Anda di halaman 1dari 66

Nama Asisten: Insan Fadhil

Tgl Praktikum: 26 April 2021


Tgl Pengumpulan: 12 Mei 2021

PRAKTIKUM BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN ANTINUTRISI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Reina Angelica (240210190060), 2Geby Kurniaty (240210190061), 3Putri Almameira
(240210190062), 4Eva Sriyuni Debiana (240210190063), 5Priscilla Christhianthi
(240210190064), 6Rizha Gustian Firdaus (240210190065)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan kimia yang ditambahkan pada produk
pangan bertujuan untuk memperbaiki karakteristik sifat produk agar memiliki kualitas yang
diinginkan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi standar yang ditetapkan sudah
sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk
mengidentifikasikan keberadaan formalin, asam sianida dan boraks dalam beberapa bahan
pangan. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel pada uji kromatopic acid
formalin menghasilkan seluruh sampel bahan pangan menunjukkan reaksi positif. Lalu, uji nyala
boraks didapatkan sampel rolade dan sosis tidak dihasilkan nyala api hijau yang menandakan
bahwa sampel tersebut tidak mengandung boraks. Sedangkan pada beberapa komponen mie ayam
terdapat nyala api berwarna hijau yang menandakan sampel tersebut mengandung boraks. Selain
itu, pada uji kadar HCN diperoleh rata-rata sebesar 0,0011065%
Kata Kunci: Uji Sianida, Uji Formalin, Uji Boraks

PENDAHULUAN Penggunaan BTP sangat penting


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan dalam industri pengolahan pangan,
Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/88, terutama BTP golongan pengawet karena
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan dapat memperpanjang umur simpan
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai produk, meningkatkan cita rasa,
komposisi utama makanan dan tidak memperbaiki warna, serta tekstur produk
mempunyai nilai gizi namun sengaja pangan. Meskipun dmeikian, jenis serta
ditambahkan kedalam makanan untuk dosis BTP tetap harus diperhatikan sesuai
mempengaruhi sifat dan bentuk makanan dalam peraturan yang berlaku untuk menjaga
proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, keamanan pangan. Menurut Peraturan
perlakuan, pengepakan, pengemasan, Pemerintah Republik Indonesia Nomor
penyimpanan atau pengangkutan makanan 28 Tahun 2004, keamanan pangan
(Winarno, 1992). Sehingga penambahan BTP merupakan kondisi serta upaya
bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi, mencegah pangan dari berbagai
memperbaiki nilai sensori, organoleptik, serta kemungkinan cemaran yang dapat
memperpanjang umur simpan makanan. membahayakan kesehatan manusia
Menurut Saparinto (2006) dikutip (Anissa, 2015 dikutip dalam Rofieq,
dalam Rofieq (2017), menurut sumbernya 2017). Namun sayangnya, saat ini
bahan tambahan pangan dapat terbagi menjadi terdapat beberapa industri pangan yang
dua kelompok, yaitu alami serta buatan. masih menggunakan BTP berbahaya
Kelompok BTP alami merupakan bahan yang seperti formalin dan boraks untuk
terdapat dalam jumlah yang sangat kecil di menekan biaya produksi dan memeroleh
pangan akibat dari suatu proses pengolahan. keuntungan pribadi.
Sedangkan kelompok BTP sintesis merupakan Tujuan dari praktikum kali ini
bahan tambahan dari luar yang ditambahkan adalah untuk mengidentifikasikan
guna meningkatkan kualitas pangan tersebut. keberadaan boraks, formalin, dan
pewarna tekstil dalam beberapa bahan pangan. labu destilasi yang telah berisi 50 mL
akuades. Kemudian ditambahkan 5 mL
METODOLOGI H3PO4 10% dan didestilasi
menggunakan alat destilasi uap secara
Alat dan Bahan perlahan hingga diperoleh 100 mL
Alat yang digunakan pada praktikum kali destilat yang ditampung dalam
ini adalah cawan porselen, corong, erlenmeyer, erlenmeyer berisi 10 mL akuades. Lalu 1-
klem, labu destilasi, labu ukur, magnetic stirrer, 2 mL destilat diambil ke dalam tabung
magnetic stirrer bar, neraca analitik, pipet tetes, reaksi dan ditambahkan 5 mL larutan
pipet ukur, rangkaian alat destilasi, statif, Asam Kromatofat 0.5% dalam H2SO4
tabung reaksi, tanur, dan vortex mivxer. 60% yang dibuat segar/ langsung.
Bahan yang digunakan pada praktikum Pembuatan H2SO4 dibantu
kali ini adalah air, akuades, indikator ferro menggunakan alat magnetic stirrer dan
amonium sulfat (FAS) 40%, larutan asam fosfat magnetic stirrer bar. Kemudian tabung
(H3PO4) 10%, larutan asam kromatofat 0,5%, di vortex mixer agar homogen dan
larutan metanol, larutan asam nitrat (HNO3) 6 dipanaskan dalam penangas air mendidih
N, larutan asam sulfat (H2SO4) 60%, larutan selama 15 menit dan diamati perubahan
asam sulfat (H2SO4) 95-97%, larutan amonium warna yang terjadi.
tiosianat (NH4CNS) 0.02 N, larutan perak nitrat
(AgNO3) 0.02 N, metanol, dan sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Asam Sianida (HCN)
Metode Praktikum HCN (Asam Sianida) atau asam
Penetapan Asam Sianida (HCN) biru mempunyai berat molekul 27, sukar
Langkah pertama yaitu sampel ditimbang terionisasi dan mudah berdifusi.
± 20 gram dalam labu ukur dan ditambahkan 50 Hidrogen Sianida merupakan racun yang
mL akuades. Kemudian disiapkan erlenmeyer dapat larut dalam air. Cara mengurangi
yang berisi 50 mL perak nitrat (AgNO3) 0.02 N kandungan racunnya dengan perebusan,
serta 2 mL HNO3 6 N dan didestilasi hingga pengukusan, serta perendaman dalam air.
diperoleh 200-300 mL destilat. Destilat yang HCN ditetapkan kadarnya dengan
terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 500 metode Argentometri Volhard. Analisis
mL dan ditambahkan dengan akuades, lalu kadar asam sianida ditentukan dengan
dihomogenkan. Kemudian 50 mL larutan menggunakan metode argentometri
tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 (volhard) dimana ion Ag+ dari ion
mL dan ditambahkan 1 mL indikator FAS 40%. AgNO3 bereaksi dengan CN- dari HCN
Larutan tersebut dititrasi dengan larutan membentuk endapan AgCN berwarna
NH4CNS 0.02 N hingga terbentuk endapan putih, reaksi tersebut terus berlangsung
merah bata. sampai uap HCN habis.
Dasar titrasi ini adalah
Uji Nyala Boraks pembentukan ion kompleks yang sangat
Langkah pertama yaitu sampel ditimbang stabil Ag(CN)2-.
sebanyak 1 gram menggunakan neraca analitik 2CN- + Ag+ Ag(CN)2-
dan dimasukan ke dalam cawan porselen. Titik akhir titrasi didasarkan atas
Kemudian sampel diabukan dalam tanur penampilan kekeruhan akibat
bersuhu 600 oC selama ± 3-5 jam. Sampel pengendapan perak sianida, yang
ditambahkan 8 tetes asam sulfat pekat (95-97%) dituliskan :
serta 1 ml metanol. Abu sampel dibakar dengan Ag+ + Ag(CN)2 - 2AgCN
hati-hati dalam ruang asam. Lalu diamati dan Endapan AgCN sendiri berwarna
catat warna nyala api yang terbentuk dari setiap putih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
sampel. KSCN menggunakan indikator Ferri, ion
Ag+ dari AgNO3 bereaksi dengan SCN-
Uji Kromatopic Acid Formalin dari KSCN membentuk endapan.
Langkah pertama yaitu sampel ditimbang AgSCN. Ag+ + SCN- → AgSCN
sebanyak ± 30 gram dan dimasukan ke dalam
Beberapa proses pengolahan untuk yang terbaik digunakan yaitu
mengurangi kadar HCN, antara lain dengan cara spektrofotometer Uv-Vis karena
pencucian, perendaman, pemasakan, dan memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.
pengeringan.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Uji Kromatopic Acid Formalin
(SNI) tahun 2006 tentang kandungan bahan Formalin atau formaldehid
tambahan pangan bahwa jumlah sianida yang merupakan bahan tambahan kimia
diperbolehkan pada makanan yaitu 1 mg/kg. dengan rumus umum HCHO. Senyawa
Artinya tiap kilogram berat badan orang hanya formalin ini dapat berperan sebagai
boleh mengkonsumsi 1 mg sianida. pengawet karena gugus aldehidnya
Perendaman dan perebusan yang mudah bereaksi dengan protein dan
berulang hanya dapat menghilangkan kadar membentuk senyawa methylene (-
HCN 50% serta terjadi pengurangan kadar NCHOH). Protein yang terikat tersebut
organoleptik dalam bahan pangan secara tidak dapat digunakan oleh
kontinyu. Cara tersebut membutuhkan waktu mikroorganisme dan virus sehingga
yang lama dan penurunan kadar HCN yang produk yang berformalin akan menjadi
belum optimal. Salah satu cara yang dapat awet. Selain itu, penambahan formalin
menurunkan kadar HCN secara optimal adalah juga dapat membuat tekstur produk
perendaman dengan menggunakan natrium menjadi tidak mudah rapuh / lebih elastis.
bikarbonat (NaHCO3). Perendaman dalam Penggunaan formalin dalam
larutan natrium bikarbonat konsentrasi 4% industri pangan telah dilarang dalam
mampu mempengaruhi permeabilitas dinding Permenkes RI No.033 tahun 2012,
sel sehingga senyawa HCN dapat dikeluarkan tentang Bahan Tambahan Pangan, pada
dari dalam sel. lampiran II tentang bahan yang dilarang
Perbandingan metode kualitatif asam digunakan sebagai BTP (Suryadi,
sianida yang paling sederhana yaitu Kurniadi, & Melanie, 2010). Hal ini
menggunakan kertas pikrat Uji kualitatif disebabkan formalin bersifat karsinogen
menggunakan metode kertas pikrat digunakan dan tidak dapat dicerna dalam tubuh
sebagai kertas indikator untuk menentukan ada (Purawisastra & Sahara, 2011). Menurut
atau tidaknya sianida yang dalam maserat IPCS (International Programme on
tersebut. Kertas pikrat ini sebelumnya dari Chemical Safety), ambang batas toleransi
kertas saring yang telah dicelupkan ke dalam formalin secara umum di dalam tubuh
larutan asam pikrat jenuh. Warna awal kertas maksimal 1000 ppm atau 1 mg/L. Dalam
pikrat yaitu warna kuning dan akan berwarna dosis yang rendah, formalin akan larut
merah bata jika kertas pikrat tersebut terkena dalam air dan dibuang ke luar bersama
uap sianida. Perubahan warna kertas pikrat dari cairan tubuh. Namun, ketika imunitas
kuning ke merah bata merupakan hasil reaksi tubuh rendah, formalin dalam dosis
antara ion pikrat (PO-) dengan ion H+ dari rendah pun dapat mempengaruhi kondisi
sianida. Reaksi ini akan terjadi jika asam pikrat kesehatan (Farida, 2010). Dalam dosis
dan HCN mengion. Kondisi optimum untuk yang tinggi, akan terjadi reaksi kimia
terjadinya reaksi tersebut yaitu pada pH 10,8. pada seluruh zat di dalam sel yang
Sehingga perlu ditambahkan larutan NaHCO3 menekan fungsi sel dan menyebabkan
agar dapat menjamin ion pikrat stabil dan kematian pada sel (Saptarini, Wardati, &
mampu menangkap H+ dari sianida. Karena H+ Supriatna, 2011). Selain itu, konsumsi
setara dengan HCN, maka perubahan warna formalin dalam jangka panjang dapat
kertas pikrat merupakan fungsi dari konsentrasi menimbulkan infeksi tenggorokan,
HCN. Kertas pikrat yang diletakkan di atas gangguan pencernaan, diare, sakit
maserat yang dipanaskan berubah dari warna kepala, hipertensi, kerusakan organ (hati,
kuning menjadi warna merah bata. Ini berarti jantung, otak dan limpa, pankreas, ginjal)
uap yang muncul dari pemanasan maserat serta kerusakan sistem saraf pusat
tersebut mengandung sianida yang dibuktikan (Saparinto, 2008).
oleh warna merah bata pada kertas pikrat Namun masih terdapat beberapa
tersebut. Sedangkan untuk metode kuantitatif industri pangan yang menggunakan
formalin sebagai bahan pengawetnya. Oleh Gambar 1. Reaksi antara formalin dan
karena itu dilakukan analisis kualitatif formalin asam kromatofat
pada beberapa sampel bahan pangan yang Kemudian larutan tersebut di
dilakukan dengan menggunakan metode vortex mixer agar homogen dan
kromatopic acid. Metode ini berprinsip pada dipanaskan dalam penangas air mendidih
perbedaan titik didih pada proses destilasi atau selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk
pemisahan zat cair dari campurannya. Metode mempercepat laju reaksi.
ini dianggap paling efektif karena formaldehid Berdasarkan hasil pengamatan
merupakan senyawa berbentuk gas yang mudah pada 6 sampel bahan pangan, yaitu cilok
menguap serta memiliki titik didih yang rendah, edan (A), cilok pedo (B), cilok RR (C),
yaitu -190 oC. tahu targana (D), tahu macakar (E), tahu
Pada pengujian ini, diujikan pada balok (F), molase (G) dengan 2 indikator
beberapa sampel bahan pangan dengan positif (i+) dan negatif (i-). Diketahui
indikator blanko sebagai pembanding bahwa seluruh sampel bahan pangan
pengujian. Mula-mula sampel bahan pangan menunjukkan reaksi positif dengan
ditimbang sebanyak ± 30 gram. Sampel ini telah terbentuknya warna ungu pada larutan
dihaluskan terlebih dahulu supaya yang sama seperti blanko indikator
mempermudah proses analisis. Kemudian positif. Hasil ini menunjukan bahwa
sampel dimasukan ke dalam labu destilasi yang masih banyak industri pangan yang
telah berisi 50 mL akuades dan didiamkan menggunakan formalin untuk pengawet
selama 30 menit agar sampel dapat larut dalam makanan.
air. Kemudian ditambahkan 5 mL asam fosfat
10% yang berperan untuk mempercepat reaksi Uji Nyala Boraks
antara formalin dan asam kromatofat. Boraks atau sodium tetra borate
Larutan ini kemudian didestilasi decahydrate merupakan mineral dengan
menggunakan alat destilasi uap secara perlahan senyawa borat yang berbentuk kristal
hingga diperoleh 100 mL destilat yang putih, tidak berbau, larut dalam air dan
ditampung dalam erlenmeyer berisi 10 mL memiliki toksisitas rendah namun dapat
akuades. Hasil destilat dipindahkan sebanyak 1- memberikan efek insektisidal. Boraks
2 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dapat berperan sebagai pengawet karena
5 mL larutan Asam Kromatofat membunuh pertumbuhan
(C10H6O8S2Na2.2H2O) 0.5% dalam asam mikroorganisme. Selain itu, penambahan
sulfat 60% yang dibuat segar / langsung dengan boraks juga dapat membuat tekstur
bantuan alat magnetic stirrer dan magnetic produk menjadi lebih lentur / elastis.
stirrer bar. Penambahan larutan asam Namun, penggunaan boraks
kromatofat dalam asam sulfat ini akan bereaksi dalam bidang pangan telah dilarang
untuk mengikat formalin agar terlepas dari karena boraks bersifat toksik dan
bahan dan terkondensasi menjadi senyawa membahayakan manusia sebagimana
kompleks 3,4,5,6-dibenzoxanthylium yang diatur dalam Peraturan Menteri
berwarna merah keunguan (Widyaningsih dan Kesehatan Nomor:
Murtini, 2006). Warna merah keunguan yang 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang
dihasilkan merupakan indikator positif adanya BTP (Issusilaningtyas & Swandari,
kandungan formalin dalam sampel tersebut. 2016).
Semakin tua warna yang terbentuk, maka Menurut penelitian U. S.
semakin banyak pula intensitas formalin dalam Environmental Protection Agency,
bahan tersebut. boraks telah teruji mengandung toksik
Berikut reaksi yang terjadi antara sebesar LD50 of 4550 to 4980 mg/kg.
formalin dan asam kromatofat: Dampak dari mengonsumsi makanan
yang mengandung boraks tidak akan
terasa secara langsung, namun boraks
akan menumpuk dalam tubuh
(Issusilaningtyas & Swandari, 2016).
Dalam jangka panjang, konsumsi
makanan yang mengandung boraks dapat Na2B4O7(s) + H2SO4(aq) + 5 H2O(l) →
menyebabkan iritasi saluran pernapasan, kulit, 4 H3BO3(s) + Na2SO42-(aq)
sistem pencernaan, dan dapat berdampak kronis
berupa gangguan sistem organ, reproduksi, H3BO3(s) + 3 CH3OH(l) → B(OCH3)
neurotoksik, dan nefrotoksik (Utami,2015). (s) + 3 H2O(l)
Dampak kronis dari asam borat dan (Sumber: Svehla, 1985)
senyawanya akan terlihat apabila dosis boraks
mencapai 0,2 mg/kg per harinya. Menurut Berdasarkan hasil pengamatan
USDA (2006), kematian pada orang dewasa diatas, dapat diketahui bahwa pada
akibat konsumsi makanan yang mengandung sampel rolade dan sosis tidak dihasilkan
boraks dapat terjadi dalam dosis sebesar 15-25 nyala api hijau yang menandakan bahwa
gram, sedangkan pada anak dalam dosis sebesar sampel tersebut tidak mengandung
5-6 gram (Issusilaningtyas & Swandari, 2016). boraks. Sedangkan pada beberapa
Namun masih terdapat beberapa komponen mie ayam terdapat nyala api
industri pangan yang menggunakan boraks berwarna hijau yang menandakan sampel
sebagai bahan pengawetnya. Oleh karena itu tersebut mengandung boraks. Hasil ini
dilakukan analisis kualitatif boraks pada menunjukan bahwa masih terdapat
beberapa sampel bahan pangan yang dilakukan industri pangan yang menggunakan
dengan menggunakan metode uji nyala. Metode boraks untuk pengawet makanan.
ini merupakan metode pengujian paling
KESIMPULAN
sederhana karena hanya membandingkan warna
nyala api yang dihasilkan dari sampel. Serbuk Kesimpulan dari praktikum bahan
boraks murni (blanko) apabila dibakar akan tambahan pangan kali ini adalah uji
menghasilkan nyala api berwarna hijau, kromatopic acid formalin menghasilkan
sehingga dapat diketahui bahwa nyala api
seluruh sampel bahan pangan
warna hijau merupakan indikator positif
mengandung boraks. Intensitas terang warna menunjukkan reaksi positif dengan
hijau pada nyala api menunjukkan tingginya terbentuknya warna ungu pada larutan
kadar boraks dalam sampel. yang sama seperti blanko indikator
Pada pengujian boraks ini, diujikan positif. Di samping itu, uji nyala boraks
pada beberapa sampel bahan pangan dengan didapatkan sampel rolade dan sosis tidak
indikator blanko sebagai pembanding dihasilkan nyala api hijau yang
pengujian. Mula-mula sampel yang telah menandakan bahwa sampel tersebut
dihaluskan ditimbang sebanyak 1 gram tidak mengandung boraks. Sedangkan
menggunakan neraca analitik dan dimasukan ke pada beberapa komponen mie ayam
dalam cawan porselen. Kemudian sampel terdapat nyala api berwarna hijau yang
diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC selama ± menandakan sampel tersebut
3-5 jam. Setelah menjadi abu, sampel
mengandung boraks. Selain itu, pada uji
ditambahkan 8 tetes asam sulfat pekat (95-97%)
kadar HCN diperoleh rata-rata sebesar
serta 1 ml metanol. Abu sampel dibakar dengan
hati-hati dalam ruang asam. 0,0011065%.
Menurut Marwati (2012), asam sulfat DAFTAR PUSTAKA
berperan sebagai katalisator serta membantu Farida I. 2010. Bahaya Paparan Formalin
menguraikan boraks menjadi asam borat. terhadap Tubuh.
Kemudian asam borat tersebut akan bereaksi http://cheminterconnected.spaces.
dengan metanol menghasilkan senyawa live.c om
kompleks trimetil borat (CH3O)3B yang Issusilaningtyas, E., & Swandari, M. T.
apabila terbakar akan menghasilkan warna K. (2016). Analisis kandungan
nyala api hijau. Trimetil borat senyawa boraks sebagai zat pengawet pada
merupakan yang memiliki titik didih rendah jajanan bakso. J. Kesehatan Al-
sehingga sangat mudah terbakar. Reaksi yang Irsyad (JKA), 9(1), 52–58.
terjadi dalam bahan yang diujikan adalah
sebagai berikut:
Marwati, S. 2012. Ekstraksi dan Preparasi Zat
Warna Alami sebagai Indikator Titrasi
Asam Basa. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta: Yogyakarta
Purawisastra, S., & Sahara, E. (2011).
Penyerapan Formalin Oleh Beberapa
Jenis Bahan Makanan Serta
Penghilangannya Melalui Perendaman
Dalam Air Panas. Pgm, 34(1), 63–74.
Rofieq, A. (2017). ANALISIS BAHAN
TAMBAHAN PANGAN
BERBAHAYA DALAM JAJANAN DI
LINGKUNGAN SEKOLAH
MENENGAH ATAS PROPINSI JAWA
TIMUR INDONESIA. Prosiding
Seminar Nasional III, 75–83.
Saparinto C, Hidayati D. Bahan Tambahan
Pangan. 2006. Kanisius: Yogyakarta
Saptarini, N. M., Wardati, Y., & Supriatna, U.
(2011). Deteksi Formalin Dalam Tahu di
Pasar Tradisional Purwakarta. Jurnal
Penelitian Sains Dan Teknologi, 1(2),
37–44.
Suryadi, H., Kurniadi, M., & Melanie, Y.
(2010). Analisis Formalin Dalam Sampel
Ikan Dan Udang. Majalah Ilmu
Kefarmasian, VII(3), 16–31.
https://doi.org/10.7454/psr.v7i3.3458
Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif. Media Pusaka.
Jakarta.

