ABSTRAK
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan kimia yang ditambahkan pada produk
pangan bertujuan untuk memperbaiki karakteristik sifat produk agar memiliki kualitas yang
diinginkan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi standar yang ditetapkan sudah
sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk
mengidentifikasikan keberadaan formalin, asam sianida dan boraks dalam beberapa bahan
pangan. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel pada uji kromatopic acid
formalin menghasilkan seluruh sampel bahan pangan menunjukkan reaksi positif. Lalu, uji nyala
boraks didapatkan sampel rolade dan sosis tidak dihasilkan nyala api hijau yang menandakan
bahwa sampel tersebut tidak mengandung boraks. Sedangkan pada beberapa komponen mie ayam
terdapat nyala api berwarna hijau yang menandakan sampel tersebut mengandung boraks. Selain
itu, pada uji kadar HCN diperoleh rata-rata sebesar 0,0011065%
Kata Kunci: Uji Sianida, Uji Formalin, Uji Boraks
Sampel 1:
= 0,000830%
Sampel 2:
= 0,001383%
A2 + warna ungu
G1 + warna ungu
G2 + warna ungu
A2 +
B1 -
B2 -
C1 -
C2 -
D1 +
D2 +
E1 -
E2 -
F1 -
F2 -
G1 +
G2 +
H1 +
H2 +
I1 +
I2 +
J1 +
J2 +
K1 - Rolade
K2 -
L1 - Sosis
L2 -
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : Rabu, 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : Rabu, 07 April 2021
ABSTRAK
Kadar abu suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut. Kadar
abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan
pangan. Prinsip metode pengabuan basah yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
dilakukan pengabuan. Tujuan analisis mengenai kadar abu pada suatu bahan pangan agar kita
mengetahui kandungan mineral atau parameter nilai gizi yang ada dalam suatu bahan pangan,
serta mengetahui bagaimana kualitas bahan pangan tersebut dilihat dari tinggi rendahnya kadar
abu total. Pada praktikum ini menggunakan data sampel dengan kode J2 yaitu sampel fermentasi,
sample fermentasi banyak jenisnya dapat berupa tempe, tapai, peyeum, tauco, dan lainnya.
Berdasarkan praktikum kali ini, hasil analisis kadar abu dalam sampel fermentasi adalah 0,1596%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel fermentasi pada praktikum ini masih berada di batas
aman untuk dikonsumsi. Kadar abu tergantung dari berat bahan yang dianalisis dan lamanya
fermentasi yang dilakukan. Kadar abu berbanding lurus dengan berat bahan dan berbanding
terbalik dengan lamanya fermentasi.
Pada praktikum ini menggunakan data sampel dengan kode J2 yaitu sample fermentasi,
sample fermentasi banyak jenisnya dapat berupa tempe, tapai, peyeum, tauco, dan lainnya. Dari
data yang ada didapatkan sebagai berikut:
Dari perhitungan didapatkan bahwa waktu fermentasi maka kadar abu yang
kadar abu basis basah kode J2 dengan terkandung dalam bahan akan semakin
sampel bahan fermentasi adalah 0,1596%, sedikit. Menurunnya kadar abu dalam bahan
menurut Permana, A. K., & Dewi, L. (2015) fermentasi seiring semakin lama waktu
bahwa kadar abu hasil fermentasi tergantung fermentasi terjadi karena semakin lama
dari berat bahan yang dianalisis serta lama waktu fermentasi maka bahan organik hasil
fermentasi yang dilakukan. Semakin banyak fermentasi akan makin tinggi dan penurunan
bahan yang digunakan maka kadar abu akan persentase dari bahan abu atau anorganik
semakin banyak selanjutnya semakin lama yang ada dalam bahan.
KESIMPULAN
aman untuk dikonsumsi. Kadar abu
Berdasarkan praktikum kali ini, tergantung dari berat bahan yang dianalisis
hasil analisis kadar abu dalam sampel dan lamanya fermentasi yang dilakukan.
fermentasi adalah 0,1596%. Hasil tersebut Kadar abu berbanding lurus dengan berat
menunjukkan bahwa sampel fermentasi bahan dan berbanding terbalik dengan
pada praktikum ini masih berada di batas lamanya fermentasi.
1. Perhitungan kadar abu basis basah (wet basis) kode cawan J2 dengan sampel fermentasi
Diketahui:
1. Berat awal sample (gram) = 1,0026 gram
2. Berat cawan kosong 1 = 21,1647 gram
3. Berat cawan kosong 2 = 21,1646 gram
4. Berat cawan 1 + abu = 21,1663 gram
5. Berat cawan 2 + abu = 21,1664 gram
6. Berat cawan 3 + abu = 21,1662 gram
Jawab:
𝑎−𝑏
Kadar abu (wet basis) = 𝑐
x 100%
21,1662−21,1646
Kadar abu (wet basis) = 1,0026
x 100%
0,0016
Kadar abu (wet basis) = x 100%
1,0026
Jadi kadar abu wet basis atau basis basah pada produk dengan kode J2 atau sampel
fermentasi adalah 0,1596%.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : Rabu, 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : Rabu, 07 April 2021
ABSTRAK
Air merupakan komponen terpenting yang sangat dibutuhkan untuk menunjang
keberlangsungan hidup di bumi. Dalam bidang pangan, air dapat berperan sebagai pengikat antar
molekul yang mempengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas, daya tahan, kemudahan reaksi kimia,
aktivitas enzim, dan penampilan suatu produk. Kandungan air pada bahan pangan terbagi menjadi
dua, yaitu air terikat dan air bebas. Kadar air dalam bahan pangan perlu diperhatikan, terutama untuk
kadar air bebas karena dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat
mempengaruhi mutu dan kualitas suatu produk, serta berkaitan dengan penerimaan konsumen.
Penentuan kadar air dalam suatu produk pangan dapat dilakukan dengan metode termogravimetri
yang didasarkan pada penguapan air yang terkandung dalam bahan dengan menggunakan oven serta
pengukuran berat sampel. Pada praktikum ini dilakukan pengujian kadar air terhadap sampel tepung
umbi porang setelah dorman, diketahui rata-rata kadar air basis kering sebesar 5,19%, sedangkan
untuk rata-rata kadar air basis basah sebesar 4,93%. Kadar air pada tepung umbi porang setelah
dorman tersebut memenuhi standar mutu SNI 7939: 2013, yang termasuk dalam mutu III (≤ 13%).
Kata kunci: analisis kadar udara, tepung porang, termogravimetri
Keywords: analisis kadar air, tepung porang, termogravimetri
Kode Nama W W1 W2 W1 W2 % %
Cawan Sampel sampel kosong Kosong (pengeringan) (pengeringan) dry wet
(g) basis basis
Tabel 1. Data Pengujian Kadar air pada Tepung Umbi Porang After Dorman
Kemudian dilakukan analisis sampel B2. Begitu juga dengan kadar air basis
kuantitatif untuk mengetahui kadar air dalam basah, sampel B1 memiliki nilai kadar air
sampel menggunakan perhitungan dry basis sebanyak 4.9%, sedangkan B2 sebanyak
dengan rumus di bawah ini. 4.973%. Hal ini juga menunjukkan bahwa
𝑊3 kadar air basis basah sampel B1 lebih rendah
% 𝑑𝑟𝑦 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100%
𝑊2 daripada sampel B2.
𝑊3
% 𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100% Berdasarkan SNI 7939:2013, tepung
𝑊1
umbi porang dikelompokkan menjadi 3
Keterangan: standar mutu, yaitu mutu I ≤ 13 %, mutu II
13% -< 15%, dan mutu II 15-16%. Nilai hasil
W1 = berat sampel (g) perhitungan B1 dan B2 pada percobaan ini
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g) memenuhi mutu I yang telah ditetapkan oleh
SNI 7939:2013.
W3 = kehilangan berat (g)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan, hasil Berdasarkan analisis kadar air pada
pengujian kadar air pada tepung ubi porang tepung umbi porang yang telah dilakukan
after dorman B1 dan B2 diketahui bahwa diketahui rata-rata kadar air basis kering
kadar air basis kering pada sampel B1 bernilai sebesar 5,19%, sedangkan untuk rata-rata
5.15%, sedangkan B2 bernilai 5.233%. Hal ini kadar air basis basah sebesar 4,93%. Maka
menunjukkan bahwa kadar air sampel B1 dapat disimpulkan bahwa kadar air pada
memiliki nilai yang lebih rendah daripada
tepung u mbi porang after dorman memenuhi mikroorganisme pada bahan tersebut dapat
syarat mutu SNI 7939:2013, yaitu tergolong direduksi dan umur simpan produk akan
ke dalam mutu I ≤ 13%. Sehingga, tepung ini menjadi lebih panjang.
memiliki kualitas yang baik karena memiliki
kadar air rendah, sehingga aktivitas
DAN KARAGENAN MELALUI
PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS
DAFTAR PUSTAKA Shelf Life of Dietary Fiber Powder Drink
from Porang Flour ( Amorphophallus
Al-Kahfi, Syamsul. 2015. Air dalam Bahan oncophyllus ) with Carrageenan
Pangan. dalam throughout th. Pangan Dan
http://dokumen.tips/(diakses pada 27 Agroindustri, 3(2), 650–660.
