Anda di halaman 1dari 42

TOURISM MEDICAL LABORATORY

“Review Jurnal”

DOSEN PENGAMPU :

Apt. G. A. Md. Ratih K. R. D., S. Farm., M. Farm.

OLEH :

MADE WITARI NUGRAHA PUTRI

(P071340191057)

IV – B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2021
Review Jurnal

Jurnal 1 : Kesesuaian Mutu Deterjen Cuci Cair Untuk Alat Dapur Quality Fits Detergent
Of Dishwashing Liquid

Jurnal 2 : Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan Linier Alkil Sulfonat (Las) Dan Cod Dari
Limbah Cair Domestik Dengan Metode Lumpur Aktif

Jurnal 3 : Nonionic oil-in-water microemulsions: the effect of oil type on phase behaviour
“Mikroemulsi minyak dalam air nonionik: efek jenis minyak pada perilaku fase”

A. Tujuan
Jurnal 1 : Penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi mutu produk deterjen tersebut
berikut kesesuaiannya dengan persyaratan standar yang berlaku yaitu SNI 4075-
2:2017
Jurnal 2 : Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk megetahui kemampuan penggunaan
lumpur aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linier Alkil Sulfonat (LAS) dan
COD pada limbah cair domestik.
Jurnal 3 : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembentukan mikroemulsi o/ w bebas
kosurfaktan, dibuat menggunakan surfaktan nonionik baik dari n- alkil
polioksietilen eter atau nalkilamin- N- seri oksida dan mengandung berbagai etil
ester dan minyak trigliserida pada 298 dan 310 K, dalam air, PBS dan PBS lengkap
(cPBS), dengan maksud untuk eksploitasi mereka sebagai kendaraan pengiriman
obat.
B. Metode
Jurnal 1 : Pada penelitian ini menggunakan metode eksploratif kuantitatif yaitu penelitian
yang memiliki tujuan untuk melakukan eksplorasi atau memperdalam pengetahuan
ataupun mencari ide-ide baru mengenai suatu hal tertentu, dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai jenis-jenis surfaktan yang digunakan dalam
deterjen cuci cair untuk alat dapur dan melakukan evaluasi mutu produk yang
beredar di pasaran.
Jurnal 2 : Pada penelitian ini menggunakan metode lumpur aktif (activated sludge)
merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan mikroorganisme
dimana selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material,
mikroorgnisme juga Page 2 menjadikan material yang terurai tersebut sebagai
tempat berkembangbiak. Sehingga dapat menurunkan senyawa dodesil benzene
sulfonate (DBS) yang terdapat dalam limbah deterjen.
Jurnal 3 : Penelitian ini menggunakan dengan cara sebagai kosurfaktan di mana mereka
interchelate dengan kelompok hidrofilik mereka diselingi di wilayah kelompok
kepala surfaktan. Sebagai N, N- dimetildodesilamina- N- oksida tidak
menunjukkan titik awan.
C. Teknik Sampling
Jurnal 1 : Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu dimana peneliti
menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang
sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian dan ditunjukan pada produk deterjen cuci cair untuk alat
dapur yang mayoritas digunakan masyarakat Indonesia.
Jurnal 2 : Sampling Sedimen Lumpur yaitu sampling sedimen lumpur ini sebagai lumpur
aktif dimana sedimen diambil menggunakan serokan dengan dengan kedalaman
±10 cm dari permukaan sebanyak ±10 g, kemudian diletakkan pada satu kantong
plastik, dan disimpan pada box sampel.
Sampling Air Limbah Deterjen yaitu sampel air limbah diambil dari saluran
pembuangan air mesin cuci yang menggunakan deterjen jenis LAS. Air limbah
dimasukkan ke dalam jerigen plastik dengan volume 30 L, kemudian sampel
dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar surfaktan dan nilai COD pada
limbah tersebut.
Jurnal 3 : Teknik sampling pada jurnal ini berbeda dengan kedua jurnal diatas, yang
membedakan disini yaitu sampel disiapkan secara individual dengan mencampurkan
berat minyak yang diperlukan, surfaktan dan air, PBS atau PBS lengkap, dan
dilakukan pemanasan hingga 343–353 K selama 10 menit dan pendinginan hingga
298 K dengan pengadukan kuat. Sedangkan penggunaan panas disini sebagian besar
tidak diperlukan untuk sistem yang disiapkan menggunakan amina- N- surfaktan
oksida, dengan pengecualian sampel yang mendekati batas atas batas fasa.
Perbedaan ini mungkin karena adanya titik awan dalam larutan yang dibuat dengan
surfaktan polioksietilena.
D. Teknik Analisa
Jurnal 1 : Pengujian Kadar pH dimana sampel detergen cuci cair dicampurkan dengan air
suling bebas CO2 kemudian dihomogenkan dan ukur menggunakan alat pH meter.
Pengujian Total Kadar Surfaktan yaitu total kadar surfaktan dalam detergen adalah
bahan yang larut dalam etanol dikurangi dengan bahan yang larut dalam petroleum
eter.
Jurnal 2 : Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel yaitu sampel atau standar dimasukkan ke
dalam corong dan diteteskan larutan NaOH 1 N yang diuji dengan indikator
fenolftalein dan warna merah muda yang terbentuk dihilangkan dengan diteteskan
larutan H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah muda tepat hilang.
Penentuan Nilai COD pada Sampel yaitu sampel limbah cair dipipet kedalam labu
refluks kemudian ditambahkan HgSO4 dan larutan Ag2SO4-H2SO4 kemudian
homogenkan. Larutan kemudian direfluks selama 2 jam dan ditambahkan akuades
dan sampel ditmbahkan 1-2 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan Fe
(NH4)2(SO4)2 sampai terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi merah
bata
Jurnal 3 : Surfaktan diperiksa kemurniannya dengan KLT menggunakan pelat silika gel 60
F254 yang telah dilapisi sebelumnya (Merck, Darmstadt, Jerman) dan campuran
toluena/metanol/aseton (8:1:1, basis volume) sebagai fase gerak, bersama-sama
dengan larutan 5% b/v amonium molibdat, 10% v/v asam sulfat pekat dan 90% v/v
air atau larutan 5% v/v Panisaldehida, 5% v/v asam sulfat pekat dan 90% v/v etanol.
Massa molekul alkilamin- N- surfaktan oksida ditentukan menggunakan
spektroskopi massa pemboman atom cepat atau FAB-MS (VG ZAB-SE4F) dan
sesuai dengan massa yang diprediksi.
E. Keuntungan dan Kerugian

Jurnal 1 : Keuntungan dari metode eksploratif kuantitatif yaitu peneliti mempunyai banyak
fleksibilitas dan bisa beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam situasi yang
berbeda dan perubahan yang terjadi seiring kemajuan penelitian, biaya yang
dikeluarkan dalam penelitian ini rendah, dapat membantu peneliti lain untuk
menemukan kemungkinan penyebab masalah, yang dapat dipelajari lebih lanjut
secara terperinci untuk mengetahuinya, yang mana di antara mereka yang paling
mungkin menjadi penyebab masalah.

Kerugian menggunakan metode metode eksploratif kuantitatif yaitu meskipun itu


bisa mengarahkan kita ke arah yang benar menuju apa jawabannya, biasanya tidak
meyakinkan. Seringkali, penelitian eksplorasi melibatkan sampel yang lebih kecil,
sehingga hasilnya tidak dapat secara akurat ditafsirkan untuk populasi umum.

Jurnal 2 : Keuntungan menggunakan metode lumpur aktif yaitu dapat mengolah air limbah
dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar.
Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar.
Kerugian menggunakan metode lumpur aktif yaitu dapat terjadi bulking pada
lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.
Selain itu memerlukan ketrampilan operator yang cukup.
Jurnal 3 : Keuntungan dari jurnal ini yaitu mikroemulsi ini memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan mikroemulsi yang banyak diteliti untuk keperluan farmasi,
khususnya karena memiliki kemampuan untuk diencerkan tanpa merusak
integritasnya.

Kerugian pada jurnal ini yaitu kelas sufraktan sesnsitif terhadap keberadaan trolyte,
ini disebabkan karena surfaktan bic yang digunakan mikroemulsi misalnya DOAO
dan C18: 1 E 10 lebih sensitif terhadap elektrolit pada percobaansuhu yang diperiksa.
KESESUAIAN MUTU DETERJEN CUCI CAIR UNTUK ALAT DAPUR

Quality Fits Detergent of Dishwashing Liquid

Ira Setiawati, Eva Oktarina, dan Auliyah Ariani

Balai Besar Kimia dan Kemasan – Kementerian Perindustrian


Jl. Balai Kimia No.1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, 13069
e-mail:ira.setiawati@gmail.com

Abstrak

Bahan kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai deterjen cuci cair untuk
alat dapur dengan satu atau lebih jenis surfaktan sebagai komposisi utamanya. Produk deterjen cuci cair untuk
alat dapur yang beredar di pasaran harus memiliki mutu sesuai standar yang berlaku sehingga meningkatkan
daya saing produk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis-jenis surfaktan yang digunakan
dalam deterjen cuci cair untuk alat dapur yang beredar di pasaran dan untukmengevaluasi mutu produk deterjen
tersebut berikut kesesuaiannya dengan persyaratan standar yang berlaku yaitu SNI 4075-2:2017 (Deterjen cuci
cair – Bagian 2: untuk alat dapur). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksploratif kuantitatif yaitu
dengan cara mengumpulkan informasi mengenai jenis-jenis surfaktan yang digunakan dalam deterjen cuci cair
untuk alat dapur dan melakukan pengecekan mutu produk yang beredar di pasaran (pada wilayah Jakarta,
Bekasi, Depok dan Bogor) terhadap pemenuhan persyaratan mutu sesuai SNI 4075-2:2017. Sampel ditelaah
kesesuaian mutunya, berdasarkan SNI 4075-2:2017 pada parameter pH, total surfaktan, dan angka lempeng
total. Hasil penelusuran komposisi deterjen menunjukkan terdapat satu atau lebih jenis surfaktan yang
terkandung dalam deterjen tersebut dan setiap produk memiliki kadar surfaktan yang berbeda-beda. Sedangkan,
hasil evaluasi mutu dari deterjen cuci cair untuk alat dapur tersebut memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI
4075-2:2017untuk parameter uji total kadar surfaktan dan ALT. Namun, pada parameter uji pH masih terdapat
beberapa deterjen yang belum memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI 4075-2:2017.
Kata kunci: deterjen cuci cair-alat dapur, surfaktan, Standar Nasional Indonesia (SNI).

Abstract

Chemicals have an important role in daily life, includingdishwashing liquid detergent because it contains one or
more types of surfactants as the main composition. Dishwashing liquid detergent products on the market must
have quality according to applicable standards thereby increasing the competitiveness of these products. The
purpose of this study was to determine the types of surfactants used in theseproducts and to evaluate the quality
of these products and its suitability with the applicable standard requirements namely SNI 4075-2: 2017 (Liquid
washing detergent - Part 2: for kitchen utensils). The method used in this research is quantitative explorative by
collecting information about the types of surfactants used in dishwashing liquid detergent and checking the
quality of products on the market (in Jakarta, Bekasi, Depok and Bogor) on compliance quality requirements
according to SNI 4075-2: 2017. The samples are examined for suitability of quality, based on SNI 4075-2: 2017
on the parameters of pH, total surfactants, and total plate count. Result of detergent composition tracing show
that there are one or more types of surfactants contained in the detergent and each product has different
surfactant levels. Meanwhile, the results of the quality evaluation of the dishwashing liquid detergent meet the
quality requirements according to SNI 4075-2: 2017 for the test parameters for total surfactant and total plate
count levels. However, in the pH test parameters there are some detergents that do not meet the quality
requirements according to SNI 4075-2: 2017.
Keywords:dishwashing liquid detergent, surfactant, Indonesian National Standard.

1. PENDAHULUAN dapur atau biasa disebut deterjen cuci piring.


Saat ini, produk deterjen cuci piring dengan
berbagai macam merek dapat ditemukan di
Produksi dan konsumsi produk kimia sering
pasaran dan mengandung jenis surfaktan
digunakan sebagai tolok ukur tingkat
yang berbeda-beda.
kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
Hal ini dikarenakan bahwa kehidupan manusia Dalam perkembangannya, industri
tidak lepas dari pemanfaatan bahan kimia. deterjen cuci piring perlu melakukan upaya
Bahan kimia yang memiliki peranan penting untuk menghasilkan produk yang berkualitas
dalam kehidupan sehari-hari adalah produk sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
pembersih seperti deterjen cuci cair untuk alat Produk yang sesuai dengan standar akan
memiliki nilai tambah dibandingkan dengan
Prosiding PPIS 2019 – Semarang, 11 Oktober 2019: Hal 135-142

produk sejenisnya, sehingga dapat dapat berupa granul, cair dan spray (Olson,
meningkatkan daya saing produk tersebut 2012).
terhadap produk-produk yang ada di pasaran, Surfaktan adalah molekul amfifilik yang
baik dengan produk lokal maupun produk memiliki gugus hidrofilik atau larut air (gugus
impor. kepala) dan gugus hidrofobik, atau gugus tak
Standardisasi merupakan salah satu larut air (gugus ekor). Pada konsentrasi
instrument regulasi teknis yang dapat rendah, surfaktan hanya ada sebagai
melindungi kepentingan konsumen nasional monomer. Pembentukan misel, dimulai pada
sekaligus produsen dalam negeri. Melalui konsentrasi surfaktan spesifik yang disebut
regulasi teknis yang berbasiskan konsentrasi misel kritis (critical micelle
standardisasi, dapat dicegah beredarnya concentration, CMC), di mana sifat fisik
barang-barang yang tidak bermutu di pasar larutan, seperti tegangan antarmuka,
dosmetik khususnya yang terkait dengan konduktivitas listrik, dan perilaku hamburan
kesehatan, keamanan, keselamatan dan cahaya, sering berubah secara tiba-tiba
pelestrasian fungsi lingkungan hidup. karena keberadaan misel (Shah, 2011;
Sehingga, SNI dapat dijadikan sebagai Schramm, 2003).
jaminan mutu dari suatu produk. Oleh karena SNI 4075-2:2017 (Deterjen cuci cair –
itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk Bagian 2: untuk alat dapur) merupakan revisi
menentukan jenis-jenis surfaktan yang dari SNI 06-4075-1996 Deterjen Cuci Cair.
digunakan dalam deterjen cuci cair untuk alat SNI 06-4075-1996 hanya menguji surfaktan
dapur yang beredar di pasaran. Penelitian ini anionik saja, sedangkan saat ini, surfaktan
juga bertujuan untuk mengevaluasi mutu yang digunakan pada produk deterjen cuci cair
produk deterjen tersebut berikut sangatlah beragam. Oleh karena itu, pada
kesesuaiannya dengan persyaratan standar penelitian ini dilakukan pendataan jenis
yang berlaku yaitu SNI 4075-2:2017 (Deterjen surfaktan yang digunakan dan mengkaji mutu
cuci cair – Bagian 2: untuk alat dapur). deterjen berikut kesesuainnya bedasarkan SNI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat 4075-2:2017. Persyaratan mutu deterjen cuci
memberikan informasi yang bermanfaat bagi cair untuk alat dapur dapat dilihat pada Tabel
konsumen agar bijak dalam memilih produk, 1.
bagi produsen agar menghasilkan produk
yang berdaya saing tinggi, aman, berkualitas Tabel 1 Persyaratan mutu SNI 4075-2:2017
dan sesuai standar yang berlaku, serta bagi (Deterjen cuci cair – Bagian 2: untuk alat
pemerintah sebagai regulator agar dapat dapur).
memantau dan mengatur produk-produk yang No Kriteria Satuan Persyaratan
beredar di pasaran baik produk lokal maupun 1 pH, 1% - 3-8
Bahan tidak larut % fraksi maks. 0,1
impor. 2
dalam air massa
Total kadar % fraksi min. 10
3
2. TINJAUAN PUSTAKA surfaktan massa
Specific Gravity - 1,0 – 1,5
4 o o
(25 C/25 C)
Detergen adalah campuran berbagai bahan Daya biodegradasi % min. 60
yang digunakan untuk membantu 5
surfaktan
5
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan Cemaran mikroba koloni/g maks. 1x10
turunan minyak bumi (Samhis, 2019). 6 Angka lempeng
Deterjen adalah produk pembersih yang efektif total
karena mengandung satu atau lebih surfaktan
atau surface active agent. Surfaktan dalam Surfaktan sebagai komponen utama dari
deterjen diklasifikasikan berdasarkan sifat deterjen akan mempengaruhi karakteristik
ioniknya dalam air yaitu anionik, nonionik, fisik, kimia dan biologis dari deterjen seperti
kationik dan amfoterik (Anonim, 2019; Shah, kadar total surfaktan, pH dan sifat antimikroba
2011). Detergen surfaktan berbeda dengan yang ditunjukkan dengan angka lempeng total.
sabun. Sabun terbentuk dari garam atau asam Pengujian kadar total surfaktan dilakukan
lemak dan memiliki toksisitas rendah dengan bedasarkan kelarutannya. Bahan yang larut
proses pembersihan memanfaatkan reaksi dalam alkohol pada deterjen cair adalah
penyabunan atau saponifikasi. Sedangkan surfaktan (anionik, nonionik, kationik dan
detergen merupakan produk pembersih bukan amfoterik), alkohol dan parfum. Bahan yang
sabun dimana tidak memanfaatkan reaksi larut dalam eter pada deterjen cair adalah
saponifikasi seperti halnya sabun dalam alkohol dan parfum. Sehingga total surfaktan
proses pembersihan kotoran. Detergen ini dapat terukur dengan bahan yang larut dalam

