Anda di halaman 1dari 31

TUGAS REVIEW JURNAL

“ANALISA SURFAKTAN DALAM SAMPEL AIR”

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Tourism Medical Laboratory II


Dosen Pengampu :
1. Nur Habibah, S.Si., M.Sc.

2. Apt. G. A. Made Ratih Kusuma R.D, S.Farm., M.Farm.

Oleh :

KELOMPOK 8 / STR VB

I Made Krisna Paramartha (P07134220069)

Risyam Ayu Adhari (P07134220070)

Made Hari Maharani (P07134220071)

Kharisma Dwiyasmita Ariani (P07134220072)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

2022
JURNAL 1

Diakses pada :
http://journal.umpalangkaraya.ac.id/index.php/mitl/article/download/1370/1199
Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry dengan
JUDUL
Media Artifisial Kapur-Semen

Vol. 5, Nomor 1, Hal. 41-50.


VOLUME DAN
HALAMAN

2020
TAHUN

Silvana Herrari, Agus Slamet, Ipung Fitri Purwanti.


PENULIS

I Made Krisna Paramartha, Risyam Ayu Adhari, Made Hari


REVIEWER
Maharani, Kharisma Dwiyasmita Ariani.

Selasa, 30 Agustus 2022


TANGGAL

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan diameter media


TUJUAN PENELITIAN
artifisial kapur semen dan beban hidrolik optimum.

Sampel air limbah laundry.


SUBJEK PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan


METODE PENELITIAN
penggaraman surfaktan pada media artifisial kapur-semen
sebagai media roughing filter.
Karakteristik sampel:
HASIL PENELITIAN
 Sampel air limbah laundry keruh dan berwarna keabu-
abuan.
 Sampel air berbau harum/wangi yang disebabkan oleh
detergen dan pewangi pakaian.
 Konsentrasi sampel pada parameter deterjen adalah
18,32 mg/dL sedangkan maksimumnya 10 (Melebihi
baku mutu).
 Konsentrasi sampel pada parameter pH 8,14
sedangkan maksimumnya pH 6-9 (normal).
*Konsentrasi surfaktan sampel air limbah laundry melebihi
baku mutu, sehingga dibutuhkan pengolahan sebelum air
limbah tersebut dibuang ke badan air.

Pengaruh diameter media artifisial kapur semen dan debit


terhadap surfaktan :
Rata-rata penyisihan surfaktan dengan media artifisial kapur-
semen berdiameter 5 mm pada debit 120 ml/menit dan 240
ml/menit masing-masing sebesar 54,45% dan 69,81%. Penyisihan
surfaktan pada debit 240 ml/menit lebih besar dibanding
dengan debit 120 ml/menit. Hal tersebut dikarenakan ion Ca2+
lebih banyak lepas pada debit 240 ml/menit akibat kecepatan
aliran yang lebih besar. Penyisihan surfaktan terjadi karena
kontak dengan ion Ca2+ yang lepas dari media rtificial
kapur semen kemudian mengandung presipitat.

 Penulisan pada jurnal sangat rapi.


KELEBIHAN
 Jurnal tersebut memaparkan hasil beserta penjelasan yang
rinci.
 Jurnal dilengkapi dengan tabel, grafik serta gambar.

KEKURANGAN  Pada jurnal tersebut tidak memaparkan prosedur kerja


dengan lengkap.
Pada jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa media artifisial
KESIMPULAN
kapur-semen dengan diameter 5 mm dan debit 240 mL/menit
menunjukkan penyisihan surfaktan pada air limbah laundry yang
paling baik yaitu sebesar 69,81%. Faktor diameter dan debit
memiliki efek yang signifikan dalam menyisihkan surfaktan.
Interaksi antar faktor diameter dan debit tidak memiliki efek
yang signifikan dalam menyisihkan surfaktan.
JURNAL 2

Diakses pada : https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/bdp/article/view/896.

JUDUL Analisis Bahan Pencemar Dominan di Muara Way Tomu Dan


Muara Way Lela Wilayah Pesisir Kota Ambon
VOLUME DAN Vol. 14(2): 55-65
HALAMAN
TAHUN 2018
PENULIS Yosias Marthen Pesulima, Pieter J. Kunu dan Adelina Siregar
REVIEWER I Made Krisna Paramartha, Risyam Ayu Adhari, Made Hari Maharani,
Kharisma Dwiyasmita Ariani.
TANGGAL Selasa, 30 Agustus 2022
TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan polutan yang
dominan di muara Way Tomu da Way Lela; menentukan kualitas air di
muara Way Tomu dan Way Lela; serta membandingkan efek dari
kepadatan pemukiman terhadap kualitas air muara Way Tommu dan
Way Lela.
SUBJEK Muara Way Tomu dan Way Lela
METODE Metode yang digunakan adalah metode survei dengan variabel penelitian
berupa parameter fisik (Total Dissolved Solid, Total Suspended Solid,
suhu), parameter kimia (deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, COD, DO,
amonia, fosfat, besi, minyak, dan lemak, mangan, tembaga) dan
parameter biologi (E. coli) kelas II.
HASIL Pada hasil pemeriksaan kali ini Limbah domestik yang dihasilkan oleh
penduduk di sekitar muara Way Tomu dan muara Way Lela secara
umum berasal dari aktivitas pemukiman, rumah makan, dan perkantoran.

 Parameter fisik, kimia dan biologi sungai Way Tomu dan


Way Lela wilayah pesisir Kota Ambon ada beberapa parameter
yang dinilai antara lain: total dissolve solid (TDS ) (), suhu dan
total suspended solid (TSS). Hasil yang didapat pada TDS
kurang melampaui standar baku mutu yang ditetapkan dan suhu
kelebihan TTS kurang melampaui standar baku mutu yang
ditetapkan
 Sifat Kimia Air Muara Sungai Way Tomu dan Muara Way
Lela terdapat beberapa parameter bahan kimia diantaranya
(deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, DO, amonia, fosfat, besi,
minyak dan lemak, mangan, tembaga). Hal ini disajikan pada
Tabel 7

 Sifat Biologi Air Muara Sungai Way Tomu dan Way Lela
dalam penelitian yang dilaksanakan di kedua lokasi muara
parameter biologi yang digunakan dalam menentukan kualitas
air sungai ialah E. coli. Pada Muara sungai Way Tomu
ditemukan E.Coli dengan jumlah 1.898.000 mldan kalau di Way
Lela 1.866.000 ml
 Aktivitas Masyarakat di Sekitar Muara Way Tomu dan
Muara Way Lela berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
terhadap responden didua lokasi penelitian, Hal ini dapat dilihat
pada kedua lokasi penelitian dimana sungai menjadi tempat
alternatif membuang limbah dan menyebabkan sungai tercemar
dan menurunkan kualitas airnya.
 Kualitas Air Muara Way Tomu dan Muara Way Lela
Pengujian kualitas air di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Ambon (2015), berdasarkan parameter fisik, kimia
dan biologi di muara Way Tomu dan muara Way Lela Wilayah
Pesisir Kota Ambon dan dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah No 82 (2001). Kemudian dilihat bahan pencemar
yang dominan yang melampaui standar baku mutu yang
ditetapkan.
 Kualitas Fisik Air Muara Way Tomu dan Way Lela Kualitas
fisik adalah salah satu sifat yang mempengaruhi menurunnya
kualitas air, sehingga berdasarkan hasil analisis maka beberapa
parameter fisik yang diuji antara lain; TDS, suhu, dan TSS.
Tabel 7 menunjukkan bahwa parameter fisik, TDS, suhu dan
TSS. Untuk TDS (total dissolved solids) banyak terdapat di
daerah hilir, ini disebabkan karena pada daerah hilir banyak
terjadi tumpukkan padatan atau zatzat lain yang dibawa dari
daerah hulu sungai, TDS pada muara Way Tomu dan muara
Way Lela ialah 184 mg/L dan 175 mg/L, dimana TDS pada
muara Way Tomu lebih tinggi dari muara Way Lela.
 Kualitas Kimia Muara Way Tomu dan Muara Way Lela
Kandungan bahan kimia deterjen pada muara Way Tomu sebesar
746 mg/L dan untuk muara Way Lela sebesar 835 mg/L kedua
nilai ini sudah melampaui baku mutu air yang ditetapkan
Peraturan Pemerintah No. 82 (2001) sebesar 200 mg/L
 Deterjen hasil penelitian yang dilakukan di kedua muara,
diketahui deterjen ternyata mempunyai efek buruk terhadap
lingkungan, yaitu sulit diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga
sisa limbah deterjen yang dihasilkan setiap hari oleh rumah
tangga akan menjadi limbah berbahaya yang mengancam
stabilitas lingkungan hidup.
 Fosfat (PO4) nilai PO4 pada muara Way Lela lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai PO4 pada muara Way Tomu hal ini
menyebabkan nilai PO4 pada muara Way Lela sudah melewati
syarat yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 82 (2001)
yakni 0,2 mg/L, hal ini disebabkan pada sekitar muara Way Lela
terdapat banyak aktivitas penduduk yang membuang limbah
yang mengandung fosfat ke dalam badan sungai. Salah satu
contohnya kegiatan penduduk mencuci pakaian dengan
menggunakan deterjen. Namun demikian fosfat tidak beracun
bagi hewan air dan tidak mengganggu kesehatan manusia
KELEBIHAN Pada penggunaan metode survei dengan variabel penelitian berupa
parameter fisik (Total Dissolved Solid, Total Suspended Solid, suhu),
parameter kimia (deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, COD, DO, amonia,
fosfat, besi, minyak, dan lemak, mangan, tembaga) dan parameter
biologi (E. coli) kelas II. Metode ini merupakan metode yang dapat
membuat hasil pemeriksaan nya begitu akurat sehingga untuk hasil
pemeriksaan muara way Tomu dan Way Lela dimana kedua lokasi
permukiman yang berbeda berpengaruh terhadap pencemaran yang pada
akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas air di kedua muara yang
diteliti. Tingginya kepadatan permukiman telah menyebabkan jumlah
limbah domestik yang dibuang ke badan sungai juga semakin tinggi
KEKURANGAN Pembangunan di Kota Ambon pada beberapa tahun ini sudah semakin
pesat sehingga muncul ber-bagai masalah lingkungan, dimana
perkembangan Kota yang semakin pesat dengan bertambahnya berbagai
fasilitas Kota, bertambahnya penduduk dan makin banyaknya daerah-
daerah permukiman maka kebutuhan dari masyarakat sendiri akan
semakin meningkat dan akan memicu tingginya penggunakan bahan
pencemar yang bukan saja mencemari lingkungan di darat melainkan di
sungai (air). Muara Way Tomu dan Way Lela merupakan muara sungai
yang masuk dalam wilayah Kota Ambon, muara Way Tomu melintas di
Kelurahan Honipopu dan muara Way Lela melintas di Kelurahan Rumah
Tiga Kota Ambon, dimana kedua sungai ini sudah menjadi tempat
aktivitas masyarakat dan tempat alternatif dalam membuang sampah
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Bahan pencemar dominan di
muara Way Tomu dan Way Lela adalah parameter kimia dan biologi; 2)
Kadar deterjen (muara Way Tomu (746 µg/L) dan Way Lela (835 µg/L),
DO (muara Way Tomu 4.1 mg/L) dan fosfat (muara Way Lela 0,4631
mg/L) menunjukan bahwa nilai parameter tersebut telah melampaui nilai
baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No 82 (2001) tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II.
Begitu pula kadar E. coli telah melampaui nilai baku mutu; dan 3)
Pengaruh kepadatan permukiman dan perilaku masyarakat di sekitar
muara Way Tomu dan Way Lela berbeda dalam membuang limbah
domestik ke badan sungai, dimana kedua lokasi permukiman yang
berbeda berpengaruh terhadap pencemaran yang pada akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas air di kedua muara yang diteliti.
Tingginya kepadatan permukiman telah menyebabkan jumlah limbah
domestik yang dibuang ke badan sungai juga semakin tinggi.
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN JURNAL 1 DAN JURNAL 2

Persamaan 1. Penelitian pada kedua jurnal bersifat Applied


Research diaman hasil penelitian dapat
dipraktikkan langsung di lapangan.