November 2020)
Nadia, L. (2010). Analisis Kadar Air Bahan
Daintith. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Pangan. In Universitas Terbuka.
Penerbit Erlangga. Jakarta Retrieved from www.ut.ac.id
Daud, A., Suriati, & Nuzulyanti. (2019). Prabhakar, K., & Mallika, E. N. (2014). Water
Kajian Penerapan Faktor yang Activity. In Encyclopedia of Food
Mempengaruhi Akurasi Penentuan Microbiology: Second Edition.
Kadar Air Metode Thermogravimetri. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-
Lutjanus, 24(2), 1–16. 384730-0.00435-3
Handayani, T., Aziz, Y. S., & Herlinasari, D. Purwanto, A. (2014). Widya Warta No. 01
(2020). PEMBUATAN DAN UJI Tahun XXXIV / Januari 2010 ISSN
MUTU TEPUNG UMBI PORANG 0854-1981. Widya Warta, (01), 10–22.
(Amorphophallus Oncophyllus Prain) DI
KECAMATAN NGRAYUN. Suastuti, N. G. A. M. Dwi Adhi. 2009. Kadar
MEDFARM: Jurnal Farmasi Dan Air dan Bilangan Asam dari Minyak
Kesehatan, 9(1), 13–21. Kelapa Yang Dibuat dengan Cara
https://doi.org/10.48191/medfarm.v9i1. Tradisional dan Fermentasi. Jurnal
27 Kimia, Vol. 3, No. 2, Hal: 69-70.
Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan Susana, T. (2003). Air Sebagai Sumber
pada produk pangan. Jurnal Litbang Kehidupan. Oseana, 28(3), 17–25.
Pertanian. Retrieved from
www.oseanografi.lipi.go.id
Mustafidah, C., & Widjanarko, S. B. (2015).
UMUR SIMPAN MINUMAN Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
SERBUK BERSERAT DARI TEPUNG Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
PORANG (Amorpophallus oncophillus)
LAMPIRAN
1. Perhitungan Basis Kering (Dry Basis Tepung ubi porang after dorman (B1)
̅ − ̅̅̅̅
𝑤𝑠 − (𝑤 𝑤𝑘 )
% kadar air = 𝑥100 %
𝑤 ̅̅̅̅
̅ − 𝑤𝑘
2.0004 − (6.0890 − 4.1866)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
(6.0890 − 4.1866)
2.0004 − 1.9024
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
1.9024
0.098
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100 %
1.9024
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 0.0515 𝑥 100%
% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟓. 𝟏𝟓𝟓 %
2. Perhitungan Basis Basah (Wet Basis) Tepung ubi porang after dorman (B1)
̅̅̅̅ )
̅ −𝑤𝑘
𝑤𝑠−(𝑤
% kadar air = 𝑤𝑠
𝑥 100 %
2.0004−(6.0890−4.1866)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0004
𝑥 100%
0.098
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 1.9024
𝑥 100 %
3. Perhitungan Basis Kering (Dry Basis) Tepung ubi porang after dorman (B2)
𝑤𝑠 − (𝑤
̅ − 𝑤𝑘̅̅̅̅ )
% kadar air = 𝑥100 %
𝑤 ̅̅̅̅
̅ − 𝑤𝑘
2,0006 − (6,3237 − 4,4226)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
(6,3237 − 4,4226)
0,0995
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
1,9011
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 0.0523 𝑥 100 %
% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟓, 𝟐𝟑𝟑%
4. Perhitungan Basis Basah (Wet Basis) Tepung ubi porang after dorman (B2)
̅̅̅̅ )
̅ −𝑤𝑘
𝑤𝑠−(𝑤
% kadar air = 𝑤𝑠
𝑥 100 %
2,0006−(6,3237−4,4226)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0006
𝑥 100%
0,0995
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0006
𝑥 100 %
Keterangan :
Ws = berat sampel
̅̅̅̅
𝑤𝑘 = berat cawan kosong
𝑤
̅ = rata-rata berat cawan dan sampel setelah pengeringan
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
ABSTRAK
Karbohidrat juga merupakan sumber energi utama dalam kehidupan manusia. Karbohidrat
menyediakan sekitar 40-75% asupan energi dan memberikan nilai energi sebesar 4 kkal/gram, karbohidrat
banyak terdapat dalam produk pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Praktikum ini bertujuan menganalisis
kadar amilosa dan kadar gula pereduksi dengan metode DNS (Dinitro Salisilat), didapatkan hasil kadar
amilosa pada sampek Pati umbi garut GCWS kode C1 dan C2 adalah 38,832% dan 34,74% serta pati jagung
GCWS kode sampel D1 dan D2 adalah 35,75% dan 36,18%, selanjutnya pada kadar gula pereduksi tertinggi
pada sampel dengan kode B1 yang berasal dari Aspergillus awamori elektrifikasi yaitu sebesar 8.37 %.
Pada praktikum ini dilakukan analisis dengan bantuan stirrer. Kemudian, ditambahkan
kadar amilosa yang selanjutnya digunakan 306 gram NaK-Tartrat, 7,6 gram fenol (dicairkan
spektrofotometer dengan absorbansi 620 nm, pada T 50 ºC), dan 8,3 gram Na-metabisulfit ke
serta kadar gula pereduksi dengan metode DNS dalam larutan tersebut. Lalu, dihomogenkan
(Dinitrosalisilat), DNS merupakan senyawa sampai campuran merata dengan bantuan stirrer
aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi dan simpan dalam botol gelap. Sebelum
maupun komponen pereduksi lainnya untuk digunakan dilakukan pembakuan pada DNS.
membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu Pertama sebanyak 3 ml pereaksi DNS dititrasi
senyawa yang mampu menyerap dengan kuat dengan HCL 0,1 N dan indikator fenolftalein.
radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Seharusnya membutuhkan 5-6 ml HCl 0,1 N, jika
Semakin banyak komponen pereduksi yang kurang dari itu maka ditambahkan 2 gram NaOH
terdapat dalam sampel, maka akan semakin untuk setiap ml kekurangan HCL 0,1 N.
banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic
acid yang terbentuk dan mengakibatkan serapan Pembuatan Kurva Standar Fruktosa dan
semakin tinggi. Reaksi ini berjalan dalam Glukosa
suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada
sampel, maka larutan DNS yang awalnya Sebanyak 50 mg fruktosa dan glukosa masing-
berwarna kuning akan bereaksi dengan gula masing ditimbang dalam beaker glass 50 ml dan
reduksi sehingga menimbulkan warna jingga dilakukan stirrer sampai homogen (5-10 menit).
kemerahan (Lehninger,1997). Selanjutnya, dipindahkan dan ditempatkan dalam
labu ukur 25 ml (jadi larutan stok fruktosa dan
Tujuan dari praktikum ini adalah glukosa) atau setara dengan 2000 ppm.
mengetahui kadar amilosa serta kadar gula Kemudian, masing-masing larutan stok fruktosa
pereduksi dengan metode DNS. dan glukosa dipipet sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; 1,0; 1,2 dan dimasukkan ke dalam labu ukur
METODOLOGI 25 ml, lalu ditambahkan 3 ml 3,5 dinitrosalisilat
(DNS). Selanjutnya, dipanaskan dalam waterbath
Alat dan Bahan sebanyak 5 menit dengan suhu 95-100 ºC. Lalu
didinginkan dan ditetapkan dengan aquades
Alat yang digunakan pada praktikum ini sampai tanda tera, kemudian dihomogenkan.
adalah stirrer, botol gelap, beaker glass, labu ukur Selanjutnya, inkubasi selama 5 menit dan diukur
100 ml dan 25 ml, pipet tetes, waterbath, dengan spektrofotometer dengan panjang
incubator, spektrofotometer, dan tabung gelombang 550 nm, lalu blanko dan kurva standar
sentrifuse. diplotkan.
yang termasuk ke dalam jenis ini diantaranya sampel, maka akan semakin banyak pula molekul
yaitu semua monosakarida (glukosa, fruktosa, 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan
dan galaktosa) dan sebagian disakarida (laktosa, mengakibatkan serapan makin tinggi (Leo et al.,
maltose), kecuali sukrosa, dan pati (polisakarida) 2009; Kolo & Edi, 2018).
(Almatsier, 2009; Afriza & Nilda, 2019).
Reaksi tersebut dapat digambarkan seperti
Khamir adalah mikroorganisme yang berikut :
tergolong dalam kelas fungi dan bersifat
heterotrof yaitu organisme yang memerlukan
senyawa organik untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya. Khamir mempunyai sel tunggal
(uniseluler) dengan ukuran antara 5 sampai 20
mikron. Mikroorganisme ini memiliki manfaat di (Sumber : Kolo & Edi, 2018)
berbagai bidang industr seperti pada pembuatan
minuman beralkohol, fermentasi tape, pembuatan Uji gula reduksi yang melibatkan DNS
makanan ternak, kosmetik, dan antibiotic merupakan reaksi redoks yang terjadi pada gugus
(Azizah, 2017). aldehid gula dan teroksidasi gugus karboksil.