136
Kesesuaian Mutu Deterjen Cuci Cair Untuk Alat Dapur
(Ira Setiawati, Eva Oktarina, dan Auliyah Ariani)

alkohol dikurangi bahan yang terlarut dalam Contoh diuji berdasarkan SNI 4075-2:2017
eter. pada parameter pH, total kadar surfaktan, dan
Jenis surfaktan akan mempengaruhi angka lempeng total. Metode uji tersebut telah
tingkat keasaman deterjen. Jika digunakan diverifikasi oleh Laboratorium BBKK pada
surfaktan jenis kation, maka akan membentuk contoh uji deterjen cuci cair-peralatan dapur
suasana asam. Sedangkan jika digunakan dan memberikan hasil yang valid.
surfaktan jenis anion, maka akan membentuk
suasana basa. Selain itu, surfaktan zwiterionik Pengujian Kadar pH
yang memiliki dua fungsi, bisa menjadi kation Pengujian kadar pH dilakukan sesuai SNI
atau anion. Surfaktan zwiterionikditentukan 4075-2:2017 di Laboratorium Pengujian Kimia
oleh pH, apabila pH asam maka surfaktan ini Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK)
akan bersifat kation sebaliknya bila dalam Kementerian Perindustrian. Contoh uji
suasana basa maka bersifat anion.Surfaktan ditimbang 1 gram dan pindahkan ke dalam
ini menampilkan muatan dan benar-benar labu ukur 1000 mL. Tambahkan air suling
amfoterdi dekat titik isoelektrik (Salager, 2002; bebas CO2 hingga tanda tera, tutup labu ukur
Bratovcic et al., 2018). dan homogenkan. Tuang larutan ke dalam
Surfaktan berfungsi sebagai zat gelas piala. Diamkan larutan untuk mencapai
antimikrobadengan mekanisme menghambat kesetimbangan pada suhu ruang (25±2,0)°C.
kinerja bakteri saat adsorpsi. Surfaktan Ukur dengan alat pH meter.
dapatmempenetrasi ke dalam dinding sel, dan
bereaksi dengan membran sitoplasma, Pengujian Total Kadar Surfaktan
sehingga membran pecah dan organel yang Pengujian total kadar surfaktan dilakukan
berada di dalam sel akan lisis, degradasi sesuai SNI 4075-2:2017 di Laboratorium
protein dan asam nukleat, serta memicu Pengujian Kimia BBKK Kementerian
terjadinya autolisis. Perindustrian. Total kadar surfaktan dalam
detergen adalah bahan yang larut dalam
3. METODE PENELITIAN etanol dikurangi dengan bahan yang larut
dalam petroleum eter.
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif
kuantitatif dengan cara mengumpulkan Penentuan zat yang larut dalam etanol
informasi mengenai jenis-jenis surfaktan yang Contoh uji ditimbang 5 gram dan dimasukkan
digunakan dalam deterjen cuci cair untuk alat ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 100 mL
dapur dan melakukan evaluasi mutu produk etanol (99,5%), hubungkan dengan pendingin
yang beredar di pasaran terhadap pemenuhan tegak kemudian panaskan selama 30 menit di
persyaratan mutu sesuai SNI 4075-2:2017. atas penangan air sambil sesekali diaduk.
Surfaktan merupakan komposisi utama pada Saring larutan hangat dengan menggunakan
deterjen yang menentukan parameter total penyaring dan bilas sisa larutan yang
surfaktan, pH dan angka lempeng total. menempel pada erlenmeyer dengan 50 mL
etanol (95%). Dinginkan filtrat sampai suhu
Pengambilan Contoh ruang. Pindahkan filtrat ke dalam labu ukur
Contoh detergen cuci cair untuk alat dapur 250 mL dan tambahkan etanol (95%) sampai
diambil dari pasaran pada April 2019. Lokasi tanda tera. Ambil dengan pipet 100 mL dan
pengambilan contoh adalah toko tradisonal, pindahkan ke gelas piala 200 mL yang telah
mini market dan super market di wilayah diketahui bobot kosongnya. Panaskan di atas
Jakarta, Bekasi, Depok dan Bogor. Contoh penangas air untuk menghilangkan etanolnya.
yang diambil sebanyak 12 contoh. Keringkan di dalam oven (105±2)°C selama 1
Pengambilan sampel dilakukan secara jam. Dinginkan dalam eksikator dan timbang
purposive sampling yaitu ditujukan pada sampai bobot tetap.
produk deterjen cuci cair untuk alat dapur
yang mayoritas digunakan masyarakat
Indonesia dan tersedia di kota Jakarta, Bogor,
Depok, dan Bekasi (JaBoDeBek). JaBoDeBek
dipilih karena Jakarta memiliki populasi
penduduk yang terbesar di Indonesia yang Keterangan:
dikelilingi oleh kota penyangga di sekitarnya Cet : Zat yang larut dalam etanol (%)
yaitu Bogor, Depok, dan Bekasi. A : Sisa zat setelah pengeringan
(gram)
S : Bobot contoh (gram)
Pengujian Contoh 100/250 : Vol filtrat yang dipipet/vol akhir

137
Prosiding PPIS 2019 – Semarang, 11 Oktober 2019: Hal 135-142

contoh koloni (koloni/mL)


∑c : Jumlah koloni yang hidup pada semua
Penentuan zat yang larut dalam petroleum cawan petri (koloni)
eter V : Volume yang dituangkan pada cawan
Contoh uji ditimbang 10 gram masukkan ke petri (mL)
dalam erlenmeyer. Larutkan dalam 200 mL D : Faktor pengenceran pertama dimana
campuran air-etanol. Saring jika ada bagian jumlah koloni berada pada kisaran 30-
yang tidak larut. Tambahkan 0,5 mol/l larutan 300 koloni
natrium hidroksida 5 mL, teteskan larutan N : Jumlah cawan petri yang jumlah
indikator fenolftalein untuk memastikan bahwa koloninya berada pada kisaran 30-300
larutan telah basa. Pindahkan ke corong koloni
pemisah 500 mL, ekstrak tiga kali dengan 50
mL petroleum eter, jika emulsi semakin 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
banyak, tambahkan sedikit etanol untuk
menghilangkannya. Pada lapisan petroleum
Produk detergen cuci cair untuk alat dapur
eter cuci tiga kali dengan 30 mL larutan
telah mempunyai Standar Nasional Indonesia
campuran air-alkohol dan cuci dua kali dengan
(SNI) yaitu SNI 4075-2:2017, tetapi SNI
30 mL air suling. Keringkan dengan natrium
tersebut belum diberlakukan sebagai SNI
sulfat anhidrat sampai tidak ada lapisan air.
wajib. Oleh karena itu, perlu dilakukan
Saring dengan menggunakan kertas saring
penelitian untuk mengetahui kesesuaian mutu
kering yang telah diketahui bobotnya pada
produk yang beredar di pasaran terhadap
erlenmeyer. Uapkan petroleum eter pada
standar spesifikasi yang telah ditetapkan.
penangas air, biarkan labu erlenmeyer di
dalam desikator sampai suhu ruang dan Detergen cuci cair untuk alat dapur
timbang sampai bobot tetap. banyak beredar di masyarakat Indonesia,
sebagian besar masyarakat menggunakan
produk yang tersedia toko tradisional dan toko
modern, sehingga pengambilan sampel
Keterangan: detergen dalam penelitian ini fokus pada
Cpe : Zat yang larut dalam petroleum eter produk tersebut.
(%) Berdasarkan hasil penelusuran terhadap
A : Jumlah yang terekstraksi dalam produk deterjen cuci cair untuk alat dapur
petroleum eter (gram) yang beredar di pasaran tersebut,terdapat
S : Bobot contoh (gram) satu atau lebih jenis surfaktan yang
terkandung dalam deterjen tersebut. Jenis-
Penentuan total kadar surfaktan jenis surfaktan yang digunakan oleh industri
deterjen cuci cair untuk alat dapur dapat dilihat
pada Tabel 2. Kandungan surfaktan tersebut
diperoleh dari data yang tertera dalam
Pengujian Kadar Angka Lempeng Total kemasan. Data tersebut menunjukkan bahwa
(ALT) jenis surfaktan yang digunakan oleh industri
Pengujian kadar ALT dilakukan sesuai SNI sangat bervariasi dalam jenis dan
4075-2:2017 di Laboratorium Pengujian komposisinya. Hal tersebut yang mendasari
Mikrobiologi BBKK Kementerian Perindustrian. bahwa pengujian terhadap kandungan
Contoh uji diencerkan secara desimal (1:10, surfaktan dilakukan secara total.
1:100, 1:1000). Pipet 1 mL tiap pengenceran,
masukan masing masing ke dalam cawan Tabel 2 Kandungan surfaktan pada kemasan
petri steril secara duplo. Tambahkan 15-20 mL deterjen cuci cair untuk alat dapur.
medium TSA dan didinginkan hingga 45°C. Kode Kandungan Surfaktan yang
Aduk hingga merata dengan menggoyangkan Contoh Tertera di Kemasan
petri, biarkan membeku pada suhu kamar A Total surfaktan 18%
Inkubasi pada suhu 32°C - 35°C selama 48– B Total surfactant 20%:
72 jam. Hitung koloni yang tumbuh dengan - LAS-Na (anionik)
persamaan sebagai berikut: - SLES (anionik)
- CAPB (kationik)
- SLS (anionik)
C SLS (anionik)
Keterangan: D - LABSA 12% (anionik)
N : Angka Lempeng Total atau Jumlah - LES emulsifier 4%
- Cocoamido 0,5%

138
Kesesuaian Mutu Deterjen Cuci Cair Untuk Alat Dapur
(Ira Setiawati, Eva Oktarina, dan Auliyah Ariani)

Kode Kandungan Surfaktan yang Hasil Pengujian pH


Contoh Tertera di Kemasan Pengujian pH dilakukan sesuai cara uji SNI
- Kandungan nonionic + OH bebas 4075-2:2017, dengan masing-masing
(cracking powder) +Aloe vera contohdianalisis sebanyak dua kali (duplo).
(pelembut tangan) 6,5% Data hasil uji dapat dilihat di Tabel 2. Secara
E Total surfactant 21% umum, kadar pH dalam detergen cuci cair
Antibacterial agent 0,1% untuk alat dapur di pasaran memenuhi
F Total surfactant 12,5%: persyaratan mutu SNI4075-2:2017 (Deterjen
- LABSA (anionik) cuci cair – Bagian 2: untuk alat dapur), namun
- SLES (anionik) masih ada beberapa deterjen yang melebihi
- CAPB (kationik) syarat mutu pada parameter pH yaitu deterjen
- SLS (anionic) pH melebihi persyaratan mutu yang ditetapkan
- Triclosan 0,025% SNI 4075-2:2017 yaitu 3 - 8. Hal ini dapat
G SLS (anionik) dilihat pada Gambar 1.
H - Biodegradable surfactants 19%
- Lime extract 1%
- Antibacterial agent 0,1%
I - Sodium Laureth Sulfate 6,3%
(anionik)
- Linear Alkyl Benzene Sulfonic
Acid 4,5 (anionik)%
- Hydroxyethyl Laurdimonium
Chloride 0,5%
J - Surfactant blend (Nonionik and
Cationiksurfaktan) 3% Gambar 1 Kadar pH dalam detergen cuci cair
- Benzalkonium Chloride 0,2% untuk alat dapur di pasaran.
(kationik)
K Total surfactant 21%: Hasil Pengujian Total Kadar Surfaktan
- LAS-Na (anionik)
- SLES (anionik) Pengujian total kadar surfaktan dilakukan
- CAPB (amfoterik) menggunakan cara uji SNI 4075-2:2017.
- SLS (anionik) Masing-masing sampel dianalisis sebanyak
L Total surfaktan 22% dua kali (duplo). Data hasil uji dievaluasi
Sodium salisilat 0,15% berdasarkan batasan spesifikasi yang
dipersyaratakan di SNI. Batasan minimal
Evaluasi data hasil uji dilakukan dalam SNI sebesar 10 %b/b dengan hasil
terhadap 3 jenis persyaratan mutu yang seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Seluruh
terdapat pada SNI 4075-2:2017, yaitu pH, total contoh deterjen cuci cair untuk alat dapur
kadar surfaktan dan angka lempeng total. sebanyak 12 buah memenuhi standar
Hasil pengujian ketiga parameter tersebut persyaratan, dengan nilai berada diatas
dapat dilihat pada Tabel 3. 10%b/b.

Tabel 3 Hasil pengujian deterjen cuci cair


untuk alat dapur.
Total Kadar
Kode ALT
pH(0,1%) Surfaktan
Contoh (Kol/mL)
(%b/b)
A 7,64 23,38 10
B 7,97 25,07 < 10
C 7,79 22,54 < 10
D 7,65 22,44 < 10
E 7,64 25,15 < 10
F 8,38 11,35 < 10 Gambar 2. Total kadar surfaktan detergen cuci
G 8,07 17,35 < 10 cair untuk alat dapur di pasaran.
H 8,64 16,60 < 10 Surfaktan merupakan kandungan utama
I 8,69 13,80 < 10 dari deterjen sebagai surface active agent
J 7,85 17,30 10 yang merupakan zat aktif permukaan dengan
K 7,40 18,91 < 10 dua ujung yang berbeda hidrofil dan hidrofob.
L 8,09 15,58 < 10 Surfaktan berfungsi untuk menurunkan
tegangan aktif pada permukaan, antara cairan

139
Prosiding PPIS 2019 – Semarang, 11 Oktober 2019: Hal 135-142

atau antara cairan dan padatan, sehingga agen yang ada pada deterjen dapat berupa
kotoran dapat lepas dari permukaan. triclosan, trichlocarban, kationik ataupun
Surfaktan terdiri dari beberapa tipe yaitu nonionik agen seperti CTAB. Antibacterial
anionik, kationik, amfoterik dan non ionik. agen akan menyerang membran sitoplasmik
Surfaktan yang paling umum digunakan dan enzim metabolik, sehingga menyebabkan
dalam cairan pencuci piring adalah anionik perubahan pada fluiditas dan permeabilitas
[alky-lethoxy sulfate (R(OCH2CH2)n OSO3
- - dari membrane sitoplasmik (Moore 1997).
+ - +
Na ), alkilsulfat(R–OSO3 Na ), Alkylbenzene Walaupun saat ini, penggunaan triclosan
+
sulfonate (R–Ar– SO3-Na ) dan α-olefin (TCS) dan trichlocarban (TCC) dikategorikan
sulfonat (R–CH2–CH=CH–CH2–OSO3-Na )]
+ berbahaya karena dapat meningkatkan
dan nonionik [(alkil dimetil aminaoksida(R– resistensi antibiotic, peningkatan resiko
(CH3)2NO), alkohol etoksilat (R(OCH2CH2) penyakit alergi dan merupakan zat yang sulit
nOH) dan alkil amida (CH3(CH2)nC(=O)N untuk didegradasi. Saat ini TCS dan TCC
(CH2CH2OH)2)), serta alkil betaine amfoter (R– dikategorikan pada zat yang not Generally
+ -
N -(CH3)2CH2–COO )] di mana R adalah regarded As Effective (not GREA) (Hartono,
CxH2x+1 dan x biasanya dalam kisaran 12-18. 2017).
Surfaktan anionik adalah pilihan yang sangat Metode yang digunakan adalah
baik karena mereka memiliki kinerja penghitungan dengan cawan tuang
pembersihan yang baik dan berbusa sangat menggunakan medium pengencer dan
baik, di samping biaya rendah dan penetral. Medium yang digunakan adalah
mudahtersedia. Namun, memiliki beberapa Casein Peptone Lecithin Polysorbate 20%
kekurangan, termasuk ketidakcocokan dengan Broth Base, medium ini menggunakan tween
kationik. 20 dan lecithin yang merupakan zwitterion
yang berfungsi untuk menetralkan surfaktan
Hasil Pengujian Angka Lempeng Total yang digunakan pada contoh uji. Zwitterion
memungkinkan contoh uji tercampur dengan
Untuk mengetahui cemaran mikroba yaitu
medium penetral, sehingga jika terdapat
Angka Lempeng Total pada contoh uji, maka
bakteri, memungkinkan bakteri untuk tumbuh.
dilakukan uji sesuai SNI 4075-2:2017 dengan
metode pour plate atau cawan tuang
menggunakan media penetral CPLP dan
media tanam TSA yang mengandung pepton
dan kasein sebagai sumber karbonhidrat dan
protein.
Hasil dari contoh uji, hampir semua
contoh uji tidak ditumbuhi bakteri (0 koloni
yang tumbuh pada cawan petri = < 10
koloni/mL), kecuali sampel A dan J dengan
hasil 10 koloni/mL. Hasil tersebut masih
memenuhi syarat mutu deterjen cuci cair untuk
5
peralatan dapur SNI 4075-2:2017 yaitu 1 x 10
koloni/mL. Gambar 3. Target dari beberapa antibacterial
agen (Sumber: Moore 1997).
Bakteri tidak tumbuh karena surfaktan
memiliki sifat bakterisida dan bakteriostatis. Dari hasil pengamatan pada semua
Mekanisme bakterisida surfaktan terhadap contoh uji, tidak terdapat bakteri yang tumbuh
bakteri, yaitu: menghambat sintesis dinding sel pada cawan petri kecuali pada contoh uji A
bakteri, mengganggu membrane sel bakteri; dan J, terdapat 1 koloni yang diduga
menghambat sintesis protein dan asam merupakan E. coli. E. coli merupakan bakteri
nukleat bakteri; serta mengganggu yang sering ditemui pada contoh uji cair. E.
metabolisme sel bakteri. Voss (1963) coli memiliki membrane sel yang hidrofilik. E.
menyatakan penambahan gugus kation coli merupakan bakteri gram negative yang
seperti Na dan Ca pada surfaktan akan lebih tahan terhadap antibacterial agen
meningkatkan sifat bakterisidal surfaktan. dibandingkan bakteri gram positif. Hal tersebut
Kation akan menyerang dinding sel bakteri karena dinding sel Gram negative
yang umumnya bermuatan negative dan mengandung lipopolisakarida, sehingga
menyebabkan lisis. Selanjutnya, kandungan penetrasi antibacterial agen terbendung
ABS akan masuk ke dalam sel dan (Moore 1997).
menghancurkan membran sitoplasmik.
Selain itu, beberapa contoh uji
mengandung antibacterial agen. Antibacterial