Utami, D. K. (2015). The Effect of Borax


on Male Reproductive System. Journal
Majority, 4(November), 75–80.

Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 .


Formalin. Penerbit Trubus Agrisarana:
Surabaya
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
PT.Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil Penetapan Asam Sianida


Sampe g mg Mg V Mg ek Mg %HC rata-
l sampel titrasi HCN N rata
(ml)

12 jam 20,003 20003, 0,2000 8,10 0,0102 0,2754 0,0008 0,0011


2 2 320 30 065

20,003 20003, 0,2000 7,9 0,0102 0,2767 0,0013


3 3 390 5 5 83

Sampel 1:

Kadar sianida (HCN) (%bb) = [(volume blanko x N NH4CNS) - (volume sampel x N


NH4CNS)] x BE HCNx100%/ berat sampel (mg)

= [(8,4 x 0,0205)-(8,10 x 0,0205)] x 27 x 100% / 20003,2

= 0,000830%

Sampel 2:

Kadar sianida (HCN) (%bb) = [(volume blanko x N NH4CNS) - (volume sampel x N


NH4CNS)] x BE HCNx100%/ berat sampel (mg)

= [(8,4 x 0,0205)-(7,9 x 0,0205)] x 27 x 100% / 20003,3

= 0,001383%

Tabel 2. Hasil Pengamatan Identifikasi Formalin


Kode Hasil Keterangan

A1 + warna ungu semu

A2 + warna ungu

B1 + warna ungu semu

B2 + warna ungu semu

C1 + warna ungu semu

C2 + warna ungu semu

D1 + warna ungu semu

D2 + warna ungu semu

E1 + warna ungu semu

E2 + warna ungu semu


F1 + warna ungu semu

F2 + warna ungu semu

G1 + warna ungu

G2 + warna ungu

indikator (+) + warna ungu

indikator (-) - warna jingga muda

Tabel 3. Hasil Pengamatan Identifikasi Boraks


Kode Hasil Keterangan

A1 + Mie ayam (banyak komponennya)

A2 +

B1 -

B2 -

C1 -

C2 -

D1 +

D2 +

E1 -

E2 -

F1 -

F2 -

G1 +

G2 +
H1 +

H2 +

I1 +

I2 +

J1 +

J2 +

K1 - Rolade

K2 -

L1 - Sosis

L2 -
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : Rabu, 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : Rabu, 07 April 2021

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR ABU


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Reina Angelica (240210190060), 2Geby Kurniaty (240210190061), 3Putri Almameira
(240210190062), 4Eva Sriyuni Debiana (240210190063), 5Priscilla Christhianthi
(240210190064), 6Rizha Gustian Firdaus (240210190065)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya


Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax.
(022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK

Kadar abu suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut. Kadar
abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan
pangan. Prinsip metode pengabuan basah yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
dilakukan pengabuan. Tujuan analisis mengenai kadar abu pada suatu bahan pangan agar kita
mengetahui kandungan mineral atau parameter nilai gizi yang ada dalam suatu bahan pangan,
serta mengetahui bagaimana kualitas bahan pangan tersebut dilihat dari tinggi rendahnya kadar
abu total. Pada praktikum ini menggunakan data sampel dengan kode J2 yaitu sampel fermentasi,
sample fermentasi banyak jenisnya dapat berupa tempe, tapai, peyeum, tauco, dan lainnya.
Berdasarkan praktikum kali ini, hasil analisis kadar abu dalam sampel fermentasi adalah 0,1596%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel fermentasi pada praktikum ini masih berada di batas
aman untuk dikonsumsi. Kadar abu tergantung dari berat bahan yang dianalisis dan lamanya
fermentasi yang dilakukan. Kadar abu berbanding lurus dengan berat bahan dan berbanding
terbalik dengan lamanya fermentasi.

Kata kunci: fermentasi, kadar abu, pengabuan basah.

digunakan, dan sebagai penentu parameter


PENDAHULUAN nilai gizi suatu bahan makanan (Danarti,
2006).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil Terdapat dua jenis pengabuan yaitu
pembakaran suatu bahan. Kadar abu suatu pengabuan kering dan pengabuan basah.
bahan erat kaitannya dengan kandungan Prinsip metode pengabuan kering yaitu
mineral bahan tersebut. Berbagai mineral dengan membakar bahan pangan atau
dalam bahan ada didalam abu pada saat mengabukannya dalam suhu yang sangat
bahan dibakar (Legowo dan Nurwantoro, tinggi. Penentuan kadar abu berhubungan
2004). erat dengan kandungan mineral yang ada
Kadar abu merupakan campuran dalam bahan, kemurnian, serta kebersihan
dari komponen anorganik atau mineral yang suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan ditentukan berdasarkan kehilangan berat
pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan setelah pembakaran dengan syarat titik akhir
air, sedangkan sisanya merupakan unsur- pembakaran dihentikan sebelum terjadi
unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat dekomposisi dari abu tersebut. Sedangkan
digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain prinsip pengabuan basah yaitu bahan
untuk menentukan baik atau tidaknya suatu ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang dilakukan pengabuan (Apriyanto-no &
Fardian, 1989). Fungsi dari mengetahui yang konstan lakukan proses pengkonstanan
kadar abu tersebut yaitu mengetahui bahwa kembali.
semakin tinggi kadar abu suatu bahan Setelah didapatkan cawan yang
pangan, maka semakin buruk pula kualitas konstan, lalu sampel yang akan diuji
dari bahan pangan tersebut (Sudarmadji, ditimbang dengan menggunakan neraca
2003). analitik sebanyak 2 gram dan diletakkan
Tujuan analisis mengenai kadar abu dalam cawan porselen yang telah
pada suatu bahan pangan agar kita dikonstankan sebelumya, bahan yang akan
mengetahui kandungan mineral atau diuji sebaiknya dihaluskan terlebih dahulu
parameter nilai gizi yang ada dalam suatu atau bahan yang memiliki dimensi yang
bahan pangan, serta mengetahui bagaimana kecil. Selanjutnya, bahan yang telah
kualitas bahan pangan tersebut dilihat dari ditimbang dipijarkan dalam tanur selama
tinggi rendahnya kadar abu total. kurang lebih 5 jam hingga didapatkan bahan
berbentuk abu putih. Kemudian, cawan
METODOLOGI porselen yang berisi abu diletakkan di dalam
desikator selama 30 menit, selanjutnya
Alat dan Bahan ditimbang dengan menggunakan neraca
Alat yang digunakan dalam analitik, ulangi prosedur hingga
praktikum ini yaitu cawan porselen, mendapatkan berat yang konstan.
desikator, krustang, neraca analitik, dan Setelah didapatkan berat abu yang
oven. Sedangkan bahan yang digunakan konstan selanjutnya hitung kadar abu
yaitu sampel fermentasi. dengan perhitungan sebagai berikut :
1. Kadar abu (wet basis) =
Prosedur
Prosedur yang dilakukan dalam 𝑎−𝑏
𝑐
x 100%
praktikum ini pertama dilakukan
pengkonstanan cawan, cawan yang
2. Kadar abu (dry basis) =
digunakan adalah cawan porselen. Yang
dilakukan pertama adalah timbang cawan 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 % (𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠)
porselen dengan neraca analitik, selanjutnya 100− 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 %(𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠)
x 100%
dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu
550oC selama 30 menit, selanjutnya cawan Keterangan:
dimasukkan kedalam desikator selama 30
menit. Lalu cawan ditimbang dengan 1. a = berat cawan porselen dan sample
menggunakan neraca analitik untuk akhir (gram)
mengetahui ke konstanan cawan tersebut, 2. b = berat cawan porselen kosong
selanjutnya jika belum didapatkan berat (gram)
3. c = berat sample awal (gram)

HASIL DAN PEMBAHASAN


kandungannya bergantung dari bahan yang
Kadar abu dalam suatu bahan diuji dan cara pengabuannya karena cara
banyak diartikan sebagai ketersediaan pengabuan dilakukan dengan suhu yang
mineral dalam suatu bahan, yang dimana tinggi (Sudarmadji, 1989). Penentuan kadar
kadar abu merupakan konsentrasi dari garam abu dikatakan sebagai penentuan kandungan
organik dan anorganik yang ada dalam mineral juga karena jika hanya menentukan
bahan seperti natrium, kalium, fosfat, asam kandungan mineralnya saja dianggap sangat
oksalat, pektat, dan lainnya (Yuniarifin, H., sulit, oleh karena ini dalam penentuannya
Bintoro, V. P., & Suwarastuti, A. 2006). dilakukan dengan pangabuan atau
Selanjutnya abu dapat diartikan sebagi zat menentukan sisa pembakaran dari garam
anorganik yang dimana dihasilkan dari sisa mineral yang ada (Sunartaty, R., & Yulia, R.
hasil pembakaran bahan oeganik yang 2017).
Penentuan kadar abu dilakukan Selanjutnya setelah cawan
melalui pengoksidasi semua zat organik dipijarkan dalam tanur, diletakkan ke dalam
yang ada dalam bahan dengan suhu yang desikator. Desikator merupakan alat yang
tinggi, umumnya digunakan suhu 500- didalamnya terdapat silika gel yang berguna
600°C namun pada praktikum ini dilakukan sebagai pengering dengan tujuan untuk
dengan suhu 550°C dengan menggunakan menghilangkan air, dilakukan selama 30
tanur yang umumnya selama 2 hingga 8 jam, menit karena jika bahan yang panas akan
dan dalam praktikum ini dilakukan selama mudah mengikat air yang terdapat dari udara
sekitar 5 jam. Dikatakan selesai ketika sisa sehingga jika tidak diletakkan dalam
pengabuan yang terdapat dalam cawan desikator terlebih dahulu maka sulit untuk
porselen sudah berwarna putih keabuan didapatkan berat cawan yang konstan atau
(Sudarmadji, 2007). Sebelum melakukan pengkonstanan sulit terjadi (Syamsuwida,
prosedur pengabuan dilakukan tahap D., & Aminah, A. 2008). Kemudian setelah
pengkonstanan cawan terlebih dahulu, didapatkan berat dari cawan yang konstan
pengkonstanan cawan dilakukan dengan yang dihitung dengan menggunakan neraca
memijarkannya dalam tanur yang memiliki analitik, bahan yang akan dipijarkan dalam
suhu 550°C selama 30 menit, selanjutnya tanur diletakkan di dalam cawan, lalu
disimpan ke dalam desikator selama 30 diletakkan dalam tanur dengan suhu 500-
menit sebelum ditimbang dengan 600°C selama 2 hingga 8 jam, pada
menggunakan neraca analitik. Cawan yang praktikum ini dilakukan dengan suhu 550°C
digunakan dalam analisis kadar abu harus dalam waktu 5 jam, perbedaan suhu dan
sesuai umumnya terbuat dari porselen, waktu yang digunakan tergantung dari
quartz, nikel atau platina, perbedaan bahan bahan yang akan dianalisis karena suhu dan
cawan yang digunakan tergantung dari waktu pengabuan dari bahan seperti buah
bahan serta kandungan yang akan dianalisis, dan olahannya aka berbeda dengan suhu dan
penggunaan cawan yang berbahan nikel waktu pengabuan dari bahan susu atau
umumnya untuk analisis kadar abu dengan serealia dan pengolahannya, dan suhu yang
bahan yang jumlahnya banyak, lalu jika dianjurkan hingga 600°C tidak melebihi
menggunakan cawan berbahan quartz karena dengan suhu diatas 600°C akan
umumnya digunakan untuk analisis bahan membuat beberapa zat seperti oksida yang
yang bersifat asam serta cawan berbahan berasal dari alkali serta asam klorida akan
quartz tahan akan suhu tinggi hingga 900°C, hilang dan analisisnya akan tidak baik
lalu cawan berbahan platina umumnya (Sudarmadji, 1989). Setelah dipijarkan
digunakan untuk analisis bahan yang dalam tanur selanjutnya disimpan dalam
bersifat basa, dan terakhir adalah cawan desikator selama 30 menit, lalu ditimbang
berbahan porselen yang umum digunakan dengan menggunakan neraca analitik, dan
dalam analisis karena harganya yang cukup lakukan percobaan berulang hingga
terjangkau serta pengkonstanan yang cepat didapatkan berat yang konstan.
(Sudarmadji, 1989).

Pada praktikum ini menggunakan data sampel dengan kode J2 yaitu sample fermentasi,
sample fermentasi banyak jenisnya dapat berupa tempe, tapai, peyeum, tauco, dan lainnya. Dari
data yang ada didapatkan sebagai berikut:

Kode Nama W sample W1 W2 W1+abu W2+abu W3+abu


Cawan Sample (gram) Kosong Kosong (gram) (gram) (gram)
(gram) (gram)

J2 Fermentasi 1,0026 21,1647 21,1646 21,1663 21,1664 21,1662


Berat sampel yang digunakan adalah 1,0026 perhitungan kedua berat cawan dengan abu
gram, dan dengan pengkonstanan cawan naik 0,0001 gram hal ini bisa terjadi karena
porselen sebanyak 2 (dua) kali, hal ini bahan terlalu lama berada di udara bebas dan
terjadi karena perhitungan awal berat cawan tidak langsung diletakkan dalam desikator
dan perhitungan kedua berat cawan tidak atau ketidaktepatan dalam penempatan
menunjukkan kenaikan yang berarti cawan cawan saat di dalam tanur atau saat
tidak menyerap berat air kembali, lalu penimbangan, selanjutnya dari data yang
pengkonstanan cawan dengan abu dilakukan didapatkan dihitung kadar abu basis basah
sebanyak 3 (tiga) kali hal ini karena saat atau wet basis dengan rumus :
𝑎−𝑏
Kadar abu (wet basis) = 𝑐
x 100%

a = berat cawan + abu akhir (gram)


b = berat cawan (gram)
c = berat sampel awal (gram)

Dari perhitungan didapatkan bahwa waktu fermentasi maka kadar abu yang
kadar abu basis basah kode J2 dengan terkandung dalam bahan akan semakin
sampel bahan fermentasi adalah 0,1596%, sedikit. Menurunnya kadar abu dalam bahan
menurut Permana, A. K., & Dewi, L. (2015) fermentasi seiring semakin lama waktu
bahwa kadar abu hasil fermentasi tergantung fermentasi terjadi karena semakin lama
dari berat bahan yang dianalisis serta lama waktu fermentasi maka bahan organik hasil
fermentasi yang dilakukan. Semakin banyak fermentasi akan makin tinggi dan penurunan
bahan yang digunakan maka kadar abu akan persentase dari bahan abu atau anorganik
semakin banyak selanjutnya semakin lama yang ada dalam bahan.