Perbedaan 1. Kedua jurnal menggunakan sampel air yang


berbeda, dimana jurnal 1 menggunakan sampel
air limbah laundry sedangkan jurnal 2
menggunakan sampel air dari Muara.
2. Kedua jurnal menggunakan metode pengerjaan
yang berbeda.
Media Ilmiah Teknik Lingkungan

MITL Volume 5, Nomor 1, Februari 2020


Artikel Hasil Penelitian, Hal. 41-50

Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry dengan Media Artifisial Kapur-Semen

Silvana Herrari1, Agus Slamet2, Ipung Fitri Purwanti3


Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surel: 1silvanaherrari@gmail.com, 2agus.tlits@gmail.com

ABSTRAK Kata kunci

Air limbah laundry yang tidak diolah dapat berdampak buruk pada Kapur,
keseimbangan ekosistem badan air. Air limbah laundry yang banyak Laundry,
mengandung surfaktan akan mengakibatkan pembusaan pada badan air. Media,
Kapur telah dikenal dapat menyisihkan surfaktan melalui proses Penggaraman,
koagulasi-flokulasi. Penggaraman surfaktan dengan media artifisial Surfaktan
kapur-semen sebagai media roughing filter perlu dikembangkan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan diameter media artifisial kapur-
semen dan beban hidrolik optimum. Sampel air limbah laundry diambil
dari salah satu usaha laundry di Kelurahan Kebonsari Surabaya.
Penelitian diawali dengan menganalisis karakteristik sampel air limbah
laundry. Penelitian dilakukan secara kontinyu dengan variasi diameter
media artifisial kapur-semen (5 mm dan 10 mm) dan debit (Q1 dan Q2).
Variasi debit digunakan untuk menentukan nilai beban hidrolik optimum.
Garam yang terbentuk diendapkan menggunakan sand filter. Parameter
yang digunakan dalam penelitian kontinyu adalah surfaktan dan pH.
Selanjutnya dilakukan analisis perubahan konsentrasi parameter dan
pengaruh diameter media-beban hidraulik terhadap efisiensi penyisihan
surfaktan menggunakan perangkat lunak Minitab 16.1.0.0. Karakteristik
awal sampel air limbah laundry mengandung surfaktan sebesar 18,32
mg/L dan pH 8,3. Media artifisial kapur-semen dengan diameter 5 mm
dan debit 240 mL/menit atau beban hidrolik 0,029 m 3/m2.menit
menunjukkan penyisihan surfaktan pada air limbah laundry yang paling
baik yaitu sebesar 69,81%. Faktor diameter dan debit memiliki efek yang
signifikan dalam menyisihkan surfaktan. Interaksi antar faktor diameter
dan debit tidak memiliki efek yang signifikan dalam menyisihkan
surfaktan.

PENDAHULUAN pencucian dan membuang air limbah


Kegiatan laundry menghasilkan air sebanyak 400 m3 per hari[2]. Komponen utama
limbah yang mengandung konsentrasi dari deterjen adalah surfaktan yang memiliki
senyawa kimia yang tinggi dari penggunaan kemampuan menyisihkan partikulat dan
sabun dan deterjen, suspended solid, dan padatan berminyak. Linear Alkyl Benzene
minyak[1]. Kegiatan laundry rata-rata Sulfonate (LAS) adalah anion surfaktan utama
menggunakan 15 L air untuk 1 kg proses yang digunakan pada deterjen[3]. Deterjen
Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 42

juga mengandung fosfat untuk meningkatkan 2Na5P3O10 + 5Ca(OH)2  Ca5(P3O10)2 +


daya pembersih yang lebih besar dengan 10NaOH (2)
menyisihkan ion kalsium dan magnesium Kelemahan dari proses tersebut adalah
yang berada dalam air[4]. Surfaktan yang terbentuknya volume lumpur yang banyak,
banyak digunakan di Indonesia adalah jenis sehingga dibutuhkan penelitian teknologi
LAS yang penyusun utamanya adalah pengolahan air limbah laundry yang dapat
senyawa sodium dodecybenzene sulfonate berjalan lebih efisien.
(NaDBS) dan sodium tripolyphosphate Proses penggaraman surfaktan dengan
(STPP)[5]. menggunakan filter media berbutir yang
Kandungan pencemar yang tinggi pada mengandung Ca perlu dikembangkan. Media
air limbah laundry dapat berdampak terhadap artifisial berbutir dari campuran kapur-semen
kehidupan biota air. Efek beracun air limbah mampu melepaskan ion Ca2+ yang akan
laundry[1] dibagi berdasarkan sumber bereaksi dengan surfaktan. Kelebihan dari
pencemar yaitu deterjen, surfaktan, dan penggunaan media artifisial kapur-semen ini
oil/grease. Deterjen dapat menghancurkan adalah penggunaannya yang mudah bagi
selaput lendir ikan dan beracun terhadap ikan pelaku usaha laundry. Penggunaan filter tidak
pada konsentrasi mendekati 15 ppm. memerlukan peralatan mekanik yang
Surfaktan dapat menimbulkan busa pada air canggih[9]. Konsep filter yang digunakan pada
permukaan yang dapat mengurangi transfer penelitian ini adalah roughing filter (RF).
oksigen pada air[6]. Oil/grease mempengaruhi Biasanya RF digunakan untuk menurunkan
tranparansi dan kandungan Dissolved Oxygen kekeruhan dan padatan tersuspensi di dalam
(DO) air. Fosfat yang terkandung dalam air. Air dilewatkan pada bak dengan media
deterjen dapat mengakibatkan eutrofikasi di kasar seperti kerikil, limestone, atau gerabah.
badan air. Eutrofikasi terjadi akibat kelebihan RF memiliki kapasitas tempat pengendapan
nutrisi pada lingkungan sehingga parikulat yang besar dan headloss yang
meningkatkan pertumbuhan alga yang dapat rendah karena porinya yang besar[9]. RF
mengganggu keseimbangan daya dukung dengan media artifisial kapur-semen dapat
terhadap biota air [4]. menjadi media koagulasi-flokulasi sekaligus
Air limbah laundry yang banyak pengendapan[8],[10]. Penelitian dilakukan untuk
mengandung surfaktan dapat diolah melalui mengetahui kemampuan media artifisial
proses koagulasi-flokulasi[3], adsorpsi[7], dan kapur-semen dalam menyisihkan surfaktan.
biologis[7]. Proses adsorpsi efektif dilakukan
jika konsentrasi polutan yang akan diolah METODE PENELITIAN
rendah[7],[8]. Proses biologis memiliki biaya Variasi diameter media artifisial kapur-
operasional yang lebih rendah dibanding semen yang diggunakan adalah 5 dan 10 mm.
dengan proses kimia, tetapi membutuhkan Variasi diameter media artifisial
waktu reaksi yang lama dan resiko kematian berdasarkan[11] yang menggunakan media
biomassa[7]. Metode penurunan surfaktan filter berukuran 2,5 – 10 mm untuk mencegah
dapat menggunakan proses penggaraman clogging. Variasi debit yang digunakan
dengan ion-ion Ca2+. Kapur banyak adalah Q1 dan Q2. Variasi debit digunakan
digunakan sebagai koagulan efektif untuk untuk menentukan nilai beban hidrolik
menyisihkan surfaktan dengan proses optimum. Pada pembahasan selanjutnya akan
penggaraman [5]. Senyawa NaDBS dan STTP menggunakan penjelasan variasi debit untuk
dapat membentuk endapan bila bereaksi memudahkan interpretasi. Variasi debit yang
dengan logam alkali tanah dan logam transisi. masuk pada reaktor berdasarkan kriteria
Reaksi antara NaDBS dan STTP dengan desain kecepatan filtrasi RF (0,3 – 1,5
logam alkali tanah adalah[5]: m/jam)[12].
Berikut adalah perhitungan debit yang
2C12H25C6H5SO3Na + Ca(OH)2  masuk ke filter,
Ca(C12H25C6H5SO3)2 + 2NaOH (1) Lebar reaktor = 12 cm
Tinggi reaktor = 7 cm

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 43

Panjang reaktor = 1 m = 100 cm Alat dan Bahan


Luas penampang filter (A) = 12 cm x 7 cm Sampel air limbah laundry yang
= 84 cm2 digunakan dalam penelitian ini adalah dari
= 0,0084 m2 salah satu usaha laundry di Kelurahan
Kebonsari, Surabaya. Sampel air limbah yang
 Direncanakan debit yang masuk (Q1) 120 diambil adalah air limbah dari proses
pemberian deterjen hingga pembilasan
ml/menit atau , dicek
terakhir. Volume air limbah dari 1 mesin cuci
kecepatan (v) filtrasi adalah: adalah sekitar 30 L. Pengambilan sampel air
limbah dilakukan menggunakan jerigen 20 L
sebanyak 2 buah untuk 1x pengambilan air
limbah. Pada sistem kontinyu dibutuhkan 67,2
L sehingga dibutuhkan 3x pengambilan air
limbah dari 1 mesin cuci. Metode
Perkiraan waktu tinggalnya (Td) adalah: pengambilan sampel air limbah yang
digunakan adalah sampel sesaat (grab
sample). Sampel yang digunakan adalah dari
1 mesin cuci yang sama dalam satu lokasi
kegiatan laundry pada waktu yang berbeda,
dengan volume yang sama.
Bahan yang digunakan untuk membuat
media artifisial kapur-semen adalah bubuk
Beban hidrolik pada debit ini adalah: kapur tohor (CaO) dan semen portland.
Bubuk kapur tohor (CaO) yang digunakan
berasal dari pertambangan kapur di Tuban,
Jawa Timur. Adonan kapur dan semen akan
dibuat dengan total berat campuran per 1000
gr. Komposisi media artifisial kapur-semen
yang digunakan berdasarkan percobaan secara
batch yang telah dilakukan terlebih dahulu
 Direncanakan debit yang masuk (Q2) 240 yaitu 7:1. Kebutuhan kapur dan semen rasio
7:1 berdasarkan rasio by weight dengan total
ml/menit atau , dicek berat campuran sebesar 1000 gr adalah 875 gr
kecepatan (v) filtrasi adalah: kapur dan 125 gr semen.
Rasio by weight digunakan agar
komposisi air pada masing-masing rasio
kapur-semen sama, yaitu sekitar 20% hingga
30%[13]. Hal tersebut agar adonan tidak terlalu
cair sehingga memudahkan saat mencetak.
Perkiraan waktu tinggalnya (Td) adalah: Adonan berbentuk pasta dicetak pada sedotan
berdiameter 5 mm (Gambar 1). Adonan
dimasukkan ke dalam sedotan menggunakan
plastik segitiga atau papping bag (Gambar
2c). Kemudian dibiarkan selama kurang lebih
2 jam agar setengah kering, lalu dikeluarkan
Beban hidrolik pada debit ini adalah:
dari cetakan dan dipotong tiap 10 mm. Media
yang sudah dipotong lalu dikeringkan selama
kurang lebih 2 hari pada suhu ruangan
kemudian dioven minimal selama 1 jam untuk
mengurangi kadar air.