140
Kesesuaian Mutu Deterjen Cuci Cair Untuk Alat Dapur
(Ira Setiawati, Eva Oktarina, dan Auliyah Ariani)

5. KESIMPULAN Farn, R. J. (2006). Chemistry and Technology


of Surfactants. UK: Blackwell
Deterjen cuci cair untuk alat dapur di wilayah Publishing.
Jakarta, Bekasi, Depok dan Bogor Hartono, I. (2017). Bahaya kandungan
memperlihatkan hasil bahwa: triclosan dan triclocarban pada sabun
antiseptic. [Danger of the content of
a. Deterjen cuci cair alat dapur tersebut
triclosan and triclocarban on antiseptic
memiliki satu atau lebih jenis surfaktan
soap]. Retrieved May 27, 2019 from :
yang terdiri dari beberapa jenis yaitu
http://www.alomedika.com/bahaya-
kationik, anionik, amfoterik dan non ionik.
kandungan-triclosan-dan-triclocarban-
b. Evaluasi mutu dari deterjen cuci cair untuk pada-sabun-antiseptic
alat dapur tersebut memenuhi persyaratan Kosaric, N. 2001. “ChemInform Abstract:
mutu sesuai SNI 4075-2:2017untuk Biosurfactants.” Food. Technol.
parameter uji total kadar surfaktandan Biotechnol. 39 (4): 295–304.
ALT. Namun, pada parameter uji pH https://doi.org/10.1002/chin.199112362.
masih terdapat beberapa deterjen yang Moore, S.L. (1997). The Mechanisms of
belum memenuhi persyaratan mutu sesuai Antibacterial Action of Some Nonionic
SNI 4075-2:2017. Surfactants. Thesis of The University of
Brighton. Port Sunlight.
DAFTAR PUSTAKA Myers, D. 2008. Surfactant science and
technology. John Wiley & Son Inc., New
Amalia, R., Paramita, V., Kusumayanti, H., Jersey.
Wahyuningsih, Sembiring, M., Rani, D. Olson, K. R. (2012) Poisoning and drug
E. (2018). Produksi sabun cuci piring overdose, 6th edition. USA : The
sebagai upaya peningkatan efektivitas McGraw-Hill.
dan peluang wirausaha. Metana, 14 (1), Prameswari, N. S., Suharto, M., & Wulandari,
15-18. E. (2018). Strategi branding melalui
Anonim (2019). Mengenal detergen di rumah inovasi desain kemasan bagi home
tangga. [Get to know detergents in the industry sabun cair. Jurnal Desain
household] Retrieved June 11, 2019 Komunikasi Visual, Manajemen Desain,
from dan Periklanan, 3 (2), 35-54.
http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/Mengen Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri.
alDetergendiRumahTangga.pdf 2015. Kajian peranan SNI untuk
Badan Standardisasi Nasional. (2017). SNI penguatan pasar dalam negeri dan
4075-2:2017 Detergen Cuci Cair – daya saing produk ekspor. Kemendag.
Bagian 2: Untuk Alat Dapur. Jakarta. Rumondang, I. dan E. Oktarina. Kajian
Blagojevic, S. N., Blagojevic, S. M., & Pejic, N. surfaktan dalam standarisasi deterjen
D. 2016. Performance and efficiency of cair untuk menghadapi pasar global.
anionic dishwashing liquids with 2015. Prosiding PPIS.
amphoteric and non-ionic surfactants. Salager, J. L. (2002). Surfactants – Types and
Journal of Surfactants and Detergents, Uses. Venezuela: Laboratorio FIRP,
19, 363-372. Universidad de Los Andes.
Bratovcic, A., Nazdrajic, S., Odobasic, A., & Samhis, S. (2019). Detergen - Pengertian dan
Sestan, I. 2018. The Influence of Type jenis komposisi pembuat. Retrieved
of Surfactant on Physicochemical June 11, 2019 from
Properties of Liquid Soap. International https://www.gurupendidikan.co.id/
Journal of Material and Chemistry, 8(2), detergen-pengertian-jenis-komposisi-
31-37. bahan-pembuat
De, S., Malik, S., Ghosh, A., Saha, R., & Saha, Schramm, L. L, Stasiuk, E. N., & Marangoni,
B. (2015). A review on natural D. G. (2003). Surfactants and their
surfactants. Royal Society of Chemistry applications. Annu. Rep. Prog. Chem.,
Advances, 5, 65757-65767. Sect. C, 99, 3-48.
Fatoni, R. dan Fatimah, S. (2017). Shah, S.K.,Bhattarai, A.,Chatterjee, S.K.
Pengembangan ekonomi kreatif melalui (2011). Surfactants, its application and
pembuatan sabun cair; sebuah upaya effect on environment.Bibechana –
pemberdayaan anggota Aisyiah di AMultidisciplinary Journal of Science
th
wilayah Solo Raya. The 6 University Technology and Mathematics, 7, 61-64.
Research Colloquium, Universitas Voss, J.G. (1963). Effect of inorganic cation on
Muhammadiyah Magelang, 149-152. bactericidal activity of anionic
surfactants. J. Bacteriol., 86.

141
Prosiding PPIS 2019 – Semarang, 11 Oktober 2019: Hal 135-142

142
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR SURFAKTAN LINIER ALKIL SULFONAT (LAS) DAN


COD DARI LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN METODE LUMPUR AKTIF

Ni G. A. M Dwi Adhi Suastuti, I Nengah Simpen, dan Nanik Ayumi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali


Email : ayuminanik@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penggunaan lumpur aktif dalam menurunkan kadar
surfaktan Linear Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair domestik. Penelitian diawali dengan pembuatan
media cair selanjutnya dilakukan pencampuran media cair dengan sampel sedimen untuk menghasilkan lumpur aktif.
Pengolahan dilakukan dengan menambahkan lumpur aktif pada 1250 mL limbah domestik dalam sistem aerasi yang
berlangsung selama 168 jam.Pengamatan dilakukan terhadap nilai LAS dan COD yang dimonitor dalam periode 6
jam, 24 jam, 72 jam, 120 jam, dan 168 jam. Hasil pengamatan mendapatkan bahwa dalam 168 jam lumpur aktif
mampu menurunkan nilai LAS sebesar 99,70% dan COD sebesar 91,08% dengan menggunakan jumlah sedimen 5
gram. Penurunan nilai LAS dan COD paling signifikan terjadi pada setiap perlakuan pada 6 jam proses berlangsung.
Laju penurunan nilai LAS dan COD sebesar 82,78 % dan 55 %.

Kata kunci : Lumpur aktif, LAS, COD, Limbah deterjen

ABSTRACT

This study aimed to determine the ability of the activated sludge in decreasing the concentration of
surfactant Linear Alkyl Sulfonate (LAS) and COD in domestic wastewater. The study was begun with the
preparation of liquid medium, then mixed with sediment samples to produce the activated sludge. The treatment was
carried out by adding the activated sludge to 1250 mL of domestic sewage in the aeration system running for 168
hours. Observations of the LAS and COD values were performed in a period of 6, 24, 72, 120, and 168 hours. The
results showed that 5 g activated sludge were able to reduce the values of LAS and COD of 99.70 and 91.08%
respectively in 168 hours. The most significant declining values of LAS and COD took place at 6 hours treatment.
The rate of declining values of LAS and COD were 82.78 and 55%.

Keywords : Activated sludge, LAS, COD, detergent Waste Water

PENDAHULUAN sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan


rumah tangga yang mengandung deterjen
Deterjen merupakan salah satu bahan yang (greywater) juga meningkat (Veenstra, 1995).
mengandung surfaktan yang memiliki sifat dapat Penggunaan deterjen dari tahun ke tahun
menurunkan tegangan permukaan, sehingga mengalami peningkatan sejalan dengan
digunakan sebagai bahan pembersih kotoran yang bertambahnya penduduk. Menurut Bisnis
menempel pada benda. Deterjen dalam air sadah Indonesia dalam Nida 2008 menunjukkan bahwa
tidak mengendap bersama ion logam namun tingkat konsumsi deterjen meningkat yaitu 2,11 kg
memiliki sifat toksisitas yang cukup tinggi pada 1999, 2,26 kg pada 2001 dan 2,32 kg pada
terhadap lingkungan (Veenstra, 1995). 2002.
Penggunaan deterjen untuk keperluan Pencemaran deterjen di perairan
rumah tangga dari hari ke hari terus meningkat, dikarenakan adanya kandungan surfaktan dalam

86
ISSN 1907-9850

deterjen. Jenis surfaktan yang paling banyak terkandung bakteri-bakteri yang dapat mencapai
digunakan adalah tipe anionik dalam bentuk sulfat 1000 juta per mili liter. Dalam proses lumpur aktif
(SO42–) dan sulfonat (SO3). Berdasarkan rumus terdapat dua proses penting yaitu pertumbuhan
struktur kimianya, detergen golongan sulfonat mikroorganisme dalam lumpur dan penambahan
dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis rantai oksigen (aerasi) untuk mendukung kehidupan
bercabang sebagai contoh alkil benzene sulfonat bakteri (Ginting, 2007).
(ABS), dan jenis rantai lurus linear alkil sulfonat Lumpur aktif dapat mengandung berbagai
(LAS) (Grayson, 1983 dalam Sudiana, 2003). jenis mikroorganisme heterotrof, dimana
Limbah deterjen yang kerap di buang ke perairan mikroorganisme tersebut dapat memanfaatkan
dan tanpa pengolahan dengan baik akan berakibat bahan terlarut maupun yang tersuspensi di dalam
terakumulasinya surfaktan pada badan perairan air sebagai sumber energi (Waluyo, 2009).
yang akan menimbulkan masalah pendangkalan Mikroorganisme tersuspensi dalam lumpur yang
perairan akibat dari menumpuknya sedimentasi di akan digunakan untuk mengolah limbah secara
perairan dan terhambatnya transfer oksigen. Hal mikrobiologis dapat dikembangkan melalui
tersebut menyebabkan proses penguraian secara pembibitan (seeding) lumpur yang dapat berasal
aerobik menjadi terganggu dan berdampak pada dari ekosistem alami yang memiliki sifat-sifat khas
laju biodegradasi berjalan sangat lambat, selain itu maupun ekosistem tercemar (Laksmi, 1990).
kandungan oksigen terlarut dalam perairan tersebut Menurut penelitian Suastuti (2010)
akan menjadi rendah. Kandungan surfaktan dalam diketahui metode lumpur aktif dapat menurunkan
air limbah akan mempengaruhi nilai BOD dan senyawa dodesil benzene sulfonate (DBS) yang
COD dari limbah tersebut, apabila kandungan terdapat dalam limbah deterjen. Selain itu
surfaktan dalam air limbah tinggi maka nilai BOD penelitian yang dilakukan Sudiana (2003)
dan COD pada limbah tersebut juga semakin tinggi menunjukkan bahwa linear alkyl sulfonate (LAS)
karena senyawa organik yang terkandung dalam pada limbah industri dapat didegradasi oleh
limbah tersebut juga tinggi. mikroba pada lumpur aktif. Berdasarkan hal
Upaya mengurangi limbah deterjen dari tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
limbah rumah tanggga dilakukan pengolahan untuk megetahui kemampuan penggunaan lumpur
limbah secara fisik, kimia, dan biologis. aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linier
Pengolahan limbah secara fisika, hanya mengubah Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair
bentuk limbah sehingga terbentuk secondary waste domestik.
yang membutuhkan pengolahan limbah lebih
lanjut. Penggunanaan zat kimia dalam pengolahan
limbah dapat mengakibatkan kerusakan limbah MATERI DAN METODE
dan penggunaan zat kimia dalam kapasitas yang
sangat besar untuk pengolahan limbah Bahan
menyebabkan biaya pengolahan limbah menjadi Bahan yang diperlukan dalam penelitian
tinggi. Pengolahan limbah secara biologis yang ini adalah sebagai berikut : sedimen selokan, air
menggunakan katalis mikroba menghasilkan limbah, akuades, MgSO4.7H2O, C6H12O6, K2HPO4,
beberapa produk yang tidak dapat diuraikan K2Cr2O7, Ag2SO4, H2SO4 pekat, Fe(NH4)2(SO4),
menjadi molekul sederhana (Ginting, 2007). indikator ferroin, HgSO4, KH2PO, glukosa, NaOH,
Metode Pengolahan limbah deterjen indikator fenolftalein, CHCl3, metilen biru dan
secara biologis salah satu contohnya adalah (CH3)2CHOH.
metode lumpur aktif. Metode lumpur aktif
merupakan salah satu metode pengolahan limbah Peralatan
yang sederhana dan ekonomis. Lumpur aktif Peralatan yang digunakan dalam penelitian
merupakan suatu padatan organik yang telah ini adalah : gelang karet, kapas, kain kasa, aerator,
mengalami peruraian secara hayati sehingga toples pengolahan dengan volume 3 L atau lebih,
terbentuk biomassa yang aktif dan mampu batang pengaduk, spatula, botol semprot, bola
merombaknya kemudian membentuk massa yang hisap, corong pisah, corong gelas, buret, pipet
mudah mengendap. Dalam lumpur aktif tetes, pipet volume 3 mL; 5 mL; 10 mL; 25 mL,

87
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

buret, labu refluks, tabung refluks, timbangan 250 mL bibit proses seeding yang menggunakan 1
analitik, erlenmeyer 250 dan 500 mL, gelas ukur g sedimen, toples II dengan bibit proses seeding
100 dan 250 mL, gelas beker 2 L, spetrofotometer yang menggunakan 5 g sedimen dan toples III
UV-Vis. dengan bibit proses seeding yang menggunakan 10
g sedimen. Ketiga toples tersebut kemudian
Cara Kerja ditambahkan air limbah domestik sehingga volume
Sampling Sedimen Lumpur totalnya 1500 mL. Pada toples IV berisi air limbah
Sampling sedimen lumpur sebagai lumpur sebanyak 1250 mL yang digunakan sebagai
aktif dilakukan di Jalan Sedap Malam Kesiman kontrol. Keempat toples tersebut kemudian
Denpasar. Sedimen diambil menggunakan serokan dilakukkan aerasi menggunakan aerator dan
dengan dengan kedalaman ±10 cm dari permukaan ditutup dengan kain kasa diikat dengan tali. Proses
sebanyak ±10 g, kemudian diletakkan pada satu adaptasi dilakukan selama dua puluh empat jam.
kantong plastik, dan disimpan pada box sampel. Pengukuran kadar surfaktan dan COD dilakukan
Sampling Air Limbah Deterjen pada awal proses dan selang waktu pada 6; 24; 72;
Sampel air limbah diambil dari saluran 120; dan 168 jam.
pembuangan air mesin cuci yang menggunakan Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel
deterjen jenis LAS. Air limbah dimasukkan ke Sebanyak 50 mL sampel/standar
dalam jerigen plastik dengan volume 30 L, dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah
kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk disiapkan. Standar/sampel dibuat basa dengan
dianalisis kadar surfaktan dan nilai COD pada diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan
limbah tersebut. indikator fenolftalein. Warna merah muda yang
Pembuatan Media Cair terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan
Media isolasi atau penumbuhan bakteri H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah
pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara muda tepat hilang.
ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCL3 dan
0,1 g KH2PO4, 0,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam
MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian campuran dikocok selama
gelas beker 2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi,
akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan beberapa mL(<10 mL) isopropil
ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua
diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan
sudah siap kemudian digunakan dalam pembuatan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya
media seeding. Ekstraksi CHCl3 diulangi sebanyak dua kali
Pembuatan Lumpur Aktif dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap
Pembuatan media seeding dilakukan ekstraksi.
dengan mencampurkan media cair yang telah Ekstraksi CHCl3 yang terkumpul pada
dibuat sebelumnya sebanyak 1500 mL dengan corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan
sedimen yang diambil dari selokan pembuangan 50 mL larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan
air limbah domestik dimana variasi berat dari dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi
sedimen yaitu 1 g ; 5 g ; 10 g ke dalam tiga gelas sebanyak dua kali dengan masing-masing
beker 2 L. Ketiga campuran selanjutnya diaerasi ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3
dengan aerator lalu ditutup dengan kain kasa dan dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50
diikat dengan karet gelang selama 1 hari. Media mL kemudian diencerkan sampai tanda batas.
seeding yang sudah siap kemudian digunakan Absorbansi diukur pada 652 nm dengan
untuk mengolah air limbah deterjen. menggunakan CHCl3 sebagai blanko (Lenore,
1998).
Pengolahan Limbah Deterjen Penentuan Nilai COD pada Sampel
Disiapkan sebanyak 4 buah toples dengan Sebanyak 25,0 mL sampel limbah cair
volume 3 L. Masing-masing toples diberi kode I, dipipet kedalam labu refluks kemudian
II, III dan IV. Pada toples I ditambahkan sebanyak ditambahkan 0,4 g HgSO4 ; 10,0 mL K2Cr2O7

88
ISSN 1907-9850

0,025 N ; 25,0 mL larutan Ag2SO4-H2SO4 dan HASIL DAN PEMBAHASAN


beberapa batu didih, selanjutnya larutan dikocok.
Air pendingin dialirkan melalui kondensor. Penurunan Kadar Surfaktan Linear Alkil
Larutan dalam labu kemudian direfluks selama 2 Sulfonat (LAS) dari limbah Cair Domestik
jam. Setelah 2 jam, sampel didinginkan lalu dengan Metode Lumpur Aktif
ditambahkan akuades sampai volumenya kira-kira Data penurunan kadar surfaktan selama
150 mL. Selanjutnya sampel ditmbahkan 1-2 tetes proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan Fe
(NH4)2(SO4)2 0,1 N sampai terjadi perubahan Tabel 1. Penurunan kadar deterjen (dalam ppm)
warna dari biru kehijauan menjadi merah bata. selama perlakuan
Volume titran yang diperlukan dicatat. Prosedur di Waktu Penurunan Kadar Deterjen (ppm)
atas juga dilakukan untuk pengukuran blanko (SNI (Jam) Selama Perlakuan
06-6989.15-2004). 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
Perhitungan Efektivitas Awal 457 457 457 457
Untuk mengetahui besar efektivitas 6 90,24 78,66 98,78 343,29
lumpur aktif dengan cara menghitung persen 24 68,90 65,85 64,02 336,58
efektivitas yang diperoleh dalam menurunkan 72 28,05 9,76 59,76 214,02
kadar surfaktan dan COD pada pengolahan limbah 120 15,85 1,83 38,41 210,98
domestik dengan menggunakan rumus: 168 12,80 1,22 31,09 104,27

Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi


% efektivitas = penurunan kadar deterjen selama perlakuan. Pada
pengolahan setelah 168 jam menunjukkan kadar
Keterangan : yang paling rendah, untuk penggunaan sedimen 1,
A = Nilai COD awal ; Kadar LAS awal (hari ke-0) 5, 10, dan kontrol masing-masing 12,80; 1,22;
B = Nilai COD akhir ; Kadar LAS akhir 31,09, dan 104,27 ppm. Grafik penurunan kadar
deterjen selama 168 jam perlakuan dapat
ditampilkan pada Gambar 1.