KESIMPULAN
aman untuk dikonsumsi. Kadar abu
Berdasarkan praktikum kali ini, tergantung dari berat bahan yang dianalisis
hasil analisis kadar abu dalam sampel dan lamanya fermentasi yang dilakukan.
fermentasi adalah 0,1596%. Hasil tersebut Kadar abu berbanding lurus dengan berat
menunjukkan bahwa sampel fermentasi bahan dan berbanding terbalik dengan
pada praktikum ini masih berada di batas lamanya fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA Salatiga. In Seminar Nasional Sains


dan Entrepreneurship II.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Rahmadi, D. (2003). Pengaruh lama
Puspitasari, Sedamawati dan S. fermentasi dengan kultur
Budiyanto, 1989. Analisis Pangan. mikroorganisme campuran terhadap
PAU Pangan dan Gizi. IPB Press. komposisi kimiawi limbah kubis. J.
Danarti, N. S. 2006. Kopi Budidaya dan Indo. Trop. Anim. Agric, 28(2), 90-94.
Penanganan Pasca Panen. Penebar Sudarmadji, Slamet dkk. 2003. Analisa
Swadaya, Jakarta. Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Legowo dan Nurwanti. 2004. Diktat Kuliah Yogyakarta.
Analisis Pangan. Fakultas Peternakan Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi.
Universitas Diponegoro, Semarang. 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Permana, A. K., & Dewi, L. (2015). Pertanian. Penerbit Liberty
Eksplorasi kualitas tempe kedelai masa Yogyakarta.
fermentasi tiga hari dan empat hari di
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono,
Universitas Gadjah Mada. dan Suhardi. (1989). Analisis Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty of Melur Seeds Storing at Extreme Low
Yogyakarta. Yogyakarta. Temperature). Jurnal Manajemen
Sunartaty, R., & Yulia, R. (2017). Hutan Tropika, 14(2), 67-73.
Pembuatan abu dan karakteristik kadar Yuniarifin, H., Bintoro, V. P., &
air dan kadar abu dari abu pelepah Suwarastuti, A. (2006). Pengaruh
kelapa. In Prosiding Seminar Nasional berbagai konsentrasi asam fosfat pada
USM (Vol. 1, No. 1). proses perendaman tulang sapi terhadap
Syamsuwida, D., & Aminah, A. (2008). rendemen, kadar abu dan viskositas
Metode Perlakuan Pendahuluan untuk gelatin. J. Indonesia Trop. Anim. Agric,
Penyimpanan Benih Melur pada Suhu 31(1), 55-61.
Sangat Rendah (Pretreatment Method
LAMPIRAN

1. Perhitungan kadar abu basis basah (wet basis) kode cawan J2 dengan sampel fermentasi

Diketahui:
1. Berat awal sample (gram) = 1,0026 gram
2. Berat cawan kosong 1 = 21,1647 gram
3. Berat cawan kosong 2 = 21,1646 gram
4. Berat cawan 1 + abu = 21,1663 gram
5. Berat cawan 2 + abu = 21,1664 gram
6. Berat cawan 3 + abu = 21,1662 gram

Jawab:
𝑎−𝑏
Kadar abu (wet basis) = 𝑐
x 100%

21,1662−21,1646
Kadar abu (wet basis) = 1,0026
x 100%

0,0016
Kadar abu (wet basis) = x 100%
1,0026

Kadar abu (wet basis) = 0,0015958507879513 x 100%

Kadar abu (wet basis) = 0,1596 %

Jadi kadar abu wet basis atau basis basah pada produk dengan kode J2 atau sampel
fermentasi adalah 0,1596%.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : Rabu, 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : Rabu, 07 April 2021

ANALISIS KADAR AIR PADA TEPUNG UMBI PORANG AFTER DORMAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Reina Angelica (240210190060), 2Geby Kurniaty (240210190061), 3Putri Almameira
(240210190062), 4Eva Sriyuni Debiana (240210190063), 5Priscilla Christhianthi
(240210190064), 6Rizha Gustian Firdaus (240210190065)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK
Air merupakan komponen terpenting yang sangat dibutuhkan untuk menunjang
keberlangsungan hidup di bumi. Dalam bidang pangan, air dapat berperan sebagai pengikat antar
molekul yang mempengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas, daya tahan, kemudahan reaksi kimia,
aktivitas enzim, dan penampilan suatu produk. Kandungan air pada bahan pangan terbagi menjadi
dua, yaitu air terikat dan air bebas. Kadar air dalam bahan pangan perlu diperhatikan, terutama untuk
kadar air bebas karena dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat
mempengaruhi mutu dan kualitas suatu produk, serta berkaitan dengan penerimaan konsumen.
Penentuan kadar air dalam suatu produk pangan dapat dilakukan dengan metode termogravimetri
yang didasarkan pada penguapan air yang terkandung dalam bahan dengan menggunakan oven serta
pengukuran berat sampel. Pada praktikum ini dilakukan pengujian kadar air terhadap sampel tepung
umbi porang setelah dorman, diketahui rata-rata kadar air basis kering sebesar 5,19%, sedangkan
untuk rata-rata kadar air basis basah sebesar 4,93%. Kadar air pada tepung umbi porang setelah
dorman tersebut memenuhi standar mutu SNI 7939: 2013, yang termasuk dalam mutu III (≤ 13%).
Kata kunci: analisis kadar udara, tepung porang, termogravimetri
Keywords: analisis kadar air, tepung porang, termogravimetri

PENDAHULUAN dalam air (Whitfield, 1976 dikutip dalam


Air merupakan senyawa kimia yang Susana, 2003).
menunjang kehidupan, berbentuk cairan yang Dalam industri pangan, air merupakan
tidak berwarna, tidak berbau dan tak ada komponen yang sangat penting yang berperan
rasanya. Air mempunyai titik beku 0°C pada sebagai pengikat antar molekul sehingga
tekanan 1 atm, titik didih 100°C dan kerapatan produk pangan tidak mudah
1,0 g/cm3 pada suhu 4°C (Schroeder, 1977 hancur. Kandungan air tersebut dapat
dikutip dalam Susana, 2003). Air memiliki memengaruhi penampilan, tekstur, cita rasa,
ukuran molekul yang kecil, umumnya bergaris serta daya tahan dari suatu produk pangan
tengah sekitar 3 A (0,3 nm atau 3x10-8 cm). (Prabhakar & Mallika, 2014). Selain itu,
Air juga memiliki ikatan yang terjadi karena kandungan air juga mempermudah terjadinya
adanya sifat polar dalam air, sehingga tempat reaksi-reaksi kimia, aktivitas enzim, dan
kedudukan atom hidrogen yang positif akan pertumbuhan mikroorganisme yang sangat
menarik tempat kedudukan oksigen yang mempengaruhi mutu dan kualitas suatu
negatif dari molekul air lainnya. Ikatan ini produk, serta berkaitan dengan penerimaan
sifatnya lemah jika dibandingkan dengan konsumen.
ikatan kovalen. Ikatan hidrogen ini
berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia Dalam industri pangan dikenal
dengan adanya istilah kadar air kritis, yaitu
batas dimana penerimaan konsumen terhadap Fischer (Nadia, 2010). Pada praktikum
suatu produk. Bila kadar air melebihi batas analisis kadar air ini dilakukan dengan dengan
kadar air kritis maka produk kemungkinan menggunakan prinsip termogravimetri, yaitu
besar ditolak oleh konsumen karena mutu metode pengeringan dan pengukuran berat
produk tersebut sudah tidak layak. Kandungan pada sampel tepung umbi porang after
air pada bahan pangan terbagi menjadi dua, dorman. Porang (Amorphophallus
yaitu air bebas (free water) dan air terserap oncophyllus Prain) merupakan tanaman yang
dalam matriks/jaringan (adsorbed water) atau telah dikenal sejak lama di Indonesia. Porang
terikat pada senyawa kimia lain (bound water). adalah jenis tanaman umbi-umbian yang
Air bebas yaitu air yang dapat dengan mudah termasuk keluarga Araceae dan kelas
dikeluarkan dari bahan, misalnya dengan Monocotyledoneae. Hasil tanaman ini berupa
pemanasan. Sedangkan, air terikat terdiri atas umbi yang mengandung glukomanan yang
(1) air yang teradsorpsi pada dinding sel dan berbentuk tepung (Dwiyono, 2009 dikutip
komponen – komponen sel misalnya pati, dalam Purwanto, 2014).
selulosa, lemak, dan lain-lain, (2) air yang Adapun tujuan dilakukannya
terikat secara kimiawi pada senyawa-senyawa praktikum pengujian kadar air ini untuk
karbohidrat (misalnya glukosa, maltosa, menganalisis kelayakan (kadar air kritis) pada
laktosa), garam (air kristal garam seperti K- sampel tepung umbi porang after dorman
tartrat), protein, dan lain lain. dengan metode thermogravimetri.

Pada bahan pangan air dinyatakan METODOLOGI


dengan aktivitas air (Aw) adalah jumlah air Alat dan Bahan
bebas yang dapat digunakan oleh Alat-alat yang digunakan dalam praktikum
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. protein ini adalah cawan alumunium,
Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan desikator, krustang, neraca analitik, dan oven.
sebagai kelembaban relatif kesetimbangan Sedangkan bahan yang digunakan dalam
(equilibrium relative humidity = ERH) dibagi praktikum kali ini yaitu sampel ubi porang
dengan 100 (Al-kahfi, 2015). after dorman.

𝑎𝑤 = ERH/ 100 Prosedur


Aktivitas air menunjukkan sifat Hal pertama yang dilakukan adalah
bahan, sedangkan ERH mendefinisikan sifat pencucian cawan alumunium dan dikeringkan
lingkungan di sekitarnya yang berada dalam menggunakan oven pada suhu 105oC selama
keadaan seimbang dengan bahan tersebut. 30 menit. Setelah itu cawan dikeluarkan dari
Pertambahan kadar air suatu bahan pangan oven menggunakan krustang dan didinginkan
pada suatu lingkungan bergantung pada ERH dalam desikator selama 15 menit. Katup pada
lingkungannya. Selain itu, dalam bahan desikator harus diputar terlebih dahulu
pangan dikenal juga kadar air yang merupakan sebelum dan setelah dibuka. Setelah
jumlah absolut air dalam bahan pangan pendinginan, dilakukan penimbangan cawan
sebagai komponen pangan.Semakin tinggi krusibel dalam neraca analitik. Kemudian
aktivitas air, maka jumlah bakteri yang dapat sampel bahan pangan yang akan diuji
tumbuh pada bahan pangan akan semakin ditimbang menggunakan neraca analitik.
besar, sementara jamur tidak menyukai Cawan alumunium yang berisi sampel
aktivitas air yang tinggi (Herawati, 2008). dipanaskan kembali dalam oven bersuhu
Maka dari itu, pengujian kadar air 105°C selama kurang lebih 3 jam. Setelah itu
dalam bahan pangan sangat penting. cawan dikeluarkan dari oven menggunakan
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan krustang dan didinginkan dalam desikator
berbagai metode seperti metode pengeringan, selama 15 menit. Kemudian cawan krusibel
destilasi, desikasi, termogravimetri, dan Karl yang berisi sampel ditimbang dalam neraca
analitik. Proses ini dilakukan berulang kali air basis kering adalah perbandingan berat air
hingga diperoleh massa cawan dan sampel pada bahan terhadap berat bahan kering.
yang konstan. Massa tersebut dihitung Penentuan kadar air dapat dilakukan
menggunakan rumus: dengan berbagai metode seperti metode
𝑊3 pengeringan, destilasi, desikasi,
% 𝑑𝑟𝑦 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100%
𝑊2 termogravimetri, dan Karl Fischer (Nadia,
𝑊3 2010). Metode yang digunakan pada
% 𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100%
𝑊1 percobaan ini yaitu thermogravimetri
Keterangan: melalui pengeringan oven dan pengukuran
massa. Akurasi pengukuran kadar air dengan
W1 = berat sampel (g)
metode thermogravimetri ini dipengaruhi
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g) oleh beberapa faktor diantaranya yaitu suhu
dan kelembaban (RH) ruang kerja, bentuk
W3 = kehilangan berat (g) wadah, ukuran dan struktur partikel sampel,
serta suhu dan tekanan udara pada ruang
oven, c)ukuran dan struktur partikel sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan SNI 01-2891-1992,
Analisis kadar air merupakan hal yang metode thermogravimetri ini dilakukan
penting dilakukan, terutama dalam bidang dengan prinsip penguapan air yang
pangan. Hal ini karena kadar air sangat terkandung dalam bahan dengan
mempengaruhi mutu dan kualitas suatu menggunakan panas yang berasal dari oven
produk, serta berkaitan dengan penerimaan pada suhu 105-1100C selama 6 jam hingga
konsumen. Dalam industri pangan dikenal diperoleh berat bahan konstan (Daud, Suriati,
dengan adanya istilah kadar air kritis, yaitu & Nuzulyanti, 2019). Suhu ini digunakan
batas dimana penerimaan konsumen terhadap karena pada suhu tersebut di dalam oven air
suatu produk. Bila kadar air melebihi batas akan berubah menjadi uap. Pengeringan ini
kadar air kritis maka produk kemungkinan bertujuan supaya wadah benar-benar kering
besar ditolak oleh konsumen karena mutu serta tidak ada air yang tertinggal di
produk tersebut sudah tidak layak. Karena dalamnya.
kadar air pada bahan pangan menentukan Kemudian dilakukan pendinginan
kualitas dan ketahanan pangan terhadap sampel dan cawan menggunakan desikator
kerusakan yang mungkin terjadi akibat selama 15 menit. Proses pemindahan cawan
aktivitas biologis internal (metabolisme) dari desikator ke neraca analitik dilakukan
ataupun dengan adanya mikroba patogen. dengan menggunakan krustang untuk
Kadar air yang tinggi menjaga massa cawan yang stabil.
menyebabkan mudahnya bakteri maupun Pemindahan cawan menggunakan tangan
jamur tumbuh pada pangandan juga a akan menimbulkan perbedaan suhu dan berat
kan memperpendek masa simpan bahan cawan kembali tidak stabil. Desikator adalah
pangan (Handayani, Aziz, & Herlinasari, wadah tertutup dan memiliki RH yang
2020). kosntan sehingga menjaga dari kelembaban
udara luar yang memengaruhi berat cawan
Kadar air merupakan air yang dan sampel (Daintith, 1994). Alat ini terdiri
terkandung dalam suatu bahan yang dapat dari dua bagian, bagian bawah terdapat gel
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet silica yang berfungsi untuk menguapkan air
basis) atau berdasarkan berat kering (dry dan pada bagian atas terdapat tempat
basis). Kadar air basis basah merupakan pengering bahan yang diuapkan.
perbandingan berat air pada bahan terhadap Pendinginan cawan ini bertujuan menjaga
keseluruhan berat bahan. Sedangkan, kadar massa cawan yang telah dikonstankan
menggunakan oven sebelumnya. Selain itu
pendinginan ini juga berfungsi untuk kembali menggunakan neraca analitik.
menstabilkan massa cawan setelah dari suhu Proses ini dilakukan berulang kali hingga
tinggi karena suatu massa benda dapat diperoleh berat yang konstan, yaitu bila antar
berubah akibat pengaruh suhunya. penimbangan hanya terdapat selisih sekitar
Setelah didinginkan, sampel dan 0.0002 gram. Saat berat sampel konstan hal
cawan ditmbang menggunakan neraca tersebut mengindikasikan bahwa air telah
analitik. Cawan yang berisi sampel kembali teruapkan semua.
dipanaskan dalam oven suhu 105°C selama Berdasarkan praktikum analisis
kurang lebih 3 jam. Kemudian cawan kadar air ini, diperoleh data penimbangan
dikeluarkan dari oven menggunakan cawan yang terangkum dalam tabel dibawah
krustang dan didinginkan dalam desikator ini.
selama 15 menit. Lalu cawan pun ditimbang

Kode Nama W W1 W2 W1 W2 % %
Cawan Sampel sampel kosong Kosong (pengeringan) (pengeringan) dry wet
(g) basis basis

B1 Tepung 2,0004 4,1867 4,1866 6,0899 6,0890 5.15 4,89


Umbi
Porang
after
B2 dorman 2,0006 4,4232 4,4226 6,3241 6,3233 5,23 4,97

Tabel 1. Data Pengujian Kadar air pada Tepung Umbi Porang After Dorman

Kemudian dilakukan analisis sampel B2. Begitu juga dengan kadar air basis
kuantitatif untuk mengetahui kadar air dalam basah, sampel B1 memiliki nilai kadar air
sampel menggunakan perhitungan dry basis sebanyak 4.9%, sedangkan B2 sebanyak
dengan rumus di bawah ini. 4.973%. Hal ini juga menunjukkan bahwa
𝑊3 kadar air basis basah sampel B1 lebih rendah
% 𝑑𝑟𝑦 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100%
𝑊2 daripada sampel B2.
𝑊3
% 𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 100% Berdasarkan SNI 7939:2013, tepung
𝑊1
umbi porang dikelompokkan menjadi 3
Keterangan: standar mutu, yaitu mutu I ≤ 13 %, mutu II
13% -< 15%, dan mutu II 15-16%. Nilai hasil
W1 = berat sampel (g) perhitungan B1 dan B2 pada percobaan ini
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g) memenuhi mutu I yang telah ditetapkan oleh
SNI 7939:2013.
W3 = kehilangan berat (g)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan, hasil Berdasarkan analisis kadar air pada
pengujian kadar air pada tepung ubi porang tepung umbi porang yang telah dilakukan
after dorman B1 dan B2 diketahui bahwa diketahui rata-rata kadar air basis kering
kadar air basis kering pada sampel B1 bernilai sebesar 5,19%, sedangkan untuk rata-rata
5.15%, sedangkan B2 bernilai 5.233%. Hal ini kadar air basis basah sebesar 4,93%. Maka
menunjukkan bahwa kadar air sampel B1 dapat disimpulkan bahwa kadar air pada
memiliki nilai yang lebih rendah daripada
tepung u mbi porang after dorman memenuhi mikroorganisme pada bahan tersebut dapat
syarat mutu SNI 7939:2013, yaitu tergolong direduksi dan umur simpan produk akan
ke dalam mutu I ≤ 13%. Sehingga, tepung ini menjadi lebih panjang.
memiliki kualitas yang baik karena memiliki
kadar air rendah, sehingga aktivitas
DAN KARAGENAN MELALUI
PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS
DAFTAR PUSTAKA Shelf Life of Dietary Fiber Powder Drink
from Porang Flour ( Amorphophallus
Al-Kahfi, Syamsul. 2015. Air dalam Bahan oncophyllus ) with Carrageenan
Pangan. dalam throughout th. Pangan Dan
http://dokumen.tips/(diakses pada 27 Agroindustri, 3(2), 650–660.
November 2020)
Nadia, L. (2010). Analisis Kadar Air Bahan
Daintith. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Pangan. In Universitas Terbuka.
Penerbit Erlangga. Jakarta Retrieved from www.ut.ac.id

Daud, A., Suriati, & Nuzulyanti. (2019). Prabhakar, K., & Mallika, E. N. (2014). Water
Kajian Penerapan Faktor yang Activity. In Encyclopedia of Food
Mempengaruhi Akurasi Penentuan Microbiology: Second Edition.
Kadar Air Metode Thermogravimetri. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-
Lutjanus, 24(2), 1–16. 384730-0.00435-3

Handayani, T., Aziz, Y. S., & Herlinasari, D. Purwanto, A. (2014). Widya Warta No. 01
(2020). PEMBUATAN DAN UJI Tahun XXXIV / Januari 2010 ISSN
MUTU TEPUNG UMBI PORANG 0854-1981. Widya Warta, (01), 10–22.
(Amorphophallus Oncophyllus Prain) DI
KECAMATAN NGRAYUN. Suastuti, N. G. A. M. Dwi Adhi. 2009. Kadar
MEDFARM: Jurnal Farmasi Dan Air dan Bilangan Asam dari Minyak
Kesehatan, 9(1), 13–21. Kelapa Yang Dibuat dengan Cara
https://doi.org/10.48191/medfarm.v9i1. Tradisional dan Fermentasi. Jurnal
27 Kimia, Vol. 3, No. 2, Hal: 69-70.

Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan Susana, T. (2003). Air Sebagai Sumber
pada produk pangan. Jurnal Litbang Kehidupan. Oseana, 28(3), 17–25.
Pertanian. Retrieved from
www.oseanografi.lipi.go.id
Mustafidah, C., & Widjanarko, S. B. (2015).
UMUR SIMPAN MINUMAN Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
SERBUK BERSERAT DARI TEPUNG Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
PORANG (Amorpophallus oncophillus)
LAMPIRAN
1. Perhitungan Basis Kering (Dry Basis Tepung ubi porang after dorman (B1)
̅ − ̅̅̅̅
𝑤𝑠 − (𝑤 𝑤𝑘 )
% kadar air = 𝑥100 %
𝑤 ̅̅̅̅
̅ − 𝑤𝑘
2.0004 − (6.0890 − 4.1866)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
(6.0890 − 4.1866)
2.0004 − 1.9024
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
1.9024
0.098
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100 %
1.9024
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 0.0515 𝑥 100%
% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟓. 𝟏𝟓𝟓 %

2. Perhitungan Basis Basah (Wet Basis) Tepung ubi porang after dorman (B1)
̅̅̅̅ )
̅ −𝑤𝑘
𝑤𝑠−(𝑤
% kadar air = 𝑤𝑠
𝑥 100 %
2.0004−(6.0890−4.1866)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0004
𝑥 100%
0.098
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 1.9024
𝑥 100 %

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 4.8990 𝑥 100 %


% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟒. 𝟖𝟗𝟗 %

3. Perhitungan Basis Kering (Dry Basis) Tepung ubi porang after dorman (B2)

𝑤𝑠 − (𝑤
̅ − 𝑤𝑘̅̅̅̅ )
% kadar air = 𝑥100 %
𝑤 ̅̅̅̅
̅ − 𝑤𝑘
2,0006 − (6,3237 − 4,4226)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
(6,3237 − 4,4226)
0,0995
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
1,9011
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 0.0523 𝑥 100 %
% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟓, 𝟐𝟑𝟑%

4. Perhitungan Basis Basah (Wet Basis) Tepung ubi porang after dorman (B2)
̅̅̅̅ )
̅ −𝑤𝑘
𝑤𝑠−(𝑤
% kadar air = 𝑤𝑠
𝑥 100 %
2,0006−(6,3237−4,4226)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0006
𝑥 100%
0,0995
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 2.0006
𝑥 100 %

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 0,04973𝑥 100 %


% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 = 𝟒. 𝟗𝟕𝟑 %

Keterangan :
Ws = berat sampel
̅̅̅̅
𝑤𝑘 = berat cawan kosong
𝑤
̅ = rata-rata berat cawan dan sampel setelah pengeringan
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR AMILOSA dan KADAR GULA PEREDUKSI


METODE DNS
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Reina Angelica (240210190060)1, Geby Kurniaty (240210190061)2, Putri Almameira
(240210190062)3, Eva Sriyuni Debiana (240210190063)4, Priscilla Christhianthi (240210190064)5,
Rizha Gustian Firdaus (240210190065)6

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600
Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK

Karbohidrat juga merupakan sumber energi utama dalam kehidupan manusia. Karbohidrat
menyediakan sekitar 40-75% asupan energi dan memberikan nilai energi sebesar 4 kkal/gram, karbohidrat
banyak terdapat dalam produk pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Praktikum ini bertujuan menganalisis
kadar amilosa dan kadar gula pereduksi dengan metode DNS (Dinitro Salisilat), didapatkan hasil kadar
amilosa pada sampek Pati umbi garut GCWS kode C1 dan C2 adalah 38,832% dan 34,74% serta pati jagung
GCWS kode sampel D1 dan D2 adalah 35,75% dan 36,18%, selanjutnya pada kadar gula pereduksi tertinggi
pada sampel dengan kode B1 yang berasal dari Aspergillus awamori elektrifikasi yaitu sebesar 8.37 %.

Keywords: Amilosa, DNS, Gula Pereduksi, Karbohidrat

ikatan ganda dengan oksigen yang disebut


PENDAHULUAN dengan gugus karbonil (-C=O) (Sulakhudin,
2019). Disakarida merupakan karbohidrat yang
Karbohidrat jika disusun menjadi karbon terdiri atas dua monosakarida dihubungkan
C dan hidrat H2O memiliki rumus kimia dengan ikatan glikosida, ikatan ini dapat berupa
Cn(H2O)n. Karbohidrat adalah sumber energi ikatan alfa ataupun ikatan beta, ikatan ini terjadi
besar bagi tubuh kita dan terbagi atas 4 macam antara gugus pertama dari satu monosakarida
yaitu karbohidrat tunggal (monosakarida), dengan gugus 4 berbentuk hidroksilnya dari
disakarida, oligosakarida, dan polisakarida (Sari, monosakarida lainnya sehingga dikatakan ikatan
2014). Karbohidrat juga merupakan sumber 1,4 adapun jenis disakarida yang umum dikenal
energi utama dalam kehidupan manusia. adalah laktosa, maltosa, dan sukrosa, sebagian
Karbohidrat menyediakan sekitar 40-75% asupan dari disakarida adalah gula pereduksi contohnya
energi dan memberikan nilai energi sebesar 4 laktosa dan maltosa (Harini et al., 2014). Dan
Kkal/gram (Kusnandar dkk, 2011). Polisakarida dapat berbentuk homopolimer dan
heteropolimer dengan monomernya adalah
Secara umum, gula dibedakan menjadi monosakarida yang dapat berbentuk rantai lurus
monosakarida, disakarida, serta polisakarida. maupun bercabang, polisakarida akan dihidrolisis
Monosakarida merupakan karbohidrat dalam oleh enzim yang akan memecah polisakarida
bentuk paling sederhana sehingga jika menjadi bentuk yang lebih sederhana, contoh dari
mengalami hidrolisis tidak lagi membentuk gula polisakarida adalah amilum atau pati, kitin,
sederhana kembali. Ikatan rantai yang terdapat lignin, dan selulosa. (Utami et al., 2009).
dalam monosakarida adalah ikatan tunggal tak
bercabang namun salah satu karbon memiliki
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Pada praktikum ini dilakukan analisis dengan bantuan stirrer. Kemudian, ditambahkan
kadar amilosa yang selanjutnya digunakan 306 gram NaK-Tartrat, 7,6 gram fenol (dicairkan
spektrofotometer dengan absorbansi 620 nm, pada T 50 ºC), dan 8,3 gram Na-metabisulfit ke
serta kadar gula pereduksi dengan metode DNS dalam larutan tersebut. Lalu, dihomogenkan
(Dinitrosalisilat), DNS merupakan senyawa sampai campuran merata dengan bantuan stirrer
aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi dan simpan dalam botol gelap. Sebelum
maupun komponen pereduksi lainnya untuk digunakan dilakukan pembakuan pada DNS.
membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu Pertama sebanyak 3 ml pereaksi DNS dititrasi
senyawa yang mampu menyerap dengan kuat dengan HCL 0,1 N dan indikator fenolftalein.
radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Seharusnya membutuhkan 5-6 ml HCl 0,1 N, jika
Semakin banyak komponen pereduksi yang kurang dari itu maka ditambahkan 2 gram NaOH
terdapat dalam sampel, maka akan semakin untuk setiap ml kekurangan HCL 0,1 N.
banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic
acid yang terbentuk dan mengakibatkan serapan Pembuatan Kurva Standar Fruktosa dan
semakin tinggi. Reaksi ini berjalan dalam Glukosa
suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada
sampel, maka larutan DNS yang awalnya Sebanyak 50 mg fruktosa dan glukosa masing-
berwarna kuning akan bereaksi dengan gula masing ditimbang dalam beaker glass 50 ml dan
reduksi sehingga menimbulkan warna jingga dilakukan stirrer sampai homogen (5-10 menit).
kemerahan (Lehninger,1997). Selanjutnya, dipindahkan dan ditempatkan dalam
labu ukur 25 ml (jadi larutan stok fruktosa dan
Tujuan dari praktikum ini adalah glukosa) atau setara dengan 2000 ppm.
mengetahui kadar amilosa serta kadar gula Kemudian, masing-masing larutan stok fruktosa
pereduksi dengan metode DNS. dan glukosa dipipet sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; 1,0; 1,2 dan dimasukkan ke dalam labu ukur
METODOLOGI 25 ml, lalu ditambahkan 3 ml 3,5 dinitrosalisilat
(DNS). Selanjutnya, dipanaskan dalam waterbath
Alat dan Bahan sebanyak 5 menit dengan suhu 95-100 ºC. Lalu
didinginkan dan ditetapkan dengan aquades
Alat yang digunakan pada praktikum ini sampai tanda tera, kemudian dihomogenkan.
adalah stirrer, botol gelap, beaker glass, labu ukur Selanjutnya, inkubasi selama 5 menit dan diukur
100 ml dan 25 ml, pipet tetes, waterbath, dengan spektrofotometer dengan panjang
incubator, spektrofotometer, dan tabung gelombang 550 nm, lalu blanko dan kurva standar
sentrifuse. diplotkan.

Sedangkan, bahan yang digunakan terdiri Penetapan Sampel


dari asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS), NaOH,
aquades, NaK-Tartrat, fenol, Na-metabisulfit, Sebanyak 0,2 gram sampel ditimbang dalam
HCL 0,1 N, indikator fenolftalein, fruktosa dan tabung sentrifuse volume 50 ml labu ukur 100 ml.
glukosa, asam sulfat 1,5 M, sampel, NaOH 10%, Lalu, ditambahkan 10 ml asam sulfat 1,5 M dan
amilosa,, etanol, asam asetat 1N, dan larutan iod- dipanaskan dalam waterbath 95-100ºC selama 20
KI 2%. menit. Kemudian, didinginkan dan ditambahkan
12 ml NaOH 10% dan disaring ke dalam labu
Prosedur ukur 100 ml. Selanjutnya, larutan stok dicuplik
dan ditetapkan dengan aquades sampai tanda tera
Penetapan Gula Reduksi DNS (larutan stok sampel) dan dihomogenkan (diaduk
pelan). Lalu, dipipet 0,1-1,0 ml (tergantung
Pembuatan Pereaksi 3,5-dinitrosalisilat (DNS) jumlah gula pereduksi) larutan stok sampel ke
dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan 3 ml
Sebanyak 10,6 gram asam 3,5-dinitrosalisilat dan larutan stok DNS. Kemudian, dipanaskan dalam
19,8 gram NaOH dilarutkan ke dalam 1416 ml air waterbath 95-100ºC selama 5 menit. Lalu,
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

didinginkan dan ditetapkan dengan aquades menggunakan spektrofotometer dengan panjang


sampai tanda tera dan diinkubasi 5 menit. gelombang 620 nm. Lalu, blanko diplotkan
Kemudian, diukur dengan spektrofotometer dengan kurva standar.
dengan panjang gelombang 550 nm dan hasil
absorbansi dengan persamaan garis lurus pada Penetapan Sampel
kurva standar fruktosa dan glukosa diplotkan.
Sebanyak 100 mg sampel dalam labu ukur 100 ml
Sampel dihitung menggunakan rumus ditimbang, lalu ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml
perhitungan sebagai berikut : NaOH 1N ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian,
sampel dihomogenkan hingga larut dan
Persamaan garis lurus kurva standar glukosa dipanaskan dalam waterbath selama 10 menit.
Selanjutnya, didinginkan dan ditetapkan dengan
aquades (dan larutan stok sampel). Kemudian,
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063 dipipet sebanyak 5 ml larutan stok sampel ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan 1 ml
𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 asam asetat 1N dan 2 ml larutan iod-KI 2%, lalu
𝑉 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙) ditempatkan dengan aquades dan dihomogenkan.
= Selanjutnya, diinkubasi selama 10 menit dan
𝑉 𝑙𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 (𝑚𝑙) diukur dengan spektrofotometer panjang
𝑚𝑔
𝑥 𝑉 𝑙𝑎𝑏𝑢 (𝑚𝑙) 𝑥 gelombang 620 nm. Lalu, dilakukan penetapan
1000 𝑚𝑙 kadar amilosa sampel dengan memplotkan pada
kurva standar amilosa.
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 Kadar amilosa dihitung berdasarkan
= 𝑥 100 %
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔) rumus sebagai berikut :
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Penetapan Kadar Amilosa (%) Kadar Amilosa (%) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

Pembuatan Kurva Standar Amilosa Keterangan :


Sebanyak 40 gram amilosa murni ditimbang dan C = konsentrasi amilosa sampel dari kurva
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu standar (mg/ml)
ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N ke
dalam labu ukur tersebut dan dipanaskan dalam V = volume akhir sampel (ml)
waterbath selama 10 menit. Untuk blanko,
dipipet sebanyak 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N FP = faktor pengencer
dalam labu ukur 100 ml dan dipanaskan dalam
waterbath selama 10 menit (jadi larutan stok HASIL DAN PEMBAHASAN
blanko). Kemudian, didinginkan dan ditetapkan
dengan aquades hingga tanda tera 100 ml (jadi Uji Amilosa
larutan stok amilosa). Kemudian, dipipet masing-
masing sebanyak 1,2,3,4, dan 5 ml larutan stok Amilosa merupakan polisakarida yang
amilosa ke dalam labu ukur 100 ml dan terdiri atas alfa-glukosa yang saling berikatan
ditambahkan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml dengan ikatan alfa-1,4 glikosida yang linier atau
larutan iod-KI 2%, lalu ditempatkan dengan tidak bercabang (Sumarno, 2013). Kadar amilosa
aquades dan dihomogenkan. Selanjutnya, dipipet pada bahan pangan umumnya digunakan untuk
sebanyak 5 ml larutan stok blanko ke dalam labu sebagai tahap awal penentuan tekstur dari nasi.
ukur 100 ml dan ditambahkan 1 ml asam asetat Menurut Somantri, 1983 bahwa kadar amilosa
1N dan 2 ml larutan iod-KI 2% dan ditetapkan yang terkandung dalam nasi akan sangat
dengan aquades dan dihomogenkan. Lalu, mempengaruhi tekstur dari nasi tersebut. Tekstur
diinkubasi selama 10 menit dan diukur dengan yang dihasilkan dalam hal ini adalah jika kadar
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

amilosa pada besar tinggi maka nasi yang


Sample amilosa (%)
dihasilkan tidak lengket dan mengembang
dengan baik, serta mudah mengalami kekerasan C1 Pati Umbi 38,832
ketika suhu dingin, dan ketika beras yang Garut GCWS
memiliki kadar amilosa rendah akan
menghasilkan tekstur nasi yang mengkilap, C2 Pati Umbi 34,74
lengket, serta tidak mengeras ketika keadaan Garut GCWS
dingin (Damardjati, 1995).
D1 Pati Jagung 35,75
Kadar amilosa ditetapkan melalui reaksi GCWS
antara amilosa dan senyawa iod yang selanjutnya
menghasilkan warna biru, serta penetapan kurva D2 Pati Jagung 36,18
standar yang dimana menunjukkan kaitan antara GCWS
penyerapan amilosa dan penyerapan cahaya
(Lukman, et al. 2013). Pada analisis kadar Menurut Nisah (2017) Kadar amilosa
amilosa digunakan NaOH karena dengan pada pati umbi garut berada di sekitar 19,4% hal
penambahan NaOH akan sifat dari granula pati ini berbeda dengan perhitungan yang didapatkan
untuk merefleksikan warna saat diuji akan yaitu 38,832% dan 34,74%. Perbedaan kadar
menurun karena dengan penambahan NaOH akan amilosa yang terdapat pada umbi garut dapat
membuat ikatan hidrogen yang ada dalam pati disebabkan umur panen saat dilakukan pengujian,
rusak serta terjadi pemisahan dan ikatan antara serta lingkungan penanamannya (Antarlina,
molekul pati dengan ion basa (Alam, 2008). 2009). Selanjutnya kadar amilosa pada pati
Kepekaan warna yang dihasilkan pada kompleks jagung beragam tergantung dari varietasnya, pati
warna kuat jika keadaan konsentrasi iod rendah, jagung dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu
kepekaan ini akan berkurang jika terjadinya kandungan amilosa rendah sekitar 4-7%, sedang
penambahan suhu serta pelarut seperti etanol 23-25%, agak tinggi 31-32%, dan tinggi yaitu 46-
(Bassett et al, 1994), selanjutnya penambahan 48%, perbedaan kadar amilosa ini berpengaruh
asam asetat akan menyebabkan gugus hidroksil terhadap sifat amilografi, suhu untuk mengalami
yang terdapat pada pati akan tergantikan oleh gelatinisasi, serta sifat emulsi (Suarni et al, 2015).
gugus asetil dan menyebabkan pengembangan
pada granula pati (Mutmainah, 2013). Uji Gula Reduksi Metode Dinitro Salisylic
Selanjutnya dilakukan penambahan larutan iod- Acid (DNS)
KI yang dimana akan penambahan menghasilkan
kompleks larutan berwarna biru yang akan Karbohidrat merupakan senyawa organik
selanjutnya dilakukan pengujian dengan yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan
menggunakan spektrofotometer. oksigen dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom
H, dan 1 atom O. Karbohidrat terdapat pada
Peneraan sampel dilakukan dengan hewan dan tumbuhan yang berperan sebagai
spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 fungsi struktural dan metabolik. Karbohidrat
nm, hal ini dikarenakan panjang gelompang 620- memiliki fungsi utama sebagai sumber dan
625 nm diserap reagen dengan warna biru, cahaya cadangan energi bagi makhluk hidup
yang visibel hal ini karena cahaya tersebut (Sediaoetama, 2004; Afriza & Nilda, 2019).
termasuk cahaya visibel atau spektrumnya dapat
ditangkap oleh mata, umumnya panjang Gula merupakan struktur sederhana dari
gelombang 400 hingga 750 nm (Triyati, 1985). sebuah senyawa karbohidrat (Cn(H2O)n). Gula
terdiri dari 2 jenis yaitu gula pereduksi dan gula
Pada sampel didapatkan hasil sebagai non-pereduksi. Gula pereduksi merupakan gula
berikut (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-
senyawa penerima elektron (Afriza & Nilda,
Kode Nama Kadar 2019). Gula pereduksi memiliki gugus aldehid
atau keton bebas pada ujungnya. Golongan gula
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

