Anda di halaman 1dari 10

PENGOLAHAN AIR SUMUR GALI MENGGUNAKAN KOMBINASI SISTEM

KONVENSIONAL LENGKAP DAN WATERFALL AERATOR

Muhammad Iqbal1, Ulli Kadaria1, Govira Christiadora Asbanu1


1.
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email : muhammadiqbal3@student.untan.ac.id

Abstrak

Air sumur gali merupakan air tanah yang banyak mengandung mineral dalam konsentrasi yang tinggi
yang menyebabkan kesadahan, warna, total dissolve solid, zat organik dan DO rendah, sehingga
berpontesi menimbulkan penyakit dan meninggalkan warna kuning pada pakaian. Penelitian ini bertujuan
meningkatkan kualitas air sumur dilihat dari penurunan parameter besi (Fe), mangan (Mn), pH,
kekeruhan, DO dan zat organik dalam pengolahan air. Adapun tahapan pengolahan air sumur gali terdiri
dari unit intake sumur gali, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, pra-filtrasi, waterfall aerator dan bak hasil
akhir. Didapatkan Nilai Koefisien Transfer Gas (KLa) dengan nilai rata-rata 0,043 (menit-1). Hasil Uji ke-
1 memiliki hasil olahan dengan nilai pH sebesar 7,1, zat organik sebesar 4 mg/L dengan efektivitas sebesar
83,12 % , kekeruhan sebesar 1,03 NTU dengan efektivitas sebesar 95,74 %, mangan 0,002 dengan
efektivitas sebesar 50%. Uji ke-2 memiliki hasil olahan dengan nilai pH sebesar 7,2 , zat organik sebesar
3,07 mg/L dengan efektivitas sebesar 87,04 %, kekeruhan sebesar 1,1 NTU dengan efektivitas sebesar
95,45 %, mangan 0,016 memiliki nilai efektivitas negatif. Uji ke-3 memiliki hasil olahan dengan nilai pH
sebesar 7,23, zat organik sebesar 3,38 mg/L dengan efektivitas sebesar 85,73 %, kekeruhan sebesar 1,53
NTU dengan efektivitas sebesar 93,71 %, mangan 0,051 memiliki nilai efektivitas negatif.

Kata Kunci: Aerasi, Karbon Aktif, Manganese Greensand, Pengolahan Konvensional, Sumur Gali

Abstract

Dug well water is ground water that contains minerals in high concentrations which cause hardness, color,
total dissolve solid, organic matter and low DO, so that it has the potential to cause disease and leave a
yellow color on clothes. This study aims to improve the quality of well water seen from the decrease in
parameters of iron (Fe), manganese (Mn), pH, turbidity, DO and organic substances in water treatment.
The stages of dug well water treatment consist of a dug well intake unit, coagulation-flocculation,
sedimentation, pre-filtration, waterfall aerator and the final result tank. The value of the Gas Transfer
Coefficient (KLa) was obtained with an average value of 0.043 (minute-1). The results of the 1st test have
processed results with a pH value of 7.1, organic substances of 4 mg/L with an effectiveness of 83.12%,
turbidity of 1.03 NTU with an effectiveness of 95.74%, manganese 0.002 with an effectiveness of 50%.
The second test has processed results with a pH value of 7.2 , organic substances of 3.07 mg/L with an
effectiveness of 87.04 %, turbidity of 1.1 NTU with an effectiveness of 95.45 %, manganese 0.016 has a
value of negative effectiveness. The third test has processed results with a pH value of 7.23, organic
substances of 3.38 mg/L with an effectiveness of 85.73%, turbidity of 1.53 NTU with an effectiveness of
93.71%, manganese 0.051 has a value of negative effectiveness.