500
400
m 300 1 gram
p 200
p 5 gram
100
0 1 0 gram
Aw a l 24 120 K o n tr o l
W a k t u ( H a r i)

Gambar 1. Penurunan Kadar LAS pada Limbah Deterjen Selama Waktu Perlakuan

89
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

Berdasarkan Gambar 1, selama 168 jam paling tinggi yaitu sebesar 99,73 % bila
kadar deterjen pada sampel yang berisikan dibandingkan dengan kontrol yang hanya
sedimen 1, 5, 10 gram dan kontrol telah mencapai 77,18 %. Hal ini mungkin disebabkan
mengalami penurunan, namun pengolahan limbah oleh keberadaan mikroba yang mendegradasi LAS
deterjen dengan menggunakan jumlah sedimen paling optimal pada sedimen 5 gram. Hal ini sesuai
yang berjumlah 5 gram menunjukkan penurunan dengan hasil penelitian Dewi (2006) yang
yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan 1 menunjukkna bahwa jumlah sedimen sebanyak 5
dan 10 gram. Penurunan kadar deterjen disebabkan gram juga dapat menurunkan kadar deterjen jenis
oeh adanya aktivitas perombakan surfaktan oleh LAS dalam limbah laundry. Pernyataan ini juga
mikroba. Proses perombakan ini terjadi dalam tiga didukung oleh Waluyo (2005) yang menyebutkan
tahap yaitu pertama adanya proses oksidasi gugus bahwa oleh adanya aktivitas sedimen lumpur aktif
alkil yang terletak di ujung membentuk dengan konsorsium mikroorganisme dalam
intermediete berupa alkohol dan proses oksidasi ini mendegradasi senyawa organik dan anorganik
terjadi hingga rantai alkil hanya memiliki 4-5 atom dalam limbah, maka dapat digunakan untuk
karbon (Simoni dkk, 1996). Tahapan selanjutnya mencukupi kebutuhan hidupnya. Penambahan zat-
yaitu proses desulfonasi yaitu proses penghilangan zat yang mengandung N, P, K sebagai nutrien
gugus sulfonat yang dikatalisis oleh sistem enzim menyebabkan kebutuhan makanan dari
kompleks, koenzim NAD(P)H dan oksigen mikroorganisme akan terpenuhi, sehingga laju
sehingga terbentuk hidroksi fenolik pada cincin metabolisme bahan organik dan anorganik dalam
aromatik. Tahapan yang terkahir yaitu pemecahan/ sampel menjadi tinggi.
pembukaan cincin benzena melalui jalur orto atau
meta (Bhatnagar, 1991). Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Nilai
COD
Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan LAS Penurunan nilai COD pada limbah
Data penurunan kadar deterjen pada deterjen selama proses pengolahan disajikan pada
limbah deterjen selama waktu perlakuan dapat Tabel 3.
dihitung nilai efektivitasnya yang disajikan pada
Tabel 2. Tabel 3. Penurunan nilai COD (dalam ppm)
selama proses pengolahan
Tabel 2. Efektivitas penurunan kadar LAS (dalam Waktu Penurunan Nilai COD (ppm)
%) pada limbah deterjen (Jam) Selama Proses Pengolahan
Waktu Efektivitas Penurunan Kadar LAS (%) 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
(Jam) pada Limbah Deterjen Awal 13176 13176 13176 13176
1 gram 5 gram 10 gram Kontrol 6 5832 5832 4968 13026
6 80,25 82,78 78,38 24,88 24 4320 4968 4752 12960
24 84,92 85,59 85,99 26,35 72 4104 3024 3888 12744
72 93,86 97,86 86,92 53,17 120 3240 1080 3456 7344
120 96,53 99,59 91,59 53,83 168 1944 1080 2376 6696
168 97,19 99,73 93,19 77,18
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi
Tabel 2 menunjukkan efektivitas penurunan nilai COD selama perlakuan. Proses
penurunan kadar deterjen pada limbah deterjen pengolahan setelah 168 jam menunjukkan nilai
dari waktu pengolahan selama 6 jam sampai 168 COD yang paling rendah. Penggunaan sedimen
jam. Pengamatan setelah pengolahan selama 168 sebanyak 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol
jam terjadi efektivitas paling tinggi dari masing- masing-masing 1944, 1080, 2376 dan, 6696 ppm.
masing perlakuan. Perlakuan dengan jumlah Grafik penurunan nilai COD disajikan pada
sedimen 5 gram menunjukan nilai efektivitas Gambar 2.

90
ISSN 1907-9850

15000

10000 1 gram
m
p
p5000 5 gram

0 10 gram
Kontrol
Waktu (Hari)
Gambar 2. Kurva pengaruh waktu perlakuan terhadap penurunan nilai COD

Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi Efektivitas Penurunan Nilai COD


penurunan nilai COD dari pengolahan selama 6 Efektivitas penurunan nilai COD pada
jam sampai pengolahan selama 168 jam baik pada sampel limbah deterjen selama proses pengolahan
sampel maupun kontrol. Penurunan ini dapat disajikan pada Tabel 4.
ditunjukkan dari keadaan awal sampel yang
memliki nilai COD sebesar 13176 ppm dan setelah Tabel 4. Efektivitas Penurunan COD (dalam %)
168 jam pengolahan untuk perlakuan jumlah Waktu Efektivitas Penurunan COD (%)
sedimen 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol (Jam) 1 gram 5 gram 10 gram Kontrol
masing-masing sebesar 1944, 1080, 2376, dan 6 55 55 62,29 0
6696 ppm. 24 67,21 62,29 63,93 1,63
Penurunan nilai COD menunjukkan 72 68,85 77,04 70,49 3,27
adanya suatu proses biodegradasi atau oksidasi 120 75,40 91,80 73,77 44,26
bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai 168 85,24 91,80 81,96 49,18
COD pada sedimen 5 gram paling optimal
dibandingkan dengan sampel yang variasi sedimen Tabel 4 menunjukkan persen efektivitas
lebih banyak maupun lebih sedikit dari 5 gram penurunan COD selama 168 jam pada sedimen 1,
sedimen. Hal ini dikarenakan aktivitas 5, 10 gram serta kontrol masing-masing sebesar
mikroorganisme yang ada pada sedimen 5 gram 85,24; 91,80; 81,96 dan 49,18 %. Dari data ini
mampu merombak dan mengoksidasi secara efektivitas penurunan nilai COD pada sedimen
optimal bahan organik dan anorganik yang ada yang terisi sebanyak 5 gram paling besar.
sehingga terjadi penurunan nilai COD. Penambahan sedimen pada sistem lumpur aktif
Kristanto (2002) juga menyatakan bahwa pada limbah deterjen dapat memberikan hasil yang
penambahan aerasi dapat meningkatkan kadar lebih baik terhadap penurunan nilai COD pada
oksigen terlarut di dalam air dan berguna untuk sampel. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendi
mikroorganisme memperbanyak diri serta (2000) yang menyebutkan bahwa terjadinya
meningkatkan kemampuan kerja mikroorganisme penurunan nilai COD diakibatkan adanya proses
aerobik dalam mendegradasi bahan organik dan oksidasi oleh mikroba yang merombak bahan-
anorganik dalam air.

91
JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

bahan organik maupun anorganik dalam sampel Waste, Edited by G. Zeikus and E.A
limbah deterjen menjadi karbondioksida dan air. Johnson, Mixed Culture in Biotechnology,
Mc Graw Hill. Inc., USA
Dewi, A.C., 2006, Kemampuan Bibit Inokulum
SIMPULAN DAN SARAN Lumpur Aktif dalam Menurunkan Nilai
COD dan Kadar Surfaktan Linier Alkil
Simpulan Sulfonat (LAS) pada Limbah Laundry,
Berdasarkan hasil penelitian dan Skripsi, Universitas Udayana, Bali
pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai Effendi, H, 2000, Telaah Kualitas Air Bagi
berikut : Pengelolaan Sumber Daya dan
1. Lumpur aktif mampu menurunkan kadar LAS Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan
dari sampel limbah deterjen sebesar 97,19% dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
untuk sedimen 1 g; 99,73% untuk sedimen 5 g; Ginting, P., 2007, System Pengelolaan Lingkungan
93,19% untuk sedimen 10 g; sedangkan yang dan Limbah Industri, Edisi 1, CV. Yrama
tanpa lumpur aktif hanya mampu menurunkan Widya, Bandung
kadar LAS sebesar 77,18%. Grayson M, 1983. Kirk-Othmer Encyclopedia of
2. Lumpur aktif dapat menurunkan nilai COD Chemical Technology. 3rd. Wiley
dari sampel limbah deterjen sebesar 85,24% Interscience, New York
untuk sedimen 1 g; 91,80% untuk sedimen 5 g; Kristanto, P., 2002, Ekologi Industr, Penerbit
dan 81,96% untuk sedimen 10 g. ANDI Yogyakarta dengan LPPM
Universitas Kristen Petra Surabaya,
Saran Yogyakarta
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Laksmi, J., Betty, S. dan Winiati, P.R., 1996,
dengan menggunakan parameter lain seperti Total Penanganan Limbah Industri Pangan,
Suspended Solid (TSS) dan fosfat dengan waktu Kanisius, Pusat Antar Universitas Pangan
pengolahan yang lebih lama untuk melihat dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
kemampuan bibit inokulum dan efektivitasnya Nida, S., 2008, Pengelolaan limbah deterjen
serta mengenai penambahan NPK sebagai nutrien sebagai upaya minimilisasi polutan
yang membantu mengoptimalkan pertumbuhan dibadan air dalam rangka pembangunan
mikroorganisme. berkelanjutan, Jurnal LIPI,
Suastuti, Ni G.A.M. Dwi Adhi, 2010, Efektivitas
Penurunan Kadar Dodesil Benzen Sulfonat
DAFTAR PUSTAKA (DBS) dari Limbah Deterjen yang Diolah
dengan Lumpur Aktif, Jurnal Kimia,
Bisnis Indonesia, 2004, Deterjen, Bisnis raksasa Waluyo, L., 2005, Mikrobiologi Lingkungan,
yang makin “berbusa-busa”, Bisnis Com UMM, Malang
Bhatnagar, L. and B.Z. Fathepure, 1991, Mixed Veenstra, 1995, Wastewater Treatment, IHE Delf
Culture in Detoxyfication of Hazardous

92
Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.com

Lihat diskusi, statistik, dan profil penulis untuk publikasi ini di: https://www.researchgate.net/publication/34505233

Mikroemulsi minyak dalam air nonionik farmasi

Artikel · Januari 1998


Sumber: OAI

KUTIPAN BACA

2 286

1 penulis:

Warangkana Warisnoicharoen
Universitas Chulalongkorn

34 PUBLIKASI 678 KUTIPAN

LIHAT PROFIL

Semua konten yang mengikuti halaman ini diunggah oleh Warangkana Warisnoicharoen pada 08 Maret 2018.

Pengguna telah meminta peningkatan file yang diunduh.


Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27
www.elsevier.com/locate/ijpharm

Mikroemulsi minyak dalam air nonionik: efek jenis minyak


pada perilaku fase
W. Warisnoicharoen 1, AB Lansley, MJ Lawrence *
Departemen Farmasi, Raja ' s College London, Uni 6 ersity of London, The Franklin - Gedung Wilkins, 150 jalan stamford,
London SE 1 8 WA, Inggris

Diterima 10 Juni 1999; diterima 2 September 1999

Abstrak

Pembentukan mikroemulsi minyak dalam air (o/w) yang distabilkan oleh surfaktan nonionik, polioksietilena-10-dodesil eter,
polioksietilen-10-oleil eter, N, N- dimetildodesilamina- N- oksida dan N, N- dimetiloleilamin- N- oksida dan mengandung berbagai
minyak yang dapat diterima secara farmasi, yaitu etil butirat, etil kaprilat, etil oleat dan trigliserida, minyak kedelai, Miglyol 812
dan tributirin, telah diperiksa pada 298 K. Pengaruhnya pada pembentukan mikroemulsi penggantian air dengan saline buffer
fosfat (PBS) dan PBS lengkap telah ditetapkan. Selain itu, pengaruh perubahan suhu (dari 298 menjadi 310 K) pada perilaku fase
mikroemulsi yang diformulasikan menggunakan PBS sebagai fase kontinu telah ditentukan. Meskipun beberapa perbedaan kecil
dalam perilaku fase dicatat ketika mengubah fase kontinu, perbedaan terbesar dalam perilaku fase diamati ketika mengubah
suhu eksperimental, terutama untuk mikroemulsi yang distabilkan oleh polioksietilena10-oleil eter. Terlepas dari suhu dan fase
air yang digunakan, namun minyak dengan volume molekul yang lebih besar (minyak kedelai, Miglyol 812 dan etil oleat)
dilarutkan pada tingkat yang lebih rendah daripada minyak dengan volume molekul yang lebih kecil (yaitu, etil butirat dan etil
kaprilat). Satu-satunya pengecualian untuk aturan ini adalah ketika polioksietilena-10-oleil eter digunakan sebagai surfaktan,
terutama pada 298 K, di mana minyak dengan volume molekul yang lebih besarlah yang paling banyak dilarutkan. Eksperimen
suhu inversi titik awan/fase menyarankan bahwa minyak dengan volume molekul yang lebih tinggi digabungkan ke dalam
mikroemulsi yang dibuat menggunakan surfaktan berbasis polioksietilena dengan cara yang berbeda dari minyak dengan
volume molekul yang lebih kecil dan menyarankan bahwa minyak dengan volume molekul yang lebih kecil bekerja dalam
banyak hal yang sama. cara sebagai kosurfaktan di mana mereka interchelate dengan kelompok hidrofilik mereka diselingi di
wilayah kelompok kepala surfaktan. Sebagai N, N- dimetildodesilamina- N- oksida tidak menunjukkan titik awan. Tidak mungkin
menentukan cara penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang dibuat dengan surfaktan ini. © 2000 Elsevier Science

BV Semua hak dilindungi undang-undang.

Kata kunci: Mikroemulsi minyak dalam air nonionik; Surfaktan polioksietilen eter; N, N- Dimetil-alkilamin- N- surfaktan oksida

* Penulis yang sesuai. Telp.: +44-171-848-4808; faks: +44-171-848-4800.


1Alamat sekarang: Departemen Kimia Pangan, Fakultas Ilmu Farmasi, Universitas Chulalongkorn, Phayathai Road, Patumwan, Bangkok 10330,
Thailand.

0378-5173/00/$ - lihat materi depan © 2000 Elsevier Science BV Hak cipta dilindungi undang-undang.
PII: S0378 - 5173 ( 99 ) 00406 - 8
8 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

1. Perkenalan eksploitasi mereka sebagai kendaraan pengiriman


obat. Mikroemulsi yang dihasilkan telah diperiksa
Mikroemulsi stabil secara termodinamika, untuk menentukan ada atau tidaknya suhu inversi
transparan, viskositas rendah dan dispersi isotropik fase untuk menilai stabilitas suhunya. Minyak dalam
yang terdiri dari minyak dan air yang distabilkan oleh penelitian ini dipilih karena umumnya dianggap
lapisan antar muka molekul surfaktan, biasanya dapat diterima secara farmasi dan banyak digunakan
dalam hubungannya dengan Baru-baru ini, mi- dalam kosmetik dan persiapan makanan (Hamdam et
kosurfaktan. croemulsions telah menarik besar al., 1996). Surfaktan nonionik yang diperiksa, yaitu,
sejumlah minat sebagai obat potensial kendaraan pengiriman- polioksietilen-10-dodesil
cles sebagian besar karena kesederhanaan persiapan
mereka, kejelasan mereka dan kemampuan mereka eter (C 12 E 10), polioksietilen-10-oleil eter
untuk disaring dan menggabungkan berbagai (C 18: 1 E 10 atau Brij 97), N, N- dimetildodesilamina-
macam obat dari berbagai lipofilisitas (Attwood, 1994; N- oksida (DDAO) dan N, N- dimetiloleilamin-
Lawrence, 1994). Sayangnya, penggunaan N- oksida (DOAO), dipilih karena sebelumnya telah
mikroemulsi di bidang farmasi secara luas telah ditunjukkan untuk membentuk mikroemulsi tanpa
dibatasi, sebagian oleh persyaratan untuk bahan memerlukan kosurfaktan (Mehta et al., 1994;
yang dapat diterima secara farmasi, dan juga oleh Malcolmson dan Lawrence, 1995). Juga, kedua kelas
kebutuhan kosurfaktan yang dapat menyebabkan surfaktan saat ini digunakan dalam berbagai
penghancuran mikroemulsi pada pengenceran formulasi farmasi dan kosmetik (Porter, 1991). Selain
karena pemisahan kosurfaktan dari antarmuka. itu, amina- N- oksida telah dilaporkan tidak
daerah ke dalam fase kontinu. Keterbatasan yang menunjukkan titik awan (Gradzielski dan Hoffmann,
terakhir ini dapat diatasi dengan penggunaan 1994) dan karena itu harus menghasilkan
surfaktan nonionik tertentu, seperti n- alkil polietilen mikroemulsi yang menunjukkan stabilitas suhu yang
oksida, yang sering dapat menghasilkan mikroemulsi lebih besar daripada yang dibuat dengan surfaktan
tanpa kosurfaktan (Malcolmson dan Lawrence polioksietilen.
1995). Namun, satu keterbatasan yang berpotensi
serius, dengan penggunaan surfaktan nonionik
tersebut adalah bahwa mikroemulsi yang mereka 2. Bahan-bahan dan metode-metode

bentuk sering menunjukkan suhu inversi fase (PIT);


yaitu pada suhu tertentu surfaktan yang sebelumnya 2.1. Bahan:
larut dalam air menjadi surfaktan yang larut dalam
minyak, sehingga tidak lagi mendukung NS polioksietilena surfaktan, poli-
pembentukan mikroemulsi minyak dalam air. Jika PIT oksietilen-10-oleil eter, C 18: 1 E 10 ( atau Brij 97)
mendekati suhu penggunaan yang diinginkan, ini dan polioksietilen-10-dodesil eter (C 12 E 10),
dapat secara serius membatasi penggunaan etil butirat dan minyak kedelai dipasok oleh
mikroemulsi sebagai pembawa pengiriman obat. Sigma Chemical Co. Ltd., (Dorset, Inggris). N, N-
Dalam konteks ini perlu dicatat bahwa PIT dimetildodesilamina- N- oksida (DDAO, C 12 AO) dalam
mikroemulsi sensitif terhadap adanya berbagai aditif, bentuk larutan berair 30% b/b atau
sehingga elektrolit seperti Na+, Cl - misalnya, sering bubuk (kemurnian 98%), N, N- dimetilstearilamina-
menurunkan PIT (Schott dan Han, 1975; Aveyard dan N- oksida (C 18 AO), etil kaprilat dan tributirin dibeli
Lawless, 1986). dari Fluka Chemika Ltd.,
Penelitian ini meneliti pembentukan mikroemulsi o/ (Dorset, Inggris). N, N- dimetiloleilamin- N- oksida
w bebas kosurfaktan, dibuat menggunakan surfaktan (DOAO, C 18: 1 AO), hadiah dari Höechst, (Werk
nonionik baik dari n- alkil polioksietilen eter atau n- Gendorf, Jerman), diberikan dalam bentuk a
alkilamin- N- seri oksida dan mengandung berbagai 20% b/b solusi, dari mana surfaktan dalam bentuk
etil ester dan minyak trigliserida pada 298 dan 310 K, bubuk diperoleh dengan pengeringan beku
dalam air, PBS dan PBS lengkap (cPBS), dengan (Laboratory Freeze Drier SB4, Chemlab Ltd., Essex,
maksud untuk UK). Miglyol 812 adalah hadiah dari
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 9