DNS berperan sebagai oksidator yang mengalami
Sedangkan, kapang merupakan jenis reduksi, sehingga membentuk 3-amino-5-
mikroba yang 80% kebutuhan substratnya nitrosalicylic acid. Gula pereduksi yang terbentuk
berasal dari makromolekul berantai karbon mereduksi reagen DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat)
(Putranto et al.,2006; Indah, Mappiratu, & membentuk senyawa yang dapat diukur
Musafira, 2017). Kapang dan khamir merupakan absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm
mikroorganisme yang memiliki kemampuan (Azizah, 2017). Reaksi ini terjadi dalam suasana
untuk memproduksi enzim dengan melalui proses basa, keberadaan gula pereduksi dalam sampel
fermentasi. Dalam proses fermentasi kapang akan mengakibatkan perubahan warna larutan
merombak komponen yang kompleks dari kuning menjadi jingga kemerahan atau
menjadi bahan yang lebih sederhana, sehingga dalam sumber lain dikatakan kuning kecoklatan
lebih mudah dicerna dan kandungan nutrisinya (Kolo & Edi, 2018).
juga meningkat (Indah et al., 2017).
Hal pertama yang dilakukan dalam
Salah satu uji aktivitas enzim yang pengujian in merupakan pembuatan pereaksi
dihasilkan khamir maupun kapang adalah berupa DNS yaitu dengan mencampurkan air distilat
uji kuantitatif dengan mengamati kadar gula sebanyak 1.416 ml dengan asam 3,5
reduksi yang dihasilkan oleh hidrolisis enzim dinitrosalicylic sebanyak 10,6 gr dam sodium
terhadap substrat (Azizah, 2017). Uji gula hidroksida sebanyak 19,8 gr. Setelah larut,
pereduksi yang digunakan merupakan metode dilanjutkan dengan menambahkan sodium
kimiawi yang menggunakan pereaksi pereaksi potassium tartrat sebanyak 306 gr, fenol yang
asam dinitro salisilat/3,5-dinitrosalicylic acid telah dilelehkan pada suhu 50°C sebanyak 7,6 ml
(DNS). dan sodium metabisulfit sebanyak 8,3 gr hingga
semuanya terlarut (Sari, Sholihat, Anita, &
Prinsip pengujian dengan metode Hermiati, 2016).
dinitrosalisilat (DNS) adalah gugus aldehid pada
rantai polisakarida dioksidasi menjadi gugus Selanjutnya, dilakukan tahap pembuatan
karboksil, disaat yang bersamaan, gugus aldehid kurva standar glukosa dan fruktosa. Kadar
gula akan mereduksi asam 3,5-dinitrosalisilat glukosa yang terbentuk ditentukan dengan
menjadi asam 3-amino-5-nitrosalisilat. Reaksi menggunakan kurva standar glukosa (Sonia dan
terjadi terus-menerus selama gula pereduksi Joni, 2015; Azizah, 2017). Larutan glukosa
dalam larutan yang diujikan masih ada (Hasanah dipilih sebagai larutan untuk pembuatan kurva
dan Iwan, 2015; Azizah, 2017). Semakin banyak standar karena glukosa termasuk gula reduksi
komponen pereduksi yang terdapat dalam Azizah, 2017).
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
berasal dari Aspergillus awamori elektrifikasi tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan
yaitu bernilai 8.37 %. Elektrifikasi ini merupakan penelitian lain yaitu bernilai 19,4%. Perbedaan
salah satu upaya dalam meningkatkan ini dapat disebabkan oleh perbedaan umur panen
produktivitas enzim saat fermentasi berlangsung. saat dilakukan pengujian dan lingkungan
Elektrifikasi menghasilkan produk dengan penanamannya. Sedangkan, untuk sampel kedua
kemurnian yang lebih tinggi dan meningkatkan dengan kode D1 dan D2 yang merupakan Pati
biomassa mikroorganisme. Selain itu, Jagung GCWS memiliki kadar amilosa 35,75%
elektrifikasi dapat mempersingkat waktu dan 36,18%.
fermentasi karena mampu memasok elektron
selama fermentasi berlangsung (Lestari Putri, Selain itu, pada analisis kadar gula
2020). Aspergillus awamori elektrifikasi pereduksi menunjukkan bahwa kadar gula
memiliki aktivitas enzim yang tinggi, sehingga pereduksi tertinggi terdapat pada sampel dengan
menghasilkan kadar gula reduksi yang tinggi kode B1 yang berasal dari Aspergillus awamori
pula. elektrifikasi yaitu sebesar 8.37 %. Proses
elektrifikasi pada Aspergillus awamori
Sedangkan, gula pereduksi dengan kadar menyebabkan tingginya aktivitas enzim,
terendah terdapat pada sampel C2 yaitu yang sehingga menghasilkan kadar gula reduksi yang
berasal dari Rhizopus oryzae yaitu bernilai tinggi pula. Sedangkan, gula pereduksi terendah
0.23%. Rhizopus oryzae merupakan jamur yang terdapat pada sampel kode C2 yaitu berasal dari
sering digunakan dalam pembuatan tempe atau Rhizopus oryzae yaitu bernilai 0.23%.
produk lainnya yang berbasis kedelai juga
beberapa minuman beralkohol. Rhizopus oryzae DAFTAR PUSTAKA
memiliki aktivitas enzim yang relatif rendah,
sehingga menghasilkan kadar gula reduksi yang Alam, Nur. Nurhaeni. 2008. Komposisi
rendah pula. Kandungan gula reduksi dalam Kimia dan Sifat Fungsional Pati
suatu sampel juga dipengaruhi oleh besar Jagung. Berbagai Varietas yang
kecilnya kadar gula total dalam bahan dan tingkat Diekstrak dengan Pelarut Natrium
inversi selama proses pemasakan. Selain itu, Bikarbonat.Palu.
faktor lain yang mempengaruhi adalah pH dan
suhu penguapan dimana semakin rendah pH dan Almatsier, S. (2009). Ilmu gizi dasar. PT
semakin tinggi suhu penguapan, maka laju Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
inversi semakin tinggi.
Afriza, R., & Nilda, I. (2019). Analisis
Jika dibandingkan dengan uji gula Perbedaan Kadar Gula Pereduksi
pereduksi dengan metode Nelson-Somogyi (NS), Dengan Metode Lane Eynon Dan Luff
metode DNS memiliki kelebihan salah satunya Schoorl Pada Buah Naga Merah
yaitu dapat menghasilkan data dengan ketelitian (Hylocereus Polyrhizus). Jurnal
yang tinggi, sehingga dapat mengukur gula Temapela, 2(2), 90–96.
pereduksi dalam konsentrasi kecil. Selain itu, https://doi.org/10.25077/temapela.2.2
dalam preparasi pembuatannya metode DNS .90-96.2019
relatif lebih mudah dan praktis daripada metode
NS (Irawati, 2016; Pratiwi et al., 2018). Namun, Antarlina, Sri S. 2009. “Identifikasi Sifat
metode ini cenderung membutuhkan biaya yang Fisik Dan Kimia Buah-Buahan Lokal]
lebih tinggi (Pratiwi et al., 2018) Kalimantan.” Buletin Plasma Nutfah
15(2): 80–90.
KESIMPULAN
Azizah, N. (2017). Pemurnian Enzim
Berdasarkan praktikum penetapan kadar Selulase Dari Isolat Khamir Jenis
amilosa didapatkan hasil kadar amilosa sampel Candida Utilis Menggunakan
kode C1 dan C2 yaitu Pati Umbi Garut GCWS Fraksinasi Amonium Sulfat. Skripsi.
adalah sebesar 38,832% dan 34, 74%. Nilai
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Lukman, A., Anggraini, D., Rahmawati, N.,
Vogel Kimia Analisis Kuantitatif & Suhaeni, N. (2013). Pembuatan dan
Anorganik. Jakarta : Buku kedokteran uji sifat fisikokimia pati beras ketan
EGC. kampar yang dipragelatinasi.
Penelitian Farmasi Indonesia, 1(2),
Damardjati, D. S. 1995. Karakteristik Sifat 67-71.
Standarisasi Mutu Beras sebagai
Landasan Pengembangan Agribisnis Mutmainah, F. (2013). Kajian karakteristik
dan Agroindustri Padi di Indonesia. fisikokimia tepung sukun (Artocarpus
Balai Penelitian Teknologi Pangan. communis) termodifikasi dengan
Bogor. variasi lama perendaman dan
konsentrasi asam asetat.
Harini, P. N., Marianty, R., & Wahyudi, V.
A. (2014). Analisa Pangan. Zifatama Nisah, K. (2018). Study Pengaruh
Jawara. Kandungan Amilosa dan Amilopektin
Umbi-umbian terhadap Karakteristik
Indah, I., Mappiratu, M., & Musafira, M. Fisik Plastik Biodegradable dengan
(2017). PRODUKSI ENZIM LIPASE Plastizicer Gliserol. BIOTIK: Jurnal
DARI Aspergillus niger ISOLAT Ilmiah Biologi Teknologi dan
KAPANG KOPRA DENGAN Kependidikan, 5(2), 106-113.