Keywords: Aeration, Activated Carbon, Conventional Treatment, Dug Well, Manganese Greensand

PENDAHULUAN
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama setiap individu. Air bersih memiliki standar
persyaratan parameter fisika, kimia dan biologi yang bersifat satu kesatuan. Satu parameter
yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan air tersebut tidak layak digunakan. Workshop
Teknik Lingkungan menggunakan air berasal dari sumur gali dengan peruntukan untuk MCK dan
kegiatan laboratorium dalam pencucian alat-alat saat praktikum berlangsung. Kondisi fisik air
sumur gali berwarna kuning-kecokelatan dan keruh, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit
saat digunakan dalam kebutuhan sehari-hari.
1
Upaya yang sudah dilakukan dalam proses pengolahan air sumur gali tersebut yaitu dengan
membuat unit pengolahan air menggunakan sistem konvensional lengkap. Adapun unit
pengolahan terdiri dari intake sumur gali, bak koagulasi-flokulasi, bak sedimentasi, bak pra-
flitrasi, filtrasi dan bak penampungan akhir. Hasil pengolahan air sumur gali dengan unit yang
telah ada belum maksimal ditinjau dari parameter zat besi, mangan dan zat organik yang masih
diatas ambang batas baku mutu. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut dengan
Menggunakan Kombinasi Sistem Konvensional Lengkap dan Waterfall Aerator. Tujuan dilakukan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kombinasi sistem
konvensional lengkap dan waterfall aerator dalam meningkatkan kualitas air sumur dilihat dari
penurunan parameter besi (Fe), mangan (Mn), pH, kekeruhan, DO dan zat organik dalam
pengolahan air.

METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini selama dua bulan dari November hingga Desember 2020.
Lokasi-lokasi yang menjadi tempat berlangsungnya kegiatan penelitian meliputi; Jalan Profesor
Doktor H. Hadari Nawawi, Workshop Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas
Tanjungpura Pontianak sebagai tempat pengambilan sampel air dan tempat dilakukannya
penelitian yang meliputi kegiatan pembuatan alat dan running alat pengolahan air sumur gali
dengan titik koordinat berada pada : Garis Lintang: 0° 3’22.90” S dan Garis Bujur: 109° 20’49.04”
T.Balai Riset Dan Standarisasi Industri Pontianak sebagai tempat pengujian kemampuan
parameter besi (Fe), mangan (Mn), pH, kekeruhan, DO dan zat organik pada air sumur gali
sebelum dan sesudah pengolahan.

B. Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain barometer, pH meter, DO meter, GPS,
termoter, gelas beker, botol sampel, isolatip, kran air sebanyak 2 buah, lem pipa, pipa ½ inch,
stop kran½ inch sebanyak 1 buah, bak air, nampan tray sebanyak 4 buah, kayu persegi, gergaji,
paku, palu, bor. Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu, sampel air sumur gali, karbon aktif
dan manganese greensand.

C. Prosedur Kerja
➢ Uji Kolom
Uji coba kolom dilakukan untuk mengetahui terjadinya kebocoran pada sambungan pipa
dan dop serta pada kran, karena kebocoran pada kolom dapat menggangu proses
kelancaran running alat.
➢ Preparasi Media Filter Manganeses Greendsand
Preparasi media filter adsorben manganese greendsand dimulai dengan dilakukan
analisa ayakan (sieve analysis) untuk mengetahui ukuran efektif (effective size) dan
keseragaman media (uniformity coefficient). Kemudian untuk memisahkan manganese
greendsand dengan kotoran dengan cara mencuci dengan air hujan untuk
menghilangkan kotoran yang masih melekat.
➢ Preparasi Media Filter Karbon Aktif
Preparasi media filter adsorben karbon aktif dimulai dengan dilakukan analisa ayakan
(sieve analysis) untuk mengetahui ukuran efektif (effective size) dan keseragaman
media (uniformity coefficient). Kemudian untuk memisahkan manganese greendsand
dengan kotoran dengan cara mencuci dengan air hujan untuk menghilangkan kotoran
yang masih melekat.
➢ Desain Alat
Penelitian ini menggunakan kombinasi sistem konvensional lengkap dan waterfall
aerator. Alat waterfall aerator dirancang dengan menggunakan sistem aerasi-filtrasi,
dimana terdiri dari 4 tray. Tray ke-1 dan ke-2 berisi media filter manganeses greensand

2
sedangkan tray ke-3 dan ke-4 berisi media karbon aktif. Perakitan alat tray berukuran
0,36 m x 0,27 m , kemudian tray dilubangi dengan bor kayu dengan diameter 0,005 m,
dengan jumlah lubang 88 lubang. Jarak antar tray 0,3 m. Unit pengolahan air
menggunakan sampel awal untuk diolah yaitu air sumur gali, kemudian diolah pada bak
koagulasi-flokulasi setelah terbantuk flok dengan sempurna akan dialirkan ke bak
sedimentasi untuk dilakukan proses pengendapan. Setelah itu dialirkan menuju bak pra-
filtrasi 1 dan 2, kemudian air pada bak pra-filtrasi ke-2 dipompakan keatas untuk
dialirkan ke unit waterfall aerator.