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 44

adalah 8,4 L. Running dilakukan 2x per 1


variasi, sehingga air limbah yang dibutuhkan
adalah
. Sampel air limbah laundry ditampung
dalam holding tank berukuran 150 L. Sampel
air limbah yang ditampung di holding tank
dipompa menggunakan submersible pump
menuju bak penampung. Volume bak
Gambar 1. Ukuran media artifisial kapur- penampung adalah 50 L. Pompa yang
semen digunakan memiliki head 3 meter.
Media artifisial kapur-semen
dimasukkan ke dalam reaktor hingga
terendam air limbah. Sampel air limbah yang
melewati media artifisial kapur-semen
dialirkan secara horizontal flow. Setelah
melewati media artifisial kapur-semen,
terbentuk presipitat yang diendapkan dengan
sand filter. Reaktor sand filter menggunakan
Gambar 2. Proses pembuatan media artifisial toples plastik berdiameter 11,6 cm berisi pasir
kapur-semen; (a) bubuk kapur-semen; (b) sungai. Pasir diayak menggunakan saringan
adonan pasta; (c) penggunaan papping bag; mesh 35 atau diameter 0,5 mm yang
(d) pengeluaran dari cetakan dan pengeringan kemudian dicuci dengan air bersih dan
disaring dengan saringan mesh 50 atau
Prosedur Penelitian diameter 0,3 mm, sehingga pasir yang
Pada penelitian ini menggunakan digunakan memiliki diameter 0,3–0,5 mm.
reaktor horizontal flow roughing filter (HRF) Penahan pasir pada sand filter menggunakan
yang terbuat dari talang air PVC dengan kapas busa aquarium sebanyak 3 lapis. Total
ukuran 110x12x12 cm. Reaktor HRF yang kedalaman sand filter adalah 10 cm dengan
berisi media artifisial kapur-semen berukuran rincian kedalaman pasir 6 cm dan kapas busa
yaitu 100x12x7 cm. Volume reaktor HRF 4 cm. Tahapan proses penelitian secara
yang berisi media artifisial kapur-semen kontinyu dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Tahapan proses penelitian secara kontinyu


Keterangan:
1. Bak penampung berukuran 150 L
2. Holding tank berukuran 50 L
3. HRF berisi media artifisial kapur-semen
4. Bak sand filter
5. Bak effluent

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 45

Proses penggaraman pada sistem Pemberian deterjen dan pewangi pakaian pada
kontinyu menggunakan konsep RF dengan mesin cuci dilakukan sebelum pencucian
aliran horizontal. Komposisi media artifisial dimulai. Tahapan proses pencucian adalah
kapur-semen yang optimum dari sistem batch pembasahan, penyabunan, pembilasan, dan
digunakkan pada sistem kontinyu. Pada pemerasan. Proses pencucian berlangsung
sistem kontinyu menggunakan variasi selama 30 menit. Berdasarkan hasil analisis
diameter media artifisial kapur-semen (10 dan karakteristik air limbah laundry dapat pada
5 mm) dan beban hidrolik (120 dan 240 Tabel 3. Konsentrasi surfaktan sampel air
ml/menit). Sebanyak 4 reaktor HRF limbah laundry melebihi baku mutu, sehingga
beroperasi secara kontinyu. yang terbagi dibutuhkan pengolahan sebelum air limbah
sesuai variasi diameter media artifisial kapur- tersebut dibuang ke badan air.
semen dan beban hidrolik (Tabel 1). Presipitat
yang terbentuk dipisahkan dengan sand filter.
Kemudian efluen diuji kandungan surfaktan
dan pH sesuai dengan Standard Methods for
the Examination of water and Wastewater
(SMWW) (Tabel 2). Pengujian dilakukan
secara duplo.

Tabel 1. Matriks variabel penelitian secara Gambar 4. Sampel air limbah laundry
kontinyu
Diameter Media Kapur:Semen Tabel 3. Karakteristik air limbah laundry
Beban hidrolik
5 mm 10 mm Konsentrasi Kadar
Parameter Satuan
Q1 5-1 10-1 sampel maksimum*
Q2 5-2 10-2 MBAS
mg/L 18,32 10
(deterjen)
pH - 8,14 6-9
Tabel 2. Metode analisis parameter
*) Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur
No. Parameter Metode Analisis
No 72 Tahun 2013
1. Surfaktan MBAS (SMWW 5540)
2. pH SNI 06-6989 11-2004
Pengaruh Diameter Media Artifisial Kapur
HASIL DAN PEMBAHASAN -Semen Dan Debit Terhadap Surfaktan
Penelitian ini dilakukan dalam skala Konsentrasi surfaktan awal sampel air
laboratorium untuk mengetahui efisiensi limbah laundry adalah 18,32 mg/L. Media
penyisihan surfaktan. Proses penyisihan artifisial kapur-semen berdiameter 5 mm
surfaktan pada limbah laundry dilakukan mampu menyisihkan surfaktan lebih besar
dengan cara mengalirkan air limbah melalui dibanding dengan media berdiameter 10 mm
media artifisial kapur-semen. Media artifisial (Gambar 5). Hal tersebut dikarenakan luas
kapur-semen yang dilewati air limbah laundry permukaan media artifisial kapur-semen
akan melepaskan ion logam Ca2+. Ion logam berdiameter 5 mm lebih besar sehingga air
Ca2+ akan bereaksi dengan surfaktan limbah dapat kontak dengan media semakin
membentuk endapan garam. Endapan garam baik[11]. Rata-rata penyisihan surfaktan dengan
tersebut dipisahkan dengan sand filter. media artifisial kapur-semen berdiameter 5
mm pada debit 120 ml/menit dan 240
ml/menit masing-masing sebesar 54,45% dan
Karakteristik Air Limbah Laundry
Karakteristik sampel air limbah laundry 69,81%. Rata-rata penyisihan surfaktan
adalah keruh, berwarna keabu-abuan, dan dengan media artifisial kapur-semen
berbau wangi karena efek pemberian deterjen berdiameter 10 mm pada debit 120 ml/menit
dan pewangi pakaian (Gambar 4). Mesin dan 240 ml/menit masing-masing sebesar
cuciyang digunakan usaha laundry tersebut 37,28% dan 57,83%. Penyisihan surfaktan
adalah mesin cuci otomatis front loading. pada debit 240 ml/menit lebih besar
dibanding dengan debit 120 ml/menit. Hal

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 46

tersebut dikarenakan ion Ca2+ lebih banyak semen kemudian membentuk presipitat,
lepas pada debit 240 ml/menit akibat mengacu pada (1) dan (2)[5]. Hasil analisis
kecepatan aliran yang lebih besar. Penyisihan penyisihan surfaktan dari pengambilan
surfaktan terjadi akibat kontak dengan ion sampling secara duplo dapat dilihat pada
Ca2+ yang lepas dari media artifisial kapur- Gambar 6.

20
18
Konsentrasi Surfaktan (mg/L)

16
14
12
10
8
6
4
2
0
Awal Media 10 mm Media 5 mm
120 ml/menit 240 ml/menit

Gambar 5. Rata-rata penyisihan surfaktan pada percobaan kontinyu

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Awal T1 T2
Media 10 mm 120 ml/menit Media 5 mm 120 ml/menit
Media 10 mm 240 ml/menit Media 5 mm 240 ml/menit

Gambar 6. Penyisihan surfaktan pada percobaan kontinyu (duplo)

Pengaruh diameter media artifisial kapur- mm pada debit 120 ml/menit dan 240
semen dan debit terhadap pH ml/menit masing-masing sebesar 45% dan
pH awal sampel air limbah laundry 42% (Gambar 7). Rata-rata kenaikan pH
adalah 8,3. Rata-rata kenaikan pH dengan dengan media artifisial kapur-semen
media artifisial kapur-semen berdiameter 10 berdiameter 5 mm pada debit 120 ml/menit

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 47

dan 240 ml/menit masing-masing sebesar keseimbangan kehidupan biota akuatik,


39% dan 44% (Gambar 7). Kenaikan pH yang sehingga diperlukan proses netralisasi pH
cukup signifikan menandakan bahwa CaO sebelum air limbah dibuang ke badan air.
terlepas dari media artifisial kapur-semen dan Hasil analisis kenaikan pH dari pengambilan
bereaksi dengan air membentuk ion OH- [5]. sampling secara duplo dapat dilihat pada
pH yang tinggi dapat mengganggu Gambar 8.

14

12

10

8
pH

0
Awal Media 10 mm Media 5 mm
120 ml/menit 8.3 12.00 11.55
240 ml/menit 8.3 11.75 11.95

Gambar 7. Rata-rata kenaikan pH pada percobaan kontinyu

14

12

10

8
pH

0
Awal T1 T2

Media 10 mm 120 ml/menit Media 5 mm 120 ml/menit


Media 10 mm 240 ml/menit Media 5 mm 240 ml/menit

Gambar 8. Kenaikan pH pada percobaan kontinyu (duplo)

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 48

Analisis Statistik Menggunakan Design Of interaksi faktor pada penelitian melalui


Experiment (DOE) Minitab 16.1.0.0. factorial plot. Metode factorial design juga
Design of experiment (DOE) adalah dapat menentukan pengaturan faktor untuk
sebuah tes dengan membuat perubahan pada mengoptimalkan hasil melalui response
variabel input agar dapat diidentifikasi optimizer.
perubahan yang terjadi pada output dari Hasil analisis dengan factorial design
proses tersebut. Analisis data menggunakan yaitu faktor diameter dan debit pada respon %
DOE berfokus pada metode factorial design. penyisihan surfaktan memiliki efek yang
Metode factorial design dapat menganalisis signifikan dengan nilai P < 0,05 (Tabel 4).
efek secara simultan dari faktor diameter Interaksi antar faktor diameter dan debit tidak
media artifisial kapur-semen dan debit pada memiliki efek yang signifikan pada %
penelitian ini. Metode factorial design penyisihan surfaktan dengan nilai P > 0,05
mampu memvisualisasikan faktor utama dan (Tabel 4).