yang termasuk ke dalam jenis ini diantaranya sampel, maka akan semakin banyak pula molekul
yaitu semua monosakarida (glukosa, fruktosa, 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan
dan galaktosa) dan sebagian disakarida (laktosa, mengakibatkan serapan makin tinggi (Leo et al.,
maltose), kecuali sukrosa, dan pati (polisakarida) 2009; Kolo & Edi, 2018).
(Almatsier, 2009; Afriza & Nilda, 2019).
Reaksi tersebut dapat digambarkan seperti
Khamir adalah mikroorganisme yang berikut :
tergolong dalam kelas fungi dan bersifat
heterotrof yaitu organisme yang memerlukan
senyawa organik untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya. Khamir mempunyai sel tunggal
(uniseluler) dengan ukuran antara 5 sampai 20
mikron. Mikroorganisme ini memiliki manfaat di (Sumber : Kolo & Edi, 2018)
berbagai bidang industr seperti pada pembuatan
minuman beralkohol, fermentasi tape, pembuatan Uji gula reduksi yang melibatkan DNS
makanan ternak, kosmetik, dan antibiotic merupakan reaksi redoks yang terjadi pada gugus
(Azizah, 2017). aldehid gula dan teroksidasi gugus karboksil.
DNS berperan sebagai oksidator yang mengalami
Sedangkan, kapang merupakan jenis reduksi, sehingga membentuk 3-amino-5-
mikroba yang 80% kebutuhan substratnya nitrosalicylic acid. Gula pereduksi yang terbentuk
berasal dari makromolekul berantai karbon mereduksi reagen DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat)
(Putranto et al.,2006; Indah, Mappiratu, & membentuk senyawa yang dapat diukur
Musafira, 2017). Kapang dan khamir merupakan absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm
mikroorganisme yang memiliki kemampuan (Azizah, 2017). Reaksi ini terjadi dalam suasana
untuk memproduksi enzim dengan melalui proses basa, keberadaan gula pereduksi dalam sampel
fermentasi. Dalam proses fermentasi kapang akan mengakibatkan perubahan warna larutan
merombak komponen yang kompleks dari kuning menjadi jingga kemerahan atau
menjadi bahan yang lebih sederhana, sehingga dalam sumber lain dikatakan kuning kecoklatan
lebih mudah dicerna dan kandungan nutrisinya (Kolo & Edi, 2018).
juga meningkat (Indah et al., 2017).
Hal pertama yang dilakukan dalam
Salah satu uji aktivitas enzim yang pengujian in merupakan pembuatan pereaksi
dihasilkan khamir maupun kapang adalah berupa DNS yaitu dengan mencampurkan air distilat
uji kuantitatif dengan mengamati kadar gula sebanyak 1.416 ml dengan asam 3,5
reduksi yang dihasilkan oleh hidrolisis enzim dinitrosalicylic sebanyak 10,6 gr dam sodium
terhadap substrat (Azizah, 2017). Uji gula hidroksida sebanyak 19,8 gr. Setelah larut,
pereduksi yang digunakan merupakan metode dilanjutkan dengan menambahkan sodium
kimiawi yang menggunakan pereaksi pereaksi potassium tartrat sebanyak 306 gr, fenol yang
asam dinitro salisilat/3,5-dinitrosalicylic acid telah dilelehkan pada suhu 50°C sebanyak 7,6 ml
(DNS). dan sodium metabisulfit sebanyak 8,3 gr hingga
semuanya terlarut (Sari, Sholihat, Anita, &
Prinsip pengujian dengan metode Hermiati, 2016).
dinitrosalisilat (DNS) adalah gugus aldehid pada
rantai polisakarida dioksidasi menjadi gugus Selanjutnya, dilakukan tahap pembuatan
karboksil, disaat yang bersamaan, gugus aldehid kurva standar glukosa dan fruktosa. Kadar
gula akan mereduksi asam 3,5-dinitrosalisilat glukosa yang terbentuk ditentukan dengan
menjadi asam 3-amino-5-nitrosalisilat. Reaksi menggunakan kurva standar glukosa (Sonia dan
terjadi terus-menerus selama gula pereduksi Joni, 2015; Azizah, 2017). Larutan glukosa
dalam larutan yang diujikan masih ada (Hasanah dipilih sebagai larutan untuk pembuatan kurva
dan Iwan, 2015; Azizah, 2017). Semakin banyak standar karena glukosa termasuk gula reduksi
komponen pereduksi yang terdapat dalam Azizah, 2017).
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Setelah itu, dilakukan penetapan sampel


(%)
dimana sampel terlebih dahulu melalui proses
hidrolisis dan pemanasan. Hidrolisis dilakukan A1 Aspergillus 4,45
dengan menambahkan asam sulfat ke dalam awamori
sampel. Hidrolisis dilakukan karena proses ini
efektif mendegradasi karbohidrat menjadi gula A2 Aspergillus 4,31
terlarut dan meningkatkan rendemen glukosa awamori
dari sampel hingga 100%. Hal ini terjadi karena
karbohidrat yang terkandung dalam sampel B1 Aspergillus 8,37
terdegradasi saat proses hidrolisis berlangsung. awamori
Saat ditambahkan asam, karbohidrat akan Elektrifikasi
terdegradasi yang akan meningkatkan
digestibilitas selulosa pada fase padatan residu. B2 Aspergillus 8,25
Penggunaan suhu yang tinggi sekitar 95-100 ºC awamori
akan meningkatkan efektivitas hidrolisis yang Elektrifikasi
berlangsung, sehingga degradasi karbohidrat
akan berlangsung lebih cepat (Sari et al., 2016).
C1 Rhizopus 0,39
Setelah dipanaskan, kemudian sampel oryzae
didinginkan dan ditambahkan 12 ml NaOH 10%
dan disaring ke dalam labu ukur 100 ml. C2 Rhizopus 0,23
Selanjutnya, larutan stok dicuplik dan ditepatkan oryzae
dengan aquades sampai tanda tera (larutan stok
sampel) dan dihomogenkan (diaduk pelan). Lalu, D1 Rhizopus 6,84
dipipet 0,1-1,0 ml (tergantung jumlah gula oryzae
pereduksi) larutan stok sampel ke dalam labu Elektrifikasi
ukur 25 ml dan ditambahkan 3 ml larutan stok
D2 Rhizopus 6,53
DNS. Kemudian, dipanaskan dalam waterbath
oryzae
95-100ºC selama 5 menit. Perlakuan pemanasan
Elektrifikasi
setelah penambahan DNS ini dilakukan dengan
tujuan agar kerja enzim dalam menghidrolisis E1 Saccharomyc 4,19
substrat terhenti. Lalu, didinginkan dan es cerviceae
ditepatkan dengan aquades sampai tanda tera dan
diinkubasi 5 menit. Inkubasi bertujuan agar E2 Saccharomyc 3,88
proses hidrolisis dapat berjalan dengan baik es cerviceae
(Azizah, 2017). Kemudian, diukur dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 F1 Saccharomyc 1,89
nm dan hasil absorbansi dengan persamaan garis es cerviceae
lurus pada kurva standar fruktosa dan glukosa Elektrifikasi
diplotkan.
F2 Saccharomyc 1,72
Berdasarkan pengujian yang telah es cerviceae
dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut Elektrifikasi
:
Metode DNS ini bertujuan untuk
Tabel 2. Hasil Pengujian Kadar Gula Reduksi
menganalisis aktivitas enzim berdasarkan kadar
pada Berbagai Sampel
gula pereduksi yang terbentuk sebagai hasil
hidrolisis substrat oleh enzim. Berdasarkan hasil
Kode Kapang Kadar Gula perhitungan yang diperoleh kadar gula pereduksi
Sampel Khamir Pereduksi paling tinggi terdapat dalam sampel B1 yang
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

berasal dari Aspergillus awamori elektrifikasi tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan
yaitu bernilai 8.37 %. Elektrifikasi ini merupakan penelitian lain yaitu bernilai 19,4%. Perbedaan
salah satu upaya dalam meningkatkan ini dapat disebabkan oleh perbedaan umur panen
produktivitas enzim saat fermentasi berlangsung. saat dilakukan pengujian dan lingkungan
Elektrifikasi menghasilkan produk dengan penanamannya. Sedangkan, untuk sampel kedua
kemurnian yang lebih tinggi dan meningkatkan dengan kode D1 dan D2 yang merupakan Pati
biomassa mikroorganisme. Selain itu, Jagung GCWS memiliki kadar amilosa 35,75%
elektrifikasi dapat mempersingkat waktu dan 36,18%.
fermentasi karena mampu memasok elektron
selama fermentasi berlangsung (Lestari Putri, Selain itu, pada analisis kadar gula
2020). Aspergillus awamori elektrifikasi pereduksi menunjukkan bahwa kadar gula
memiliki aktivitas enzim yang tinggi, sehingga pereduksi tertinggi terdapat pada sampel dengan
menghasilkan kadar gula reduksi yang tinggi kode B1 yang berasal dari Aspergillus awamori
pula. elektrifikasi yaitu sebesar 8.37 %. Proses
elektrifikasi pada Aspergillus awamori
Sedangkan, gula pereduksi dengan kadar menyebabkan tingginya aktivitas enzim,
terendah terdapat pada sampel C2 yaitu yang sehingga menghasilkan kadar gula reduksi yang
berasal dari Rhizopus oryzae yaitu bernilai tinggi pula. Sedangkan, gula pereduksi terendah
0.23%. Rhizopus oryzae merupakan jamur yang terdapat pada sampel kode C2 yaitu berasal dari
sering digunakan dalam pembuatan tempe atau Rhizopus oryzae yaitu bernilai 0.23%.
produk lainnya yang berbasis kedelai juga
beberapa minuman beralkohol. Rhizopus oryzae DAFTAR PUSTAKA
memiliki aktivitas enzim yang relatif rendah,
sehingga menghasilkan kadar gula reduksi yang Alam, Nur. Nurhaeni. 2008. Komposisi
rendah pula. Kandungan gula reduksi dalam Kimia dan Sifat Fungsional Pati
suatu sampel juga dipengaruhi oleh besar Jagung. Berbagai Varietas yang
kecilnya kadar gula total dalam bahan dan tingkat Diekstrak dengan Pelarut Natrium
inversi selama proses pemasakan. Selain itu, Bikarbonat.Palu.
faktor lain yang mempengaruhi adalah pH dan
suhu penguapan dimana semakin rendah pH dan Almatsier, S. (2009). Ilmu gizi dasar. PT
semakin tinggi suhu penguapan, maka laju Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
inversi semakin tinggi.
Afriza, R., & Nilda, I. (2019). Analisis
Jika dibandingkan dengan uji gula Perbedaan Kadar Gula Pereduksi
pereduksi dengan metode Nelson-Somogyi (NS), Dengan Metode Lane Eynon Dan Luff
metode DNS memiliki kelebihan salah satunya Schoorl Pada Buah Naga Merah
yaitu dapat menghasilkan data dengan ketelitian (Hylocereus Polyrhizus). Jurnal
yang tinggi, sehingga dapat mengukur gula Temapela, 2(2), 90–96.
pereduksi dalam konsentrasi kecil. Selain itu, https://doi.org/10.25077/temapela.2.2
dalam preparasi pembuatannya metode DNS .90-96.2019
relatif lebih mudah dan praktis daripada metode
NS (Irawati, 2016; Pratiwi et al., 2018). Namun, Antarlina, Sri S. 2009. “Identifikasi Sifat
metode ini cenderung membutuhkan biaya yang Fisik Dan Kimia Buah-Buahan Lokal]
lebih tinggi (Pratiwi et al., 2018) Kalimantan.” Buletin Plasma Nutfah
15(2): 80–90.
KESIMPULAN
Azizah, N. (2017). Pemurnian Enzim
Berdasarkan praktikum penetapan kadar Selulase Dari Isolat Khamir Jenis
amilosa didapatkan hasil kadar amilosa sampel Candida Utilis Menggunakan
kode C1 dan C2 yaitu Pati Umbi Garut GCWS Fraksinasi Amonium Sulfat. Skripsi.
adalah sebesar 38,832% dan 34, 74%. Nilai
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Lukman, A., Anggraini, D., Rahmawati, N.,
Vogel Kimia Analisis Kuantitatif & Suhaeni, N. (2013). Pembuatan dan
Anorganik. Jakarta : Buku kedokteran uji sifat fisikokimia pati beras ketan
EGC. kampar yang dipragelatinasi.
Penelitian Farmasi Indonesia, 1(2),
Damardjati, D. S. 1995. Karakteristik Sifat 67-71.
Standarisasi Mutu Beras sebagai
Landasan Pengembangan Agribisnis Mutmainah, F. (2013). Kajian karakteristik
dan Agroindustri Padi di Indonesia. fisikokimia tepung sukun (Artocarpus
Balai Penelitian Teknologi Pangan. communis) termodifikasi dengan
Bogor. variasi lama perendaman dan
konsentrasi asam asetat.
Harini, P. N., Marianty, R., & Wahyudi, V.
A. (2014). Analisa Pangan. Zifatama Nisah, K. (2018). Study Pengaruh
Jawara. Kandungan Amilosa dan Amilopektin
Umbi-umbian terhadap Karakteristik
Indah, I., Mappiratu, M., & Musafira, M. Fisik Plastik Biodegradable dengan
(2017). PRODUKSI ENZIM LIPASE Plastizicer Gliserol. BIOTIK: Jurnal
DARI Aspergillus niger ISOLAT Ilmiah Biologi Teknologi dan
KAPANG KOPRA DENGAN Kependidikan, 5(2), 106-113.
MENGGUNAKAN MEDIUM
KELAPA PARUT. Kovalen Jurnal Pratiwi, Y. H., Ratnayani, O., & Wirajana,
Riset Kimia, 3(3), 269. I. N. (2018). Perbandingan Metode Uji
https://doi.org/10.22487/j24775398.2 Gula Pereduksi Dalam Penentuan
017.v3.i3.9335 Aktivitas ?-L-Arabinofuranosidase
Dengan Substrat Janur Kelapa (Cocos
Kolo, S. M. D., & Edi, E. (2018). Hidrolisis Nucifera). Jurnal Kimia, 134.
Ampas Biji Sorgum dengan https://doi.org/10.24843/jchem.2018.
Microwave untuk Produksi Gula v12.i02.p07
Pereduksi sebagai Bahan Baku
Bioetanol. Jurnal Saintek Lahan Sari, S. N. (2014). Karbohidrat. Jurnal Ilmu
Kering, 1(2), 22–23. Keolahragaan.
https://doi.org/10.32938/slk.v1i2.596
Sari, F. P., Sholihat, N. N., Anita, S. H., &
Kusnandar, F., N. Andarwulan dan D. Hermiati, E. (2016). Peningkatan
Herawati. 2011. Analisis Pangan. Produksi Gula Pereduksi dari Tandan
Penerbit PT Dian Rakyat, Kosong Kelapa Sawit dengan
Jakarta. Praperlakuan Asam Organik pada
Reaktor Bertekanan
Lehninger AL,(1997).Dasar-dasar ENHANCEMENT OF REDUCING
Biokimia, Jakarta: Erlangga SUGAR PRODUCTION FROM OIL
PALM EMPTY. Reaktor, 16(4), 199–
206.

Lestari Putri, S. (2020). Penentuan Lama Somantri, I.H. 1983. Pewarisan Kadar
Fermentasi Optimal dalam Amilosa pada Beberapa Persilangan
Produksi Protein Sel Tunggal Padi. Tesis, Fakultas Pertanian
Mikroorganisme pada Substrat Universitas Padjadjaran, Bandung
dengan Perlakuan Elektrifikasi
Limbah Cair Tahu. Skirpsi.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Suarni, S., Firmansyah, I. U., & Aqil, M. teknologi kimia dan industri, 2(2), 57-
(2015). Keragaman mutu pati 62.
beberapa varietas jagung.
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-
Sulakhudin, S. (2019). Kimia Dasar : Violet dan Sinar Tampak Serta
Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Aplikasinya dalam Oseanologi.
Tanah (1st ed.). Dee Publish. Oseana. Vol. 10.