➢ Running Alat
Air baku dipompakan dari air sumur gali Workshop Teknik Lingkungan untuk diolah ke
unit selanjutnya. Setelah air sumur dipompakan ke bak koagulasi-flokulasi, kemudian
ditambahkan koagulan yaitu PAC 110 gr dan pH adjuster 55 gr. Selanjutnya air yang telah
melalui proses koagulasi-flokulasi dialirkan ke tahap selanjutnya yaitu bak sedimentasi.
Bak sedimentasi menggunakan jenis unit sedimentasi bentuk selinder. Kemudian
dialirkan ke unit pra filtrasi sebelum proses waterfall aerator. Sebelum proses aerasi air
sumur berlangsung, hal pertama yang dilakukan yaitu menentukan waktu aerasi yang
dibutuhkan dengan cara mengalirkan air bersih ke dalam multiple tray aerator dengan
debit dan kecepatan yang sama yaitu debit aliran 0.0756 m3/jam yang akan disesuaikan
saat air mengalir serta kecepatan aliran air yaitu 0.105 m/s. Setelah jeda waktu dan
jumlah pengukuran didapat, maka dilakukan aerasi hasil olahan dari unit bak koagulasi-
flokulasi dan sedimentasi, dengan cara menaikkan air dengan pompa ke atas dan
dialirkan ke alat multiple aerator. Dilakukan pengukuran besi (Fe), mangan (Mn), pH,
kekeruhan, dan zat organik, suhu air, tekanan udara, kadar DO awal pada air yang
digunakan sebelum proses aerasi berlangsung. Pompa dihidupkan untuk mengalirkan
air yang dihubungkan pada tiap step waterfall aerator. Diukur suhu air, tekanan udara,
dan kadar DO dengan jeda waktu tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dengan
rentang waktu setiap 2,5 menit selama 30 menit. Setelah aerasi berlangsung diukur
parameter besi (Fe), mangan (Mn), pH, kekeruhan dan zat organik pada nampan no 4
yang berisikan media adsorben. Air hasil olahan dibawa ke Laboratorium Balai Riset dan
Standarisasi Industri Pontianak untuk dilakukan pengujian Besi (Fe), Mangan (Mn), pH,
Kekeruhan, dan Zat Organik. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Analisa Ayakan (Sieve Analysis) Media Filter
Filter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu manganese greensand dan karbon aktif.
Umumnya media filter memiliki variasi bentuk, ukuran dan distribusi media yang berbeda-beda.
Oleh karena itu perlu dilakukan analisa ayakan (sieve analysis) untuk mencari ES (efektif size)
dan UC (uniformity coefficient). Setelah dilakukan pengayakan untu media filter manganeses
greensand dan karbon aktif, didapatkan nilai ES dan UC untuk masing-masing media filter.

Tabel 1. Nilai ES dan UC untuk Media Filter


Kriteria US EPA (1995) dan Reynolds &
No. Media Filter ES UC Richard (1996)
ES UC
1. Manganeses Greensand 2 1,625 1,0-5,0 1,6-2,0
2. Karbon Aktif 1,9 1,71 1,0-3,0 1,6-1,8
Sumber: Hasil analisis, 2021

3
Semua media filter yang digunakan memiliki nilai ES dan UC yang memenuhi rentang
berdasarkan kriteria US EPA (1995) serta Reynolds dan Richard (1996), sehingga dapat
disimpulkan bahwa semua media dapat digunakan sebagai media filter pada proses pengolahan.