Tabel 4. Analisis efek faktor diameter dan debit terhadap % penyisihan surfaktan
Estimateed Effects and Coefficience for % Removal Surfaktan (coded units)
Term Effect Coef SE Coef T P
Constant 54,844 1,010 54,30 0,000
Diameter -14,574 -7,287 1,010 -7,22 0,002
Debit 17,959 8,979 1,010 8,89 0,001
Parameter^Debit 2,593 1,296 1,010 1,28 0,269

S = 2,85661 PRESS = 130,563


R-Sq = 97,078 R-Sq (pred) = 88,30% R-Sq (adj) = 94,88%

Analysis of Variance for % Removal Surfaktan (coded units)


Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Main Effects 2 1069,83 1069,83 534,917 65,55 0,001
Diameter 1 424,82 424,82 424,817 52,06 0,002
Debit 1 645,02 645,02 645,017 79,04 0,001
2-Way Interactions 1 13,45 13,45 13,445 1,65 0,269
Diameter^Debit 1 13,45 13,45 13,445 1,65 0,269
Residual Error 4 32,64 32,64 8,160
Pure Error 4 32,64 32,64 8,160
Total 7

Factorial plot terdapat main effects plot % Penyisihan surfaktan pada media artifisial
dan interaction plot. Main effects plot kapur-semen diameter 5 lebih rendah
menunjukkan perbedaan rata-rata respon pada dibanding diameter 10 mm. Plot sebelah
dua level faktor. Main effects plot kanan menunjukkan bahwa debit 240
menunjukkan pada variasi faktor diameter dan ml/menit mampu menyisihkan surfaktan lebih
debit. Setiap titik mewakili rata-rata % baik dibanding debit 120 ml/menit. %
penyisihan surfaktan untuk satu level faktor. Penyisihan surfaktan pada debit 240 ml/menit
Garis tengah horizontal putus-putus berwarna lebih rendah dibanding debit 120 ml/menit.
biru menunjukkan rata-rata % penyisihan Interaksi antar faktor diameter dan debit tidak
surfaktan untuk semua proses. Plot sebelah memiliki efek yang signifikan pada %
kiri menunjukkan bahwa media artifisial penyisihan surfaktan dengan nilai P > 0,05,
kapur-semen diameter 5 mm mampu sehingga tidak perlu dianalisis menggunakan
menyisihkan surfaktan lebih baik dibanding interaction plot.
diameter 10 mm (Gambar 9).

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 49

Gambar 9. Main effects plot % penyisihan surfaktan

Diameter media artifisial kapur-semen besar, untuk menentukan diameter dan debit
dan debit dibandingkan dengan analisis yang mampu menyisihkan surfaktan paling
menggunakan optimizer plot. Response baik. Goal yang telah ditentukan yaitu goal
optimizer digunakan untuk menghitung solusi maximize dengan target % penyisihan
optimal numerik untuk membantu mengetahui surfaktan masing-masing adalah 70 dan 95.
kombinasi faktor-faktor yang menghasilkan Berdasarkan response optimizer, penyisihan
nilai respon yang optimal. Goal yang diatur konsentrasi surfaktan dapat optimal terjadi
pada response optimizer adalah maximize, pada debit 240 ml/menit dan diameter media
yaitu % penyisihan surfaktan yang paling artifisial kapur-semen 5 mm (Gambar 10).

Gambar 10.9 Response Optimizer % penyisihan surfaktan

KESIMPULAN 69,81%. Faktor diameter dan debit memiliki


Media artifisial kapur-semen dengan efek yang signifikan dalam menyisihkan
diameter 5 mm dan debit 240 mL/menit atau surfaktan. Interaksi antar faktor diameter dan
beban hidrolik 0,029 m3/m2.menit debit tidak memiliki efek yang signifikan
menunjukkan penyisihan surfaktan pada air dalam menyisihkan surfaktan.
limbah laundry yang paling baik yaitu sebesar

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Penyisihan Surfaktan dari Limbah Laundry... 50

SARAN [6] Srinet, S. S., A. Basak, Ghosh, P.,


Hasil effluent dari media kapur-semen Chatterjee, J., 2017, Separation of
masih mengandung pH yang tinggi, sehingga anionic surfactant in paste form from its
diperlukan proses netralisasi agar kandungan aqueous solutions using foam
pH memenuhi baku mutu. Diperlukan fractionation, Journal of Environmental
pengaplikasian reactor RF yang lebih besar Chemical Engineering, 5, 1586–1598.
agar waktu kontak dapat berajalan lebih lama [7] Collivignarelli, M. C., Miino, M. C.,
sehingga penyisihan surfaktan menjadi lebih Baldi, M., Manzi, S., Abb`a, A.,
baik. Pengoperasian reaktor RF perlu Bertanza, G., 2019, Removal of non-
dilakukan lebih lama untuk mengetahui titik ionic and anionic surfactants from real
kejenuhan dari media artifisial kapur-semen. laundry wastewater by means of a full-
scale treatment system,” Process Safety
REFERENSI and Environmental Protection.
[1] Sumisha, A., Arthanareeswaran, G., [8] Tchobanoglous, G., Stensel, H.D.,
Thuyavan, Y. L., Ismail, A. F., Tsuchihashi, R., Burton, F., 2014,
Chakraborty, S., 2015, Treatment of Wastewater Engineering: Treatment
laundry wastewater using and Resource Recovery. 5th ed, Boston,
polyethersulfone/polyvinylpyrollidone McGraw-Hill Education.
ultrafiltration membranes, [9] Cleary, S. A., 2005, Sustainable
Ecotoxicology and Environmental Drinking Water Treament for Small
Safety, 1221, 174–179. Communities Using Multistage Slow
[2] Ciabatti, I., Cesaro, F., Faralli, L., Sand Filtration, Waterloo, Master of
Fatarella, E., Tognotti, 2009, Applied Science in Civil Engineering
Demonstration of a treatment system for University of Waterloo.
purification and reuse of laundry [10] Notodarmodjo, S., Astuti, A., Juliah, A.,
wastewater, Desalination, 245, 451– 2004, Kajian Unit Pengolahan
459. Menggunakan Media Berbutir dengan
[3] Mohan, S. M., 2014, Use of naturalized Parameter Kekeruhan, TSS, Senyawa
coagulants in removing laundry waste Organik dan pH, Proceeding ITB Sains
surfactant using various unit processes & Teknologi, 36 (A), 97-115.
in lab-scale, Journal of Environmental [11] Bellier, N., Chazarenc, F., Comeau, Y.,
Management, 136, 103–111. 2006, Phosphorus Removal from
[4] Kogawa, A. C., Cernic, B.G., Couto, Wastewater by Mineral Apatite, Water
L.G.D. do, Salgado, H.R.N., 2017, Research, 40, 2965–2971.
Synthetic detergents: 100 years of [12] Wegelin, M., 1996, Surface Water
history, Saudi Pharmaceutical Journal, Treatment by Roughing Filters A
25, 934–938. Design, Consttruction and Operational
[5] Kurniati, E., 2009, Penurunan Manual. Duebendorf, Swiss Centtre for
Konsentrasi Detergent Pada Limbah Development Cooperation in
Industri Laundry Dengan Metode Technology and Management (SKAT).
Pengendapan Menggunakan Ca(OH)2, [13] Suci, A. P. C. W., 2018, Reduksi
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 1, Surfaktan Menggunakan Granular
41–47. Kapur-Semen sebagai Sumber Ion Ca2+,
Surabaya: Departemen Teknik
Lingkungan ITS.

Herrari, S., Slamet, A., Purwanti, I. F./MITL Vol.5 No.1(2020):41-50


Versi online: http://ojs3.unpatti.ac.id//index.php/bdp J. Budidaya Pertanian
DOI: 10.30598/jbdp.2018.14.2.55 Vol. 14(2): 55-65 Th. 2018 ISSN: 1858-4322 (Print) ISSN: 2620-892X (On line)

Analisis Bahan Pencemar Dominan di Muara Way Tomu Dan Muara Way Lela Wilayah
Pesisir Kota Ambon

Analysis of Pollutants Dominant in Muara Way Tomu and Muara Way Lela Coastal Ambon City

Yosias Marthen Pesulima, Pieter J. Kunu* dan Adelina Siregar

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura


Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon 97233
*Penulis korespondensi: e-mail: pieterkunu@gmail.com

ABSTRACT

The aims of this research are to find the dominant pollutants in estuarine of Way Tomu and Way Lela, determine
the water quality in the estuary Way Tomu and Way Lela, and comparing the effects of the density of settlement on
water quality of estuary Way Tomu and Way Lela. The research was conducted in October until November 2015. The
method used was survey method with variables the physical parameters (Total Dissolved Solid, Total Suspended Solid,
temperature), chemicals parameter (detergents, nitrate, nitrite, pH, BOD, COD, DO, amonia, phosphate, iron, oil and
fat, manganese, coopper) and biology parameter (E. coli) class II. The result showed that the dominant chemicals
parameter and affect water quality in the Way Tomu is Detergent (746 mg/L), while for the Way Lela estuary are
detergent (835 mg/L), phosphate (0,4631 mg/L), and dissolved oxygen (3,2 mg/L), and biological parameters i.e., E.
coli. These values have exceeded the value of the quality standard of the water quality is appropriate Government
Regulation Number 82 the Year 2001 about Water Quality Management and Control of Water Pollution Classes II. It is
thought to be due to the behavior of the people who live the area of the riverbanks of Way Lela and Way Tomu that
their household trash into the river. For that is a need for the attention of the Government and local communities to
improve the quality of the river water in the Way Tomu and Way Lela with improving the environment-friendly
behavior.

Keywords: pollutants, pollution estuary, way Tomu, way Lela

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan polutan yang dominan di muara Way Tomu dan Way Lela;
menentukan kualitas air di muara Way Tomu dan Way Lela; serta membandingkan efek dari kepadatan pemukiman
terhadap kualitas air muara Way Tomu dan Way Lela. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai
November 2015. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan variabel penelitian berupa parameter fisik (Total
Dissolved Solid, Total Suspended Solid, suhu), parameter kimia (deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, COD, DO, amonia,
fosfat, besi, minyak, dan lemak, mangan, tembaga) dan parameter biologi (E. coli) kelas II. Hasil penelitian
menunjukan bahwa parameter kimia yang dominan dan mempengaruhi kualitas air di muara Way Tomu adalah
Deterjen (746 mg/L) sedangkan untuk muara Way Lela adalah Deterjen (835 mg/L), Fosfat (0,4631 mg/L), dan
Oksigen terlarut (3,2 mg/L), serta parameter biologi yaitu E. coli. Nilai-nilai ini telah melampaui nilai baku mutu
kualitas air Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air Kelas II. Hal ini diduga sebagai akibat perilaku masyarakat yang tinggal di daerah bantaran Way Tomu
dan Way Lela yang membuang limbah rumah tangga ke sungai. Untuk itu perlu adanya perhatian pemerintah dan
masyarakat setempat untuk memperbaiki kualitas air sungai di Way Tomu dan Way Lela dengan meningkatkan
perilaku ramah lingkungan.