Sumarno, S. (2013). Isolasi amilosa dan Utami, B., Nugroho, A., & Mahardiani, L.
amilopektin dari pati kentang. Jurnal (2009). kimia untuk SMA Kelas XII.
In budi utami.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

LAMPIRAN

Kadar Amilosa

1. Sampel Pati Umbi Garut GCWS (C1)

Y = 0,0238 x + 0,0009

0,463 = 0,0238 x + 0,0009

0,4621 = 0,0238 x

X = 19,416
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%

19,416 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,0
x 100%

19,416
Kadar Amilosa (%) = 50,0
x 100%

Kadar Amilosa (%) = 38,832

2. Sampel Pati Umbi Garut GCWS (C2)

Y = 0,0238 x + 0,0009

0,461 = 0,0238 x + 0,0009

0,4151 = 0,0238 x

X = 17,441
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%

17,441 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%

17,441
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,2

Kadar Amilosa (%) = 34,74

3. Pati Jagung GCWS (D1)

Y = 0,0238 x + 0,0009

0,428 = 0,0238 x + 0,0009

0,4271 = 0,0238 x
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

X = 17,945
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

17,945 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%

17,945
Kadar Amilosa (%) = 50,2
x 100%

Kadar Amilosa (%) = 35,75

4. Pati Jagung GCWS (D2)

Y = 0,0238 x + 0,0009

0,434 = 0,0238 x + 0,0009

0,4331 = 0,0238 x

X = 18,195
𝐶 𝑋 𝑉 𝑋 𝐹𝑝
Kadar Amilosa (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)x 100%

18,195 50
𝑋 50 𝑋
1000 2,5
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,3

18,195
Kadar Amilosa (%) = x 100%
50,3

Kadar Amilosa (%) = 36,18

Kadar Gula Pereduksi

1. Sampel A1

𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.320 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.320 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 20.913 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 𝑉 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)


⁄1000 𝑚𝑙 =
𝑉 𝑙𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 (𝑚𝑙)
𝑚𝑔
𝑥 𝑉 𝑙𝑎𝑏𝑢 (𝑚𝑙) 𝑥
1000 𝑚𝑙
𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 20.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 10.457 𝑚𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑥 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
10.457
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2351 𝑥1000 𝑥 100 %
= 4.45 %

2. Sampel A2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.310 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.310 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 20.247 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 20.247 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 10.12 𝑚𝑔
10.12
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2351 𝑥 1000 𝑥 100 %
= 4.31 %

3. Sampel B1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.660 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.660 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 43.58 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 43.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 21.79 𝑚𝑔
21.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2620 𝑥1000 𝑥 100 %
= 8.37 %

4. Sampel B2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.650 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.650 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 42.913 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 42.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 21.46 𝑚𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

21.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2602 𝑥 1000 𝑥 100 %
= 8.25 %

5. Sampel C1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.030 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.030 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 1.58 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 1.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 0.79 𝑚𝑔
0.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2028 𝑥1000 𝑥 100 %
= 0.39 %

6. Sampel C2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.020 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.020 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 0.9133 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 0.9133 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 0.46 𝑚𝑔
0.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2028 𝑥1000 𝑥 100 %
= 0.23 %

7. Sampel D1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.440 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.440 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 28.913 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 28.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 14.46 𝑚𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

14.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2113 𝑥1000 𝑥 100 %
= 6.84 %

8. Sampel D2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.420 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.420 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 27.58 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 27.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 13.79 𝑚𝑔
13.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2113 𝑥1000 𝑥 100 %
= 6.53 %

9. Sampel E1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.280 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.280 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 18.247 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 18.247 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 9.12 𝑚𝑔
9.12
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2178 𝑥1000 𝑥 100 %
= 4.19 %

10. Sampel E2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.260 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0260 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 16.913 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 16.913 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 8.46 𝑚𝑔
8.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2178 𝑥1000 𝑥 100 %
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

= 3.88 %

11. Sampel F1
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.120 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.120 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 7.58 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 7.58 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 3.79 𝑚𝑔
3.79
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2007 𝑥1000 𝑥 100 %
= 1.89 %

12. Sampel F2
𝑦 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.110 = 0.015 𝑥 + 0.0063
0.110 − 0.015
𝑥=
0.0063
𝑚𝑔
𝑥 = 6.91 ⁄1000 𝑚𝑙

𝑚𝑔 100 𝑚𝑙 6.91 𝑚𝑔
⁄1000 𝑚𝑙 = 𝑥 10 𝑚𝑙 𝑥
2 𝑚𝑙 1000 𝑚𝑙
= 3.46 𝑚𝑔
3.46
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 0.2007 𝑥1000 𝑥 100 %
= 1.72 %
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR LEMAK


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Reina Angelica (240210190060), 2Geby Kurniaty (240210190061), 3Putri Almameira
(240210190062), 4Eva Sriyuni Debiana (240210190063), 5Priscilla Christhianthi (240210190064),
6
Rizha Gustian Firdaus (240210190065)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600
Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email:1reinangelica25@gmail.com ,
2
gebykurniatyy@gmail.com ,3putrialma23@gmail.com , 4eva19003@mail.unpad.ac.id ,
5
priscilla.christhianthi@gmail.com, 6rizha19002@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK

Lemak dalam makanan merupakan komponen tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuhan
dan hewan, tetapi lemak dapat larut dalam pelarut organik. Lemak dapat diekstraksi dari sel dan jaringan
oleh pelarut non-polar seperti kloroform, eter, dan benzena. Untuk mengetahui suatu kadar lemak dalam
bahan pangan, maka perlu dilakukan analisis kadar lemak. Metode yang digunakan dalam analisis ini
adalah metode Soxhlet dengan prinsip ekstraksi menggunakan pelarut heksan yang nantinya akan
diuapkan sehingga lemak yang dalam pangan dapat diketahui persentasenya. Pada praktikum kali ini
dilakukan pengujian kadar lemak terhadap sampel cilok, hasil menunjukkan bahwa kadar lemak dalam
cilok sebesar 3,58% dan 3,53%. Menurut (Lestari, 2009), kandungan lemak maksimum pada cilok adalah
4,02%. Hal ini menunjukkan bahwa cilok yang diuji pada praktikum kali ini memenuhi syarat mutu dan
aman untuk dikonsumsi.

Kata kunci: kadar lemak, metode Soxhlet, ekstraksi

PENDAHULUAN keamanan pangan dan kebutuhan kalori suatu


bahan pangan diperhitungkan secara tepat.
Lemak adalah golongan lipida yang
mempunyai sifat tiak larut dalam air tetapi Analisis kandungan lemak kasar
hanya larut dalam pelarut organik seperti eter, digunakan pelarut agar komponen-komponen
kloroform, benzena, dan sebagainya. Lemak lain dalam bahan pangan sepeti sterol,
merupakan penghasil energi terbesar fosfolipid, karotenoid dan senyawa lain tidak
dibanding karbohidrat dan protein dimana 1 ikut terekstraksi maka kadar lemak yang
gram lemak dapat menghasilkan kalori tercampur dapat terpisahkan. Secara garis
sebesar 9 kkal sedangkan protein dan besar analisis kadar lemak kasar terbagi
karbohidrat menghasilkan kalori kurang lebih menjadi dua yaitu cara kering dan cara basah.
4 kkal. Selain berfungsi sebagai sumber Cara kering dapat dilakukan salah satunya
energi, lemak juga berfungsi sebagai pelarut dengan metode Soxhlet.
vitamin, melindungi organ vital yang di
bawahnya dari tekanan, dan pengatur Soxhlet adalah suatu metode analisis
temperatur tubuh (Burdge & Calder, 2015). lemak dengan prinsip kerja pelarut
pengekstrak dalam labu soxhlet dipanaskan
Sebagian besar bahan pangan sesuai titik didihnya agar menguap.
terdapat yang memiliki kadar yang berbeda- Kemudian uap ini naik melalui pipa
beda. Sehingga analisis kadar suatu lemak pendingin sehingga mengembun dan menetes
bahan pangan perlu dilakukan agar terjamin pada bahan yang diekstraksi. Pelarut ini akan
merendam bahan dan setelah tinggi rendaman
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

melewati tinggi pipa pengalir pelarut maka Setelah itu, heksan dikeluarkan dari alat
ekstrak akan mengalir ke labu soxhlet. soxhlet dan diambil labu lemak. Prosedur
Ekstrak yang terkumpul disimpan lalu diulangi hingga didapatkan berat konstan.
dipanaskan lagi sehingga pelarutnya menguap
kembali dan lemak akan tertinggal pada labu Hidrolisis Sampel
maka daur ulang pelarut terjadi setiap kali Sampel ditimbang sebanyak 2 gram
bahan diekstraksi sampai dicapai berat yang dan dimasukkan ke dalam beaker glass.
konstan. Pada Metode Soxhlet memerlukan Kemudian ditambahkan batu didih, akuades
waktu ekstraksi antara 4 sampai 6 jam untuk sebanyak 20 ml, dan larutan HCl 25%
memperoleh 5 hingga 6 sirkulasi. Metode ini sebanyak 30 ml ke dalam beaker glass.
menggunakan alat ekstraksi khusus bernama Beaker glass ditutup menggunakan kaca
soxhlet sehingga dalam mencapai 1 kali arloji. Setelah itu, sampel dipanaskan di atas
sirkulasi membutuhkan waktu yang lebih hotplate selama 15 menit. Larutan disaring
singkat (López-Bascón-Bascon & Luque de menggunakan kertas saring, lalu kertas saring
Castro, 2019). dibilas dengan akuades panas hingga pH
netral. Kertas saring dipindahkan ke cawan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah aluminium, dikeringkan dalam oven pada
untuk mengetahui kadar lemak yang suhu 105°C. Kertas saring dimasukkan ke
terkandung dalam sampel cilok. dalam hull. Prosedur selanjutnya dilakukan
sama dengan prosedur ekstraksi lemak.
METODOLOGI Kadar lemak dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
Alat dan Bahan % Kadar lemak = x 100%
Alat yang digunakan pada praktikum
ini adalah batu didih, beaker glass, desikator, Keterangan :
hotplate, hull, kaca arloji, neraca analitik, W1 = Berat konstan labu lemak kosong
oven, alat soxhlet, dan spatula. W2 = Berat konstan labu lemak dan sampel
Bahan yang digunakan pada setelah ekstraksi
praktikum ini adalah akuades, cilok, HCl Ws = Berat sampel
25%, kertas saring, dan heksan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur
Mencari Berat Konstan pada Labu Lemak Analisis kadar lemak pada praktikum
Labu lemak dipanaskan dalam oven ini dilakukan menggunakan metode ekstraksi
dengan suhu 1050C selama 30 menit. langsung atau dikenal sebagai metode
Kemudian, didinginkan menggunakan Soxhlet. Lemak sendiri merupakan senyawa
desikator selama 30 menit, lalu ditimbang yang terbentuk dari gliserol asam lemak dan
menggunakan neraca analitik. Prosedur bersifat tidak larut dalam air, namun larut
diulang hingga didapatkan berat labu konstan. dalam pelarut organik non-polar seperti
Labu lemak konstan dipasang pada alat hidrokarbon dan dietileter. Terdapat beberapa
soxhlet. metode analisis lemak antara lain yaitu
metode Soxhlet, metode Goldgish, dan
Ekstraksi Lemak metode Babcock. Pada percobaan kali ini
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram digunakan metode Soxhlet karena metode ini
ke dalam hull, kemudian dimasukkan ke lebih sesuai untuk digunakan dalam
dalam alat soxhlet. Setelah itu, ditambahkan menganalisis sampel wujud padat seperti pada
heksan sebanyak kurang lebih 50 ml dan sampel yang kita gunakan kali ini yaitu cilok.
dipasang kondensor soxhlet. Soxhlet Sedangkan, pada metode Babcock lebih
kemudian dioperasikan selama 3 jam.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

sesuai untuk analisis lemak berwujud sudah mencapai berat konstan, barulah labu
cair(Sudarmadji & Bambang, 2003). lemak dipasangkan pada alat soxhlet.
Metode Soxhlet merupakan metode Proses ekstraksi lemak dilakukan
kuantitatif untuk menentukan kadar lemak dengan cara menimbang sampel cilok
dalam bahan pangan. Prinsipnya yaitu sebanyak 2 gram ke dalam hull. Hull
menggunakan sampel lemak kering yang merupakan lipatan yang dibentuk dari kertas
diekstraksi secara terus-menerus dalam saring yang dipotong membentuk persegi
pelarut dengan jumlah yang konstan. panjang, dilipat, serta dihekter. Hull berfungsi
Keuntungan dari metode Soxhlet ini yaitu untuk menampung sampel sehingga sampel
metode ini dapat digunakan untuk sampel tidak kontak langsung dengan pelarut organik
yang lunak dan yang tidak tahan terhadap agar bahan-bahan lain seperti fosfolipid,
panas secara langsung, menggunakan pelarut sterol, asam lemak bebas tidak ikut terekstrak.
yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat Hull akan dimasukkan ke dalam alat soxhlet
diatur, serta memiliki ketepatan yang baik. kemudian ditambahkan heksan sebanyak
Sedangkan kerugian dari metode ini yaitu kurang lebih 50 ml. Penambahan heksan
tidak cocok digunakan untuk pelarut dengan bertujuan sebagai pelarut yang dapat
titik didih terlalu tinggi seperti methanol atau mengekstraksi lemak sehingga merubah
air karena seluruh alat yang berada di bawah warna dari kuning menjadi jernih. Heksan ini
kondensor perlu berada pada temperatur yang dapat melarutkan lemak yang ada pada
tepat untuk pergerakan uap pelarut yang sampel, menguap karena pemanasan, dan
efektif(Asmariani et al., 2017). dikondensasi sehingga kembali ke labu
Pengujian analisis kadar lemak bersama lemak yang dibawanya(Wrolstad et
diawali dengan mencari berat konstan pada al., 2005).
labu lemak dengan cara memanaskan labu Ekstraksi menggunakan alat soxhlet
lemak dalam oven dengan suhu 1050C selama dilakukan selama 3 jam. Tujuan ekstraksi
30 menit. Tujuan dari pemanasan tersebut adalah untuk memisahkan suatu komponen
adalah untuk mensterilkan labu lemak. dari campurannya dengan menggunakan
Selanjutnya dilakukan proses pendinginan pelarut. Pelarut yang memiliki titik didih
pada desikator. Desikator bersifat tertutup dan lebih rendah akan diuapkan dan dikondensasi
memiliki RH yang kosntan sehingga udara saat melewati kondensor, kemudian pelarut
dalam desikator tidak akan memengaruhi akan jatuh membasahi sampel dan lemak
berat cawan. Sedangkan kontak langsung sampel akan terekstraksi. Alat soxhlet akan
dengan udara luar akan menyebabkan disambungkan dengan labu lemak yang telah
terjadinya penyerapan uap air bebas dari diisi dengan heksan dan ditempatkan pada
udara dan akan memengaruhi berat cawan. alat pemanas listrik serta kondensor. Dalam
Selain itu, pendinginan labu dilakukan untuk menggunakan soxhlet, alat pendingin harus
memeroleh berat yang konstan karena berat disambungkan dengan soxhlet. Air untuk
suatu benda dapat dipengaruhi suhunya dan pendingin akan dijalankan dan alat ekstraksi
juga pendinginan ini dapat mencegah lemak tersebut dapat mulai dipanaskan.
kerusakan alat penimbang akibat suhu drastis Lamanya ekstraksi bergantung pada kadar
sehabis pemijaran. Proses ini dilakukan lemak pada bahan. Semakin banyak
berulang kali hingga diperoleh berat labu kandungan lemak yang terdapat pada bahan,
konstan. Pengkonstanan dilakukan agar labu maka semakin lama proses ekstraksi lemak
terbebas dari kontaminan dan air pada labu yang dilakukan. Proses ekstraksi dapat
teruapkan. Berat labu dapat dikatakan konstan dianggap telah selesai jika heksan dalam labu
bila antar penimbangan hanya terdapat selisih lemak telah menguap sempurna sehingga
sekitar 0.0002 gram. Keadaan labu yang yang tersisa hanya lemak sampel. Untuk itu,
konstan dapat dikatakan sebagai kondisi labu prosedur ekstraksi diulang kembali hingga
yang bebas dari zat pengotor lainnya. Saat
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

didapatkan berat yang konstan (Nuri selama 3 jam dan didinginkan dalam
Andarwulan, Feri Kusnandar, 2018). desikator, kemudian ditimbang. Pemanasan
Penetapan kadar lemak pada cilok dan penimbangan dilakukan sebanyak 1-3
dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan kali untuk mendapatkan hasil berat yang
cara mengeluarkan lemak dari sampel dengan konstan (Pargiyanti, 2019).
pelarut lemak yaitu heksan. Pelarut lemak
merupakan pelarut yang benar-benar bebas Berdasarkan hasil pengamatan pada
air. Hal tersebut bertujuan supaya bahan- Tabel 1. dalam lampiran, kadar lemak dalam
bahan yang larut air tidak terekstrak dan cilok sebesar 3,58% dan 3,53%. Proses
terhitung sebagai lemak serta keaktifan analisis ini dilakukan secara duplo yaitu
pelarut tersebut tidak berkurang. Selain itu, analisis kuantitatif yang dilakukan sebanyak
dengan adanya senyawa HCl 25% dapat dua kali untuk meningkatkan ketepatan hasil
memutus rantai ikatan lemak dengan analisis. Kedua hasil analisis menunjukkan
komponen lain agar tidak ikut terekstraksi hasil yang presisi sehingga dapat dikatakan
sehingga diperoleh hasil analit yang murni bahwa pelaksanaan prosedur praktikum
lemak tunggal. Sampel ditimbang ± 2 gram dilakukan dengan baik. Menurut (Lestari,
dan kemudian dibungkus atau ditempatkan 2009), kandungan lemak maksimum pada
dalam kertas saring atau selongsong tempat cilok adalah 4,02%. Hal ini menunjukkan
sampel. Selanjutnya labu kosong diisi 3 butir bahwa cilok yang diuji pada praktikum kali
batu didih, fungsi batu didih ialah untuk ini memenuhi syarat mutu dan aman untuk
meratakan panas, kemudian dikeringkan dan dikonsumsi.
didinginkan, labu diisi dengan pelarut .
(Amelia, 2014). Selongsong sampel yang KESIMPULAN
sudah terisi sampel dimasukan ke dalam
soxhlet, soxhlet disambungkan dengan labu Berdasarkan praktikum kali ini, kadar
dan ditempatkan pada alat pemanas listrik lemak dalam sampel cilok dapat dianalisis
serta kondensor. Alat pendingin menggunakan metode Soxhlet. Hasil analisis
disambungkan dengan soxhlet, air untuk menunjukkan terdapat sebesar 3,58% dan
pendingin dijalankan dan alat ekstresi lemak 3,53% lemak dalam cilok. Kedua hasil
mulai dipanaskan pada hotplate terlebih analisis menunjukkan hasil yang presisi
dahulu. sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
Pemanasan hotplate bertujuan untuk prosedur praktikum dilakukan dengan baik.
mempercepat proses homogenisasi. Setelah Jika dibandingkan dengan kandungan
pelarut dididihkan, uapnya akan naik maksimum lemak pada cilok yaitu sebesar
melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. 4,02%, sampel cilok dalam praktikum ini
Air dingin yang dialirkan melewati bagian masih berada di batas aman untuk
luar kondensor mengembunkan uap pelarut dikonsumsi.
sehingga kembali ke fase cair, selanjutnya
menetes ke kertas saring. Pelarut melarutkan DAFTAR PUSTAKA
lemak dalam kertas saring, larutan ini
kemdian terkumpul dalam kertas saring dan Amelia, M. et al. (2014). Analisis Kadar
bila volumenya telah mencukupi, larutan akan Lemak Metode Soxhlet. Jurnal Gizi
dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari Masyarakat.
pengembunan hingga pengaliran disebut
sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak Asmariani, Amriani, & Haslianti. (2017).
dilakukan selama kurang lebih 6 jam, dan Verifikasi metode uji lemak pakan
proses ekstraksi selesai. Pelarut dan lemak buatan. J. Teknologi Hasil Pertanian,
dipisahkan melalui proses penyulingan dan 6(1), 92–96.
dikeringkan di oven dalam suhu 105◦C
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

Burdge, G. C., & Calder, P. C. (2015). Pargiyanti, P. (2019). Optimasi Waktu


Introduction to fatty acids and lipids. In Ekstraksi Lemak dengan Metode
World Review of Nutrition and Soxhlet Menggunakan Perangkat Alat
Dietetics.
Mikro Soxhlet. Indonesian Journal of
https://doi.org/10.1159/000365423
Laboratory.
Lestari, F.E. 2009. Studi Keamanan Pangan: https://doi.org/10.22146/ijl.v1i2.44745
Pemantauan Secara Bakteriologis
Makanan Jajanan Cilok yang Dijual di Sudarmadji, S., & Bambang, H. (2003).
Sekolah Dasar di Kecamatan Prosedur analisa bahan makanan dan
Lowokwaru Kota Malang. Skripsi. pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang. Wrolstad, R. E., Acree, T. E., Decker, E. A.,
Penner, M. H., Reid, D. S., Schwartz, S.
López-Bascón-Bascon, M. A., & Luque de J., Shoemaker, C. F., Smith, D. M., &
Castro, M. D. (2019). Soxhlet Sporns, P. (2005). Handbook of Food
extraction. In Liquid-Phase Extraction. Analytical Chemistry. In Handbook of
https://doi.org/10.1016/B978-0-12- Food Analytical Chemistry.
816911-7.00011-6 https://doi.org/10.1002/0471709085

Nuri Andarwulan, Feri Kusnandar, D. H.