MENGGUNAKAN MEDIUM
KELAPA PARUT. Kovalen Jurnal Pratiwi, Y. H., Ratnayani, O., & Wirajana,
Riset Kimia, 3(3), 269. I. N. (2018). Perbandingan Metode Uji
https://doi.org/10.22487/j24775398.2 Gula Pereduksi Dalam Penentuan
017.v3.i3.9335 Aktivitas ?-L-Arabinofuranosidase
Dengan Substrat Janur Kelapa (Cocos
Kolo, S. M. D., & Edi, E. (2018). Hidrolisis Nucifera). Jurnal Kimia, 134.
Ampas Biji Sorgum dengan https://doi.org/10.24843/jchem.2018.
Microwave untuk Produksi Gula v12.i02.p07
Pereduksi sebagai Bahan Baku
Bioetanol. Jurnal Saintek Lahan Sari, S. N. (2014). Karbohidrat. Jurnal Ilmu
Kering, 1(2), 22–23. Keolahragaan.
https://doi.org/10.32938/slk.v1i2.596
Sari, F. P., Sholihat, N. N., Anita, S. H., &
Kusnandar, F., N. Andarwulan dan D. Hermiati, E. (2016). Peningkatan
Herawati. 2011. Analisis Pangan. Produksi Gula Pereduksi dari Tandan
Penerbit PT Dian Rakyat, Kosong Kelapa Sawit dengan
Jakarta. Praperlakuan Asam Organik pada
Reaktor Bertekanan
Lehninger AL,(1997).Dasar-dasar ENHANCEMENT OF REDUCING
Biokimia, Jakarta: Erlangga SUGAR PRODUCTION FROM OIL
PALM EMPTY. Reaktor, 16(4), 199–
206.
Lestari Putri, S. (2020). Penentuan Lama Somantri, I.H. 1983. Pewarisan Kadar
Fermentasi Optimal dalam Amilosa pada Beberapa Persilangan
Produksi Protein Sel Tunggal Padi. Tesis, Fakultas Pertanian
Mikroorganisme pada Substrat Universitas Padjadjaran, Bandung
dengan Perlakuan Elektrifikasi
Limbah Cair Tahu. Skirpsi.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
Suarni, S., Firmansyah, I. U., & Aqil, M. teknologi kimia dan industri, 2(2), 57-
(2015). Keragaman mutu pati 62.
beberapa varietas jagung.
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-
Sulakhudin, S. (2019). Kimia Dasar : Violet dan Sinar Tampak Serta
Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Aplikasinya dalam Oseanologi.
Tanah (1st ed.). Dee Publish. Oseana. Vol. 10.
Sumarno, S. (2013). Isolasi amilosa dan Utami, B., Nugroho, A., & Mahardiani, L.
amilopektin dari pati kentang. Jurnal (2009). kimia untuk SMA Kelas XII.
In budi utami.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
LAMPIRAN
Kadar Amilosa
Y = 0,0238 x + 0,0009
0,4621 = 0,0238 x
X = 19,416
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%
19,416 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,0
x 100%
19,416
Kadar Amilosa (%) = 50,0
x 100%
Y = 0,0238 x + 0,0009
0,4151 = 0,0238 x
X = 17,441
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%
17,441 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%
17,441
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,2
Y = 0,0238 x + 0,0009
0,4271 = 0,0238 x
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
X = 17,945
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
17,945 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%
17,945
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%
Y = 0,0238 x + 0,0009
0,4331 = 0,0238 x
X = 18,195
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%
18,195 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,3
18,195
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,3
1. Sampel A1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.320 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.320 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 20.913 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑥 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
10.457
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2351 𝑥1000 𝑥 100 %
= 4.45 %
2. Sampel A2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.310 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.310 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 20.247 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 20.247 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 10.12 𝑚𝑔
10.12
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2351 𝑥 1000 𝑥 100 %
= 4.31 %
3. Sampel B1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.660 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.660 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 43.58 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 43.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 21.79 𝑚𝑔
21.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2620 𝑥1000 𝑥 100 %
= 8.37 %
4. Sampel B2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.650 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.650 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 42.913 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 42.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 21.46 𝑚𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
21.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2602 𝑥 1000 𝑥 100 %
= 8.25 %
5. Sampel C1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.030 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.030 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 1.58 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 1.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 0.79 𝑚𝑔
0.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2028 𝑥1000 𝑥 100 %
= 0.39 %
6. Sampel C2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.020 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.020 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 0.9133 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 0.9133 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 0.46 𝑚𝑔
0.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2028 𝑥1000 𝑥 100 %
= 0.23 %
7. Sampel D1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.440 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.440 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 28.913 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 28.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 14.46 𝑚𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
14.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2113 𝑥1000 𝑥 100 %
= 6.84 %
8. Sampel D2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.420 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.420 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 27.58 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 27.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 13.79 𝑚𝑔
13.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2113 𝑥1000 𝑥 100 %
= 6.53 %
9. Sampel E1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.280 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.280 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 18.247 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 18.247 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 9.12 𝑚𝑔
9.12
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2178 𝑥1000 𝑥 100 %
= 4.19 %
10. Sampel E2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.260 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0260 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 16.913 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 16.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 8.46 𝑚𝑔
8.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2178 𝑥1000 𝑥 100 %
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
= 3.88 %
11. Sampel F1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.120 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.120 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 7.58 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 7.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 3.79 𝑚𝑔
3.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2007 𝑥1000 𝑥 100 %
= 1.89 %
12. Sampel F2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.110 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.110 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 6.91 ⁄1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 6.91 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 3.46 𝑚𝑔
3.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2007 𝑥1000 𝑥 100 %
= 1.72 %
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021
ABSTRAK
Lemak dalam makanan merupakan komponen tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuhan
dan hewan, tetapi lemak dapat larut dalam pelarut organik. Lemak dapat diekstraksi dari sel dan jaringan
oleh pelarut non-polar seperti kloroform, eter, dan benzena. Untuk mengetahui suatu kadar lemak dalam
bahan pangan, maka perlu dilakukan analisis kadar lemak. Metode yang digunakan dalam analisis ini
adalah metode Soxhlet dengan prinsip ekstraksi menggunakan pelarut heksan yang nantinya akan
diuapkan sehingga lemak yang dalam pangan dapat diketahui persentasenya. Pada praktikum kali ini
dilakukan pengujian kadar lemak terhadap sampel cilok, hasil menunjukkan bahwa kadar lemak dalam
cilok sebesar 3,58% dan 3,53%. Menurut (Lestari, 2009), kandungan lemak maksimum pada cilok adalah
4,02%. Hal ini menunjukkan bahwa cilok yang diuji pada praktikum kali ini memenuhi syarat mutu dan
aman untuk dikonsumsi.
melewati tinggi pipa pengalir pelarut maka Setelah itu, heksan dikeluarkan dari alat
ekstrak akan mengalir ke labu soxhlet. soxhlet dan diambil labu lemak. Prosedur
Ekstrak yang terkumpul disimpan lalu diulangi hingga didapatkan berat konstan.
dipanaskan lagi sehingga pelarutnya menguap
kembali dan lemak akan tertinggal pada labu Hidrolisis Sampel
maka daur ulang pelarut terjadi setiap kali Sampel ditimbang sebanyak 2 gram
bahan diekstraksi sampai dicapai berat yang dan dimasukkan ke dalam beaker glass.
konstan. Pada Metode Soxhlet memerlukan Kemudian ditambahkan batu didih, akuades
waktu ekstraksi antara 4 sampai 6 jam untuk sebanyak 20 ml, dan larutan HCl 25%
memperoleh 5 hingga 6 sirkulasi. Metode ini sebanyak 30 ml ke dalam beaker glass.
menggunakan alat ekstraksi khusus bernama Beaker glass ditutup menggunakan kaca
soxhlet sehingga dalam mencapai 1 kali arloji. Setelah itu, sampel dipanaskan di atas
sirkulasi membutuhkan waktu yang lebih hotplate selama 15 menit. Larutan disaring
singkat (López-Bascón-Bascon & Luque de menggunakan kertas saring, lalu kertas saring
Castro, 2019). dibilas dengan akuades panas hingga pH
netral. Kertas saring dipindahkan ke cawan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah aluminium, dikeringkan dalam oven pada
untuk mengetahui kadar lemak yang suhu 105°C. Kertas saring dimasukkan ke
terkandung dalam sampel cilok. dalam hull. Prosedur selanjutnya dilakukan
sama dengan prosedur ekstraksi lemak.