Kata Kunci: bahan pencemar, pencemaran muara sungai, way tomu, way lela

PENDAHULUAN atau mencapaikualitas air sehingga dapat dimanfaatkan


secara berkelanjutan sesuai dengantingkat mutu air yang
Air merupakan sumber daya alam yang memenu- diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengen-
hi hajat hidup orangbanyak sehingga perlu dilindungi dalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk
agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada
manusia serta mahkluk hidup lainnya. Untuk menjaga kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan

55
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu Muara Way Tomu dan Way Lela merupakan
dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas muara sungai yang masuk dalam wilayah Kota Ambon,
air memenuhi baku mutu. muara Way Tomu melintas di Kelurahan Honipopu dan
Pencemaran air yaitu masuknya mahluk hidup, muara Way Lela melintas di Kelurahan Rumah Tiga
zat, energi ataukomponen lain ke dalam air, sehingga Kota Ambon, dimana kedua sungai ini sudah menjadi
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang tempat aktivitas masyarakat dan tempat alternatif dalam
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan membuang sampah. Pertambahan jumlah pemukiman
peruntukannya. Menurut Kristanto (2002), pencemaran yang semakin banyak dari tahun ke tahun di kedua
air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan muara ini dengan luas lahan yang tetap, mengakibatkan
normal. Air dapat tercemar oleh komponen-komponen tekanan terhadap lingkungan semakin berat. Berbagai
anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang ber- aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
bahaya. Komponen-komponen logam berat ini berasal yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan
dari kegiatan industri. Kegiatan industri yang melibat- pertanian juga akan menghasilkan limbah yang memberi
kan penggunaan logam berat antara lain industri tekstil, dampak pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria,
pelapisaan logam, cat/tinta warna, percetakan, bahan 1986).
agrokimia, dan lain-lain. Beberapa logam berat ternyata Di kota Ambon pencemaran sungai akibat akti-
telah mencemari air, melebihi batas yang berbahaya vitas dari masyarakat pada saat sekarang semakin tinggi,
bagi kehidupan (Wisnu, 1995). limbah-limbah rumah tangga semuanya dibuang ke
Limbah domestik yang paling dominan adalah badan-badan sungai. Titaley (2014), menemukan
jenis organik yang berupa kotoran tinja dan hewan. parameter kimia (amonia (NH3 dan COD) dan para-
Jenis limbah domestik yang lain adalah limbah domes- meter fisik (bau), sudah melampaui baku mutu yang
tik anorganik yangdiakibatkan oleh plastik serta ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah No. 82 (2001)
penggunaan deterjen, sampho, cairan pemutih, pewangi tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
dan bahankimia lainnya. Limbah domestik jenis ini Pencemaran Air Kelas II, yang mengakibatkan menu-
relatif lebih sulit untuk dihancurkan. Jika kuantitas dan runnya kualitas air Way Tomu. Hal ini menunjukkan
intensitas limbah domestik ini masih dalam batas semakin bertambah kepadatan permukiman maka
normal, alam masih mampu melakukan proses kimia, semakin bertambah pula volume sampah yang dibuang
fisika, dan biologi secara alami. Namun, peningkatan ke badan sungai khususnya di muara.
populasi manusia telah menyebabkan peningkatan Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka
kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestik perlu penelitian, berjudul “Analisis Bahan Pencemar
sehingga membuat proses penguraian limbah secara Dominan di Muara Way Tomu dan Muara Way
alami menjadi tidak seimbang dan terjadi secara terus Lela Wilayah Pesisir Kota Ambon” untuk
menerus (Soemarwoto, 1991). menemukan bahan pencemar dominan pada muara Way
Dewasa ini, pencemaran sungai menjadi masalah Tomu dan muara Way Lela di Wilayah Pesisir Kota
yang memerlukan perhatian serius. Untuk mendapat air Ambon, menetapkan kualitas air Way Tomu dan Way
bersih sesuai standar baku mutu sudah cukup sulit untuk Lela akibat bahan pencemar dan membandingkan
didapatkan. Hal ini dikarenakan air sungai yang selalu pengaruh kepadatan permukiman terhadap kualitas air
menjadi sumber air bagi kebutuhan masyarakat telah muara Way Tomu dan muara Way Lela.
tercemar oleh berbagai macam limbah aktivitas manusia
di sekitar sungai, dan menyebabkan menurunnya METODE PENELITIAN
kualitas air sungai itu sendiri.
Pencemaran sungai di Kota Ambon yang terjadi Jenis Penelitian
beberapa tahun belakangan ini sudah merupakan salah
satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian survey
Adanya masukan bahan pencemar ke sungai mengaki- yaitu pengamatan dilakukan langsung di lapangan dan
batkan penurunan kualitas air. Bahan pencemar yang pengumpulan data sosial dan desk analysis serta analisis
masuk tersebut berasal dari pembuangan limbah kegi- laboratorium terhadap sampel air sungai yang diambil
atan domestik yang akan mengakibatkan meningkatnya pada muara sungai Way Tomu dan Way Lela.
pencemaran di sungai khususnya pada muara-muara
sungai. Tempat dan Waktu Penelitian
Pembangunan di Kota Ambon pada beberapa
tahun ini sudah semakin pesat sehingga muncul ber- Penelitian ini dilaksanakan di dua sungai yakni
bagai masalah lingkungan, dimana perkembangan Kota di muara Way Tomu dan muara Way Lela Kota Ambon,
yang semakin pesat dengan bertambahnya berbagai dari bulan Oktober sampai November 2015.
fasilitas Kota, bertambahnya penduduk dan makin
banyaknya daerah-daerah permukiman maka kebutuhan Alat dan Bahan
dari masyarakat sendiri akan semakin meningkat dan
akan memicu tingginya penggunakan bahan pencemar Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yang bukan saja mencemari lingkungan di darat antara lain; currentmeter, alat tulis menulis, kamera
melainkan di sungai (air). digital, meter roll 50 m, kayu pengukur kedalaman

56
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

aliran sungai, pelampung, tali arafia. Bahan penelitian Pengambilan Sampel Air Sungai
yang digunakan adalah: air sungai, kuesioner, botol
sampel, google maps. Pengambilan sampel air dilakukan pada dua
muara Tomu dan muara Way Lela wilayah pesisir Kota
Ruang lingkup penelitian Ambon, dilakukan pada empat titik pengamatan di
setiap sungai yang telah ditentukan dan dikomposit.
Maluku sebagai salah satu provinsi kepulauan, Pengambilan sampel dilihat berdasarkan dua faktor
terdiri atas 1400 pulau yang didominasi oleh pulau- diantaranya: a) berdasarkan jam-jam aktivitas masya-
pulau kecil dan didominasi oleh topografi yang umum rakat: Sampel air dari muara sungai yang diamati
berupa bukit dan gunung sehingga DAS yang terbentuk diambil waktu berbeda yaitu, Waktu siang (pukul 06.00-
juga umumnya berukuran kecil dan pendek. Kondisi ini 09.00, 12.00-14.00 dan 17.00-22.00 WIT), Waktu
memungkinkan curah hujan yang jatuh ke atas DAS malam (pukul 00.00-05.00 WIT). Sampel air diambil
sangat cepat mengalir dan memasuki kawasan perairan. setiap jam pada empat titik pengamatan yang telah
Kondisi pulau yang kecil tersebut juga telah ditentukan dan dikomposit; dan b) berdasarkan hari
menyebabkan penggunaan lahan untuk permukiman aktivitas masyrakat: Hari aktivitas masyarakat dibagi
masyarakat dibuat hingga dari bantaran-bantara menjadi dua hari yakni, hari libur (minggu) dan hari
sungaisampai ke punggung-punggung bukit dan gunung kerja (senin). Sampel air diambil pada empat titik
hingga ke arah hulu DAS. pengamatan yang telah ditentukan dan dikomposit.
Sampel air yang diambil di muara sungai di isi ke dalam
Prosedur Penelitian botol sampel kemudian dianalisis di Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan Ambon untuk mengetahui
Penilaian kualitas air sungai yang dikaji didasar- kualitas air sungai pada muara Way Tomu dan muara
kan pada kriteria baku mutu kualitas air menurut Way Lela yang mana dilihat kualitas air secara fisik,
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang kimia dan biologi sesuai standar analisis menurut
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Greenberg (1995). Hasil analisis air sungai akibat
Air Kelas II. Selanjutnya untuk mengetahui konsepsi pencemaran kemudian dibandingkan dengan baku mutu
masyarakat tentang pencemaran air dan perilaku air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 (2001) dan
masyarakat terhadap sampah dan pencemaran sungai dilihat bahan pencemar dominannya.
dilakukan dengan teknik wawancara dengan penduduk
yang bermukin di sekitar bantaran sungai di muara Pengukuran parameter
Sungai Way Tomu dan Way Lela.
Tahap Persiapan: Tahapan persiapan menca- Parameter yang diamati dalam penelitian ini
kup, persiapan alat dan bahan yang digunakan dan yaitu parameter fisik kualitas air (TDS, TSS, suhu),
survei lokasi penelitian. Tahap Pelaksanaan di kimia (deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, DO, amonia,
Lapangan: a) Pengukuran debit aliran sungai dengan fosfat, besi, minyak dan lemak, mangan, tembaga) dan
menggunakan currentmeter dan b) Penetapan titik biologi (E. coli) yang dibandingkan dengan Peraturan
pengamatan di lapangan dengan jumlah titik yang Pemerintah No. 82 (2001) tentang Pengelolaan Kualitas
representatif di setiap muara sebanyak empat titik Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II.
pengamatan dan pengambilan sampel kemudian
dikomposit untuk kebutuhan analisis di laboratorium. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan yaitu hasil analisis


laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
Ambon untuk sampel air yang dibandingkan dengan
standar baku mutu air kelas II menurut Peraturan
Pemerintah No. 82 (2001), untuk mengetahui kualitas
air muara Way Tomu dan muara Way Lela dan polutan
dominan pada kedua muara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Letak dan Batas Daerah Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada dua aliran sungai
yang ada di Kota Ambon yaitu sungai Way Tomu yang
secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan
Sirimau Kelurahan Honipopu Kota Ambon sedangkan
Gambar 1. Denah titik pengambilan contoh air di muara sungai Way Lela termasuk dalam wilayah Kecamatan
Teluk Ambon Kelurahan Rumah Tiga Kota Ambon.