(2018). Pengelolaan Data Analisis
Pangan PEND. Pang4411/Modul 1 1.3.

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Lemak

Sampel Wlemak Wkosong Wsampel % Kadar


Lemak

Cilok 104,7855 104,7137 2,0004 3,58

100, 2831 100,2123 2,0007 3,53

Perhitungan Kadar Lemak

Sampel Cilok

% Kadar lemak1 = x 100%

= x 100%

= x 100%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 31 Maret 2021
Tanggal Pengumpulan : 7 Maret 2021

= 0,0358 x 100%

= 3,58%

% Kadar lemak2= x 100%

= x 100%

= x 100%

= 0,0353 x 100%

= 3,53%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

PRAKTIKUM ANALISIS VITAMIN C


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Reina Angelica (240210190060)1, Geby Kurniaty (240210190061)2, Putri Almameira
(240210190062)3, Eva Sriyuni Debiana (240210190063)4, Priscilla Christhianthi (240210190064)5,
Rizha Gustian Firdaus (240210190065)6

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600
Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK

Vitamin berfungsi sebagai zat yang mengatur proses metabolisme, katalisator organik, zat
pembangun yang dilakukan bersamaan dengan zat gizi lainnya dan lainnya. Vitamin C merupakan salah
satu vitamin larut air, namun ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam lemak yaitu jenis ascorbyl
palmitate. Vitamin C berfungsi untuk meningkatkan produksi dari kolagen, serta imunitas. Praktikum ini
bertujuan untuk menganalisis kadar vitamin C dalam sampel jus jambu, didapatkan hasil yaitu 29,8658
mg/100g. Jumlah kadar vitamin C tersebut masih dibawah standar vitamin C pada buah jambu yaitu 87
mg/100 gram.

Kata kunci: Iodometri, Vitamin, Jus Jambu

Vitamin C dapat berupa buah-buahan, sayur-


sayuran, ikan, dan beberapa produk olahan
PENDAHULUAN lainnya.

Vitamin berasal dari kata ‘Vit’ yang Metode yang digunakan dalam analisis
berarti hidup, dan ‘amine’ yaitu zat yang kadar vitamin C adalah titrasi iodimetri dengan
mengandung amine atau gugus -NH2 . Vitamin menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
merupakan zat organik esensial yang dimana secara langsung disebut titrasi iodimetri, dimana
tidak dapat dibentuk oleh tubuh namun digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh tubuh reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara
dalam jumlah yang sedikit (Nasoetion, 1995). kuantitatif pada titik ekivalennya (Asmal, 2018).
Dalam tubuh vitamin berfungsi sebagai zat yang Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral
mengatur proses metabolisme, katalisator atau dalam kisaran asam lemah sampai basa
organik, zat pembangun yang dilakukan lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) I2 dapat
bersamaan dengan zat gizi lainnya dan lainnya mengalami reaksi disproporsionasi menjadi
(Harefa et al., 2020). hipoiodat (Erwanto, Utomo, Fiolana, & Yahya,
2018).
Vitamin C merupakan salah satu vitamin
larut air yang dikenal juga dengan asam askorbat, Tujuan praktikum ini adalah untuk
namun ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam mengetahui kadar vitamin C dari jus jambu
lemak yaitu jenis ascorbyl palmitate. Vitamin C dengan iodometri.
berfungsi untuk meningkatkan produksi dari
kolagen, serta imunitas (Perricone, 2007).
Vitamin C dikenal juga sensitif terhadap cahaya,
panas, logam, serta senyawa oksidator. Sumber METODOLOGI
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Alat dan Bahan Dalam menguji kadar vitamin C pada


sampel jus jambu digunakan metode titrasi
Alat yang digunakan yaitu buret, erlenmeyer, iodimetri atau titrasi langsung. Prinsip iodimetri
kertas saring, labu ukur 100 ml, magnetic stirrer, didasarkan pada metode penentuan kuantitatif
neraca analitik, pipet tetes. yang didasarkan pada jumlah I2 yang bereaksi
dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi
Bahan yang digunakan yaitu amilum, larutan antara sampel dengan ion iodin. Iodimetri
I2 dan Na2S2O3.5H2O, dan sampel jus jambu. merupakan titrasi redoks dimana I2 berperan
sebagai peniternya. Perbedaannya dengan
Prosedur iodometri dalam menganalisis bahan pangan
adalah iodimetri termasuk ke dalam oksidimetri
Prosedur yang dilakukan dalam yang menggunakan larutan I2 sebagai pentiter
praktikum ini adalah standarisasi larutan I2 dan (titran) sedangkan iodometri menggunakan
Na2S2O3.5H2O dibuat dengan konsentrasi 0,01 N, larutan Na2S2O3 sebagai peniternya (titran).
lalu larutan I2 dipipet sebanyak 10 ml dan Kemudian iodimetri menambahkan kanji atau
dipindahkan kedalam gelas erlenmeyer. Lalu, amilum saat awal penitaran namun iodometri
indikator amilum dipipet sebanyak 2 ml dan dilakukan saat mendekati titik akhir. Selain itu,
dipindahkan ke dalam gelas erlenmeyer, reduktor berperan sebagai tirat dan titrasi
kemudian dititrasi dengan Na2S2O3.5H2O dilakukan dalam suasana sedikit basa atau netral
standar, titrasi dihentikan setelah terjadi sedangkan iodometri pada suasana asam
perubahan warna larutan menjadi biru dan tidak (Shokrollahi, 2018)
pudar selama 30 detik, dan volume akhir titrasi
dicatat. Indikator yang digunakan yaitu amilum.
Amilum merupakan indikator spesifik sehingga
Prosedur selanjutnya adalah penentuan indikator ini hanya bereaksi terhadap salah satu
kadar Vitamin C. Pertama, sampel ditimbang komponen yang berikatan dalam titrasi.
sebanyak 10 gram, lalu dilarutkan dengan Kekurangan yang dimiliki amilum yaitu tidak
aquades, dihomogenkan dengan magnetic stirrer dapat larut dalam air dingin dan suspensi dalam
hingga bening. Setelah itu dipindahkan ke dalam air tidak dapat stabil. Prinsip dari metode ini
labu ukur 100 ml, ditempatkan dengan aquades adalah asam askorbat direaksikan dengan larutan
hingga tanda batas, lalu larutan dihomogenkan. iodin.
Selanjutnya larutan disaring menggunakan kertas
saring, dipipet filtrat sampel sebanyak 10 ml ke Penambahan amilum bertujuan untuk
dalam erlenmeyer. Lalu dipipet indikator amilum menandakan proses akhir titrasi dan H2SO4
sebanyak 2 ml ke dalam erlenmeyer, kemudian berfungsi agar menjaga suasana tetap asam.
dititrasi dengan larutan I2 standar. Titrasi Amilum digunakan karena sensitivitas warna biru
dihentikan ketika warna larutan berubah menjadi tua yang mempermudah pengamatan pada
biru dan tidak pudar selama 30 detik. Setelah itu perubahan pada saat tercapainya titik ekuivalen.
dicatat volume titrasi. Selain itu, adanya H2SO4 ini berfungsi sebagai
katalisator yang dapat mempercepat reaksi.
Setelah didapatkan hasil titrasi, Penambahan larutan H2SO4 dilakukan di awal
selanjutnya dilakukan perhitungan dengan rumus sebelum larutan Iod bertujuan agar larutan Iod
sebagai berikut : tidak mengalami oksidasi.

mg. Vit C (mg/mL. Sampel) = V titrasi Ada beberapa kelemahan dalam


[𝐼2] menggunakan metode ini dimana dalam keadaan
x [𝐼2]𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
x fp x 0,88
larutan terlalu asam maka oksigen dari udara
bebas dapat mengoksidasi iodida menjadi ion
sehingga mengganggu proses titrasi. Kemudian
larutan kanji yang rusak dapat memberikan warna
HASIL DAN PEMBAHASAN violet yang sulit hilang sehingga mengganggu
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

proses peniteran. Penitarnya mudah terurai oleh Kadar vitamin C dalam suatu sampel
cahaya sehingga preparasi contoh harus dapat mengalami penurunan karena beberapa
dilakukan terlebih dahulu. Selain itu, analisa faktor seperti pengaruh suhu yang tinggi, oksidasi
dengan iodometri ini memiliki kekurangan oleh udara, pengaruh cara pengolahan, pengaruh
dalam melakukan analisa vitamin C. Hasil analisa lama penyimpanan, serta pengaruh pembekuan.
vitamin C yang diperoleh kurang akurat karena Kehilangan vitamin C terbesar dapat terjadi saat
penggunaan standar Na2S2O3 tidak stabil dalam blansing dengan air panas sehingga suhu air harus
waktu lama. Bakteri yang memakan belerang diperhatikan agar tidak menyebabkan kenaikan
akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses aktivitas enzim. Pengaruh udara yang
metabolismenya akan mengakibatkan mengandung oksigen dan matahari yang
pembentukkan SO32-, SO42-, dan belerang mengandung sinar ultraviolet dapat masuk ke
koloidal. Belerang ini akan menyebabkan bahan pangan sehingga menyebabkan proses
kekeruhan, bila timbul keruh harus dibuang oksidasi. Apabila enzim oksidase vitamin C
(Sudarma, 2018). bertemu dengan molekul oksigen maka dapat
menyebabkan kerusakan vitamin C secara
Pada saat proses titrasi berlangsung langsung. Pengaruh lama penyimpanan terhadap
adanya reaksi yang terjadi diawali dengan kandungan vitamin C akan cenderung mengalami
tiosulfat terurai dalam larutan, membentuk penurunan. Hal ini disebabkan karena
belerang sebagai berikut: tertundanya penguapan air yang menyebabkan
struktur sel yang semula utuh menjadi layu
S2O32- + 2 H+ → H2S2O3 → H2SO3 + S(p) sehingga menurunkan kandungan vitamin D
Reaksi lambat atau bahkan tidak terjadi dengan cepat (Safaryani et al., 2007).
jika tiosulfat dititrasi dalam larutan asam dan Berdasarkan perhitungan, hasil analisis
iodium jika larutannya diaduk dengan baik. kadar vitamin C dalam sampel jus jambu adalah
Reaksi antara iodium dan tiosulfat adalah lebih 29,8658 mg/100g. Jumlah kadar vitamin C
cepat daripada reaksi penguraian. Kemudian tersebut masih dibawah standar vitamin C pada
iodium mengoksidasi senyawa tiosulfat menjadi buah jambu yaitu 87mg/100gram. Kadar vitamin
ion tetrationat dalam reaksi berikut: C pada jus jambu lebih kecil daripada buah jambu
I2 + 2 S2O32- → 2 I- + S4O62- segar. Hal ini dikarenakan vitamin C memiliki
sifat mudah larut dalam air dan juga mudah
Jika pH larutan lebih dari 9, maka tiosulfat teroksidasi oleh udara luar maupun terkena panas.
dioksidasi sebagian menjadi sulfat: Selain itu, kandungan vitamin buah jambu
mencapai puncaknya saat menjelang matang. Hal
4I2 + S2O32- + 5H2O → 8I- + 2SO42- + 10H+ ini dapat menjadi alasan adanya perbedaan kadar
vitamin C dalam setiap buah(Padang & Maliku,
Tetapi dalam larutan netral atau sedikit 2019).
basa, oksidasi terhadap tiosulfat tidak terjadi,
terutama jika digunakan sebagai titran (Asmal, KESIMPULAN
2018). Warna larutan iodium cukup pekat
sehingga iodium dapat bekerja sebagai Kesimpulan yang dapat diambil bahwa
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air
warna ungu atau merah lembayung yang pekat yang dikenal juga dengan asam askorbat, namun
kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida ada jenis vitamin C yang dapat larut dalam lemak
atau kloroform dan hal ini digunakan untuk yaitu jenis ascorbyl palmitate. Vitamin ini dapat
mengetahui titik akhir titrasi. Dalam percobaan diukur kadarnya dengan metode titrasi. Pada hasil
ini digunakan amilum sebagai indikatornya. perhitungan kadar vitamin C dalam sampel jus
Melalui titrasi iodimetri dapat dilakukan oleh jambu adalah 29,8658 mg/100g. Jumlah kadar
iodium secara langsung vitamin C tersebut masih dibawah standar
vitamin C pada buah jambu yaitu 87mg/100
2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6 gram. Kadar vitamin C pada jus jambu lebih kecil
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

daripada buah jambu segar. Kadar vitamin C Padang, S. A., & Maliku, R. M. (2019).
dalam suatu sampel dapat mengalami penurunan PENETAPAN KADAR VITAMIN C
karena beberapa faktor seperti pengaruh suhu PADA BUAH JAMBU BIJI MERAH
yang tinggi, oksidasi oleh udara, pengaruh cara (Psidium guajava L.) DENGAN
pengolahan, pengaruh lama penyimpanan, serta METODE TITRASI NA-2,6
pengaruh pembekuan. Kehilangan vitamin C DICHLOROPHENOL
terbesar juga dapat terjadi saat blansing dengan INDOPHENOL (DCIP). Media
air panas. Farmasi.
https://doi.org/10.32382/mf.v13i2.87
DAFTAR PUSTAKA 9

Asmal, A. (2018). Analisis Kandungan Perricone, N. 2007. The Perricone


Vitamin C Dalam Cabai Rawit Prescription. Jakarta: Serambi Ilmu
(Capsicum Fructuscens L.) Secara Semesta
Iodimetri. Jurnal Farmasi Sandi
Karsa. Safaryani, N., Haryanti, S., & Hastuti, E. D.
(2007). Pengaruh Suhu dan Lama
Erwanto, D., Utomo, Y. B., Fiolana, F. A., Penyimpanan terhadap Penurunan
& Yahya, M. (2018). Pengolahan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
Citra Digital untuk Menentukan Kadar oleracea L). ANATOMI FISIOLOGI.
Asam Askorbat pada Buah dengan https://doi.org/10.14710/baf.v15i2.25
Metode Titrasi Iodimetri. Multitek 71
Indonesia, 12(2), 77.
https://doi.org/10.24269/mtkind.v12i Shokrollahi, A. (2018). What is a Titration?
2.1290 Determination of Acidity Constants of
P-Rosolic Acid and Bromoxylenol
Harefa, N., Feronika, N., Kana, A. D., Blue by Solution Scanometric Method.
Hutagalung, R., Chaterine, D., & Bela,
Y. (2020). Analisis Kandungan Sudarma, I. D. G. A. (2018). Penentuan
Vitamin C Bahan Makanan dan Kadar Vitamin C pada Vitacimin dan
Minuman dengan Metode Iodimetri. UC-1000 dengan Titrasi Iodimetri.
Science Education and Application Jurnal Akademika Kimia.
Journal, 2(1), 35-42.

Nasoetion, A.H. (1995). Matahari Manusia


dan Makanan. Jakarta: Balai Pustaka
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil perhitungan vit C pada jus jambu

Kode Berat Fp [I2] V. % Rata- Mg/100g Rata-


sampel titrasi vit C rata Rata
(g) (mL)

1 10,0034 5 0,0097N 0,70 0,02 0,03 29,8658 28,8032

2 10,0005 0,65 0,03 27,7406


Keterangan:
1 ml I2 0,01 N = 0,88 mg Vitamin C
0,88 = nilai konversi setiap 1 ml iodin 0,01 N

[𝐼2]
1. mg vit. C (mg/mL sampel) = Volume titrasi x [𝐼2] 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
x fp x 0,88
0,0097
= 0,70 x 0,01
x 5 x 0,88
= 2,9876 mg/mL sampel
100
2. Kadar vit. C (mg/100g) = mg vit. C x
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
100
= 2,9876 x 10,0034
= 29,8658 mg/100g

𝑚𝑔 𝑣𝑖𝑡𝑐 𝐶
3. Kadar vit. C (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
x 100%
2,9876
= x 100%
15003,4
= 0,02%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

PRAKTIKUM ANALISIS SENYAWA BIOAKTIF


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Reina Angelica (240210190060)1, Geby Kurniaty (240210190061)2, Putri Almameira


(240210190062)3, Eva Sriyuni Debiana (240210190063)4, Priscilla Christhianthi
(240210190064)5, Rizha Gustian Firdaus (240210190065)6

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600
Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK

Senyawa bioaktif seperti antioksidan, flavonoid, dan senyawa fenolik memiliki efek
fisiologis bagi kesehatan manusia. Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan
menggunakan metode 2,2-diphenyl-1- picrylhydrazyl (DPPH). Untuk menentukan kadar fenol
total dapat dilakukan dengan metode Follin-Ciaocalteu. Sedangkan, analisis kuantitatif
flavonoid dilakukan dengan spektrofotometri UV-VIS. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui kandungan total fenolik pada sampel powder stevia, kadar flavonoid pada sampel
jahe merah, dan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel bee pollen. Berdasarkan
perhitungan, didapatkan kadar total fenolik powder stevia 1:1 (gum arab maltodekstrin) adalah
15,042% dan 15, 373%, sedangkan kadar fenolik powder stevia 1:2 adalah 9,025% dan 8,965%.
Kadar flavonoid pada jahe merah 1:4 adalah 0,5918% dan 0,6196%, sedangkan pada jahe merah
5:5 adalah 0,492% dan 0,4975%. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH
terhadap ekstrak bee pollen pada konsentrasi etanol 70% dengan lama maserasi 48 jam
menghasilkan IC50 sebesar 107.204 ppm. Sedangkan hasil aktivitas antioksidan pada konsentrasi
etanol 70% dengan lama maserasi 24 jam menghasilkan IC50 sebesar 76.857 ppm.