METODOLOGI Kadar lemak dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
Alat dan Bahan % Kadar lemak = x 100%
Alat yang digunakan pada praktikum
ini adalah batu didih, beaker glass, desikator, Keterangan :
hotplate, hull, kaca arloji, neraca analitik, W1 = Berat konstan labu lemak kosong
oven, alat soxhlet, dan spatula. W2 = Berat konstan labu lemak dan sampel
Bahan yang digunakan pada setelah ekstraksi
praktikum ini adalah akuades, cilok, HCl Ws = Berat sampel
25%, kertas saring, dan heksan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur
Mencari Berat Konstan pada Labu Lemak Analisis kadar lemak pada praktikum
Labu lemak dipanaskan dalam oven ini dilakukan menggunakan metode ekstraksi
dengan suhu 1050C selama 30 menit. langsung atau dikenal sebagai metode
Kemudian, didinginkan menggunakan Soxhlet. Lemak sendiri merupakan senyawa
desikator selama 30 menit, lalu ditimbang yang terbentuk dari gliserol asam lemak dan
menggunakan neraca analitik. Prosedur bersifat tidak larut dalam air, namun larut
diulang hingga didapatkan berat labu konstan. dalam pelarut organik non-polar seperti
Labu lemak konstan dipasang pada alat hidrokarbon dan dietileter. Terdapat beberapa
soxhlet. metode analisis lemak antara lain yaitu
metode Soxhlet, metode Goldgish, dan
Ekstraksi Lemak metode Babcock. Pada percobaan kali ini
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram digunakan metode Soxhlet karena metode ini
ke dalam hull, kemudian dimasukkan ke lebih sesuai untuk digunakan dalam
dalam alat soxhlet. Setelah itu, ditambahkan menganalisis sampel wujud padat seperti pada
heksan sebanyak kurang lebih 50 ml dan sampel yang kita gunakan kali ini yaitu cilok.
dipasang kondensor soxhlet. Soxhlet Sedangkan, pada metode Babcock lebih
kemudian dioperasikan selama 3 jam.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021
sesuai untuk analisis lemak berwujud sudah mencapai berat konstan, barulah labu
cair(Sudarmadji & Bambang, 2003). lemak dipasangkan pada alat soxhlet.
Metode Soxhlet merupakan metode Proses ekstraksi lemak dilakukan
kuantitatif untuk menentukan kadar lemak dengan cara menimbang sampel cilok
dalam bahan pangan. Prinsipnya yaitu sebanyak 2 gram ke dalam hull. Hull
menggunakan sampel lemak kering yang merupakan lipatan yang dibentuk dari kertas
diekstraksi secara terus-menerus dalam saring yang dipotong membentuk persegi
pelarut dengan jumlah yang konstan. panjang, dilipat, serta dihekter. Hull berfungsi
Keuntungan dari metode Soxhlet ini yaitu untuk menampung sampel sehingga sampel
metode ini dapat digunakan untuk sampel tidak kontak langsung dengan pelarut organik
yang lunak dan yang tidak tahan terhadap agar bahan-bahan lain seperti fosfolipid,
panas secara langsung, menggunakan pelarut sterol, asam lemak bebas tidak ikut terekstrak.
yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat Hull akan dimasukkan ke dalam alat soxhlet
diatur, serta memiliki ketepatan yang baik. kemudian ditambahkan heksan sebanyak
Sedangkan kerugian dari metode ini yaitu kurang lebih 50 ml. Penambahan heksan
tidak cocok digunakan untuk pelarut dengan bertujuan sebagai pelarut yang dapat
titik didih terlalu tinggi seperti methanol atau mengekstraksi lemak sehingga merubah
air karena seluruh alat yang berada di bawah warna dari kuning menjadi jernih. Heksan ini
kondensor perlu berada pada temperatur yang dapat melarutkan lemak yang ada pada
tepat untuk pergerakan uap pelarut yang sampel, menguap karena pemanasan, dan
efektif(Asmariani et al., 2017). dikondensasi sehingga kembali ke labu
Pengujian analisis kadar lemak bersama lemak yang dibawanya(Wrolstad et
diawali dengan mencari berat konstan pada al., 2005).
labu lemak dengan cara memanaskan labu Ekstraksi menggunakan alat soxhlet
lemak dalam oven dengan suhu 1050C selama dilakukan selama 3 jam. Tujuan ekstraksi
30 menit. Tujuan dari pemanasan tersebut adalah untuk memisahkan suatu komponen
adalah untuk mensterilkan labu lemak. dari campurannya dengan menggunakan
Selanjutnya dilakukan proses pendinginan pelarut. Pelarut yang memiliki titik didih
pada desikator. Desikator bersifat tertutup dan lebih rendah akan diuapkan dan dikondensasi
memiliki RH yang kosntan sehingga udara saat melewati kondensor, kemudian pelarut
dalam desikator tidak akan memengaruhi akan jatuh membasahi sampel dan lemak
berat cawan. Sedangkan kontak langsung sampel akan terekstraksi. Alat soxhlet akan
dengan udara luar akan menyebabkan disambungkan dengan labu lemak yang telah
terjadinya penyerapan uap air bebas dari diisi dengan heksan dan ditempatkan pada
udara dan akan memengaruhi berat cawan. alat pemanas listrik serta kondensor. Dalam
Selain itu, pendinginan labu dilakukan untuk menggunakan soxhlet, alat pendingin harus
memeroleh berat yang konstan karena berat disambungkan dengan soxhlet. Air untuk
suatu benda dapat dipengaruhi suhunya dan pendingin akan dijalankan dan alat ekstraksi
juga pendinginan ini dapat mencegah lemak tersebut dapat mulai dipanaskan.
kerusakan alat penimbang akibat suhu drastis Lamanya ekstraksi bergantung pada kadar
sehabis pemijaran. Proses ini dilakukan lemak pada bahan. Semakin banyak
berulang kali hingga diperoleh berat labu kandungan lemak yang terdapat pada bahan,
konstan. Pengkonstanan dilakukan agar labu maka semakin lama proses ekstraksi lemak
terbebas dari kontaminan dan air pada labu yang dilakukan. Proses ekstraksi dapat
teruapkan. Berat labu dapat dikatakan konstan dianggap telah selesai jika heksan dalam labu
bila antar penimbangan hanya terdapat selisih lemak telah menguap sempurna sehingga
sekitar 0.0002 gram. Keadaan labu yang yang tersisa hanya lemak sampel. Untuk itu,
konstan dapat dikatakan sebagai kondisi labu prosedur ekstraksi diulang kembali hingga
yang bebas dari zat pengotor lainnya. Saat
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021
didapatkan berat yang konstan (Nuri selama 3 jam dan didinginkan dalam
Andarwulan, Feri Kusnandar, 2018). desikator, kemudian ditimbang. Pemanasan
Penetapan kadar lemak pada cilok dan penimbangan dilakukan sebanyak 1-3
dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan kali untuk mendapatkan hasil berat yang
cara mengeluarkan lemak dari sampel dengan konstan (Pargiyanti, 2019).
pelarut lemak yaitu heksan. Pelarut lemak
merupakan pelarut yang benar-benar bebas Berdasarkan hasil pengamatan pada
air. Hal tersebut bertujuan supaya bahan- Tabel 1. dalam lampiran, kadar lemak dalam
bahan yang larut air tidak terekstrak dan cilok sebesar 3,58% dan 3,53%. Proses
terhitung sebagai lemak serta keaktifan analisis ini dilakukan secara duplo yaitu
pelarut tersebut tidak berkurang. Selain itu, analisis kuantitatif yang dilakukan sebanyak
dengan adanya senyawa HCl 25% dapat dua kali untuk meningkatkan ketepatan hasil
memutus rantai ikatan lemak dengan analisis. Kedua hasil analisis menunjukkan
komponen lain agar tidak ikut terekstraksi hasil yang presisi sehingga dapat dikatakan
sehingga diperoleh hasil analit yang murni bahwa pelaksanaan prosedur praktikum
lemak tunggal. Sampel ditimbang ± 2 gram dilakukan dengan baik. Menurut (Lestari,
dan kemudian dibungkus atau ditempatkan 2009), kandungan lemak maksimum pada
dalam kertas saring atau selongsong tempat cilok adalah 4,02%. Hal ini menunjukkan
sampel. Selanjutnya labu kosong diisi 3 butir bahwa cilok yang diuji pada praktikum kali
batu didih, fungsi batu didih ialah untuk ini memenuhi syarat mutu dan aman untuk
meratakan panas, kemudian dikeringkan dan dikonsumsi.
didinginkan, labu diisi dengan pelarut .