Huls AG (Werk Witten, Jerman) dan etil oleat dipasok menggunakan spektroskopi massa pemboman atom
oleh Aldrich Chemical Co. Ltd., (Dorset, UK). Fosfat cepat atau FAB-MS (VG ZAB-SE4F) dan sesuai dengan
buffered saline (PBS) (Dulbecoco dan Vogt, 1954), pH massa yang diprediksi. Persentase elemen individu
7,4, osmolalitas 285 mOsm/kg digunakan sebagai yang terdiri dari berbagai surfaktan telah ditentukan
fase kontinyu. Untuk formulasi PBS lengkap (Adam, dengan menggunakan analisis unsur (Laboratorium
1980) PBS dilengkapi dengan 0,905 Analisis Mikro, Departemen Kimia, The University of
Manchester). Sedangkan persentase unsur yang
mM kalsium klorida·2H 2 O dan 0,492 mM magnet ditemukan untuk DDAO,
nesium klorida·6H 2 O (BDH Ltd., Dorset, Inggris). Semua C 12 E 10 dan C 18: 1 E 10 berada di dalam 9 0,3% dari nilai
bahan kimia memiliki tingkat tertinggi yang tersedia yang diharapkan, persentase ditentukan untuk
dan digunakan seperti yang diterima. Air suling yang DOAO berada dalam kesalahan sekitar 1,0%. DDAO
diperoleh dari peralatan kaca yang dibumbui dengan baik dan DOAO diperiksa dengan spektroskopi Fourier
digunakan untuk semua percobaan. transform infrared (FTIR) (FTIR 1605, Bucks, UK) dan
Surfaktan diperiksa kemurniannya dengan KLT spektrum yang diperoleh konsisten dengan struktur
menggunakan pelat silika gel 60 F254 yang telah kimia yang diharapkan. Karena sifat higroskopis dari
dilapisi sebelumnya (Merck, Darmstadt, Jerman) dan semua surfaktan, mereka disimpan di desikator saat
campuran toluena/metanol/aseton (8:1:1, basis tidak digunakan.
volume) sebagai fase gerak, bersama-sama dengan
larutan 5% b/v amonium molibdat, 10% v/v asam 2.2. Persiapan sampel dan penentuan diagram
sulfat pekat dan 90% v/v air atau larutan 5% v/v P- fase
anisaldehida, 5% v/v asam sulfat pekat dan 90% v/v
etanol Sampel disiapkan secara individual dengan
untuk deteksi. Hasilnya menunjukkan bahwa C 18: 1 E 10 mencampurkan berat minyak yang diperlukan (diperlukan),
dan DOAO berisi yang kecil tapi bisa dideteksi surfaktan dan air, PBS atau PBS lengkap, pemanasan hingga
jumlah pengotor lipofilik yang diasumsikan sebagai 343–353 K selama 10 menit dan pendinginan hingga 298 K
residu hidrofobik dari proses pembuatan. Pengotor dengan pengadukan kuat. Perhatikan bahwa penggunaan
seperti itu juga tidak ditemukan di panas sangat penting untuk produksi mikroemulsi yang
DDAO atau C 12 E 10. Kedua kelas surfaktan dianalisis distabilkan dengan poli-
dengan 1 Spektroskopi H NMR pada 90 MHz surfaktan oksietilen, sedangkan penerapan panas
(Perkin–Elmer R32, Bucks, UK) menggunakan salah satu dari sebagian besar tidak diperlukan untuk sistem yang
CDCl 3 atau D 2 O sebagai pelarut. Dengan mengasumsikan disiapkan menggunakan amina- N- surfaktan oksida,
tidak ada variasi proton dalam rantai alkil, bilangan dengan pengecualian sampel yang mendekati batas
dari proton oksietilena yang ditentukan atas batas fasa. Perbedaan ini mungkin karena
memungkinkan estimasi jumlah unit oksida adanya titik awan dalam larutan yang dibuat dengan
oksietilena yang ada setelah mempertimbangkan surfaktan polioksietilena.
bahwa dua proton yang terdeteksi di wilayah
spektrum ini muncul dari gugus metilen pertama dari Area keberadaan mikroemulsi ditentukan dengan
bagian rantai alkil dari surfaktan. Jumlah memindahkan sampel ke wadah tertutup rapat dan
polioksietilen oksida menyimpannya pada suhu 298 atau 310 K dalam
unit ditentukan untuk C 18: 1 E 10 dan C 12 E 10 adalah 10,1 inkubator kering yang dikontrol suhu (LEEC,
dan 9,2 masing-masing. Untuk amina- N- lapisan oksida Nottinghamshire, UK). Sangat hati-hati diambil untuk
fakta, jumlah dan lingkungan proton yang diperoleh memastikan bahwa tidak ada minyak atsiri,
dari 1 H NMR sesuai dengan struktur yang khususnya etil butirat, yang hilang selama persiapan
diharapkan. kopling proton dan penyimpanan sampel. Sampel yang setelah 4
konstanta untuk ikatan rangkap yang ada di C 18: 1 E 10 minggu tetap benar-benar jernih, cair dan non-
dan DOAO adalah 8–10 Hz yang menunjukkan adanya birefringen ketika diamati melalui Polaroid silang
dari cis isomer. Massa molekul alkilamin- N- surfaktan diklasifikasikan sebagai mikroemulsi. Formulasi
oksida ditentukan mikroemulsi yang stabil adalah:
10 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

diplot pada diagram fase segitiga sebagai area 3.1. Fase beha 6 jumlah surfaktan
keberadaan mikroemulsi. Penentuan area polioksietilena
keberadaan mikroemulsi dilakukan setidaknya dalam
rangkap dua untuk memastikan akurasi yang lebih Area keberadaan mikroemulsi diperoleh
baik dari 9 1% b/b minyak untuk setiap sistem. menggunakan C 12 E 10 ditunjukkan pada Gambar. 1, dengan
daerah yang diarsir menyoroti mikroemulsi satu fase o/w
wilayah sion. C 12 E 10 ditemukan untuk menstabilkan
2.3. Penentuan fase dalam 6 suhu erisi dan titik awan mikroemulsi o/w yang mengandung semua etil ester dan
minyak trigliserida diselidiki, pada 298 K, meskipun
dengan berbagai tingkat penggabungan minyak. Namun
Suhu inversi fase (PIT) dari setiap mikroemulsi dan seperti yang diharapkan, struktur dan sebagian volume
titik awan (CP) dari larutan misel yang sesuai molekul minyak yang digunakan (Tabel 1)
ditentukan dengan memanaskan dan mendinginkan mempengaruhi jumlah minyak yang tergabung dalam
sampel berulang kali hingga 373 dan 298 K, pada mikroemulsi. Dalam rangkaian minyak trigliserida,
kecepatan 1 K menit. - 1 dengan diaduk rata. Suhu tributirin, minyak dengan volume molekul terkecil dapat
pada awal kekeruhan (saat pemanasan) dan digabungkan hingga 3% b/b pada konsentrasi surfaktan
munculnya kejernihan (saat pendinginan) dicatat. PIT 35% b/b, sedangkan minyak dengan volume molekul
atau titik awan yang dikutip adalah rata-rata dari yang lebih besar hanya dapat dilarutkan hingga 2 dan
empat penentuan. 1%. b/b sekitar 30% b/b dan
antara 10 dan 35% b/b C 12 E 10 untuk Miglyol 812 dan
minyak kedelai masing-masing. Demikian pula untuk
etil ester, minyak dengan volume molekul terkecil,
3. Hasil etil butirat larut paling banyak, yaitu 16% b/b pada
konsentrasi surfaktan 30% b/b, sedangkan minyak
Jika mikroemulsi akan digunakan sebagai sistem dengan volume molekul lebih besar, etil kaprilat dan
penghantaran obat, ada kebutuhan untuk menentukan etil oleat digabungkan pada tingkat 7 dan 3% b/b,
kondisi di mana mereka terbentuk, khususnya surfaktan masing-masing, pada konsentrasi surfaktan 25% b/b.
yang membentuk mikroemulsi dengan minyak mana. Hasil ini menunjukkan bahwa kelarutan minyak rantai
Semua surfaktan yang diuji membentuk mikroemulsi tunggal (etil ester minyak asam lemak) lebih mudah
minyak dalam air pada 298 K dengan variasi daripada minyak rantai tiga (trigliserida) dan, dalam
minyak yang digunakan kecuali C 18 apa Perlu dicatat seri minyak yang sama, minyak dengan panjang
bahwa, dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan rantai alkil lebih pendek dilarutkan ke lebih besar
telah dibuat antara mikroemulsi dan misel bengkak, daripada oli dengan panjang rantai yang lebih
dengan mikroemulsi minyak dalam air dianggap panjang. Hasil ini seperti yang diharapkan dan
telah diproduksi jika mengikuti tren yang tercatat dalam literatur (Chaiko
\ 1% b/b minyak dimasukkan ke dalam larutan misel et al., 1984; Malcolmson dan Lawrence, 1995; Miñana-
berair. Untuk tujuan singkat dan untuk memungkinkan Pérez et al., 1995a, Monduzzi et al., 1997).
perbandingan antara berbagai sistem yang dipelajari,
dalam beberapa kasus dalam preferensi untuk diagram Anehnya, bagaimanapun, tren ini terbalik dalam mikroemulsi
fase parsial, hanya tingkat maksimum penggabungan o/w yang diproduksi menggunakan yang lebih lama
minyak dan konsentrasi surfaktan di mana hal ini terjadi surfaktan rantai alkil tak jenuh, C 18: 1 E 10,
dicatat. Perhatikan juga bahwa meskipun minyak di mana minyak volume molekul terbesar adalah pelarut
ditambahkan berdasarkan berat, karena kesamaan bilized untuk tingkat terbesar (Gbr. 2). Sebagai contoh,
kepadatan dalam serangkaian minyak, volume yang dari minyak trigliserida yang dipelajari, minyak dengan
sama ditambahkan. Satu-satunya pengecualian untuk volume molekul terbesar, minyak kedelai, menghasilkan
generalisasi ini adalah minyak, tributirin, yang secara wilayah keberadaan mikroemulsi terbesar dengan 10% b/
signifikan lebih padat daripada kedelai dan Miglyol 812. b minyak yang tergabung pada konsentrasi surfaktan
25% b/b, sementara hanya 6 dan
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 11

Gambar 1. Diagram fase segitiga parsial dari mikroemulsi m/a yang dibentuk dengan C 12 E 10, air dan minyak pada 298 K. Pada absis, konsentrasi
surfaktan (dalam% berat) meningkat dari kiri ke kanan sedangkan pada ordinat, konsentrasi minyak (dalam% berat) adalah
meningkat dari bawah ke atas.

Tabel 1
Sifat kimia fisik minyak diselidiki

Minyak Berat molekul (g mol - 1) Kepadatan A di 298 9 5 K (g cm - 1) Volume molekul B di 298 9 5K (A, 3)

minyak kedelai 881 0,9191 1592


Migilol 812 554 0,903 1019
Tributryin 302 1.032 486
Etil oleat 310 0,870 592
Etil kaprilat 172 0,878 326
Etil butirat 116 0,878 220

A Label produsen.
B Malcolmson dkk. (1998).
12 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

Gambar 2. Diagram fase segitiga parsial untuk mikroemulsi o/w yang dibentuk dengan C 18: 1 E 10 dan berbagai minyak pada 298 K dalam air.
Absis dan ordinat seperti Gambar 1.

4% b/b dari minyak dengan volume molekul yang C 18: 1 E 10 ( Brij 96). Perlu dicatat bahwa Brij 96
lebih kecil, masing-masing Miglyol 812 dan tributyrin, adalah versi 'lama' dari Brij 97 (C 18: 1 E 10) dan tidak lagi
dapat dilarutkan pada konsentrasi surfaktan yang diproduksi oleh pabrikan. Sementara di
sama. Demikian pula untuk etil ester, minyak dengan tangan kita dua versi C 18: 1 E 10 menunjukkan perilaku
volume molekul terbesar, etil oleat diambil hingga yang sama ketika diperiksa oleh elemental
batas terbesar dengan 7% b/b etil oleat dimasukkan analisis, TLC, IR dan spektroskopi NMR, CP larutan
pada konsentrasi surfaktan 20– 25% b/b Brij 96 berair sekitar 20 K lebih tinggi dari larutan Brij
dibandingkan dengan hanya 2% b /b etil kaprilat dan 97 yang sesuai menunjukkan bahwa Brij 96 adalah
3% b/b etil butirat pada konsentrasi surfaktan yang surfaktan yang lebih hidrofilik dan/atau adanya
sama. kontaminan anorganik dalam sampel. Dalam hal ini
Malcolmson dkk. (1998) sebelumnya telah melaporkan perlu diperhatikan bahwa surfaktan polioksietilena
pembentukan mikroemulsi m/a menggunakan yang dibeli secara komersial mengandung gugus
trigliserida dan etil ester yang sama dan surfaktan yang kepala polidispersi yang dapat menghasilkan variasi
sama seperti yang dipelajari di sini, yaitu,
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 13

titik awan antara kelompok surfaktan yang berbeda, 3.2. Fase beha 6 jumlah surfaktan alkilamin-N-
namun perbedaan titik awan yang dicatat di sini oksida
antara Brij 96 dan Brij 97 lebih besar daripada yang
umumnya terlihat dengan variasi batch ke batch. Berbeda dengan meluasnya penggunaan surfaktan
Menariknya titik awan yang diperoleh untuk sampel polioksietilena untuk menghasilkan mikroemulsi,
Brij 97 yang digunakan dalam penelitian ini sangat formulasi mikroemulsi menggunakan alkilamin- N-
sesuai dengan itu surfaktan oksida jarang, jika pernah, dilaporkan,
dilaporkan oleh Schott (1969) untuk C 18: 1 E 10. meskipun Mehta et al. (1994) telah menggunakan amina-
Yang menarik dalam penelitian ini adalah N- surfaktan oksida untuk menghasilkan mikroemulsi
bahwa perilaku fase mikroemulsi diperoleh berbasis lesitin minyak dalam air. Dalam penelitian ini
dengan dua versi C 18: 1 E 10 sedikit berbeda; ini sangat DDAO menghasilkan mikroemulsi pada kisaran
terlihat ketika konsentrasi surfaktan 5-35% b/b dengan semua minyak
membandingkan tingkat penggabungan minyak etil yang dipelajari, dengan pengecualian minyak kedelai
ester. Untuk minyak trigliserida, bagaimanapun, yang tidak dapat dimasukkan ke dalam mikroemulsi
mikroemulsi disiapkan menggunakan Brij 96 dalam air pada konsentrasi surfaktan apa pun (Gbr. 3).
(Malcolmson et al., 1998) memberikan tren yang sama Mikroemulsi disiapkan oleh DDAO, dalam
meningkatkan minyak penggabungan dengan peningkatan umum dengan yang dibuat menggunakan C 12 E 10, menunjukkan
volume molekul seperti yang terlihat dengan formulasi kapasitas pelarutan yang lebih besar untuk yang lebih kecil
yang dibuat dengan Brij 97, meskipun mikroemulsi yang minyak volume molekul.
dibuat menggunakan Brij 97 melarutkan sedikit lebih Hasil studi fase dengan DOAO ditunjukkan pada
banyak minyak kedelai. Dalam penelitian ini, Gambar. 4. Ketika menggunakan surfaktan ini
bagaimanapun, Brij 96 menunjukkan kapasitas yang maksimum 2% b/b minyak kedelai dan tributirin
lebih besar untuk melarutkan ester minyak asam lemak ditemukan terlarut, sedangkan hanya 1% b/b Miglyol
dari Brij 97 dalam 8, 9 dan 6% b/b etil butirat, etil kaprilat 812, etil kaprilat dan etil oleat dimasukkan. Minyak
dan etil oleat, masing-masing, digabungkan pada tingkat dengan volume molekul terkecil, etil butirat
20% b/b Brij 96. Perhatikan bahwa ketika Brij 96 menunjukkan tingkat penggabungan terbesar, yaitu,
digunakan sebagai surfaktan, volume molekul minyak 4% b/b minyak pada konsentrasi surfaktan dalam
etil ester yang lebih kecil, etil butirat, dilarutkan paling kisaran 20-25% b/b. Menariknya, beberapa hari
banyak sedangkan etil oleat dimasukkan paling sedikit. setelah persiapan, semua mikroemulsi terlepas dari
jenis minyak yang dimasukkan, tampak menjadi jauh
Dengan pengecualian Brij 96 (Malcolmson et al., lebih kental daripada larutan misel dari mana
1998) pembalikan tren penurunan penggabungan mikroemulsi dibuat, menunjukkan bahwa misel
minyak dengan peningkatan volume molekul belum berbentuk batang yang dibentuk oleh DOAO
pernah dicatat sebelumnya untuk jenis surfaktan (Hoffman et al. ., 1992) menjadi lebih bulat setelah
yang diteliti, meskipun tren serupa telah diamati penambahan minyak dalam jumlah yang sangat kecil.
ketika menggunakan ' surfaktan extended' yang Menariknya, pelarutan sejumlah besar hidrokarbon
mengandung rantai pendek (semi-polar) polipropilen dalam misel DOAO telah dilaporkan menginduksi
oksida (PO) yang disisipkan di antara rantai dodesil transformasi bentuk yang serupa (Hoffmann dan
hidrofobik dan gugus kepala eter sulfat hidrofilik Gradzielski, 1994). Sistem yang mengandung minyak
(Miñana-Pérez et al., 1995a,b). Saat ini tidak jelas kedelai di luar daerah mikroemulsi menjadi kurang
mengapa tren peningkatan kelarutan minyak dengan keruh setelah seminggu, sebuah pengamatan yang
penurunan volume molekul minyak terbalik dalam mendukung hipotesis bahwa mikroemulsi mungkin
sistem yang dibuat dengan surfaktan rantai memerlukan periode waktu untuk mencapai
hidrofobik panjang, tetapi mungkin karena kesetimbangan termodinamika dengan tingkat
perbedaan relatif panjang minyak dan rantai kelarutan minyak volume molekul yang lebih kecil
hidrofobik dari surfaktan, yang dalam kasus etil lebih tinggi daripada minyak. minyak volume molekul
butirat dan yang lebih besar (Murthy, 1993).
C 18: 1 E 10 sangat berbeda.
14 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