B. Kualitas Sampel Air Sumur Gali Sebelum Pengolahan


Sampel air yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sumur gali Workshop Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Adapun tujuan pengambilan sampel awal
yaitu untuk mengetahui kualitas air sumur gali sebelum dilakukan pengolahan.
Tabel 2. Hasil Analisa Sampel Air Sumur Gali
No Parameter Uji Satuan Hasil Uji Metode Uji
1 Besi (Fe) mg/L <0,001 SNI 6989.4:2009
2 Mangan (Mn) mg/L 0,004 SNI 6989.5:2009
3 Zat Organik mg/L 23,7 SNI 06-6989.22-2004
4 Kekeruhan NTU 24,2 SNI 06-6989.25-2004
5 pH pH meter 5,7 In situ
Sumber: Hasil analisi, 2021

C. Koefisien Transfer Gas (KLa)


Koefisien transfer gas (KLa) merupakan koefisien transfer gas secara keseluruhan yang memiliki
satuan per waktu (time-1). Perhitungan nilai KLa memerlukan data primer konsentrasi DO
(mg/L), suhu air (0C), dan tekanan udara (mmHg).
Tabel 3. Nilai KLa
Keterangan KLa (menit-1) K La Rata- Rata (menit-1)
Uji Ke-1 0,0451
Uji Ke-2 0,0424 0,043
Uji Ke-3 0,0413
Sumber: Hasil analisis, 2021

Tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien transfer oksigen paling besar terdapat pada uji pertama
yaitu sebesar 0,0451/menit. Sedangkan koefisien transfer oksigen rata-rata sebesar
0,043/menit. Alat waterfall aerator tidak memberikan pengaruh terhadap suhu dimana suhu air
sebelum dan sesudah aerasi masih dalam baku mutu yang diperbolehkan suhu baik sebelum dan
sesudah proses aerasi menggunakan alat waterfall aerator dilakukan dan dibandingkan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan suhu yang
diperbolehkan adalah 250C-310C. Suhu berpengaruh terhadap nilai oksigen terlarut,
meningkatnya nilai DO seiring menurunnya suhu. Meningkatnya nilai DO pada tiap menit akan
menurunnya terhadap nilai ln (Cs-C). Hal ini diperkuat oleh said abuzar dkk, (2012) menyatakan
bahwa oksigen terlarut berpengaruh terhadap nilai KLa. Pada waterfall aerator , perpindahan
oksigen dipengaruhi oleh jarak tray. Penelitian ini menggunakan ketinggian 30 cm, semakin
tinggi jarak tray akan mempengaruhi transfer oksigen. Hal ini sejalan dengan penelitian afwani
(2019), dengan judul penelitian “Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) Dalam Air Dengan Metode
Multiple Tray Aerator Di Kelurahan Tegal Sari I Kecamatan Medan Area Kota Medan” terdapat
perbedaan hasil oksigen terlarut pada tiap variasi ketinggian tray yaitu 30, 40, dan 50 cm.
Selain jarak ketinggian, jumlah tray juga berpengaruh terhadap perpindahan oksigen semakin
banyaknya jumlah tray maka semakin tinggi efisiensi yang didapatkan. Hal ini dikarenakan aliran
pada tray menghasilkan turbulensi sehingga terjadi proses pembaruan pada permukaan air
sehingga kontak udara antara oksidator dengan air yang terjadi lebih besar dan jumlah tray yang
lebih banyak menjadikan pengulangan proses kontak udara dengan air lebih sering terjadi. Hal
ini didukung oleh penelitian Mirwan (2010) dimana dengan menggunakan jumlah tray yang lebih
banyak didapatkan efisiensi penyisihan yang lebih baik. Hasil KLa mempunyai pengaruh
terhadap diameter lubang mempunyai pengaruh terhadap besarnya transfer oksigen pada

4
proses aerasi. Hal ini disebabkan semakin kecil diameter lubang diameter akan menghasilkan
turbulensi semakin besar. Sesuai pernyataan Benefield (1985), bahwa turbulensi akan
meningkatkan laju pergantian transfer oksigen di permukaan bidang kontak, yang berakibat
seluruh bidang kontak akan tetap konstan menangkap oksigen hingga kondisi jenuh tercapai.
Sehingga meningkatkan nilai koefisien transfer oksigen KLa.

D. Kualitas Air Sumur Gali Setelah Pengolahan


Air sumur gali diolah dengan metode pengolahan unit lengkap dan waterfall aerator
menggunakan media adsorben manganese greensand dan karbon aktif. Pada tahap unit
waterfall aerator ini dilakukan 3 kali pengulangan (Triplo). Air hasil pengolahan dimasukkan ke
dalam botol sampel ukuran 1500 mL dengan dan ditutup rapat untuk menghindari terjadinya
kontak dengan udara. Parameter yang dianalisis antara lain besi (Fe), mangan (Mn), zat organik
dan kekeruhan.