(Amelia, 2014). Selongsong sampel yang KESIMPULAN
sudah terisi sampel dimasukan ke dalam
soxhlet, soxhlet disambungkan dengan labu Berdasarkan praktikum kali ini, kadar
dan ditempatkan pada alat pemanas listrik lemak dalam sampel cilok dapat dianalisis
serta kondensor. Alat pendingin menggunakan metode Soxhlet. Hasil analisis
disambungkan dengan soxhlet, air untuk menunjukkan terdapat sebesar 3,58% dan
pendingin dijalankan dan alat ekstresi lemak 3,53% lemak dalam cilok. Kedua hasil
mulai dipanaskan pada hotplate terlebih analisis menunjukkan hasil yang presisi
dahulu. sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
Pemanasan hotplate bertujuan untuk prosedur praktikum dilakukan dengan baik.
mempercepat proses homogenisasi. Setelah Jika dibandingkan dengan kandungan
pelarut dididihkan, uapnya akan naik maksimum lemak pada cilok yaitu sebesar
melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. 4,02%, sampel cilok dalam praktikum ini
Air dingin yang dialirkan melewati bagian masih berada di batas aman untuk
luar kondensor mengembunkan uap pelarut dikonsumsi.
sehingga kembali ke fase cair, selanjutnya
menetes ke kertas saring. Pelarut melarutkan DAFTAR PUSTAKA
lemak dalam kertas saring, larutan ini
kemdian terkumpul dalam kertas saring dan Amelia, M. et al. (2014). Analisis Kadar
bila volumenya telah mencukupi, larutan akan Lemak Metode Soxhlet. Jurnal Gizi
dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari Masyarakat.
pengembunan hingga pengaliran disebut
sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak Asmariani, Amriani, & Haslianti. (2017).
dilakukan selama kurang lebih 6 jam, dan Verifikasi metode uji lemak pakan
proses ekstraksi selesai. Pelarut dan lemak buatan. J. Teknologi Hasil Pertanian,
dipisahkan melalui proses penyulingan dan 6(1), 92–96.
dikeringkan di oven dalam suhu 105◦C
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021
LAMPIRAN
Sampel Cilok
= x 100%
= x 100%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021
= 0,0358 x 100%
= 3,58%
= x 100%
= x 100%
= 0,0353 x 100%
= 3,53%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
ABSTRAK
Vitamin berfungsi sebagai zat yang mengatur proses metabolisme, katalisator organik, zat
pembangun yang dilakukan bersamaan dengan zat gizi lainnya dan lainnya. Vitamin C merupakan salah
satu vitamin larut air, namun ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam lemak yaitu jenis ascorbyl
palmitate. Vitamin C berfungsi untuk meningkatkan produksi dari kolagen, serta imunitas. Praktikum ini
bertujuan untuk menganalisis kadar vitamin C dalam sampel jus jambu, didapatkan hasil yaitu 29,8658
mg/100g. Jumlah kadar vitamin C tersebut masih dibawah standar vitamin C pada buah jambu yaitu 87
mg/100 gram.
Vitamin berasal dari kata ‘Vit’ yang Metode yang digunakan dalam analisis
berarti hidup, dan ‘amine’ yaitu zat yang kadar vitamin C adalah titrasi iodimetri dengan
mengandung amine atau gugus -NH2 . Vitamin menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
merupakan zat organik esensial yang dimana secara langsung disebut titrasi iodimetri, dimana
tidak dapat dibentuk oleh tubuh namun digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh tubuh reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara
dalam jumlah yang sedikit (Nasoetion, 1995). kuantitatif pada titik ekivalennya (Asmal, 2018).
Dalam tubuh vitamin berfungsi sebagai zat yang Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral
mengatur proses metabolisme, katalisator atau dalam kisaran asam lemah sampai basa
organik, zat pembangun yang dilakukan lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) I2 dapat
bersamaan dengan zat gizi lainnya dan lainnya mengalami reaksi disproporsionasi menjadi
(Harefa et al., 2020). hipoiodat (Erwanto, Utomo, Fiolana, & Yahya,
2018).
Vitamin C merupakan salah satu vitamin
larut air yang dikenal juga dengan asam askorbat, Tujuan praktikum ini adalah untuk
namun ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam mengetahui kadar vitamin C dari jus jambu
lemak yaitu jenis ascorbyl palmitate. Vitamin C dengan iodometri.
berfungsi untuk meningkatkan produksi dari
kolagen, serta imunitas (Perricone, 2007).
Vitamin C dikenal juga sensitif terhadap cahaya,
panas, logam, serta senyawa oksidator. Sumber METODOLOGI
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
proses peniteran. Penitarnya mudah terurai oleh Kadar vitamin C dalam suatu sampel
cahaya sehingga preparasi contoh harus dapat mengalami penurunan karena beberapa
dilakukan terlebih dahulu. Selain itu, analisa faktor seperti pengaruh suhu yang tinggi, oksidasi
dengan iodometri ini memiliki kekurangan oleh udara, pengaruh cara pengolahan, pengaruh
dalam melakukan analisa vitamin C. Hasil analisa lama penyimpanan, serta pengaruh pembekuan.
vitamin C yang diperoleh kurang akurat karena Kehilangan vitamin C terbesar dapat terjadi saat
penggunaan standar Na2S2O3 tidak stabil dalam blansing dengan air panas sehingga suhu air harus
waktu lama. Bakteri yang memakan belerang diperhatikan agar tidak menyebabkan kenaikan
akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses aktivitas enzim. Pengaruh udara yang
metabolismenya akan mengakibatkan mengandung oksigen dan matahari yang
pembentukkan SO32-, SO42-, dan belerang mengandung sinar ultraviolet dapat masuk ke
koloidal. Belerang ini akan menyebabkan bahan pangan sehingga menyebabkan proses
kekeruhan, bila timbul keruh harus dibuang oksidasi. Apabila enzim oksidase vitamin C
(Sudarma, 2018). bertemu dengan molekul oksigen maka dapat
menyebabkan kerusakan vitamin C secara
Pada saat proses titrasi berlangsung langsung. Pengaruh lama penyimpanan terhadap
adanya reaksi yang terjadi diawali dengan kandungan vitamin C akan cenderung mengalami
tiosulfat terurai dalam larutan, membentuk penurunan. Hal ini disebabkan karena
belerang sebagai berikut: tertundanya penguapan air yang menyebabkan
struktur sel yang semula utuh menjadi layu
S2O32- + 2 H+ → H2S2O3 → H2SO3 + S(p) sehingga menurunkan kandungan vitamin D
Reaksi lambat atau bahkan tidak terjadi dengan cepat (Safaryani et al., 2007).
jika tiosulfat dititrasi dalam larutan asam dan Berdasarkan perhitungan, hasil analisis
iodium jika larutannya diaduk dengan baik. kadar vitamin C dalam sampel jus jambu adalah
Reaksi antara iodium dan tiosulfat adalah lebih 29,8658 mg/100g. Jumlah kadar vitamin C
cepat daripada reaksi penguraian. Kemudian tersebut masih dibawah standar vitamin C pada
iodium mengoksidasi senyawa tiosulfat menjadi buah jambu yaitu 87mg/100gram. Kadar vitamin
ion tetrationat dalam reaksi berikut: C pada jus jambu lebih kecil daripada buah jambu
I2 + 2 S2O32- → 2 I- + S4O62- segar. Hal ini dikarenakan vitamin C memiliki
sifat mudah larut dalam air dan juga mudah
Jika pH larutan lebih dari 9, maka tiosulfat teroksidasi oleh udara luar maupun terkena panas.
dioksidasi sebagian menjadi sulfat: Selain itu, kandungan vitamin buah jambu
mencapai puncaknya saat menjelang matang. Hal
4I2 + S2O32- + 5H2O → 8I- + 2SO42- + 10H+ ini dapat menjadi alasan adanya perbedaan kadar
vitamin C dalam setiap buah(Padang & Maliku,
Tetapi dalam larutan netral atau sedikit 2019).
basa, oksidasi terhadap tiosulfat tidak terjadi,
terutama jika digunakan sebagai titran (Asmal, KESIMPULAN
2018). Warna larutan iodium cukup pekat
sehingga iodium dapat bekerja sebagai Kesimpulan yang dapat diambil bahwa
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air
warna ungu atau merah lembayung yang pekat yang dikenal juga dengan asam askorbat, namun
kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam lemak
atau kloroform dan hal ini digunakan untuk yaitu jenis ascorbyl palmitate. Vitamin ini dapat
mengetahui titik akhir titrasi. Dalam percobaan diukur kadarnya dengan metode titrasi. Pada hasil
ini digunakan amilum sebagai indikatornya. perhitungan kadar vitamin C dalam sampel jus
Melalui titrasi iodimetri dapat dilakukan oleh jambu adalah 29,8658 mg/100g. Jumlah kadar
iodium secara langsung vitamin C tersebut masih dibawah standar
vitamin C pada buah jambu yaitu 87mg/100
2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6 gram. Kadar vitamin C pada jus jambu lebih kecil
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
daripada buah jambu segar. Kadar vitamin C Padang, S. A., & Maliku, R. M. (2019).
dalam suatu sampel dapat mengalami penurunan PENETAPAN KADAR VITAMIN C
karena beberapa faktor seperti pengaruh suhu PADA BUAH JAMBU BIJI MERAH
yang tinggi, oksidasi oleh udara, pengaruh cara (Psidium guajava L.) DENGAN
pengolahan, pengaruh lama penyimpanan, serta METODE TITRASI NA-2,6
pengaruh pembekuan. Kehilangan vitamin C DICHLOROPHENOL
terbesar juga dapat terjadi saat blansing dengan INDOPHENOL (DCIP). Media
air panas. Farmasi.
https://doi.org/10.32382/mf.v13i2.87
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN
[𝐼2]
1. mg vit. C (mg/mL sampel) = Volume titrasi x [𝐼2] 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
x fp x 0,88
0,0097
= 0,70 x 0,01
x 5 x 0,88
= 2,9876 mg/mL sampel
100
2. Kadar vit. C (mg/100g) = mg vit. C x
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
100
= 2,9876 x 10,0034
= 29,8658 mg/100g
𝑚𝑔 𝑣𝑖𝑡𝑐 𝐶
3. Kadar vit. C (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
x 100%
2,9876
= x 100%
15003,4
= 0,02%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
ABSTRAK
Senyawa bioaktif seperti antioksidan, flavonoid, dan senyawa fenolik memiliki efek
fisiologis bagi kesehatan manusia. Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan
menggunakan metode 2,2-diphenyl-1- picrylhydrazyl (DPPH). Untuk menentukan kadar fenol
total dapat dilakukan dengan metode Follin-Ciaocalteu. Sedangkan, analisis kuantitatif
flavonoid dilakukan dengan spektrofotometri UV-VIS. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui kandungan total fenolik pada sampel powder stevia, kadar flavonoid pada sampel
jahe merah, dan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel bee pollen. Berdasarkan
perhitungan, didapatkan kadar total fenolik powder stevia 1:1 (gum arab maltodekstrin) adalah
15,042% dan 15, 373%, sedangkan kadar fenolik powder stevia 1:2 adalah 9,025% dan 8,965%.