Perlu disebutkan pada titik ini bahwa versi jenuh pembentukan mikroemulsi menggunakan C 18
DOAO, yaitu octadecyldimethylamine- N- oksida, rantai amina- N- surfaktan oksida tidak diperiksa
tidak membentuk mikroemulsi pada 298 K dengan , tetapi dianggap mungkin bahwa jika suhu
minyak diselidiki. Hasil serupa sebelumnya telah eksperimental yang lebih tinggi telah digunakan,
dilaporkan untuk mikroemulsi akan dihasilkan.
C 18 E 10 pada suhu eksperimental yang sama dan telah Jika dibandingkan dengan mikroemulsi yang dihasilkan
dikaitkan dengan fakta bahwa hidrofo- dari C 12 E 10 dan DDAO, etil oleat, minyak kedelai dan
rantai bic memiliki titik leleh lebih besar dari 298 K; di Miglyol 812 dimasukkan ke tingkat yang lebih tinggi
sini meningkatkan suhu eksperimental untuk surfaktan els dalam mikroemulsi distabilkan oleh C 18: 1 E 10;
ini menjadi 310 K mengembalikan fluiditas rantai dan hanya etil butirat dan etil kaprilat yang larut
memungkinkan pembentukan mikroemulsi (Malcolmson ke tingkat yang lebih besar di DDAO dan C 12 E 10
dan Lawrence, 1995). Namun dalam penelitian ini, sistem yang distabilkan, dengan sistem yang disiapkan dengan
pengaruh peningkatan suhu pada DDAO menunjukkan kelarutan terbesar

Gambar. 3. Diagram fase parsial untuk mikroemulsi m/a yang dibentuk dengan DDAO dan kisaran minyak pada 298 K dalam air. Absis dan ordinat
seperti Gambar 1.
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 15

Gambar 4. Diagram fase segitiga parsial untuk mikroemulsi m/a yang dibentuk dengan DOAO dan kisaran minyak pada 298 K dalam air.
Absis dan ordinat seperti Gambar 1.

kapasitas untuk etil ester, etil butirat dan etil kaprilat jumlah obat hidrofobik, testosteron propionat, dapat
dan tributirin. Perlu dikomentari bahwa kapasitas dimasukkan ke dalam mikroemulsi yang
yang lebih besar untuk pelarutan minyak dari diformulasikan dengan DDAO (Satra et al., 1995)
alkilamin- N- surfaktan oksida daripada surfaktan daripada yang disiapkan menggunakan Brij 96
polioksietilen yang lebih banyak digunakan mungkin (Malcolmson dan Lawrence, 1993).
memiliki beberapa implikasi penting untuk
penggunaan farmasi mereka, karena telah diketahui 3.3. Efek elektrolit pada area keberadaan
bahwa amina- N- surfaktan oksida adalah 'pelarut' mikroemulsi
obat yang baik (Lawrence dan Devinsky, 1988; Tolle et
al., 2000). Oleh karena itu, keberadaan lokus ekstra Kehadiran elektrolit dalam misel berair atau
untuk penggabungan obat dalam mikroemulsi, yaitu formulasi mikroemulsi telah diketahui
inti minyak di tengah agregat, harus lebih mempengaruhi tingkat hidrasi gugus kepala
meningkatkan kelarutan obat. Memang, lebih besar polioksietilen dan akibatnya dapat mengubah area
keberadaan mikroemulsi.
16 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

terlihat dengan surfaktan ini, biasanya kehadiran laporan dalam literatur memeriksa ini. Dalam
elektrolit mengurangi hidrasi kelompok kepala penelitian ini pengaruh elektrolit pada tingkat
(Schott dan Royce, 1984). Dengan amina- N- penyerapan minyak dalam mikroemulsi pada 298 K
surfaktan oksida, keberadaan elektrolit diketahui diperiksa dengan menggunakan PBS dan cPBS
mengurangi tolakan kelompok kepala sehingga sebagai pengganti air; baik PBS dan cPBS umumnya
memungkinkan pertumbuhan ukuran agregat (Imae digunakan dalam sediaan farmasi. Hasil penelitian ini
dan Ikeda, 1984) dan kemungkinan besar perubahan diberikan pada Tabel 2-5, di mana tingkat maksimum
area keberadaan mikroemulsi, meskipun tidak ada penggabungan minyak dan surfaktan

Meja 2
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang distabilkan oleh C 12 E 10 di 298 K

Minyak Kisaran konsentrasi surfaktan di mana mi- Jumlah maksimum minyak terlarut (pada konsentrasi
kroemulsi yang terbentuk (%b/b) surfaktan) (% b/b)

Air PBS CPBS Air PBS CPBS

minyak kedelai 10–40 5–40 10–40 1 (15–35) 1 (15–35) 1 (15–35)


Migliol 812 15–35 10–35 10–40 2 (30) 2 (30) 2 (30)
Tributirin 10–45 10–45 10–40 3 (35) 3 (35) 3 (35)
Etil oleat 5–40 5–40 10–40 3 (25–30) 3 (25–30) 4 (25–30)
Etil kaprilat 5-45 5-45 5–40 7 (25) 7 (25) 6 (25)
Etil butirat 5-45 5-45 5–40 16 (30) 17 (30) 17 (30)

Tabel 3
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi stabil oleh C 18: 1 E 10 di 298 K

Minyak Kisaran konsentrasi surfaktan di mana mi- Jumlah maksimum minyak terlarut (pada konsentrasi
kroemulsi yang terbentuk (%b/b) surfaktan) (% b/b)

Air PBS CPBS Air PBS CPBS

minyak kedelai 5–30 5–30 10–30 10 (25) 10 (25) 7 (25)


Migliol 812 5–30 5–30 10–30 6 (25) 7 (25) 7 (25)
Tributirin 5–30 5–30 5–30 4 (25) 4 (25) 4 (25)
Etil oleat 5–30 5–30 5–30 7 (20–25) 7 (25) 7 (20)
Etil kaprilat 5–30 5–30 10–30 2 (25) 1 (15–25) 1 (15–25)
Etil butirat 5–30 5–30 5–30 3 (15–25) 3 (20–25) 3 (25)

Tabel 4
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang distabilkan oleh DDAO pada 298 K

Minyak Kisaran konsentrasi surfaktan di mana mi- Jumlah maksimum minyak terlarut (pada konsentrasi
kroemulsi yang terbentuk (%b/b) surfaktan) (% b/b)

Air PBS CPBS Air PBS CPBS

Migliol 812 5–35 5–35 5–35 5 (30) 5 (30) 4 (25–30)


Tributirin 5–35 5–35 5–35 8 (30) 8 (30) 7 (25–30)
Etil oleat 5–40 5–40 5–40 8 (25–30) 8 (30) 6 (25–30)
Etil kaprilat 5–35 5–35 5–35 18 (25) 18 (25) 19 (25)
Etil butirat 5–35 5–35 5–35 30 (25) 30 (25) 30 (25)
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 17

Tabel 5
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang distabilkan oleh DOAO pada 298 K

Minyak Rentang konsentrasi surfaktan di mana Jumlah maksimum minyak larut (pada surfaktan
mikroemulsi yang terbentuk (%b/b) konsentrasi) (% b/b)

Air PBS CPBS Air PBS CPBS

minyak kedelai 10–30 15–30 0 2 (15–25) 1 (20–25) 0


Migliol 812 20-30 0 0 1 (25) 0 0
Tributirin 10–30 15–30 10–30 2 (20–25) 2 (25) 2 (25)
Etil oleat 15–30 15–30 10–30 1 (20–25) 1 (20–25) 1 (15–25)
Etil kaprilat 15–30 15–30 10–30 1 (20–25) 1 (20–25) 1 (15–25)
Etil butirat 5–30 5–30 5–30 4 (20–25) 4 (20–25) 4 (20)

konsentrasi di mana ini terjadi dilaporkan. Dia 3.4. Pengaruh suhu keberadaan daerah
harus dicatat bahwa solusi misel dan mikroemulsi mikroemulsi
dibuat dari alkilamin- N-
surfaktan oksida, DDAO dan DOAO, dalam cPBS Jika mikroemulsi o/w dianggap sebagai pembawa
sangat sedikit keruh, mungkin karena kation divalen obat lipofilik, pengetahuan tentang stabilitasnya
yang ada dalam cPBS mengurangi interaksi gugus pada suhu tubuh sangat penting, terutama karena
kepala dan menginduksi pembentukan agregat yang peningkatan suhu diketahui menurunkan tingkat
sangat besar dengan cara yang sama seperti yang hidrasi rantai polioksietilen, menyebabkan surfaktan
terlihat ketika garam ditambahkan ke larutan misel mengubahnya. perilaku dari larut dalam air menjadi
ionik. Akibatnya, sampel pertama yang tampak larut dalam minyak dan menyebabkan inversi dalam
sangat keruh dianggap berada di luar batas fase perilaku fase mikroemulsi. Dari jumlah pekerjaan
mikroemulsi. yang jauh lebih terbatas yang menyelidiki pengaruh
suhu pada amina- N- surfaktan oksida akan tampak
Seperti dapat dilihat pada Tabel 2-4, fase be-
bahwa surfaktan ini jauh lebih sensitif terhadap suhu
sifat mikroemulsi yang dibuat dari C 12 E 10,
daripada rekan-rekan polioksietilennya. Tabel 6 dan 7
C 18: 1 E 10 dan DDAO di PBS dan cPBS pada 298 K,
memberikan tingkat penggabungan minyak
dalam kesalahan eksperimental, sangat mirip dengan
maksimum untuk mikroemulsi yang dibentuk dengan
yang terlihat dalam air, menunjukkan bahwa pada
polioksietilen dan alkilamin- N- surfaktan oksida
suhu ini, perilaku fase surfaktan tidak terlalu sensitif
masing-masing pada 298 dan 310 K.
terhadap keberadaan elektrolit. Meskipun hal yang
sama juga berlaku untuk mikroemulsi yang dibuat
Secara umum, hasil menunjukkan bahwa semua
menggunakan DOAO dan mengandung minyak etil
surfaktan nonionik yang diuji, kecuali DDAO dengan minyak
ester (Tabel 5), ketika minyak trigliserida digunakan
kedelai dan DOAO dengan Miglyol 812, yang tidak
dengan DOAO ada perbedaan tingkat penyerapan
membentuk mikroemulsi pada kedua suhu, mampu
minyak ketika air digantikan oleh PBS atau cPBS. ,
membentuk mikroemulsi o/w yang stabil dalam PBS pada
dengan tingkat pembentukan mikroemulsi 298 dan 310 K dengan semua minyak diperiksa. Peningkatan
cenderung menurun menunjukkan bahwa kehadiran suhu dari 298 ke 310 K menyebabkan tingkat penggabungan
elektrolit memiliki efek merugikan pada minyak yang sedikit lebih tinggi.
pembentukan mikroemulsi. Misalnya, minyak kedelai ransum dalam sistem yang disiapkan menggunakan C 12 E 10; satu-
dimasukkan ke tingkat 2% b/b dalam mikroemulsi satunya pengecualian untuk ini adalah etil butirat yang mengandung-
berbasis air, sedangkan maksimum hanya 1% b/b ing mikroemulsi, di mana jumlah maksimum minyak
yang dapat digabungkan dalam sistem berbasis PBS, yang tergabung pada 310 K (10% b/b) kurang dari
dan tidak ada mikroemulsi yang terbentuk ketika yang diperoleh pada 298 K (17% b/b). Selain itu, area
cPBS digunakan. sebagai fase kontinu. keberadaan mikroemulsi terlihat
18 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

Tabel 6
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang dibentuk dengan surfaktan polioksietilena dan PBS pada 298 dan 310 K

Minyak Rentang konsentrasi surfaktan di mana Jumlah maksimum minyak terlarut (pada konsentrasi
mikroemulsi terbentuk (% b/b) surfaktan) (% b/b)

C 12 E 10 C 18: 1 E 10 C 12 E 10 C 18: 1 E 20

298 K 310 K 298 K 310 K 298 K 310 K 298 K 310 K

minyak kedelai 5–40 20–50 5–30 5–35 1 (15–35) 2 (35–40) 10 (25) 6 (30)
Migliol 812 10–35 10–45 5–30 5–35 2 (30) 4 (35) 7 (25) 7 (25)
Tributirin 10–45 5-45 5–30 15–40 3 (35) 4 (35) 4 (25) 1 (20–35)
Etil oleat 5–40 5–40 5–30 15–35 3 (25–30) 7 (35) 7 (25) 1 (20–30)
Etil kaprilat 5-45 5–40 5–30 25–35 7 (25) 13 (30) 1 (15–25) 1 (30)
Etil butirat 5-45 5–40 5–30 5–35 17 (30) 10 (20) 3 (20–25) 2 (25–30)

dengan C 12 E 10 cenderung bergeser ke konsentrasi surfaktan sensitivitas dengan sedikit atau tanpa perubahan di
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan luas area keberadaan mikroemulsi yang diamati.
keberadaan diperoleh pada 298 K dan, dalam beberapa Beberapa dari sistem yang distabilkan DOAO
kasus, sampel yang mengandung jumlah tinggi menunjukkan sensitivitas suhu yang mengarah pada
surfaktan yang gel pada suhu kamar, cairan pada pengurangan area keberadaan mikroemulsi;
310 K. Berbeda dengan hasil yang terlihat dengan C 12 E 10, misalnya jumlah etil butirat menurun dari 4 menjadi
area keberadaan terlihat pada 310 K menggunakan C 18: 1 E 10, 2% b/b pada perubahan suhu dari 298 menjadi 310 K.
umumnya secara signifikan lebih kecil dari
terlihat pada 298 K; misalnya hanya 1% b/b tributirin Hasilnya menunjukkan bahwa mikroemulsi disiapkan
dan etil oleat yang dapat digabungkan pada 310 K menggunakan DDAO dan beberapa mikroemulsi.
dibandingkan dengan masing-masing 4 dan 7% b/b mulsi yang diformulasikan dengan C 12 E 10 cocok untuk
pada 298 K. Meskipun sekali lagi, area keberadaan digunakan pada 310 K. Namun, karena sejumlah
mikroemulsi meluas ke konsentrasi surfaktan yang sistem mikroemulsi disiapkan dengan C 18: 1 E 10 dan
lebih tinggi, dalam hal ini kasus hingga 30–35% b/b DODO, misalnya, minyak kedelai/C 18: 1 E 10/ PBS,
surfaktan. etil oleat/C 18: 1 E 10/ PBS dan EB/DOAO, menunjukkan
Sebaliknya mikroemulsi yang dibuat menggunakan penurunan penggabungan minyak saat meningkat
surfaktan DDAO menunjukkan suhu paling rendah suhu, sistem ini mungkin tidak banyak berguna untuk

Tabel 7
Penggabungan minyak dalam mikroemulsi yang dibentuk dengan alkilamin- N- surfaktan oksida dan PBS pada 298 dan 310 K

Minyak Rentang konsentrasi surfaktan di mana Jumlah maksimum minyak terlarut (pada konsentrasi
mikroemulsi terbentuk (% b/b) surfaktan) (% b/b)

DDAO DOAO DDAO DOAO

298 K 310 K 298 K 310 K 298 K 310 K 298 K 310 K

minyak kedelai 0 0 15–30 15–30 0 0 1 (20–25) 1 (20–25)


Migliol 812 5–35 5–35 0 0 5 (30) 6 (25) 0 0
Tributirin 5–35 5–35 15–30 15–30 8 (30) 9 (25) 2 (25) 1 (20–25)
Etil oleat 5–40 5–40 15–30 15–30 8 (30) 8 (25) 1 (20–25) 1 (20–25)
Etil kaprilat 5–35 5–35 15–30 20-30 18 (25) 18 (25) 1 (20–25) 1 (25)
Etil butirat 5–35 5–35 5–30 10–30 30 (25) 32 (25) 4 (20–25) 2 (15–25)
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 19