Gambar 1. Air Sumur Gali Sebelum dan Sesudah Pengolahan

Hasil uji karakteristik air sumur gali hasil olahan unit pengolahan air dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Laboratorium Air Sumur Gali Setelah Pengolahan

Uji Baku
Parameter Satuan Awal Kontrol
Ke- 1 Ke- 2 Ke- 3 mutu
6,5 s/d
pH - 5,7 7,05
7,1 7,2 7,23 8,5
Zat Organik mg/L 23,7 6,01 4 3,07 3,38 10
Kekeruhan NTU 24,2 3,5 1,03 1,1 1,52 25
Besi (Fe) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1
Mangan mg/L 0,004 0,022 0,002 0,016 0,051 0,5

E. Derajat Keasaman (pH)


Konsentrasi nilai pH awal sebelum pengolahan 5,7 dan pH kontrol setelah unit sedimentasi 7,05.
Hal ini menandakan proses koagulasi dan flokulasi terjadi dengan baik sehingga adanya
peningkatan pH yang awal sebelum pengolahan yang bersifat asam. Peningkatan pH terbaik dari
unit waterfall aerator pada uji ke-3 yaitu 5,7 menjadi 7,23.

5
Gambar 2. Grafik Kenaikan pH

Berdasarkan Gambar 2 peningkatan nilai pH dari semua pengulangan sudah dapat memenuhi
rentang yang sudah ditentukan pada baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.32 Tahun 2017 dimana nilai pH memiliki rentang 6,5 s.d 8,5. Proses aerasi- filtrasi
dengan penambahan karbon aktif pada tray ke-4 dapat menaikkan nilai pH air dan dapat
memperbaiki kualitas air yang bersifat asam (Fadhillah,2016). Karbon aktif memiliki luas
permukaan yang tinggi serta mempunyai daya serap dalam fase cair maupun fase gas. Hal ini
karena memiliki miktopori yang banyak, kadar abu yang rendah dan memiliki sifat kelarutan
dalam air (Ferone et al., 2013). Kandungan kation dalam karbon aktif dapat meningkatkan nilai
pH pada air. Terjadinya Kontak antara karbon aktif dan sampel air akan berpengaruh pada
kenaikan nilai pH.

F. Zat Organik
Pengolahan air sumur gali untuk parameter zat organik mengalami penurunan dengan nilai
bervariasi. Konsentrasi nilai zat organik awal sebelum pengolahan yaitu 23,7 mg/L. Efektivitas
penurunan nilai zat organik yang paling besar yaitu pada uji ke-1 dengan nilai 87,04 %.

Gambar 3. Grafik Penurunan Zat Organik

Berdasarkan Gambar 3 zat organik mengalami penurunan pada semua pengulangan dan sudah
dapat memenuhi rentang yang ditentukan pada baku mutu air bersih menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No.32 Tahun 2017 dimana nilai batas maksimum zat organik yaitu 10 mg/L.
Pada pengolahan unit koagulasi-flokulasi hingga pada proses sedimentasi terjadi penurunan zat
organik sebesar 74,64 %. Air kemudian dilewatkan ke unit waterfall aerator dengan 3 kali
pengulangan. Pada uji ke-1 mengalami penurunan hingga 83,12%, uji ke-2 penurunan sebesar
6
87,04 % dan uji ke-3 sebesar 85,73%. Penelitian ini menunjukan bahwa unit waterfall aerator
dengan media adsorben cukup efektif dalam memperbaiki kualitas air. Berdasarkan penelitian
Rais (2016) bahwa menurunnya zat organik disebabkan oleh adanya adsorben oleh media
manganeses greensand dan karbon aktif yang memiliki stuktur berongga dan berpori-pori
sehingga mampu menyerap molekul yang berukuran kecil. Media adsorben pada tiap tray
memiliki ketebalan 10 cm, semakin tebal media adsorben maka kuantitas media yang dipakai
juga bertambah sehingga kemampuan penyaringannya akan semakin baik. Selain itu karbon
aktif juga merupakan adsorben yang baik sehingga peletakkannya sebagai media filter diakhir
dapat membantu proses penyisihan. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pengolahan air
sumur gali dapat menurunkan parameter zat organik menjadi 3,07 mg/L dengan efisiensi
penurunan sebesar 87,04 % sesuai dengan standar baku mutu 10 mg/L menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2017.