57
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Penelitian ini dilakukan pada dua aliran sungai pada Karakteristik Penduduk
muara sungai (hilir). Karakteristik penduduk di kelurahan Honipopu
Secara geografis daerah aliran sungai Way Tomu dan kelurahan Rumah Tiga dilihat berdasarkan jumlah
dibatasi sebelah utara dengan DAS Batu Merah, di penduduk, dimana jumlah penduduk Kelurahan
sebelah selatan dengan DAS Batu Gajah dan di sebelah Honipopu adalah 6.453 jiwa dan untuk jumlah
Timur dengan pantai (Teluk Ambon). Sedangkan daerah penduduk pada Kelurahan Rumah Tiga adalah 9.235
aliran sungai Way Lela dibatasi sebelah utara dengan jiwa.
DAS Way-Pia Kecil, disebelah selatan dengan Desa
Poka Tengah dan disebelah Timur dengan Pantai (Teluk Karakteristik Responden
Ambon). Responden yang menjadi sampel dalam
Keadaan topografi daerah penelitian muara Way penelitian ini adalah penduduk sekitar muara sungai
Tomu dan Way Lela relatif datar, karena hampir Way Tomu dan muara sungai Way Lela. Untuk muara
sebagian besar muara-muara suatu sungai memiliki digunakan 20 responden sehingga jumlah responden
keadaan topografi berbentuk datar. Muara dari DAS dalam penelitian ini adalah 40 responden. Karakteristik
Way Tomu ini sendiri berada pada daerah Kota Ambon responden dalam penelitian adalah sebagai berikut:
sedangkan muara dari DAS Way Lela sendiri berada
pada Desa Rumah Tiga. Limbah domestik yang dihasil- (1) Komposisi Umur Responden
kan oleh penduduk di sekitar muara Way Tomu dan Dalam penelitian ini, responden yang
muara Way Lela secara umum berasal dari aktivitas diwawancarai berumur 25-65 tahun. Jumlah responden
pemukiman, rumah makan, dan perkantoran. paling banyak adalah yang berumur antara 45-54 tahun
Kedua muara sungai yamg dijadikan sebagai (35%) dan paling sedikit adalah yang berumur lebih dari
tempat penelitian berada pada muara Way Tomu dan 65 tahun (5%). Secara rinci karakteristik responden
muara Way Lela, pada setiap muara sungai diberikan berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 1.
empat titik pengambilan sampel air yang kemudian
dikomposit, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. a) Muara Way Tomu; dan b) Muara Way Lela

Tabel 1. Komposisi umur responden

Lokasi Total
Umur
Muara Way Tomu Muara Way Lela Jumlah (%)
(Tahun)
Jumlah orang (%) Jumlah orang (%) orang
25-34 2 (10%) 3 (15%) 5 (12,5%)
35-44 5 (30%) 4 (20%) 10 (25,0%)
45-54 7 (35%) 6 (30%) 13 (32,5%)
55-64 5 (25%) 5 (20%) 10 (25,0%)
65 ke atas 1 (5%) 2 (10%) 3 (7,5%)
Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Sumber: Data Penelitian (2015)

58
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Tabel 2. Karakteristik responden menurut tingkat Pendidikan

Lokasi
Total
Pendidikan Muara Way Tomu Muara Way Lela
Jumlah Orang (%) Jumlah Orang (%) Jumlah Orang (%)
Tidak Sekolah 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
SD 0 (0%) 2 (10%) 2 (5%)
SMP 2 (10%) 4 (20%) 6 (15%)
SMA 12 (60%) 11 (55%) 23 (57%)
D1-D3 1 (5%) 0 (0%) 1 (2,5%)
S1-S2 5 (25%) 3 (15%) 8 (20%)
Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Sumber: Data Penelitian (2015)

Tabel 3. Karakterisitik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

Lokasi Total
Jumlah Anggota Keluarga Muara Way Tomu Muara Way Lela Jumlah (%)
Jumlah orang (%) Jumlah Orang (%) orang
Kurang dari 4 orang 7 (35%) 8 (40%) 15 (37,5%)
4-6 orang 10 (50%) 11 (55%) 21 (52,5%)
7-9 orang 3 (15%) 1 (5%) 4 (10%)
Lebih dari 9 orang 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Sumber: Data Penelitian (2015)

(2) Pendidikan Terakhir (4) Perilaku Responden dalam membuang Air


Tingkat pendidikan responden pnelitian ini Limbah Domestik dan Memanfaatkan Bahan-
bervariasi, mulai dari lulusan Sekolah Dasar, Sekolah Bahan yang Berpotensi Menurunkan Kualitas
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Akhir dan Air Sungai
Perguruan Tinggi.Pada muara Way Tomu tingkat Manusia sebagai makluk hidup dilengkapi
pendidikannya mayoritas adalah lulusan Sekolah dengan akal dan pikiran yang berfungsi untuk
Menengah Akhir (60%), sama seperti responden pada mengontrol dan mengendalikan perilakunya agar sesuai
lokasi muara Way Tomu, responden di lokasi muara dengan yang dikehendakinya. Penelitian ini membagi
Way Lela pun mayoritas tingkat pendidikannya lulusan bentuk operasional perilaku ini dalam tiga jenis yaitu:
Sekolah Menengah Akhir (55%). a. Pengetahuan Responden tentang Pencemaran
Apabila dilihat secara keseluruhan karakteristik Dari hasil wawancara 20 orang (100%)
responden menurut tingkat pendidikan yang ditempuh- responden sangat memahami tentang apa yang maksud
nya dapat disimpulkan bahwa secara umum responden dengan pencemaran (Tabel 4).
pada kedua lokasi memiliki sikap yang tidak baik dalam b. Sikap responden di sekitar lokasi muara Way
melihat dampak dari buangan limbah domestik ke badan Tomu dan Way Lela dalam membuang limbah
sungai. domestik dan melakukan aktivitas
Sebagian besar responden (82,5%) menyatakan
(3) Jumlah Anggota Keluarga setuju membuang limbah domestik ke sungai. Alasan
Total jumlah anggota keluarga responden dalam responden bersikap demikian, dikarenakan: 1) Saluran
penelitian ini adalah 182 orang dan rata-rata jumlah yang digunakan untuk membuang air limbah rumah
anggota keluarga adalah 4,6 orang per-rumah. tangga arahnya ke sungai; 2) Kadar pencemaran air
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah limbah rumah tangga dianggap rendah dan masih dapat
anggota keluarga seluruh responden pada muara Way ditolerir; 3) Cepat dan mudah; serta 4) Tidak tersedia
Tomu 60 orang dengan rata-rata jumlah anggota lahan untuk mengelolah limbah domestik. Hal ini
keluarga adalah 3,0 orang dan pada muara Way Lela 88 menjadi penyebab munculnya bahan-bahan pencemar
orang dengan rata-rata jumlah keluarga adalah 4,4 yang menurunkan kualitas air sungai.
orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah Namun dalam kesehariannya mereka tidak
anggota keluarga per-rumah pada muara Way Lela menunjukkan sikap yang menggambarkan pemahaman
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi muara mereka tentang apa yang dimaksud dengan pencemaran.
Way Tomu.

59
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Tabel 4. Pengetahuan responden mengenai pencemaran sungai

Lokasi Total
Keterangan Muara Way Tomu Muara Way Lela Jumlah
(%)
Jumlah orang (%) Jumlah orang (%) orang
Tidak tahu 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Tahu 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Sumber: Data Penelitian (2015)

Tabel 5. Pendapat responden terhadap pembuangan limbah domestik ke sungai

Sungai Sebagai Tempat Lokasi Total


pembuangan limbah Muara Way Tomu Muara Way Lela Jumlah
(%)
alternatif Jumlah orang (%) Jumlah orang (%) orang
Tidak setuju 8 (40%) 9 (45%) 17 (42%)
Setuju 12 (60%) 11 (55%) 33 (82%)
Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%)
Sumber: Data Penelitian (2015)

Responden yang menyatakan tidak setuju digunakan, sedangkan pada lokasi muara Way Lela
membuang limbah domestik ke sungai sebesar (45,5%) penduduk biasa melakukan aktivitas mandi karena
tetap membuang. Alasan yang dikemukakan responden, kualitas air sungai masih memungkinkan untuk
antara lain: 1) Pembuangan limbah domestik ke sungai melakukan kebiasaan mandi.
akan menyebabkan sungai menjadi kotor dan bau; 2) c.3. Kebiasaan Mencuci Pakaian
Mencemari sungai; dan 3) Limbah domestik Sama halnya dengan kebiasaan mandi pada
mengganggu sumber air. lokasi muara Way Tomu aktivitas mencuci pakaian pun
c. Tindakan dan kebiasaan responden di sekitar sudah tidak lagi dilakukan, sedangkan pada lokasi
muara Way Tomu dan Way Lela dalam muara Way Lela aktivitas mencuci pakian masih men-
membuang limbah domestik jadi kebiasaan rutin penduduk sekitar muara karena
Tindakan responden dalam penelitian ini dilihat memudahkan responden dalam membuang sisa-sisa lim-
dari cara responden membuang limbah domestik yang bah cucian. Aktivitas mencuci pakaian paling banyak
meiliputi air buangan, sampah dari aktivitas mandi, dilakukan oleh responden pada hari libur (hari minggu).
cuci, kakus, dan aktivitas di sekitar muara sungai.
Kebiasaan responden dilihat dari kebiasaan waktu Parameter fisik, kimia dan biologi sungai Way
mandi dan kebiasaan mencuci pakaian setiap minggu. Tomu dan Way Lelawilayah pesisir Kota Ambon
Hal ini dikarenakan tidak tersedianya tempat penam-
pungan sampah dan instalasi pengelolaan limbah yang Pencemaran air pada sungai Way Tomu dan
disediakan di areal sungai, sehingga sungai menjadi sungai Way Lela Wilayah Pesisir Kota Ambon
tempat yang praktis dalam membuang limbah domestik. khususnya pada bagian muara (hilir) sungai dapat
c.1. Pembuangan Air Limbah yang dilakukan terjadi sebagai akibat dampak bahan pencemar yang
Responden. masuk ke badan sungai yang bersumber dari limbah
Responden yang posisi rumahnya berbatasan domestik yang dibuang ke badan sungai maupun
langsung dengan sungai, memiliki perilaku membuang aktivitas penduduk sekitar muara sungai sehingga akan
air limbah rumah tangga ke sungai tanpa melalui saluran menurunkan kualitas air (fisik, kimia dan biologi) dan
pembuangan. Artinya limbah yang dihasilkan dari menyebabkan air sungai muara Way Tomu (MWT) dan
rumah dan aktivitas hari–hari penduduk langsung ke muara Way Lela (MWL) menjadi tercemar.
sungai tanpa melewati saluran air.
Alasan yang dikemukakan responden dalam Sifat Fisik Air Muara Way Tomu dan Muara Way
membuang limbah domestik ke sungai dikarenakan: 1) Lela
Dekat sungai; 2) Saluran yang memiliki arah langsung Sifat fisik air merupakan salah satu sifat yang
ke sungai; 3) Tidak tersedianya tempat sampah didekat dapat digunakan untuk menilai kualitas air sungai. Maka
muara sungai; 4) Lebih mudah; dan 5) Lebih cepat. dari empat titik pengambilan sampel pada setiap huara
c.2. Kebiasaan Waktu Mandi yang kemudian dikomposit, ada beberapa parameter
Pada lokasi muara Way Tomu, aktivitas mandi di yang dinilai antara lain: total dissolve solid (TDS), suhu
sungai sudah tidak lagi dilakukan dikarenakan air dan total suspended solid (TSS) yang dapat dilihat pada
sungai yang sudah tidak memungkinkan untuk Tabel 6.