Tabel 8 bulan pada 298 K (perhatikan bahwa mikroemulsi


Suhu inversi fase sistem yang disiapkan menggunakan DOAO
yang dibuat dengan cPBS tidak diuji, meskipun tidak
Minyak %b/b minyak 20% b/b surfaktan A
ada alasan untuk mencurigai bahwa mereka akan
berperilaku berbeda). Satu-satunya pengecualian
Air PBS untuk pengamatan ini adalah mikroemulsi yang
dibuat pada komposisi yang sangat dekat dengan
- - NS 93.0
batas fase minyak atas, misalnya, mikroemulsi yang
minyak kedelai 1 71.0 57.6
Migliol 812 1 - -
mengandung etil kaprilat 6% b/b dan 20% b/b
Tributirin 1 63.1 51.8 C 12 E 10, atau 6% b/b tributyrin dan 20% b/b DDAO,
Etil oleat 1 54.4 40.2 karena ini tidak dapat diencerkan. Kemampuan ini
Etil kaprilat 1 43.2 34.3 untuk mudah mengencerkan mikroemulsi yang diteliti
Etil butirat 1 87.1 73.4
sangat kontras dengan kasus mikroemulsi yang
A Arti dari n= 4; SD 9 1.0, NS, tidak ada yang terlihat
mengandung kosurfaktan yang tidak dapat diencerkan
tanpa setidaknya mengubah, dan dalam banyak kasus,
penghantaran obat, terutama karena adanya obat menghancurkan mikroemulsi (Attwood, 1994).
selanjutnya dapat mengurangi suhu transisi fase Solusi misel yang sesuai semuanya menunjukkan
(Malcolmson, 1992). Pengurangan area keberadaan kemampuan untuk diencerkan tanpa batas, dengan
mikroemulsi diamati dengan pengecualian DOAO di PBS, yang muncul sangat keruh
sistem distabilkan dengan C 18: 1 E 10 disebabkan oleh setelah pengenceran, yang mungkin merupakan hasil
surfaktan yang memiliki CP rendah, yang selanjutnya dari fakta bahwa surfaktan ini diketahui membentuk
berkurang dengan adanya beberapa minyak (lihat di bawah).
misel berbentuk batang besar (Imae dan Ikeda,
Sebaliknya, CP yang lebih tinggi tercatat untuk C 12 E 10 1984).
berarti itu adalah yang paling tidak sensitif terhadap suhu
dua surfaktan berbasis polioksietilen dipelajari. 3.6. Fase masuk 6 suhu ersi
Karena DDAO tidak memiliki CP dalam kisaran suhu
yang diselidiki dalam penelitian ini, tidak Kepemilikan PIT oleh mikroemulsi dalam kisaran
mengherankan karena mikroemulsi yang distabilkan suhu 293-323 K menunjukkan bahwa mungkin ada
DDAO tidak menunjukkan sensitivitas suhu apa pun. masalah dengan penggunaan sistem untuk tujuan
pengiriman obat. Tingkat kepekaan suhu
mikroemulsi tergantung pada sifat surfaktan
polioksietilena dan minyak yang digunakan dalam
3.5. Kelarutan mikroemulsi o/w nonionik formulasi. Sejalan dengan pekerjaan sebelumnya,
dalam pekerjaan saat ini, solusi misel (dan
Kemampuan mikroemulsi untuk diencerkan sangat mikroemulsi) DDAO tidak menunjukkan titik awan
penting untuk digunakan sebagai pembawa obat (atau PIT) pada konsentrasi surfaktan (atau minyak)
karena, setelah pemberian, hampir pasti akan apa pun, begitu pula larutan misel DOAO dalam air
diencerkan oleh cairan tubuh. Dari pemeriksaan area pada tingkat surfaktan 20% b/b (tidak ada
keberadaan, diperkirakan tidak mungkin untuk konsentrasi lain yang diuji) (Tabel 8). Karena
mengencerkan mikroemulsi yang diteliti, karena peningkatan panjang rantai alkil dari surfaktan
pada konsentrasi surfaktan rendah sistem tidak polioksietilen diketahui dapat menurunkan titik awan
dapat terbentuk. (Gu dan Sjöblom, 1992; Schuber dan Kaler, 1996),
mikroemulsi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa mikroemulsi nonionik yang dibuat dalam air
dan PBS dapat diencerkan dari konsentrasi surfaktan
20-25% b/b ke konsentrasi surfaktan yang sangat C 12 E 10 ( Tabel 9) memiliki PIT yang lebih tinggi daripada yang
rendah (yaitu B 10 - 4% w/w surfaktan), dan bahwa diformulasikan menggunakan yang tidak jenuh lebih lama,
sistem yang sangat encer tetap stabil setidaknya C 18: 1 E 10 ( Tabel 10). Pengamatan ini juga menjelaskan
selama a mengapa DOAO dan bukan DDAO menunjukkan CP/PIT.
4 6 7 5 7 8 W 10 % S
- - 5 3 4 - - 76 - 6 –– –– –– 8.5
.5.6.2 . 8.4
0 .2 setelah
w P
/w reputasi

su merah

rfactan
4 6 6 5 7 7 81.5 P kamu
- - 2 1 9 - - 46 - 1 –– –– –8 B dosa
.6.4.1 .6.6
4 .3 .5 S
TA G
C
2 E
1
4 6 6 5 7 80.2 C
- 1 1 8 - - 26 - 1 –– –– – 77 P
.0.6.2 .2
6.4 .4 .3 B 1
0
S

4 5 7 8 5 6 7 8 7 8 90.0 W 15
- 4 6 1 0 - 3 77 6 0 –7 4 – 84
.2.9.9.4 . 0 .5.9
5 .6.6 .4 .-
6 .3 setelah

4 5 6 7 5 6 7 7 7 83.0 P
- 1 4 7 6 - 0 47 2 5 –7 97 – 80 B
.5.6.1.0 .0 .2.7
0 .5.1 .71 .5.7
5 .7 S

3 5 6 7 4 6 7 7 7 81.6 C
8 3 6 3 - 7 16 0 3 –7 77 – 79 P
.9.1.6.2 . 9 .2.6
8 .5.7 .0
3 . 6.3
0 .7 B
S

4 5 6 7 8 5 5 7 7 8 8 8 9 8 91.9 W 20
2 0 4 7 3 1 7 17 9 4 –2 58 1
.0.0.6.6.5 .2.47
. 9.9 .6.2 .9 . 5.1
6 . 7.7
9 setelah

4 4 6 7 7 4 5 6 7 7 7 8 8 8 86.4 P
0 8 1 1 7 8 0 87 5 8 –6 17 7 B
.0.7.5.3.7 . 3 . 4 .95.6 .5.7 .2 .6.2
9 .2,5
2 S

3 4 6 6 7 4 5 6 7 7 7 8 8 83.2 C
7 5 2 6 5 5 0 67 4 8 – 74 87 3 P
.7.1.2.4.7 .3.57
. 4.1 .1.0 .4 . 8.7
3 .2
7.4 B
S

4 6 7 8 8 5 6 7 8 8 8 8 9 9 93.9 W 25
5 1 0 0 5 1 3 68 3 6 18 88 3
.5.7.6.6.7 .5.79
. 4.2 .4.4 . 6.1
5 .7
2.7 . 00.
0 setelah

4 5 6 7 8 4 6 7 7 8 7 8 8 8 87.7 P
0 5 5 6 0 8 0 27 8 1 88 48 9 B
.5.0.9.4.4 . 7 . 4 .9.5
8 .7.2 .0.5
0 .0,7
0 . 0 .3
5 S

3 5 6 7 7 4 5 7 7 8 7 8 8 8 85.3 C
9 4 6 3 9 6 7 17 7 0 27 08 4 P
.6.0.0.3.0 .1.72
. 8.0 .3.4 .7
2.7 .0
1,2 . 7.43 B
S
3 4 4 4 3 5 5 5 5 W 10 % S
2 0 –– - 2 3 - 6 - - 6 5 – 66 7
.0.0 . 5 .0- .0 . 2 .2- .46
. 8.1 setelah
w P
/w reputasi

su merah

rfactan
2 3 4 4 3 5 4 5 5 P kamu
8 6 –– - 3 3 - 4 - 5 8 – 57 1 B dosa
.0.5 . 0 .5- .-
0 . 0 .0- . 6 5.7
.3 S
T G
C
1
2 3 4 3 3 4 C 8
E
7 5 –– - 2 8 - 3 - - 8 – 5 6 – 53 P
:1
.5.5 .5 .7- .0- .7- .5 .4 B 1
S 0
A

3 4 3 4 3 4 3 3 5 5 4 6 5 W 15
2 5 4 4 8 0 2 3 9 3 6 95 56
. 0 . 7 .0- . 5 . 5 .0- . 2 .5- . 2 . 2 .5- .9
2.7 . 0.1
7 setelah

2 4 3 4 3 3 3 3 5 4 4 5 5 P
8 3 0 4 7 7 1 2 5 9 5 75 05 B
. 0 . 5 .0- . 5 . 7 .0- . 2 .5- . 6 . 7 .0- . 17.
0 . 6.7
9 S

2 4 2 4 3 3 3 3 5 4 4 5 5 C
8 2 9 3 8 5 1 1 4 8 3 85 05 P
. 0 . 5 .5- . 7 . 2 .1- .2 .5- . 7 . 1 .5- .040. .2.7
6 B
S

3 4 3 3 3 3 3 3 5 4 4 6 5 W 20
2 9 24 7 5 93 0 56 3 7 47 55 36
. 0 . 2 .0.5
4 . 0 . 5 .5.2
1 . 0 .5 . 0 . 2 .7.0
.02 4 .1
. 0.56 2,5 setelah

2 4 2 3 3 3 2 3 5 4 4 5 4 P
8 4 94 5 2 82 8 45 1 4 26 54 75 B
.0.50
. 0.2 . 2 . 5 .5.5
9 . 0 .095. . 0 . 5 .0.5
9 . 4 .9 .8
0 7.0 S

2 4 2 3 3 3 2 3 4 4 4 5 4 C
7 4 84 3 0 52 8 55 9 3 16 65 85 P
. 2 . 0 .5.2
0 . 2 . 9 .0.5
9 .5 .07.0 . 6 . 8 .88.7 .90.6 .07.0 B
S

3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 W 25
1 9 23 1 3 92 0 95 9 3 37 95 36
. 5 . 5 .0.5
8 . 9.0
.0.05 . 0 .060. . 4 . 7 .5.2
0 .2
0.5 . 0.
5 setelah

00

2 4 2 2 3 3 2 3 4 4 4 6 5 4 P
8 7 73 9 2 62 8 75 6 1 0 04 75 B
. 0 . 2 .0.5
4 . 7 . 2 5.5
.6 .20
. 2.2 . 5 . 6 0,7
.5 .7
0,9 .8
7.4 S

2 4 2 2 3 3 2 3 4 4 4 6 5 4 C
8 5 83 9 0 62 8 35 6 0 0 24 85 P
. 0 . 5 .0,7
1 . 6 . 2 .85.1 .7 .6.7
0 . 0 . 4 .84.3 .46.4 .5.9
7 B
S
22 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

3.7. Efek elektrolit pada fase di 6 suhu ersi

Kehadiran elektrolit sering mempengaruhi PIT dan


akibatnya area keberadaan mikroemulsi. Sebagian
besar garam yang ada dalam PBS diketahui
'menggaramkan' (yaitu mengurangi hidrasi gugus
kepala dari) surfaktan polioksietilen,

Gambar 7. Suhu inversi fase mikroemulsi con-


mempertahankan 25% b/b C 12 E 10 dalam air sebagai fungsi dari jumlah
minyak.

sehingga mengurangi PIT (Schott dan Han, 1975;


Schott dan Royce, 1984). Ini memang tren yang
diamati dalam penelitian ini, di mana mikroemulsi
yang disiapkan menggunakan PBS sebagai fase
kontinu menunjukkan penurunan titik awan dan PIT
dibandingkan dengan sistem yang disiapkan dalam
air (Gbr. 5-7 dan Tabel 9 dan 10). Ca tambahan 2+ dan
Mg 2+ ion hadir dalam cPBS diketahui memiliki efek
variabel pada PIT cenderung mengurangi ketika
hadir pada konsentrasi rendah seperti dalam
penelitian ini (Schott, 1973; Schott dan Royce, 1984).
Menariknya meskipun kehadiran elektrolit tidak
Gambar 5. Variasi titik awan sebagai fungsi dari C 12 E 10
menyebabkan larutan misel DDAO menunjukkan titik
dan C 18: 1 E 10 konsentrasi dalam air, PBS dan PBS lengkap (cPBS).
awan, larutan misel DOAO pada konsentrasi 20% b/b
dalam PBS melakukannya, mendukung hipotesis
bahwa kehadiran elektrolit menyebabkan
pertumbuhan misel. ukuran amina-

N- surfaktan oksida, sehingga menghasilkan


surfaktan yang lebih lipofilik. (Perhatikan bahwa cPBS
tidak diuji sebagai fase kontinu.) Ini adalah pertama
kalinya titik awan dilaporkan untuk alkylamine- N-
surfaktan oksida, meskipun Satra (1998) telah
melaporkan bahwa mikroemulsi DDAO berbasis
lesitin tertentu yang mengandung minyak polar
dengan volume molekul rendah menunjukkan PIT.

3.8. Efek minyak pada fase di 6 suhu ersi


Gambar 6. Suhu inversi fase mikroemulsi con-
mempertahankan 20% b/b C 18: 1 E 10 dalam air sebagai fungsi dari jumlah
minyak. Selain efek dari sifat kimia
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 23

amphiphile dan adanya garam anorganik pada PIT, sedangkan minyak dengan panjang rantai alkana di
sifat dan jumlah minyak juga dapat mengubah PIT luar surfaktan dianggap besar (Chen et al., 1986;
dari mikroemulsi (Aveyard dan Lawless, 1986) dengan Evans et al., 1986). Lebih lanjut, perlu dikomentari
minyak volume molekul besar cenderung bahwa sangat sedikit pekerjaan hingga saat ini yang
meningkatkan PIT sementara minyak volume molekul meneliti efek minyak polar, seperti yang digunakan
kecil awalnya menyebabkan penurunan PIT, yang dalam penelitian ini, pada PIT mikroemulsi dan tidak
mungkin dalam beberapa kasus diikuti oleh diketahui apakah mereka bertindak dengan cara
peningkatan. Hasil ini biasanya dijelaskan dalam hal yang mirip dengan yang dijelaskan. di atas. Namun,
cara minyak dilarutkan ke dalam tetesan mikroemulsi penelitian terbaru menunjukkan bahwa volume
dan sementara penjelasan ini diterima secara luas, molekul minyak tampaknya lebih penting dalam
harus disadari bahwa itu murni didasarkan pada menentukan perilaku fase daripada polaritasnya
pengamatan fenomenologis (Malcolmson et al., 1998). (Aboofazeli et al., 1995).
Dalam studi saat ini, PIT mikroemulsi
Minyak volume molekul besar dianggap membentuk inti di tengah
disiapkan dengan C 18: 1 E 10 dan C 12 E 10 mengandung minyak
agregat surfaktan, dan ini dapat menyebabkan salah satu dari dua efek
volume molekul yang lebih besar dipamerkan agak
tergantung pada bentuk awal tetesan. Jika tetesan sudah bulat, keberadaan
perilaku kompleks pada perubahan jumlah minyak
minyak hampir tidak mengubah area kelompok kepala dan volume
yang dimasukkan, terlepas dari fase kontinu yang
hidrofobik surfaktan, sehingga memungkinkan agregat untuk tetap
digunakan (lihat Gambar. 6 dan 7 dan Tabel 9 dan
mempertahankan tingkat kelengkungan yang hampir sama dan akibatnya
10). Misalnya PIT mikroemulsi Brij 97 yang mengandung
PIT yang serupa dengan larutan misel yang sesuai (Aveyard dan Lawless,
minyak kedelai, Miglyol 812 dan etil oleat pertama-tama
1986). Namun jika agregat awalnya asimetris, penambahan minyak untuk
menurun dan kemudian meningkat seiring dengan
membentuk inti mendorong perubahan bentuk agregat dari asimetris
meningkatnya konsentrasi minyak (Gbr. 7 dan Tabel 10),
menjadi bulat, sehingga meningkatkan PIT sistem. Sebaliknya, pada
menunjukkan bahwa agregat misel awalnya sedikit
konsentrasi rendah, molekul minyak yang lebih kecil bekerja dengan cara
asimetris, sebuah fakta yang dikonfirmasi. dalam studi
yang sama seperti kosurfaktan, meningkatkan volume hidrofobik efektif
hamburan cahaya (Warisonoicharoen, 1998). Tren yang
(dan mengurangi panjang efektif gugus kepala hidrofilik) dari surfaktan,
sama juga diamati untuk mikroemulsi yang dibuat
sehingga mendorong pembentukan lebih banyak agregat asimetris dengan
menggunakan
kelengkungan spontan yang lebih rendah dan interaksi intermisel yang
C 12 E 10 ( Gambar. 6 dan Tabel 9) meskipun efeknya
lebih tinggi, dan akibatnya menurunkan PIT (Monduzzi et al., 1997). ). Pada
tidak begitu terasa dalam kasus ini karena
konsentrasi yang lebih tinggi, minyak volume molekul kecil dianggap masuk
jumlah terbatas dari minyak yang lebih besar yang
ke inti tetesan, di mana mereka memiliki sedikit efek pada volume hidrofob
tergabung dalam sistem ini. Sebaliknya, bagaimanapun,
surfaktan, mengubah tetesan asimetris menjadi agregat yang lebih simetris
terlepas dari surfaktan yang digunakan, minyak dengan
dan memulihkan PIT. dan akibatnya menurunkan PIT (Monduzzi et al.,
1997). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, minyak volume molekul kecil
volume molekul yang lebih kecil, tributirin, etil butirat dan

dianggap masuk ke inti tetesan, di mana mereka memiliki sedikit efek pada
etil kaprilat hanya menyebabkan penurunan PIT

volume hidrofob surfaktan, mengubah tetesan asimetris menjadi agregat


mikroemulsi terlepas dari surfaktan yang digunakan dan

yang lebih simetris dan memulihkan PIT. dan akibatnya menurunkan PIT jumlah minyak yang ditambahkan. Juga terlepas dari minyak
(Monduzzi et al., 1997). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, minyak volume yang dimasukkan dan surfaktan yang diperiksa, mikroemulsi
molekul kecil dianggap masuk ke inti tetesan, di mana mereka memiliki yang dibuat menggunakan air selalu menunjukkan PIT yang
sedikit efek pada volume hidrofob surfaktan, mengubah tetesan asimetris lebih tinggi daripada yang dibuat dalam PBS, yang pada
menjadi agregat yang lebih simetris dan memulihkan PIT. gilirannya lebih tinggi daripada yang dibuat dengan cPBS
bila dibandingkan pada surfaktan dan konsentrasi minyak
yang setara. Perhatikan bahwa meskipun mikroemulsi yang
Jelas definisi minyak volume molekul 'kecil' dan dibuat dengan DOAO menunjukkan PIT, sulit untuk menarik
'besar' relatif terhadap surfaktan yang dipelajari, kesimpulan yang pasti tentang sifat inklusi minyak
meskipun umumnya dianggap bahwa minyak kecil sedemikian rupa.
adalah salah satu yang memiliki panjang rantai studi terbatas. Menariknya, dengan kedua C 18: 1 E 10
kurang dari hidrofob surfaktan, dan DOAO, etil kaprilat dan bukan etil bu-
24 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