G. Kekeruhan (Tubidity)
Parameter kekeruhan dalam penelitian ini mengalami penurunan dengan nilai penurunan
bervariasi. Konsentrasi nilai kekeruhan awal sebelum pengolahan yaitu 24,2 mg/L. Efektivitas
penurunan nilai kekeruhan yang optimum yaitu uji ke-1 dengan efisiensi 95,74 %

Gambar 4. Grafik Penurunan Kekeruhan

Berdasarkan Gambar 4 mengalami penurunan kekeruhan dari semua percobaan meskipun


sampel awal sudah dibawah baku mutu yaitu 24,2 NTU namun perlunya pengolahan lebih lanjut
agar mendapatkan hasil yang maksimal dan bisa digunakan untuk MCK. Pada pengolahan unit
koagulasi-flokulasi hingga pada proses sedimentasi terjadi penurunan kekeruhan hingga 85,53
%. Air kemudian dilewatkan ke unit waterfall aerator dengan 3 kali pengulangan. Pada uji ke-1
mengalami penurunan hingga 95,74%, uji ke-2 penurunan sebesar 95,45% dan uji ke-3 sebesar
93,71%. Nilai kekeruhan sampel kontrol sebesar 3,5 NTU menandakan masih adanya flok-flok
halus yang masih terloloskan saat proses sedimentasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengolahan lebih lanjut menggunakan waterfall aerator dengan menggunakan media adsorben
yang berfungsi proses penghilangan partikel-partikel/flok-flok halus yang lolos dari unit
sedimentasi, dimana partikel-partikel/flok-flok halus tersebut akan tertahan pada media
penyaring sekaligus adsorben selama air melewati media tersebut.

H. Besi (Fe)
Hasil uji laboratorium nilai logam berat besi (Fe) sebelum dan sesudah diolah adalah hasil
<0,001 mg/L artinya kandungan logam berat di sumber sumur gali tidak mengandung Fe. Hal ini
menunjukan kadar besi (Fe) tidak melebihi batas baku mutu sesuai dengan Peraturan Menteri

7
Kesehatan No.32 Tahun 2017 yaitu 1 mg/L. Curah hujan yang tinggi identik dengan
meningkatnya nilai debit air. Debit merupakan faktor pengencer, semakin tinggi debit air yang
masuk ke dalam air tanah (sumur gali) semakin menurunkan konsentrasi logam berat yang
terlarut. Debit air sungai yang menurun, menimbulkan pemekatan konsentrasi polutan di dalam
air. Menurut Puryanti dan Susi (2012), musim juga turut berpengaruh terhadap konsentrasi,
dimana pada musim penghujan konsentrasi logam berat cenderung lebih rendah karena
terencerkan oleh air hujan.

I. Mangan (Mn)
Hasil uji mangan (Mn) air sumur gali setelah pengolahan untuk penurunan tidak memiliki
efektivitas baik setelah pengolahan, dimana hasil menunjukan peningkatan pada tiap
pengulangan.

Gambar 5. Grafik Penurunan Mangan (Mn)

Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan mangan (Mn) air sumur gali setelah pengolahan terjadi
penambahan konsentrasi mangan (Mn) pada uji ke-2 dan uji ke-3. Konsentrasi sebelum
pengolahan 0,004 mg/L setelah melewati unit pengolahan pada proses koagulasi-flokulasi
hingga tahap sedimentasi sebesar 0,022 mg/L. Terjadi kenaikan kadar logam Mn hal ini
dipengaruhi oleh banyak hal seperti pembentukan flok tidak sempurna dan pengendapan
presipitasi pada proses koagulasi-flokulasi tidak berjalan dengan baik. Pembentukan flokulan
yang tidak sempurna tersebut dipengaruhi oleh ketidaktelitian pemberian dosis koagulan,
kecepatan pengadukan dan waktu pengendapan. Pada uji ke-1 nilai mangan (Mn) turun sampai
0,002 mg/L dengan nilai efektivitas sebesar 50%. Uji ke-2 nilai mangan (Mn) didapatkan 0,016
mg/L dan uji ke-3 menjadi 0,051 mg/L. Hasil pengolahan air menggunakan unit waterfall aerator
pada uji ke-2 dan uji ke-3 mendapatkan nilai efektivas negatif, artinya hasil pengolahan
mengalami peningkatan meskipun tidak melebihi ambang batas baku mutu yang telah
disyaratkan. Bertambahnya nilai mangan pada pengulangan ke-2 disebabkan terjadinya media
filter manganese greensand yang kurang bersih saat proses pencucian sehingga tidak maksimal
saat terjadinya adsorbsi serta waktu kontak yang sangat singkat antara oksigen dan air serta
kapasitas udara yang dikontakkan masih kurang maksimal sehingga proses oksidasi biologi dan
kimianya pun kurang maksimal. Sejalan dengan penilitian Wiyono, dkk (2017) dengan judul
“Sistem Pengolahan Air Minum Sederhana“ yaitu terjadi kenaikan parameter Mn yang
disebabkan oleh aerasi yang kurang sempurna serta media filter yang kurang bersih
menghasilkan efektifitas negatif sebesar -339,70%.