60
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Tabel 6. Hasil analisis sifat fisik kualitas sampel air muara Way Tomy dan Way Lela

No Parameter Satuan Hasil Pengujian Kadar Max Yang


Keterangan
MWT MWL Dibolehkan
1 TDS mg/L 184 175 1000 K II
2 Suhu ºC 27,6 28,2 Suhu udara ± 30C K II
3 TSS mg/L 4,8 6,3 50 K II
Sumber: Data Hasil Analisis Laboratorium BTKL (2015)

Sifat Kimia Air Muara Sungai Way Tomu dan tempat alternatif membuang limbah dan menyebabkan
Muara Way Lela sungaitercemar dan menurunkan kualitas airnya.
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia air muara
Way Tomu (MWT) dan muara Way Lela (MWL), Kualitas Air Muara Way Tomu dan Muara Way
terdapat beberapa parameter bahan kimia diantaranya Lela
(deterjen, nitrat, nitrit, pH, BOD, DO, amonia, fosfat,
besi, minyak dan lemak, mangan, tembaga). Hal ini Pengujian kualitas air di Laboratorium Balai
disajikan pada Tabel 7. Teknik Kesehatan Lingkungan Ambon (2015),
berdasarkan parameter fisik, kimia dan biologi di muara
Sifat Biologi Air Muara Sungai Way Tomu dan Way Way Tomu dan muara Way Lela Wilayah Pesisir Kota
Lela Ambon dan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah
Dalam penelitian yang dilaksanakan di kedua No 82 (2001). Kemudian dilihat bahan pencemar yang
lokasi muara parameter biologi yang digunakan dalam dominan yang melampaui standar baku mutu yang
menentukan kualitas air sungai ialah E. coli. Maka ditetapkan.
berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap sampel
air kedua muara sungai dapat dilihat pada Tabel 8. Kualitas Fisik Air Muara Way Tomu dan Way Lela
Kualitas fisik adalah salah satu sifat yang
Aktivitas Masyarakat di Sekitar Muara Way Tomu mempengaruhi menurunnya kualitas air, sehingga
dan Muara Way Lela berdasarkan hasil analisis maka beberapa parameter
fisik yang diuji antara lain; TDS, suhu, dan TSS. Tabel
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan 7 menunjukkan bahwa parameter fisik, TDS, suhu dan
terhadap responden didua lokasi penelitian, terlihat jelas TSS. Untuk TDS (total dissolved solids) banyak
bahwa perilaku masyarakat dalam membuang limbah terdapat di daerah hilir, ini disebabkan karena pada
domestik ke sungai dan melakukan aktivitas di sekitar daerah hilir banyak terjadi tumpukkan padatan atau zat-
sungai sangat beresiko terhadap menurunnya kualitas air zat lain yang dibawa dari daerah hulu sungai, TDS pada
sungai Way Tomu dan Way Lela. Hal ini dapat dilihat muara Way Tomu dan muara Way Lela ialah 184 mg/L
pada kedua lokasi penelitian dimana sungai menjadi dan 175 mg/L, dimana TDS pada muara Way Tomu
lebih tinggi dari muara Way Lela.

Tabel 7. Hasil analisis kualitas sampel air untuk sifat kimia di laboratorium BTKL Ambon (2015)

Hasil Pengujian Kadar Max Yang Ket


No Parameter Satuan
MWT MWL Dibolehkan
A KIMIA
1 Deterjen µg/L 746 835 200 K II
2 Nitrat (NO3-) mg/L 2,647 2,129 10 K II
3 Nitrit (NO2-) mg/L 0,013 0,004 0,06 K II
4 pH - 7,94 8,13 6-9 K II
5 BOD mg/L 2,376 2,772 3 K II
6 COD mg/L 10,67 16,00 25 K II
7 DO mg/L 4,1 3,2 >4 K II
8 Amoniak mg/L 1,732 1,977 - K II
9 Fosfat (PO43-) mg/L 0,0651 0,4631 0,2 K II
10 Besi mg/L 1,94 0,13 3 K II
11 Minyak dan lemak mg/L 2,39 1,37 10 K II
12 Mangan mg/L 0,0 0,0 0,4 K II
13 Tembaga mg/L 0,0 0,0 1 K II
Sumber: Data Hasil Analisis Laboratorium BTKL Ambon (2015)

61
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Tabel 8. Hasil analisis sifat biologi kualitas sampel air di laboratorium

Hasil Pengujian
No Parameter MWT MWL
Jml/100mL Jml/100mL
1 Bakteri E.coli 1.898.000)*** 1.866.000)***
Sumber: Data Penelitian (2015). Ket: *** = Batas baca alat ukur

Tabel 9. Parameter kimia yang dominan di muara way tomu dan muara way lela

Hasil analisis
No Parameter Satuan PP No. 82 tahun 2001
MWT MWL
1 Deterjen µg/L 746 835 200
2 Dissolved Oxygen mg/L 4,1 3,2 >4
3 Fosfat mg/L 0,0651 0,4631 0.2

Untuk suhu terlihat bahwa pada muara Way Tomu dan Kandungan bahan kimia deterjen pada muara
muara Way Lela relatif rendah yakni 27,6ºC dan 28,2ºC Way Tomu sebesar 746 mg/L dan untuk muara Way
nilai tersebut tidak melebihi batasan suhu maksimum Lela sebesar 835 mg/L kedua nilai ini sudah melampaui
yang dapat mengakibatkan kematian bagi mahluk hidup baku mutu air yang ditetapkan Peraturan Pemerintah
yakni sebesar 32,3ºC sampai 32,5ºC (Effendi, 2003), No. 82 (2001) sebesar 200 mg/L. Untuk kandungan DO
sehingga masih memenuhi syarat yang ditetapkan pada muara Way Lela sebesar 3,1 mg/L kurang dari
Peraturan Pemerintah No. 82 (2001), dimana suhu udara ketentuan minimun 4 mg/L namun pada muara Way
± 3ºC. Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan Tomu kadar DO 4,1 mg/L masih dikatakan sesuai baku
suhu air akan menimbulkan beberapa akibat diantara- mutu yang ditetapkan sebesar > 4 mg/L, dan untuk kan-
nya: jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun, dungan kimia fosfat nilai tertinggi yang sudah tidak
kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan sesuai dengan standar baku mutu air yang dibolehkan
hewan air lainnya terganggu dan jika batas suhu yang berada pada muara Way Lela, dimana kadar fosfat pada
mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya muara Way Lela sudah mencapai 0,4631 mg/L,
mungkin akan mati. Sedangkan pada parameter TSS, sebaliknya kadar fosfat pada muara Way Tomu masih
nilai uji pada muara Way Tomu 4,8 mg/L lebih rendah dikatakan sesuai dengan standar baku mutu yang
dibandingkan dengan muara Way Lela yaitu 6,3 mg/L. dibolehkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Ketiga parameter fisik dari muara Way Tomu dan
muara Way Lela ini masih masuk dalam syarat yang Kualitas Biologi Muara Way Tomu dan Muara Way
ditetapkan Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 Lela
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Salah satu indikator penentu kualitas air adalah
Pencemaran Air untuk Kelas II. parameter biologi air dapat dinilai dari banyaknya
kandungan mikroorganisme yang menjadi indikator
Kualitas Kimia Muara Way Tomu dan Muara Way terjadinya pencemaran. Parameter biologi yang diamati
Lela dalam penelitian ini adalah bakteri Escherichia coli.
Kualitas kimia adalah sifat yang sangat Nilai E. coli untuk Way Tomu 1.898.000)*** dan untuk
berdampak besar untuk menurunnya kualitas air,maka Way Lela 1.866.000)***, kedua nilai ini sudah terlalu
dari penelitian yang dilakukan di dua lokasi yakni tinggi dan melebihi baku mutu yang ditetapkan
muara Way Tomu dan muara Way Lela terdapat tiga Peraturan Pemerintah No. 82 (2001).
belas parameter kimia yang terdapat di dalam air Way
Tomu dan Way Lela diantaranya: deterjen, nitrat (NO3), Pengaruh Kepadatan Permukiman Terhadap
nitrit (NO2), pH, BOD, COD, DO, amoniak, fosfat Kualitas Air Muara Way Tomu dan Muara Way
(PO4), besi (Fe), minyak dan lemak, mangan (Mn), dan Lela
tembaga (Cu).
Berdasarkan hasil analisis untuk tiga belas bahan Meningkatnya jumlah penduduk di suatu daerah
kimia yang terdeteksi pada muara Way Tomu dan berdampak kepada kepadatan permukiman, hal ini
muara Way Lela terdapat tiga jenis bahan kimia yang menyebabkan jumlah limbah rumah tangga ataupun
sudah tidak memenuhi syarat baku mutu air yang limbah domestik menjadi meningkat, maka menyebab-
ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 82 (2001) tentang kan pencemaran. Hal ini dapat dilihat di muara Way
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Tomu dan Way Lela, dimana di muara Way Tomu
Air Kelas II. Ketiga bahan kimia tersebut yaitu: tingkat kepadatan permukiman lebih tinggi dari muara
(deterjen, dissolved oxygen (DO) dan fosfat), hal ini Way Lela sehingga berpengaruh terhadap kualitas air,
menjadi penyebab menurunnya kualitas air sungai Way karena volume limbah yang dibuang ke badan sungai
Tomu dan Way Lela. lebih besar.

