5. Hasil analisis TDS pada air
diperbolehkan sebesar 50 mg/L sesuai PP
gambut setelah dikoagulasi
No.82 Tahun 2001. Gambar 4
menunjukkan TSS setelah dikoagulasi.
Penurunan nilai TDS disebabkan
Pola yang terjadi dengan
adanya interaksi dari kation koagulan yang
peningkatan waktu pelindian akan
menetralkan muatan negatif pada
menurunkan nilai TSS seperti yang
permukaan koloid sehingga koloid ikut
mengendap membentuk flok pada akhir

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 180


proses koagulasi. Untuk koagulan jenis parameter warna dan asam organik semua
K30-3 belum cukup mampu menurunkan koagulan belum mampu menurunkan nilai
padatan yang terlarut dalam air gambut. parameter tersebut hingga ambang batas
yang ditentukan PERMENKES
g. Asam Organik No.416/MENKES /PER/IV/1990 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Asam organik sangat berkaitan
dengan warna pada air gambut. Kadar KESIMPULAN
asam organik awal sebesar 176,39 mg/L.
Data asam organik setelah dikoagulasi Berdasarkan penelitian di atas dapat
tertera pada Gambar 6. diambil kesimpulan bahwa koagulan cair
Kadar asam organik yang tersisa dari lempung cengar sudah baik dalam
setelah proses koagulasi belum sesuai memperbaiki kualitas air gambut Rimbo
dengan PP No.82 Tahun 2001. Hal yang Panjang. Semua jenis parameter yang
sama juga terjadi pada parameter warna. diujikan telah mengalami penurunan
Untuk 2 parameter tersebut koagulan cair seperti bau, kekeruhan, warna, TDS, TSS
belum memberikan hasil yang dan asam organik serta peningkatan nilai
memuaskan. Rendahnya konsentrasi asam pH, namun koagulan cair belum mampu
sulfat yang dipakai menjadi faktor menurunkan beberapa parameter seperti
penyebab rendahnya penurunan kadar warna dan asam organik hingga mencapai
asam organik karena akan menyebabkan ambang batas sesuai PP No.82 Tahun 2001
sedikitnya kation pada koagulan sehingga Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
akan sulit membentuk flok yang akan Pengendalian Pencemaran Air dan
mengikat asam humus. PERMENKES No.416/ MENKES/
PER/IV/1990 Tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum
60
Asam organik (mg/L)

50 UCAPAN TERIMA KASIH


40
30 Penulis mengucapkan terima kasih
20 kepada Universitas Riau sebagai
10 penyandang dana melalui proyek Skim
0 Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
Tahun 2014 atas nama Dr. Muhdarina
K-60-2
K-30-1
K-30-2
K-30-3
K-60-1

K-60-3
K-100-1
K-100-2
K-100-3

M.Si, dkk. Ucapan terima kasih juga


Jenis koagulan disampaikan kepada pihak yang telah
membantu terselesaikannya penelitian ini
Gambar 6. Hasil Analisis kadar asam yaitu: Laboratorium Kimia Material
organik dalam air gambut setelah FMIPA Universitas Riau, Laboratorium
dikoagulasi. Kimia Material Anorganik Mineralogi dan
Geokimia FMIPA Universitas Riau,
Setelah diujikan pada beberapa Laboratorium Air Fakultas Teknik,
parameter di atas, didapat 1 jenis koagulan Universitas Andalas Padang. Dinas
yang paling efektif dalam memperbaiki Pekerjaan Umum Riau.
kualitas air gambut yakni jenis K100-2
dengan waktu pelindian 2 jam dan DAFTAR PUSTAKA
temperatur 100 oC. Koagulan jenis ini
mampu memperbaiki air gambut hingga Amir, R. 2010. Penentuan Dosis Optimum
tak berbau, pH 8,02, kekeruhan 4 NTU, Aluminium Sulfat Dalam
TDS 287 mg/L dan TSS 7 mg/L. Untuk Pengolahan Air Sungai Cileueur

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 181


Kota Ciamis dan Pemanfatan Pinem, J.A. dan Fauzi. 2004. Pemanfaatan
Resirkulasi Lumpur Dengan Teknologi Membran untuk
Parameter pH, Warna, Kekeruhan, Pengolahan Air Gambut menjadi
dan TSS. Jurnal. Teknik Air Bersih. Laporan Penelitian.
Lingkungan ITB, Bandung Fakultas Teknik Universitas Riau,
Pekanbaru
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Cara
Pengambilan Sampel Air. Reynold dkk, T.D. 1996. “Unit Operation
SNI 06-6989.57-2008. Badan and Processes in Environmental
Standarisasi Nasional, Jakarta Engineering”.Brooks/Cole
Engineering Division. Monterey.
Fetriyeni, M. 2013. Efektivitas Koagulan California
Cair Berbasis Lempung Alam
untuk Menyisihkan Ion Mn (II) dan Vimonses, V., Lei, S., Jin,B., Chow,C.,
Mg (II) dari Air Gambut. Jurnal. and Saint,C. 2008. Kinetic study
Repository UR and equilibrium isotherm analysis
of Congo Red adsorption by clay
Hamid, A. 2013. Efektivitas Lempung materials. J.Chemical Engineering.
Cengar sebagai Koaagulan Cair 148: 354-364
dalam Penjernihan Air Gambut.
Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, UR Widyaningsih, H.A. 2011. Resirkulasi
Flok untuk Kekeruhan Rendah
Jiang,M, Jin,X, Lu,X. and Chen,Z. 2009. pada Kali Pelayaran Sidoarjo
Adsorption of Pb(II), Cd(II), Ni(II), dengan Sistem Batch. Jurnal.
and Cu(II) onto kaolinite Teknik Lingkungan ITS, Surabaya
clay.J.Desalination, 252: 33-39
Muhdarina. 2011. Pencirian Lempung
Cengar Asli dan Berpilar Serta
Sifat Penjerapannya Terhadap
Logam Berat. Tesis. Fakultas
Kejuruteraan dan Alam Bina UKM,
Bangi.
Muhdarina dan Bahri, S. 2012. Kinerja
Adsorpsi Lempung Cengar
Teraktivasi untuk Menghilangkan
Kation Co(II) dari Fasa Berair.
Jurnal.Chemistry Progress Vol.5
No.2.

JOM FMIPA Vol 1 No.2 Oktober 2014 182

Anda mungkin juga menyukai