tyrate menunjukkan titik awan terendah. Hasil ini belum pernah dilaporkan sebelumnya, mungkin karena
menunjukkan bahwa minyak volume molekul besar surfaktan dengan hidrofob panjang seperti itu tidak secara
dimasukkan ke dalam mikroemulsi dengan cara yang rutin digunakan untuk pembentukan mikroemulsi.
sangat berbeda dari minyak volume molekul yang Perhatikan bahwa karena tingkat kelarutan minyak yang
lebih kecil. rendah terlihat dengan sistem yang disiapkan menggunakan
DOAO, sulit untuk menarik kesimpulan apa pun tentang efek
panjang rantai hidrofobik di sini, meskipun dari data
4. Diskusi terbatas yang tersedia tampaknya, mirip dengan surfaktan
rantai hidrofobik yang lebih pendek, minyak volume molekul
Meskipun sejumlah upaya (misalnya menggunakan yang lebih kecil dilarutkan ke tingkat yang lebih besar,
nomor keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB) dan menggambarkan pengaruh kelompok kepala pada
parameter pengemasan kritis (CPP) dari surfaktan), pembentukan mikroemulsi.
belum mungkin untuk memprediksi dengan sukses Perlu juga dicatat bahwa dalam beberapa keadaan
kombinasi surfaktan, (ko-surfaktan) dan minyak minyak dengan volume molekul menengah
mana yang akan menghasilkan mikroemulsi, dilarutkan hingga batas terbesar, lihat
meskipun pengetahuan tersebut akan sangat misalnya etil kaprilat dalam C 12 E 10 mikroemulsi-
berharga ketika merumuskan mikroemulsi farmasi. ion pada 310 K dan Miglyol 812 dalam C 18: 1 E 10
Kekurangan dari metode prediksi yang tersedia saat mikroemulsi juga pada 310 K. Menariknya McFann
ini diilustrasikan dengan baik dan Johnston (1993) juga telah mengamati tren yang
dalam contoh berikut, di mana C 18: 1 AO dan rekannya sama untuk rangkaian homolog minyak alkana yang
yang jenuh memiliki hampir identik digabungkan ke dalam surfaktan nonionik nonilfenol
Nomor CPP dan HLB, namun hanya C 18: 1 AO mampu etoksilat (Igepal CO-520) di mana minyak heksana
membentuk mikroemulsi pada 298 K. A digabungkan paling banyak, meskipun alkana
pengamatan serupa telah dilaporkan oleh Mal- dengan nomor karbon dari 3 sampai 11 diperiksa.
colmson dan Lawrence (1995) untuk C 18: 1 E 10 dan Dalam hal ini PIT dari sistem yang mereka pelajari
rekannya yang jenuh. Hasil ini tidak diragukan lagi bervariasi secara non-linier di mana sistem yang
karena titik leleh yang tinggi dari hidrofobik jenuh mengandung heksana (C6) menunjukkan PIT
yang panjang menghambat pembentukan agregat terendah. Tren serupa juga terlihat dalam penelitian
surfaktan. ini ketika PIT dibandingkan untuk
Meskipun ada masalah yang dihadapi dalam sistem disiapkan dengan baik C 18: 1 E 10 atau C 12 E 10
memprediksi pembentukan mikroemulsi, jelas dari dan mengandung etil butirat dan etil kaprilat,
hasil penelitian ini bahwa generalisasi tertentu dapat dan pada tingkat yang lebih terbatas, mikroemulsi DOAO
dibuat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi yang menggabungkan minyak yang sama dalam PIT
produksinya. Khususnya panjang relatif/volume yang direkam untuk etil kaprilat cenderung lebih rendah
molekul dari rantai hidrofobik dari surfaktan dan daripada yang terlihat dengan etil butirat. Dari hasil
minyak tidak diragukan lagi sangat penting dalam penelitian ini tampak bahwa minyak yang memiliki
menentukan apakah minyak volume molekul kecil panjang rantai yang sangat kecil dibandingkan dengan
atau lebih besar dilarutkan ke tingkat yang lebih hidrofob surfaktan dapat dimasukkan ke dalam tetesan
besar. Misalnya bila surfaktan yang mengandung mikroemulsi dengan cara yang berbeda dengan yang
hidrofob C12 digunakan, minyak dengan volume diperkirakan semula, dengan kata lain minyak mungkin
molekul yang lebih kecil cenderung paling banyak terlalu kecil untuk bertindak sebagai kosurfaktan,
dilarutkan; hasil kesepakatan dengan yang diperoleh mungkin lebih memilih untuk menempatkan lebih ke
pekerja lain. Sebaliknya, ketika surfaktan rantai alkil arah pusat agregat.
yang lebih panjang (C18:1) digunakan, tren ini terbalik Jelas untuk surfaktan yang mengandung panjang
rantai hidrofobik yang sama, tingkat kelarutan
untuk mikroemulsi yang dibuat menggunakan C 18: 1 E 10 di minyak juga tergantung pada sifat kelompok kepala,
mana minyak volume molekul yang lebih besar dilarutkan misalnya larutan mikroemulsi DDAO.
ke tingkat yang lebih besar. Pengamatan terakhir ini memiliki bilized lebih banyak minyak dari C 12 E 10 mikroemulsi. Dia
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 25

harus dicatat bahwa sampai saat ini, tidak banyak ditampung dalam sebuah bola (Tanford, 1974).
pekerjaan yang secara sistematis menyelidiki efek Namun tidak masuk akal untuk menganggap agregat
perubahan sifat kelompok kepala pada tingkat yang dibentuk oleh surfaktan C12 mendekati bola,
pembentukan mikroemulsi karena dalam banyak karena jumlah agregasinya tidak jauh lebih besar
kasus sistem diperumit oleh persyaratan untuk daripada yang dibutuhkan untuk agregat bulat.
kosurfaktan, dua kelas surfaktan yang digunakan. Sebaliknya, karena jumlah agregasi yang jauh lebih
dalam penelitian ini tidak biasa karena tidak tinggi, agregat yang dibentuk oleh surfaktan rantai
memerlukan kosurfaktan untuk pembentukan hidrofobik C18:1 cenderung asimetris. Perhatikan
mikroemulsi. Meskipun saat ini tidak mungkin untuk bahwa sementara studi hamburan cahaya
menjelaskan alasan kapasitas pelarutan minyak yang mendukung keberadaan agregat asimetris untuk
lebih tinggi dari DDAO, alasannya tidak diragukan DOAO, tidak ada asimetri
lagi terletak pada sifat interaksi minyak dengan terdeteksi untuk C 18: 1 E 10, tidak diragukan lagi karena
kelompok kepala yang berbeda. Memang studi agregat terlalu kecil untuk dideteksi oleh
refleksi neutron baru-baru ini pada antarmuka metode ini. Namun, pertimbangan studi suhu PIT
udara / air menunjukkan bahwa minyak etil ester, etil mendukung fakta bahwa
kaprilat dan etil heksadekanoat, menembus C 18: 1 E 10 memang membentuk agregat asimetris
monolayer surfaktan antarmuka yang diproduksi karena suhu PIT meningkat ketika
oleh DDAO ke tingkat yang lebih besar daripada tidak dapat jumlah minyak volume molekul yang
surfaktan polioksietilena C12 (Warisonoicharoen, lebih besar dimasukkan, diambil sebagai tanda
1998; Lu et al., 1999). Mengapa penetrasi diferensial bahwa minyak menyebabkan transformasi ke tetesan
ini membantu pembentukan mikroemulsi belum bola. Meskipun menarik minyak ini pertama
dipahami. menyebabkan penurunan PIT menunjukkan bahwa
Selain itu, perbedaan tingkat kelarutan minyak awalnya mereka menembus monolayer surfaktan.
mungkin juga terkait dengan bentuk agregat yang Transformasi ini jelas disebabkan oleh fakta bahwa
dibentuk oleh surfaktan sebelum penggabungan C 18: 1 E 10 agregat mampu mengembang sehingga
minyak yang, untuk surfaktan rantai hidrofobik menampung minyak dengan kemampuan mengembang
konstan, jelas terkait dengan sifat interaksi antara yang terkait dengan kelarutan timbal balik dari hidrokarbon

kelompok kepala. . Tabel 11 menunjukkan jumlah dan oksietilen. Fakta bahwa agregat yang dibentuk oleh

agregasi yang diperoleh untuk misel dari masing- DOAO tidak dapat menggabungkan banyak minyak mungkin

masing surfaktan yang diperoleh dari studi disebabkan oleh interaksi yang berbeda dari minyak dengan

hamburan cahaya intensitas total (Warisonoicharoen, kelompok kepala surfaktan bersama-sama dengan fakta

1998). Pertimbangan geometris sederhana bahwa surfaktan berperilaku lebih banyak.

menunjukkan bahwa, pada kenyataannya, tidak ada molekul hidrofobik dari C 18: 1 E 10.
surfaktan yang cenderung membentuk misel sferis Menariknya saat misel bulat terbentuk
oleh surfaktan C12 dapat menampung jumlah yang relatif
karena jumlah agregasinya terlalu tinggi untuk
besar dari minyak dengan berat molekul lebih rendah yang
Tabel 11 dianggap bertindak lebih sebagai kosurfaktan, mereka tidak
Hasil hamburan cahaya intensitas total untuk C 12 E 10, DAO, dapat dengan mudah 'membengkak' untuk
C 18: 1 E 10 dan DOAO di air dan PBS pada 298 K menggabungkan minyak volume molekul besar seperti
kedelai dan Miglyol 812, kemungkinan besar karena mereka
Surfaktan Nomor agregasi
sudah ada dalam bentuk bola.
Air PBS

C 12 E 10 59 65 5. Kesimpulan
C 18: 1 E 10 307 352
DDAO 51 54
Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa adalah mungkin
DODA A 1167–3249 T/D
untuk merumuskan mikroemulsi o/w bebas kosurfaktan yang cocok
A Dari referensi Imae dan Ikeda (1984). untuk digunakan sebagai penghantaran obat.
26 W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27

kendaraan menggunakan baik surfaktan Hoffman, H., Rauscher, A., Gradzielski, M., Schulz, SF,
1992. Pengaruh surfaktan ionik pada sifat viskoelastik larutan
polioksietilena atau amina- N- surfaktan oksida.
surfaktan zwitterionic. Langmuir 8, 2140–2146.
Mikroemulsi ini memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan mikroemulsi yang banyak diteliti untuk Hoffmann, H., Gradzielski, M., 1994. Pengaruh biaya pada
keperluan farmasi, khususnya karena memiliki struktur dan dinamika mikroemulsi minyak dalam air
kemampuan untuk diencerkan tanpa merusak — efek pencampuran surfaktan ionik. J. Fisik. Kimia 98,

integritasnya. Sayangnya kedua kelas surfaktan 2613–2623.


Imae, T., Ikeda, S., 1984. Korelasi antar misel dalam cahaya
sensitif terhadap keberadaan
hamburan dari larutan misel encer dimetiloleilamin oksida. J.
trolyte, ini terutama surfaktan jika lebih banyak hidrofoto Antarmuka Koloid Sci. 98, 363–372. Lawrence, MJ, Devinsky, F.,
bic yang digunakan menghasilkan 1988. Kapasitas pelarutan
mikroemulsi misalnya DOAO dan C 18: 1 E 10 dari serangkaian surfaktan oksida amina non-aromatik. J. Farmasi.
lebih sensitif terhadap elektrolit pada percobaan- farmasi. 40 (Suppl.), 125P.
Lawrence, MJ, 1994. Mikroemulsi sebagai kendaraan penghantaran obat
suhu yang diperiksa.
cle. Curr. pendapat. Koloid Antarmuka Sci. 1, 826–832.
Lu, JR, Su, TJ, Zuberi, T., Warisnoicharoen, W., Lawrence,
MJ, Barlow, DJ, 1999. Struktur dan komposisi lapisan etil
Referensi heksadekanoat tersebar pada larutan encer hexaethylene glycol
monodecyl ether, J. Phys. Kimia B
103, 4638–4648.
Aboofazeli, R., Patel, N., Thomas, M., Lawrence, MJ, 1995.
Malcolmson, C., Lawrence, MJ, 1993. Perbandingan
Investigasi pembentukan dan karakterisasi mikroemulsi
penggabungan model steroid ke dalam misel non-ionik dan
fosfolipid. IV. Diagram fase pseudo-terner sistem yang
sistem mikroemulsi. J. Farmasi. farmasi. 45, 141-143.
mengandung air-lesitin-minyak dan kosurfaktan. Int. J. Farmasi.
125, 107–116.
Malcolmson, C., Lawrence, MJ, 1995. Tiga komponen
Adam, RLP, 1980. Teknik Laboratorium dalam Biokimia
dan Biologi Molekuler: Kultur Sel untuk Ahli Biokimia. Elsevier, mikroemulsi minyak dalam air non-ionik menggunakan poli-

Amsterdam, hlm. 246–248. surfaktan oksietilen eter. Surfing koloid. B Biointerfaces 4, 97-109.

Attwood, D., 1994. Sistem pengiriman obat koloid. Di dalam:


Kreuter, J. (Ed.), Mikroemulsi. Marcel Dekker, New York, hlm. 31– Malcolmson, C., Sidhu, A., Satra, C., Kantaria, S., Lawrence,
71. MJ, 1998. Pengaruh sifat minyak pada penggabungan testosteron
Aveyard, R., Lawless, TA, 1986. Tegangan antarmuka minimal propionat ke dalam mikroemulsi minyak dalam air non-ionik. J.
dalam sistem surfaktan minyak-air. J. Kimia. Soc. Faraday Trans Farmasi. Sci. 87, 109–116.
182, 2951–2963. Malcolmson, C., 1992. Sifat fisikokimia non-
Chaiko, MA, Nagarajan, R., Ruckenstein, E., 1984. Kelarutan mikroemulsi minyak dalam air ionik. Tesis PhD Universitas London.
sasi komponen tunggal dan campuran biner hidrokarbon dalam
larutan misel berair. J. Antarmuka Koloid Sci. 99, 168-182. McFann, GJ, Johnston, KP, 1993. Perilaku fase
sistem surfaktan/minyak/air nonionik yang mengandung alkana
Chen, SJ, Evans, DF, Ninham, BW, Mitchell, DJ, Blum, ringan. Langmuir 9, 2942–2948.
FD, Pickup, S., 1986. Kelengkungan sebagai penentu struktur Mehta, C., Thomas, M., Lawrence, MJ, 1994. Berbasis lesitin
mikro dan mikroemulsi. J. Fisik. Kimia 90, 842–847. mikroemulsi minyak dalam air. J. Farmasi. farmasi. 46,
1058.
Dulbecoco, R., Vogt, M., 1954. Pembentukan dan isolasi plak Miñana-Pérez, M., Graciaa, A., Lachaise, J., Salager, JL,
tion garis murni dengan virus poliomielitis. J Eks. Med. 99, 167-182. 1995a. Pelarutan minyak polar dengan surfaktan diperpanjang.
Surfing koloid. A. Fisikakimia. Ind. Aspek 100, 217–224.
Evans, DR, Mitchell, DJ, Ninham, BW, 1986. Minyak, air
dan surfaktan: sifat dan struktur dugaan mikroemulsi sederhana. J Miñana-Pérez, M., Graciaa, A., Lachaise, J., Salager, JL,
Phys. Kimia 90, 2817–2825. Gradzielski, M., Hoffmann, H., 1994. 1995b. Kelarutan minyak polar dalam sistem mikroemulsi. Prog.
Pengaruh biaya pada Polim Koloid. Sci. 98, 177–179.
struktur dan dinamika mikroemulsi o/w. Pengaruh pencampuran Monduzzi, M., Caboi, F., Larch, F., Olsson, U., 1997. DDAB
surfaktan ionik. J Fisika Kimia. 98, 2613–2623. Gu, T., Sjöblom, J., mikroemulsi-ketergantungan pada panjang rantai minyak.
1992. Struktur Surfaktan dan Hubungannya Langmuir 13, 2184–2190.
ke titik Kraft, titik awan dan miselisasi: beberapa hubungan Murthy, AK, 1993. Mikroemulsi berair dan tidak berair
empiris. Surfing koloid. 64, 39–46. Hamdam, S., Faujan, BHA, Laili, ion dengan alkana dengan berat molekul tinggi. Polim Koloid. Sci.
CR, Ahmad, WBW, 271, 209–216.
Dzulkefly, K., 1996. Sistem mikroemulsi air/rasa makanan. J Agri. Porter, MR, 1991. Buku Pegangan Surfaktan. Blackie dan
Kimia Makanan. 44, 962–963. Son, London, hlm. 116–178.
W. Warisnoicharoen dkk. / Jurnal Internasional Farmasi 198 (2000) 7–27 27

Satra, C., Thomas, M., Lawrence, MJ, 1995. Kelarutan Schott, H., 1973. Pengasinan surfaktan nonionik dengan komposisi
testosteron propionat dalam mikroemulsi minyak dalam air. plexation dengan garam anorganik. J. Antarmuka Koloid Sci. 43,
J. Farmasi. farmasi. 47, 1126. 150-155.
Satra, C., 1998. Mikroemulsi minyak dalam air untuk paru-paru Schuber, KV, Kaler, EW, 1996. Mikroemulsi nonionik.
pengiriman. Tesis PhD Universitas London. Ber. Bunsenges Phys. Kimia 100, 190-205.
Schott, H., Han, SK, 1975. Pengaruh aditif anorganik pada Tanford, C., 1974. Teori pembentukan misel dalam air
larutan surfaktan nonionik II. J. Farmasi. Sci. 64, 658–664. solusi. J. Fisik. Kimia 78, 2469–2479.
Tolle, S., Zuberi, T., Zuberi, S., Warisonoicharoen, W.,
Schott, H., Royce, AE, 1984. Pengaruh aditif anorganik pada Lawrence, MJ, 2000. Sifat fisika-kimia dan solubilisasi dari N, N-
solusi surfaktan nonionik IV: hubungan titik awan lebih lanjut. J. dimetil- N-( 3-dodecylcarbonyloxypropyl)-amineoxide: surfaktan
Farmasi. Sci. 73, 793–799. Nonionik Biodegradable, J. Pharm. Sci., dalam pers.
Schott, H., 1969. Keseimbangan hidrofil-lipofilia dan awan
titik surfaktan nonionik. J. Farmasi. Sci. 58, 1443– Warisonoicharoen, W., 1998. Minyak dalam farmasi nonionik
1449. mikroemulsi air. Tesis PhD Universitas London.

Anda mungkin juga menyukai