8
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengolahan air sumur gali menggunakan metode waterfal aerator
dengan media adsorben dapat menurunkan parameter sehingga sudah memenuhi baku mutu.
Untuk hasil masing-masing pengulangan dapat diilihat sebagai berikut:
1. Uji ke-1 memiliki hasil olahan dengan nilai pH sebesar 7,1 , zat organik sebesar 4 mg/L
dengan efektivitas sebesar 83,12 % , kekeruhan sebesar 1,03 NTU dengan efektivitas
sebesar 95,74 %, mangan 0,002 dengan efektivitas sebesar 50%.
2. Uji ke-2 memiliki hasil olahan dengan nilai pH sebesar 7,2 , zat organik sebesar 3,07 mg/L
dengan efektivitas sebesar 87,04 %, kekeruhan sebesar 1,1 NTU dengan efektivitas sebesar
95,45 %, mangan 0,016 memiliki nilai efektivitas negatif.
3. Uji ke-3 memiliki hasil olahan dengan nilai pH sebesar 7,23, zat organik sebesar 3,38 mg/L
dengan efektivitas sebesar 85,73 %, kekeruhan sebesar 1,53 NTU dengan efektivitas
sebesar 93,71 %, mangan 0,051 memiliki nilai efektivitas negatif.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan saran yang diberikan ialah diperlukan penelitian
lanjutan mencari optimasi alat waterfall aerator dengan penentuan lubang tray, jumlah tray dan
ketinggian tray serta media filter yang lebih efektif sehingga mendapatkan nilai optimum hasil
akhir pengolahan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi, Ibu Ulli Kadaria, S.T., M.T. dan Ibu Govira
Christiadora Asbanu, S.Pd.Si., M.Sc. serta dosen penguji skripsi, Pak Kiki Prio Utomo, S.T., M.Sc.
dan Ibu Laili Fitria, S.T., M.T. dan semua pihak yang terlibat dan membantu penulis selama
proses pengerjaan penelitian yang tidak dapat diucapkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
Trisetyani, I, Joko, S, (2014). Penurunan Kadar Fe dan Mn Pada Air Sumur Gali dengan Aerasi
Gelembung Udara Di Desa Siding Kecamatan Bancan Kabupaten Tuban. Jurnal Teknik Waktu
Volume 12 Nomor 01. Universitas PGRI Adi Buana

Bennefield, L.D; Randall, C.W. 1980. Biological Process Design for Wastewater Treatment,
Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632.

Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per
Aqua Dan Pemandian Umum. Depkes RI, Jakarta.

Abuzar Dkk.2012. Koefisien Transfer Gas (Kla) Pada Proses Aerasi Menggunakan Tray Aerator
Bertingkat 5 (Lima). Jurnal Teknik Lingkungaj UNAND 9 (2): 155-163. Universitas Andalas.

Balai Pelatihan Air Minum. 2019. Modul Bimbingan Teknik Operasional dan Pemeliharaan IPA.
Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bekasi.

Said, Nusa Idaman. 2008. Teknologi Pengolahan Air Minum: Teori dan Pengalaman Praktis. PTL-
BPPT: Jakarta

9
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkunan Perairan.
Yogyakarta: Kasinius

Joko, Tri. 2010. Unit Air Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha Ilmu.

10

Anda mungkin juga menyukai