Kadar flavonoid pada jahe merah 1:4 adalah 0,5918% dan 0,6196%, sedangkan pada jahe merah
5:5 adalah 0,492% dan 0,4975%. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH
terhadap ekstrak bee pollen pada konsentrasi etanol 70% dengan lama maserasi 48 jam
menghasilkan IC50 sebesar 107.204 ppm. Sedangkan hasil aktivitas antioksidan pada konsentrasi
etanol 70% dengan lama maserasi 24 jam menghasilkan IC50 sebesar 76.857 ppm.
Kata kunci: Analisis kuantitatif flavonoid, kadar fenol total, uji antioksidan
Kandungan Total Fenol dan Aktivitas Marjoni, M. R., Afrinaldi, & Novita, N. A.
Antioksidan Mikroalga Spirulina sp., (2015). Kandungan Total Fenol Dan
Chlorella sp., dan Nannochloropsis sp. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Kelautan Dan Perikanan, 10(2), 101. Total Content of Fenol and Antioxidant
https://doi.org/10.15578/jpbkp.v10i2.27 Activity of The Aqueous Extract of
0 Cherry Leaf (Muntingia calabura L.).
Jurnal Kedokteran Yarsi, 23(3), 187–
Herawati, I. E., & Saptarini, N. M. (2020). 196.
Studi Fitokimia pada Jahe Merah
(Zingiber officinale Roscoe Var. Sunti Prabowo, Y. A., Estiasih, T., &
Val). Majalah Farmasetika., 4(Suppl Purwantiningrum, I. (2014). Umbi
1), 22–27. Gembili (Dioscorea Esculenta L.)
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika Sebagai Bahan Pangan Mengandung
.v4i0.25850 Senyawa Bioaktif : Kajian Pustaka
Gembili (Dioscorea Esculenta L.) As
Kiswandono, A. A., & Maslahat, M. Food Contain Bioactive Compounds :
(2011). UJI ANTIOKSIDAN A Review. Jurnal Pangan Dan
EKSTRAK HEKSANA , ETIL Agroindustri.
ASETAT , ETANOL , Universitas
Prima Indonesia , Medan Jurusan Siddiqua, A., Premakumari, K. B., Sultana,
Kimia FMIPA Universitas Nusa R., Vithya, & Savitha. (2010).
Bangsa , Bogor. Jurnal Sains Natural Antioxidant activity and estimation of
Universitas Nusa Bangsa, 1(1), 33–38. total phenolic content of Muntingia
calabura by colorimetry. International
Lantah, P. L., Montolalu, L. A., & Reo, A. Journal of ChemTech Research.
R. (2017). KANDUNGAN
FITOKIMIA DAN AKTIVITAS Tamat, S. R., Wikanta, T., & Maulina, L. S.
ANTIOKSIDAN EKSTRAK (2007). Aktivitas Antioksidan dan
METANOL RUMPUT LAUT Toksisitas Senyawa Bioaktif dari
Kappaphycus alvarezii. Media Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
Teknologi Hasil Perikanan, 5(3), 73. reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu
https://doi.org/10.35800/mthp.5.3.2017. Kefarmasian Indonesia.
16785
LAMPIRAN
Maldeks)
C2 0,1 10 1,0 25,0 0,295 8,965%
Rumus perhitungan:
B1:
Y = 0,0831x-0.003
0,497 = 0,0831x-0.003
0,497 + 0.003
x= 0.0831
x = 6,0168 mg/1000ml = 6,0168 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
6,0168 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 15,042%
B2:
Y = 0,0831x-0.003
0,508= 0,0831x-0.003
0,497 + 0.003
x= 0.0831
x = 6,1492 mg/1000ml = 6,1492 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
6,1492 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 15,373%
C1:
Y = 0,0831x-0.003
0,297 = 0,0831x-0.003
0,297 + 0.003
x= 0.0831
x = 3,6101 mg/1000ml = 3,6101 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3,6101 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 9,025%
C2:
Y = 0,0831x-0.003
0,295 = 0,0831x-0.003
0,295 + 0.003
x=
0.0831
x = 3,5860 mg/1000ml = 3,5860 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
% Fenolik = 𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3,5860 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 8,9651%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
Rumus perhitungan:
C1
y = 0,045x + 0,0134
0,120 = 0,045x + 0,0134
0,120−0,0134
x= 0,045
= 2,369 mg/1000 ml = 2,369 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
2,369 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
= 1,0007
= 0,5918%
C2
y = 0,045x + 0,0134
0,125 = 0,045x + 0,0134
0,125−0,0134
x= 0,045
= 2,48 mg/1000 ml = 2,48 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = x x hasil ditepatkan
1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
2,48 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
=
1,0007
= 0,6196%
D1
y = 0,045x + 0,0134
0,102 = 0,045x + 0,0134
0,102−0,0134
x= 0,045
= 1,97 mg/1000 ml = 1,97 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
1,97 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
=
1,0004
= 0,492%
D2
y = 0,045x + 0,0134
0,103 = 0,045x + 0,0134
0,103−0,0134
x= 0,045
= 1,991 mg/1000 ml = 1,991 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
1,991 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
= 1,0004
= 0,4975%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021
Tabel 3. Hasil pengamatan aktivitas antioksidan pada Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi
48 jam(B1)
Panjang Gelombang: 517 nm 2.5 mg ekstrak dalam 25 metanol
Absorbansi Persamaan
Kons(ppm) % Inhibisi IC50 (ppm)
(y) y=bx +a
0,895 6,25 5,27
0,826 12,5 6,85 y = 0.453x +
0,761 25 9,17 1.4367
107.204 KUAT
0,606 50 28.03 50 = 0.453x +
0,331 100 45,63 1.4367
0,949
Tabel 4. Hasil pengamatan aktivitas antioksidan pada Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi
24 jam(C1)
Panjang Gelombang: 517 nm 2.5 mg ekstrak dalam 25 metanol
Absorbansi Persamaan
Kons(ppm) % Inhibisi IC50 (ppm)
(y) y=bx +a
0,895 6,25 2,72
0,826 12,5 10,22 y = 0.6384x +
0.9346
0,761 25 17,28
50 = 0.6384x + 76.857 KUAT
0,606 50 34,13
0.9346
0,331 100 64,02
0,949
0,04
0,03
AU
0,02
0,01
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
konsentrasi (ppm)
Gambar 3. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi 48 jam
30
20
10
0
0 50 100 150
Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Gambar 4. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi 24 jam
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021
ABSTRAK
Suatu bahan pangan perlu dilakukan pengujian baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Hal tersebut dilakukan untuk menentukan kualitasnya dan memudahkan penanganan selanjutnya.
Protein merupakan salah satu komponen yang sering dijumpai pada bahan makanan. Protein dapat
menentukan kualitas bahan pangan tersebut, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap
kandungannya. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan dalam menganalisis kandungan
protein adalah metode Kjeldahl. Analisis kadar protein pada berbagai bahan pangan pada kadar
protein yang berbeda, sampel roti coklat diperoleh kadar protein 7,2% dan 7,21%, batagor 7,10%
dan 7,11%, cilok 4,70% dan 4,71%, madu 0,066% dan 0,066%, serta tempurung kelapa 0,3 %
dan 0,34%. Hasil analisis dibandingkan dengan standar SNI.