62
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Bahan Pencemar Dominan pada Muara Way Tomu mendapatkan perhatian khusus, karena masalah yang
dan Muara Way Lela serius akibat eutrofikasi ditimbulkan oleh petumbuhan
alga sel tunggal secara hebat, proses dekomposisi dari
Berdasarkan tiga kualitas (fisik, kimia dan bio- sel yang mati akan mengurangi oksigen terlarut dampak
logi) yang diteliti di muara Way Tomu dan muara Way lain dari eutrofikasi ialah rusaknya habitat untuk
Lela untuk mengetahui bahan pencemar yang dominan. kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata,
Hasil analisis ditemukan bahan pencemar dominan di kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya
kedua muara yakni indikator kimia (deterjen, DO, biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam
fosfat) dan indikator biologi (E. coli). Keempat indi- rantai makanan, konsentrasi oksigen terlarut turun
kator tersebut sudah melampaui batas baku mutu yang sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran
ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 82 (2001) tentang untuk hidup, dan rusaknya kualitas areal yang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran mempunyai nilai konservasi/cagar alam margasatwa
Air Kelas II, dapat dilihat pada Tabel8 dan9. atau ekowisata. Umumnya deterjen mengandung
surfaktan yang berfungsi sebagai bahan pembasah yang
Deterjen menyebabkan turunnya tegangan permukaan dari air
Berdasarkan hasil analisis laboratorium nilai sungai, surfaktan atau bahan pembasah merupakan
parameter Deterjen untuk kedua lokasi penelitian yakni bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada
muara Way Tomu (746 µg/L) dan muara Way Lela (835 deterjen, sabun, dan shampoo (Effendi, 2003). Selain
µg/L). Nilai kedua muara tersebut sudah melebihi syarat surfaktan deterjen juga mengandung builder (bahan
baku mutu air yang ditetapkan Peraturan Pemerintah no pembentuk). Builder berfungsi meningkatkan efisiensi
82 tahun 2001 sebesar (200 µg/L), sehingga menurun- pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
kan kualitas kedua air di muara sungai yang diteliti. mineral penyebab kesadahan air. Air sungai yang
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dimuara tercemar limbah deterjen berakibat buruk bagi flora dan
Way Tomu nilai deterjen lebih rendah 1,87 µg/L fauna yang hidup di sungai. Ikan dan tumbuhan yang
(Titaley, 2014) sedangkan nilai deterjen pada muara ada di sungai dapat mati karena ekosistem tempat hidup
Way Tomu lebih tinggi dan menyebabkan tercemarnya mereka tercemar. Zat yang terdapat dalam limbah
sungai dan menurunnya kualitas air sungai. Mening- deterjen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan
katnya kandungan deterjen di muara sungai disebabkan gulma air sehingga dapat mengakibatkan ledakan
oleh beberapa faktor yaitu: 1) semakin tinggi buangan jumlah tanaman tersebut. Hal ini akan berdampak pada
limbah deterjen ke badan sungai; 2) aktifitas mencuci kualitas air dan ikan-ikan menjadi sulit untuk bertahan
dan mandi disungai; dan 3) pemukiman padat disekitar hidup. Penelitian juga menunjukkan bahwa deterjen
muara. Semua ini menyebabkan meningkatnya kadar mempunyai pengaruh terhadap flora dan fauna yang
deterjen yang melebihi baku mutu air sehingga hidup di sungai. Limbah deterjen yang tidak dapat
mempengaruhi menurunnya kualitas air di muara Way diurai dalam waktu yang singkat ini menyebabkan
Tomu dan muara Way Lela Wilayah Pesisir Kota polusi udara karena baunya yang tidak sedap. Menurut
Ambon. Hal lain yang diakibat oleh buangan limbah Frick (2007), deterjen terurai dalam hitungan minggu
deterjen ke sungai yaitu dapat mengakibatkan sifat fisik hingga bulanan sedangkan persyaratan ekolabel
air berupa TDS dan TSS tergolong buruk. memberikan jangka waktu peruraian limbah deterjen di
Deterjen yang digunanakan dalam aktivitas lingkungan alam hanya dua hari. Selain itu deterjen
penduduk sekitar muara antara lainnya jenis deterjen dalam air buangan dapat meresap ke air tanah atau
krim dan bubuk, yang digunakan untuk mencuci dan sumur-sumur di masyarakat. Air yang tercemar limbah
sebagainya, sehingga sisa-sisa deterjen yang digunakan deterjen tidak baik bagi kesehatan karena dapat
dibuang langsung ke badan sungai. Deterjen yang menyebabkan kanker. Kanker ini diakibatkan oleh
selama ini digunakan untuk mencuci pakaian sebenar- menumpuknya surfaktan di dalam tubuh manusia.
nya merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan Linear Alkilbenzena Sulfona jenis deterjen ini mampu
minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan dibiodegradasi di bawah kondisi aerobik dalam media
kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan mengandung air, dan sebagian besar dapat dihilangkan
pewangi. Sehingga berdasarkan hasil penelitian yang dengan pengelolaan limbah cair, namun sejumlah fraksi
dilakukan di kedua muara, diketahui deterjen ternyata penting (sebanyak 20-25%) terimobilisasi dalam limbah
mempunyai efek buruk terhadap lingkungan, yaitu sulit padat dan persisten dalam kondisi aerobik (Rubiatadji,
diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga sisa limbah 1993).
deterjen yang dihasilkan setiap hari oleh rumah tangga (1) Dissolved Oxygen
akan menjadi limbah berbahaya yang mengancam Hasil analisis menunjukan nilai dissolved oxygen
stabilitas lingkungan hidup. (DO) pada sampel air Muara Way Lela sebesar 3,2
Limbah deterjen yang mengandung fosfat meng- mg/L, nilai ini masih lebih kecil dari standar baku mutu
akibatkan terjadinya eutrofikasi yang merupakan proses dan tidak sesuai dengan persyaratan baku mutu air yang
alamiah yang terjadi di perairan yang terkontaminasi ditetapkan PP No. 82 (2001) yakni >4 mg/L, dengan
oleh bahan nitrat dan fosfat akibat aktivitas manusia demikian menurunnya kualitas air sungai. Jumlah
disekitar muara. Oleh karena itu deterjen juga oksigen terlarut yang ada dalam air dipengaruhi oleh
merupakan sumber penyebab eutrofikasi yang perlu suhu, tekanan parsial gas-gas baik yang ada di udara

63
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

maupun di air, kadar garam serta adanya bahan-bahan Menurut Morse et al. (1993) sumber fosfor penyebab
yang mudah teroksidasi. Tinggi rendahnya kandungan eutrofikasi 10% berasal dari proses alamiah di
oksigen terlarut dalam suatu perairan menunjukkan lingkungan air itu sendiri (background source), 7% dari
tingkat kesegaran suatu perairan. Nilai DO semakin industri, 11% dari detergen, 17% dari pupuk pertanian,
tinggi menggambarkan suatu badan perairan semakin 23% dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32%, dari
baik karena air tersebut masih murni yang jumlah limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjuk-
oksigen terlarut masih tinggi. kan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragam-
Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air nya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang
semakin baik, jika kadar oksigen terlarut yang terlalu yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan
rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat air. Masalah eutrofikasi menggambarkan bagaimana
degradasi anaerob yang mungkin saja terjadi. Satuan aktivitas manusia di daratan dapat menurunkan derajat
oksigen terlarut dinyatakan dalam presentase saturasi. mutu perairan khususnya muara sungai.
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk bernapas, proses metabolisme atau pertukaran zat KESIMPULAN
yang kemudian menghasilkan energi untuk partum-
buhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama dalam 1) Bahan pencemar dominan di muara Way Tomu dan
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas Way Lela adalah parameter kimia dan biologi; 2) Kadar
dan hasil fotosintesis organik yang hidup dalam perairan deterjen (muara Way Tomu (746 µg/L) dan Way Lela
tersebut (Salmin, 2000). (835 µg/L), DO (muara Way Tomu 4.1 mg/L) dan fosfat
(muara Way Lela 0,4631 mg/L) menunjukan bahwa
Fosfat (PO4) nilai parameter tersebut telah melampaui nilai baku
Fosfat diketahui sebagai bahan kimia yang mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No 82 (2001)
memicu pertumbuhan alga tak terkendali (ganggang) tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
yang menutup permukaan air dan penyebab eutrofikasi Pencemaran Air Kelas II. Begitu pula kadar E. coli telah
(Morse et al., 1993). Berdasarkan hasil analisis untuk melampaui nilai baku mutu; dan 3) Pengaruh kepadatan
muara Way Tomu dan muara Way Lela terlihat pada permukiman dan perilaku masyarakat di sekitar muara
Tabel 9, nilai PO4 pada muara Way Lela lebih tinggi Way Tomu dan Way Lela berbeda dalam membuang
dibandingkan dengan nilai PO4 pada muara Way Tomu limbah domestik ke badan sungai, dimana kedua lokasi
hal ini menyebabkan nilai PO4 pada muara Way Lela permukiman yang berbeda berpengaruh terhadap pence-
sudah melewati syarat yang ditetapkan Peraturan maran yang pada akhirnya mengakibatkan menurunnya
Pemerintah No. 82 (2001) yakni 0,2 mg/L, hal ini kualitas air di kedua muara yang diteliti. Tingginya
disebabkan pada sekitar muara Way Lela terdapat kepadatan permukiman telah menyebabkan jumlah
banyak aktivitas penduduk yang membuang limbah limbah domestik yang dibuang ke badan sungai juga
yang mengandung fosfat ke dalam badan sungai. Salah semakin tinggi.
satu contohnya kegiatan penduduk mencuci pakaian
dengan menggunakan deterjen. Namun demikian fosfat DAFTAR PUSTAKA
tidak beracun bagi hewan air dan tidak mengganggu
kesehatan manusia (Fardiaz, 2003). Selain itu dapat Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
masuk kedalam perairan. Senyawa fosfat dalam perairan Yogyakarta: Kanisius.
berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:
dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut Kanisius.
sendiri. Frick, H. 2007. Dasar-Dasar Aristekstur Ekologis.
Sungai menjadi sumber fosfat karena sungai Bandung: ITB.
membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat Greenberg, A.E. 1995. Standard Methods for the
daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai Examination of Water and Wastewater, 19th
lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam edition. American Public Health Association
air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, fosfat (APHA). APHA, Washington DC.
diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta:
kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan Penerbit Andi.
berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan Morse, G.K., J.N. Lester, and R. Perry. 1993. The
dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut Economic and Environment Impact of
sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan Phosphorus Removal from Wastewater in the
menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) European Community. Department for
fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan Environment, Food and Rural Affairs. AGRIS
kematian ikan secara massal. Kandungan ataupun residu FAO.
fosfat di perairan merupakan indikasi tingkat kesuburan Soemarwoto, O. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup, dan
perairan dan memicu terjadinya pengkayaan perairan. Pembangunan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

64
J. Budidaya Pertanian Vol. 14(2): 55-65. Th. 2018

Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Tentang Praseno, R. Rositasari, dan S.H. Riyono, eds.)
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian P3O – LIPI, hal 42-46.
Pencemaran Air Kelas II. Suriawira, U. 1986. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar
Rubiatadji. R. 1993. Penurunan Kadar Deterjen (Alkyl Pengolahan Buangan Secara Biologis. Bandung:
Benzene Sulphonate) Dalam Air Degan Proses Alumi.
Adsorpsi Karbon Aktif. Tugas Akhir. Program Titaley. H. 2014. Kualitas Air Sugai Akibat Buangan
Studi Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Sampah Domestik Ke Alur Sungai Wai Tomu
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Kota Ambon. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Universitas Pattimura.
Banten. Dalam: Foraminifera Sebagai Wisnu. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan.
Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (D.P.

65

Anda mungkin juga menyukai