Kata kunci: Metode Kjeldhal, kandungan protein, kualitas pangan
neraca analitik, pipet ukur, pipet volume, protein) dengan metode Kjeldahl.
sentrifugator, statif, dan spektrofotometer. Metode ini digunakan karena dapat
menguji kadar protein pada sampel yang
Bahan yang digunakan meliputi sampel jumlahnya sedikit (Winarno, 1992).
yang terdiri dari roti coklat, batagor ikan, cilok, Selain itu, metode ini juga dapat
madu, dan kelapa batok. Selain itu, dibutuhkan sekaligus menentukan kadar protein yang
K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH- terkoagulasi serta tidak larut dalam air
Na2S2O3.5H2O, H3BO3 3%, indicator metil (Rohman dan Sumantri, 2007).
merah dan brom kresol, serta HCL 0,02 N yang Analisis protein dengan metode
telah distandarisasi. Kjeldahl terdiri dari tiga tahapan utama,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Prosedur Tahap destruksi merupakan tahap
Sampel cair yang terdapat dalam labu perubahan senyawa kompleks menjadi
Kjeldahl 100 ml ditimbang, lalu ditambah 0,9 senyawa yang lebih sederhana. Tahap
gram K2SO4, 0,04 HgO, dan 2 ml H2SO4 destilasi merupakan tahap reaksi
pekat. Kemudian, didestruksi di ruang asam perubahan senyawa nitrogen menjadi
sampai cairan berwarna jernih, pada alat senyawa lain. Tahap titrasi merupakan
destilasi diatur waktu dan jenis sampel yang tahap penentuan kadar nitrogen dari
akan didestruksi, sehingga setiap sampel senyawa nitrogen yang telah dipisahkan.
mempunyai waktu yang berbeda. Lalu setelah Pada percobaan ini, sampel yang
itu sampel didinginkan. Larutan sampel hasil digunakan dalam penentuan protein
destruksi tersebut dibilas dengan aquades dan adalah roti coklat, batagor ikan, cilok,
dimasukkan ke dalam alat destilasi yang telah madu, dan kelapa batok. Keenam sampel
dirangkai sebelumnya dan ditambah dengan 10 ini dijadikan sampel cair untuk
ml NaOH-Na2S2O3.5h20 (60;5), lalu mempermudah proses analisis. Dengan
dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung cara, sebanyak 0,1 gram sampel
dalam Erlenmeyer 250 ml yang sudah berisi 15 ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
ml H3BO3 3% dan 3-5 tetes indicator campuran Kjeldahl 100 ml dan ditambah tablet
metil merah-brom kresol. Destilat ditampung kjeldahl.
50-100 ml, selanjutnya destilat dititrasi dengan Sampel cair tersebut ditimbang
HCl 0,02 N yang sudah distandarisasi hingga kembali, lalu ditambah 0,9 gram K2SO4,
terjadi perubahan warna menjadi orange. 0,04 HgO. Senyawa K2SO4 dan HgO
Setelah itu, kadar protein diukur berfungsi sebagai katalisator tambahan
menggunakan rumus sebagai berikut : yang dapat mempercepat proses oksidasi
dengan menaikkan titik didih asam sulfat
Kadar N (%) = dan merubah valensi. d Kemudian
(𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑀𝑟 𝑁
x 100% ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat sebagai
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
senyawa pendestruksi. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan dengan didestruksi
Kadar protein (%) = kadar N x faktor konversi di ruang asam hingga mendidih dan
ditambahkan indikator PP agar terlihat
HASIL DAN PEMBAHASAN perubahan warna untuk pengenceran.
Protein adalah bagian utama dalam Durasi destruksi hingga mendapatkan
suatu organisme karena menjadi penyusun lebih larutan yang bening pada setiap sampel
dari 50% massa kering sebagian besar sel dapat berbeda-beda karena tergantung
Berbeda dengan karbohidrat dan lemak, protein dari komposisi setiap sampel. Larutan
terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, yang jernih mengindikasikan bahwa
nitrogen dan untuk beberapa protein terdapat seluruh padatan dalam sampel telah
unsur logam seperti besi dan tembaga. Maka terdestruksi menjadi partikel yang larut.
dari itu, penetapan jumlah protein dalam bahan Selama proses destruksi,
pangan dapat dilakukan melalui analisis kadar senyawa H2SO4 akan mendestruksi
N dalam sampel atau kadar protein kasar (crude sampel elemen karbon (C) dan hidrogen
(H) menjadi CO, CO2, dan H2O.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021
Sedangkan elemen nitrogen (N) akan berubah asam pada larutan dan mengubah warna
menjadi (NH4)2SO4. Semakin lama kontak asam analit menjadi orange dan membentuk
sulfat dengan sampel, makan proses destruksi senyawa kompleks amonium klorida.
akan berjalan semakin efektif. Maka dari itu, Jumlah asam klorida yang digunakan
kenaikan titik didih pada asam sulfat untuk titrasi setara dengan jumlah gas
dibutuhkan karena asam sulfat membutuhkan NH3 yang dibebaskan pada proses
waktu yang lama untuk menguap (Winarno, destilasi. Adapun reaksi yang terjadi
1992). Adapun reaksi yang terjadi selama selama titrasi adalah sebagai berikut:
proses destruksi adalah sebagai berikut: 2 (NH4)H2BO3+ 2 HCl 🡪 2 NH4Cl + 2
HgO + H2SO4 → HgSO4 + H2O H3BO3
2HgSO4 → HgSO4 + SO2 + 2On (Yenrina, 2015)
HgSO4 + 2H2SO4 → 2HgSO4 + 2H2O + SO2 Untuk mengetahui jumlah kadar
(CHON) + On + H2SO4 → CO2 + H2O + N dalam sampel, dilakukan perhitungan
(NH4)2SO4 menggunakan rumus berikut ini :
(Winarno, 1992) Kadar N (%) =
Lalu setelah itu sampel didinginkan dan (𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑀𝑟 𝑁
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x
dibilas dengan aquades untuk menetralkan
suasana asam. Pendinginan dilakukan hingga 100%
suhu sampel mencapai suhu ruang untuk Volume blanko (Vb) yang
memastikan reaksi sebelumnya benar-benar diperoleh dalam percobaan ini sebesar
selesai. Selain itu menurut Nielsen (2010), 0,11 ml dengan faktor konversi mr N
ammonium sulfat (HgSO4) yang terbentuk sebesar 14,007 agar perhitungan semakin
selama proses destruksi dapat bereaksi dengan akurat. Setelah diperoleh persentase
HgO membentuk senyawa kompleks merkuri- kadar N dalam bahan, maka kadar protein
amonia. Sehingga dengan proses pendinginan, kasar dapat ditentukan dengan rumus
senyawa kompleks merkuri-amonia yang sebagai berikut :
terbentuk akan dipecah kembali menjadi Kadar protein (%) = kadar N x faktor
amonium sulfat. konversi
Kemudian, larutan yang telah Nilai faktor konversi pada rumus ini
didinginkan dimasukkan kembali ke dalam alat tergantung pada komposisi suatu bahan.
destilasi yang telah dirangkai sebelumnya dan Berdasarkan sumber literatur, diketahui
ditambah dengan 10 ml NaOH-Na2S2O3.5 H2O bahwa rata-rata protein secara alamiah
(60:5) untuk dilakukan destilasi. Proses mengandung unsur N sebesar 16%
destilasi ini dilakukan untuk mempercepat dengan nilai FK secara umum adalah
reaksi pemecahan (NH4)2SO4.NaOH. 6,25. Dalam percobaan ini diketahui
Kemudian, hasil destilasi ditampung bahwa untuk sampel madu digunakan FK
dalam Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 15 sebesar 6,25, untuk sampel kelapa batok
ml H3BO3 3% dan 3-5 tetes indikator campuran digunakan FK sebesar 5,30, untuk
metil merah-brom kresol. Senyawa H3BO3 sampel batagor ikan digunakan FK
digunakan untuk menangkap amonia yang daging sebesar 6,25, dan untuk sampel
dibebaskan selama proses destilasi berlangsung. roti coklat serta cilok digunakan FK
Sedangkan indikator campuran metil merah- tepung sebesar 5,70. Sehingga diperoleh
brom kresol digunakan untuk mengetahui persentase protein kasar sebagai berikut:
suasana asam larutan, karena proses destilasi Tabel 1. Hasil perhitungan kadar protein
membantu untuk mengubah suasana asam kasar pada sampel
menjadi basa. Pengulangan
Destilat sebanyak 50-100 mL, Sampel
selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,02 N yang
1 2
sudah distandarisasi hingga terjadi perubahan
warna. Pada awal titrasi, senyawa NH3 akan
bereaksi dengan HCl menghasilkan NH4Cl. Roti 7,2 % 7,21 %
Karena digunakan HCl berlebih, maka ketika coklat
NH3 habis bereaksi, HCl akan memberi suasana
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021
% 𝑃 = 1.14 % 𝑥 6.25 %𝑁
((0.18 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
% 𝑃 = 7.10 % = 𝑥 100%
816.8
% 𝑁 = 0.012 %
Sampel Cilok 1 Kadar Protein
Kadar Nitrogen % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘
%𝑁 % 𝑃 = 0.012 % 𝑥 6.25
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% % 𝑃 = 0.066 %
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁
((3.11 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100% Sampel Madu 2
504.8
Kadar Nitrogen
% 𝑁 = 0.82 %
%𝑁
Kadar Protein ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
% 𝑃 = 0.82 % 𝑥 5.70 %𝑁
((0.15 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
% 𝑃 = 4.70 % = 𝑥
523.8
100%
Sampel Cilok 2 % 𝑁 = 0.01 %
Kadar Nitrogen Kadar Protein
%𝑁 % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% % 𝑃 = 0.01 % 𝑥 6.25
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁 % 𝑃 = 0.066 %
((3.10 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100%
501.8
Sampel Kelapa Batok 1
% 𝑁 = 0.83 %
Kadar Nitrogen
Kadar Protein
%𝑁
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
% 𝑃 = 0.83 % 𝑥 5.70 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
% 𝑃 = 4.71 % %𝑁
((0.32 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
=
514.7
Sampel Madu 1 𝑥 100%
Kadar Nitrogen % 𝑁 = 0.057 %
%𝑁 Kadar Protein
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
𝑊𝑆 (𝑚𝑔) % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021