Kata kunci: Analisis kuantitatif flavonoid, kadar fenol total, uji antioksidan

PENDAHULUAN darah, serta dapat mencegah penuaan dini.


Senyawa bioaktif merupakan Selain itu, antioksidan digunakan untuk
senyawa yang mempunyai efek fisiologis mencegah oksidasi produk pangan,
yang bermanfaat dalam tubuh manusia misalnya perubahan warna dan aroma,
antara lain yaitu dapat dijadikan sebagai ketengikan, serta kerusakan fisik lainnya
sumber antioksidan, antibakteri, (Tamat et al., 2007).
antiinflamasi, dan antikanker. Berbagai Senyawa aktif antioksidan
penelitian tentang senyawa bioaktif banyak menghasilkan tingkat hambatan inhibition
dilakukan untuk kesehatan manusia mulai concentration (IC50). IC50 adalah
dari suplemen hingga obat-obatan konsentrasi antioksidan yang mampu
(Prabowo et al., 2014). menghambat 50% radikal bebas. Semakin
Antioksidan merupakan atom atau banyak radikal bebas yang dihambat oleh
molekul pemberi elektron yang dapat antioksidan, maka semakin kecil IC50. Nilai
meredam dampak negatif radikal bebas. IC50 didapatkan dengan membandingkan
Antioksidan diketahui dapat menetralkan serapan radikal bebas sebelum dan sesudah
radikal bebas atau mencegah sistem biologi direaksikan dengan antioksidan yang
tubuh dari efek yang merugikan dari proses terdapat dalam zat uji untuk setiap
atau reaksi yang menyebabkan oksidasi konsentrasi. Ekstrak dikatakan aktif jika
berlebihan. Antioksidan sangat bermanfaat memiliki IC50 kurang dari 100µg/mL
bagi kesehatan, seperti untuk mencegah (Kiswandono & Maslahat, 2011).
kanker, tumor, penyempitan pembuluh
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Senyawa antioksidan dapat berupa flavonoid mengandung system aromatik


senyawa alami ataupun senyawa sintetik. yang terkonjugasi sehingga menunjukkan
Senyawa sintetik sudah mulai ditinggalkan pita serapan yang kuat pada daerah
karena memiliki sifat karsinogenik spektrum sinar ultraviolet dan sinar tampak
sehingga banyak yang beralih ke senyawa (Aminah et al., 2017).
antioksidan alami. Senyawa alami banyak Tujuan praktikum kali ini adalah
ditemukan di dalam kulit buah-buahan. untuk menentukan kadar total fenolik dalam
Selain itu, terdapat senyawa kimia yang sampel powder stevia, kadar flavonoid
berperan sebagai antioksidan yakni dalam sampel jahe merah, serta mengetahui
termasuk golongan fenol dan polifenol aktivitas antioksidan pada sampel bee
(Firdayani & Winarni Agustini, 2015). pollen.
Pengujian antioksidan dapat
dilakukan menggunakan dua metode yaitu METODOLOGI
metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl Alat dan Bahan
(DPPH) dan ferric reducing antioxidant Alat yang digunakan pada
power (FRAP). Perbedaan kedua metode praktikum ini adalah erlenmeyer, labu ukur
tersebut yaitu metode FRAP langsung gelap, rotary evaporator, shaker, dan
mengukur total antioksidan dalam suatu Spektrofotometri UV-Vis.
bahan, sedangkan metode DPPH tidak Bahan yang digunakan pada
secara langsung mengukur total antioksidan praktikum ini adalah AlCl3 10%, aseton
melainkan mengukur kemampuan 70%, aquadest, aquadestilata, DDPH,
antioksidan untuk bereaksi dengan untuk ekstrak bee pollen, ekstrak powder stevia,
bereaksi dengan radikal bebas yang Folin Ceucallteu’s, jahe merah, kalium
dihasilkan dalam sistem pengujian. Pada asetat, kertas whatmen, Na2CO3 20%, dan
tumbuhan terrestrial, antioksidan yang metanol.
penting adalah senyawa fenolik.
Antioksidan dari senyawa fenolik dapat Prosedur
bersumber dari tanaman seperti senyawa Pengujian Fenolik
flavonoid, asam cinamat, kumarin, Pertama, sampel ditimbang
karotenoid, tokoferol, dan asam sebanyak 3 gram dalam erlenmeyer 250ml.
polifungsional organik (Fithriani et al., Selanjutnya diekstrak dengan aseton 70%
2015). sebanyak 50 ml selama 24 jam
Pengujian kadar total fenol menggunakan shaker. Hasilnya disaring
dilakukan menggunakan metode Follin- menggunakan kertas whatmen kemudian
Ciaocalteu. Prinsip metodenya adalah residu diekstrak kembali dengan aseton
reaksi oksidasi dan reduksi kolorimetrik 70% sebanyak 50 ml selama 3 jam. Ekstrak
untuk mengukur semua senyawa fenolik hasil penyaringan (filtrat) 1 dan 2
dalam sampel uji. Pereaksi Folin-Ciocalteu dicampurkan. Kemudian dilakukan
merupakan larutan kompleks ion polimerik pemekatan dengan rotary evaporator pada
yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan suhu 40℃. Hasil pemekatan disimpan di
asam heteropolifosfotungstat (Agbor et al., botol gelap pada suhu 4℃.
2014).
Salah satu golongan senyawa fenol Penetapan Total Fenolik
alam terbesar adalah flavonoid. Flavonoid Filtrat sebanyak 1 ml dipipet
memiliki sifat berbagai penangkap radikal kemudian ditepatkan dengan 25 ml
bebas, penghambat enzim hidrolisis, aquades. Larutan tersebut ditambahkan
oksidatif, serta sebagai antiinflamasi. Folin Ceucallteu’s 0,5 ml (1:1),
Analisis kuantitatif senyawa flavonoid dihomogenkan selama 30 detik. Kemudian
dilakukan menggunakan spektrofotometri ditambahkan Na2CO3 20% sebanyak 2,5 ml
UV-VIS untuk mengetahui seberapa besar lalu diinkubasi selama 40 menit pada ruang
kadar flavonoid total yang terkandung pada gelap. Diukur pada panjang gelombang
ekstrak sampel. Spektrofotometri UV-Vis 725nm.
tepat untuk menganalisis flavonoid karena
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Pembuatan Kurva Standar tidak dapat digunakan sehingga perlu


Kurva standar Asam Galat 100 ppm dilakukan pengenceran lagi.
dibuat kemudian dilakukan pengerjaan Selanjutnya larutan 1000 ppm
seperti prosedur penetapan kadar fenolik. dipipet dan diinkubasi di ruang gelap
selama 30 menit. Diukur menggunakan
Pengujian Kadar Flavonoid spektrofotometer dengan panjang
Sampel yang akan diekstrak, gelombang 516 nm. Terakhir, dilakukan
ditimbang sebanyak X mg kemudian plot kurva standar dengan % inhibisi yang
dilarutkan dalam 10 ml metanol. Diambil diperoleh.
sebanyak 1ml, lalu ditambahkan 3 ml
metanol, 0,2 ml AlCl3 10%, 0,2 ml kalium HASIL DAN PEMBAHASAN
asetat, dan dicukupkan dengan Pada praktikum analisis senyawa
aquadestilata sampai 10 ml. Disimpan bioaktif dilakukan tiga pengujian baik uji
selama 30 menit di tempat gelap pada suhu kuantitatif maupun kualitatif, antara lain
kamar. Selanjutnya, absorbansi diukur yaitu pengujian kadar total fenolik,
menggunakan Spektofotometri UV-Vis pengujian kadar flavonoid, dan pengujian
dengan panjang gelombang 431nm. Larutan aktivitas antioksidan.
sampel dibuat dalam tiga kali replikasi
sehingga kadar flavonoid yang diperoleh Pengujian Kadar Total Fenolik
sebagai ekuivalen kuersetin. Komponen senyawa bioaktif seperti
total fenol dapat diperoleh dengan ekstrak
Pembuatan Kurva Standar menggunakan pelarut. Prosedur yang
Kurva standar queresetin dibuat dilakukan yaitu sampel ditimbang sebanyak
100-200 ppm. Selanjutnya lakukan 3 gram dalam erlenmeyer 250 ml.
pengerjaan seperti prosedur penetapan Selanjutnya dilakukan ekstraksi. Ekstraksi
kadar flavonoid. merupakan proses penarikan senyawa
metabolit sekunder dengan bantuan pelarut.
Pengujian Aktivitas Antioksidan (IC50) Metode ekstraksi yang digunakan adalah
Pertama, DDPH sebanyak 8 mg metode maserasi yaitu salah satu metode
ditimbang dengan metanol, lalu umum proses ekstraksi bahan alam yang
dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 50 sederhana dan mudah. Pelarut akan
ml (160 ppm). Sampel ditimbang sebanyak menembus dinding sel dan masuk ke dalam
25mg kemudian dilarutkan dengan metanol. rongga sel yang mengandung zat-zat aktif
Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml sehingga zat aktif akan larut. Prinsipnya
(1000 ppm). Selanjutnya warna sampel yaitu suatu bahan akan mudah larut dalam
dibandingkan dengan cara menambahkan: pelarut yang polaritasnya sama.
Maserasi dilakukan menggunakan
Sampel (ml) Metanol (ml) DPPH (ml) pelarut aseton 70% selama 24 jam dengan
pengadukan menggunakan shaker.
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat
0,5 1,5 0,5
kontak antara sampel dengan pelarut.
1 1 0,5 Hasilnya disaring menggunakan kertas
whatmen kemudian residu diekstrak
1,5 0,5 0,5 kembali dengan aseton 70% sebanyak 50
ml selama 3 jam untuk mendapatkan
2 0 0,5 ekstrak yang maksimal. Lalu ekstrak hasil
penyaringan (filtrat) 1 dan 2 dicampurkan.
Kemudian filtrat dipekatkan menggunakan
Jika terdapat gradasi warna pada
rotary evaporator pada suhu 40℃ sehingga
0,5-2 ml mulai dari ungu sampai kuning,
diperoleh ekstrak pekat. Prinsip kerja rotary
maka larutan sampel dapat digunakan.
evaporator didasarkan pada titik didih
Namun jika warna dalam 0,5 ml sudah
pelarutnya dan adanya tekanan yang
berwarna kuning, makam larutan sampel
menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

atas, serta adanya kondensor yang Berdasarkan perhitungan,


menyebabkan uap mengembun lalu jatuh ke didapatkan kadar total fenolik powder
tabung penerima sehingga tersisalah ekstrak stevia 1:1 (gum arab maltodekstrin) adalah
yang diinginkan. Selanjutnya hasilnya 15,042% dan 15, 373%. Sedangkan kadar
disimpan dalam botol gelap pada suhu 4℃ fenolik powder stevia 1:2 adalah 9,025%
untuk menghindari penguapan sehingga dan 8,965%. Percobaan ini dilakukan
disimpan ditempat yang dingin sejuk serta duplo yaitu analisis kuantitatif yang
dari paparan cahaya langsung. dilakukan sebanyak dua kali untuk
Setelah itu, filtrat sebanyak 1 ml meningkatkan ketepatan hasil analisis.
dipipet kemudian ditepatkan dengan 25 ml
Berdasarkan penelitian (Ariviani &
aquades lalu ditambahkan Folin-Ciocalteu
sebanyak 0,5 ml (1:1), dihomogenkan
Ishartani, 2009), diketahui daun stevia
selama 30 detik. Prinsip metode Follin- kering mengandung komponen fenolik
Ciocalteu adalah oksidasi gugus fenolik total sebesar 25,18mg/g daun. Jika
hidroksil dengan pembentukan senyawa dibandingkan dengan hasil pengamatan,
kompleks berwarna biru yang dapat diukur kandungan total fenol stevia yang diuji
menggunakan spektrofotometer pada jauh lebih kecil dibandingkan literatur.
panjang gelombang 725 nm. fenolat, Hal ini disebabkan karena dalam
mereduksi asam heteropoli menjadi suatu praktikum ini kadar total fenol yang
kompleks molybdenum-tungsten (Mo-W) dihitung tidak murni 100% melainkan
(Siddiqua et al., 2010). telah dicampur dengan gum arab
Kemudian ditambahkan Na2CO3
maltodekstrin. Semakin tinggi
20% sebanyak 2,5 ml lalu diinkubasi
selama 40 menit pada ruang gelap. Diukur
campuran dalam powder stevia tersebut
pada panjang gelombang 725nm. maka penurun total fenolik dalam
Penambahan Na2CO3 20% bertujuan untuk powder stevia juga semakin besar.
membentuk suasana basa pada uji fenolik
Pengujian Kadar Flavonoid
agar terjadi reaksi reduksi oleh gugus
Penetapan kadar flavonoid
hidrolik dari fenolik dalam sampel.
dilakukan dengan metode kolorimetri.
Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 40
Kelebihan metode kolorimetri adalah cukup
menit pada ruangan gelap.
sederhana, tidak memerlukan alat yang
Selama reaksi berlangsung, gugus-
mahal, dan hanya dilakukan berdasarkan
hidroksil bereaksi dengan Follin-Ciocalteu
perbandingan warna. Prinsip penetapannya
membentuk kompleks fosfotungstat-
adalah perbandingan dengan menggunakan
fosfomolibdat berwarna biru dengan
perbedaan warna dengan pereaksi AlCl3
struktur yang belum diketahui. Warna biru
yang memberikan warna kuning dan
yang terbentuk berbanding lurus dengan
penambahan kalium asetat membentuk
konsentrasi ion fenolat. Semakin banyak
senyawa kompleks tahan asam antara gugus
ion fenolat yang mereduksi asam heteropoli
hidroksil dengan keton yang berdekatan dan
maka semakin pekat warna biru yang
membentuk kompleks tidak tahan asam
dihasilkan. Metode ini mempunyai
dengan gugus ortohidroksi pada flavonoid
kelebihan yaitu memberikan penampakan
(Beda, 2018).
warna yang lebih baik.
Prosedur yang dilakukan pada
Pada penetapan kadar senyawa
pengujian kadar flavonoid yaitu pertama,
fenolik total digunakan asam galat sebagai
sampel yang akan diekstrak ditimbang
larutan standar. Sebelum dilakukan
sebanyak X mg kemudian dilarutkan dalam
pengukuran kadar fenolik total, dibuat
10 ml metanol. Selanjutnya diambil
dahulu kurva kalibrasi larutan standar 100
sebanyak 1ml, lalu ditambahkan 3 ml
ppm. Penggunaan kurva kalibrasi ini
metanol, 0,2 ml AlCl3 10%, 0,2 ml kalium
bertujuan untuk membantu menentukan
asetat, dan dicukupkan dengan
kadar fenol dalam sampel melalui
aquadestilata sampai 10 ml. Pereaksi AlCl3
persamaan regresi dari kurva kalibrasi
digunakan untuk mendeteksi gugus flavon
(Marjoni et al., 2015).
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

dan flavonol pada senyawa flavonoid. mempengaruhi presentasi kadar senyawa


Sedangkan penambahan kalium asetat flavonoid yang didapat.
adalah untuk mendeteksi adanya gugus 7-
hidroksil (Azizah, Kumolowati, & Pengujian Aktivitas Antioksidan
Faramayuda, 2014). Selanjutnya disimpan Berdasarkan sumbernya,
selama 30 menit di tempat gelap pada suhu antioksidan dapat dibagi menjadi
kamar. Kemudian absorbansi diukur antioksidan alami yang merupakan senyawa
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis antioksidan yang terdapat secara alami
dengan panjang gelombang 431nm. dalam tubuh sebagai mekanisme pertahanan
Pengujian senyawa aktif menggunakan tubuh normal maupun berasal dari asupan
spektrofotometri memiliki panjang luar tubuh dan antioksidan sintetik yang
gelombang yang berbeda karena tiap media merupakan senyawa yang disintesis secara
akan menyerap cahaya pada panjang kimia. Pengujian aktivitas antioksidan
gelombang tertentu tergantung pada dimulai dengan DPPH. DPPH sebanyak 8
senyawa atau warna yang terbentuk. mg ditimbang dengan metanol, lalu
Larutan sampel dibuat dalam tiga dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 50 ml
kali replikasi sehingga kadar flavonoid (160 ppm). DPPH merupakan senyawa
yang diperoleh sebagai ekuivalen kuersetin. radikal bebas yang stabil sehingga apabila
Kuersetin digunakan karena merupakan digunakan sebagai pereaksi dalam uji
flavonoid golongan flavonol yang memiliki penangkapan radikal bebas cukup
gugus keto pada atom C-4 dan juga gugus dilarutkan dan bila disimpan dalam keadaan
hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang kering dengan kondisi penyimpanan yang
bertetangga (Azizah, Kumolowati, & baik dan stabil selama bertahun-tahun.
Faramayuda, 2014). Prinsip metode DPPH adalah penangkapan
Berdasarkan perhitungan, hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas
didapatkan kadar flavonoid pada jahe DPPH berwarna ungu dan diubah menjadi
merah 1:4 adalah 0,5918% dan 0,6196%, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil berwarna
sedangkan pada jahe merah 5:5 adalah kuning, kemudian sisa DPPH diukur
intensitas warnanya menggunakan
0,492% dan 0,4975%. Berdasarkan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
penelitian (Herawati & Saptarini, 2020) gelombang 516 nm.
yang berjudul “Studi Fitokimia pada Jahe Sampel kemudian ditimbang
Merah (Zingiber officinale Roscoe Var. sebanyak 25mg kemudian dilarutkan
Sunti Val)” yang menggunakan pelarut dengan metanol dan dimasukkan ke dalam
etanol didapatkan hasil bahwa kadar labu ukur 25 ml (1000 ppm). Metode
flavonoid total tertinggi terdapat dalam peredaman radikal bebas DPPH didasarkan
pada reduksi dari larutan metanol radikal
rimpang pada campuran pelarut etanol 96% bebas DPPH yang berwarna oleh
dan HCl 12 N dengan perbandingan 98:2 penghambatan radikal bebas. Ketika larutan
yaitu sebesar 0,0068%. Terlihat bahwa DPPH yang berwarna ungu bertemu dengan
kadar flavonoid jahe merah hasil penelitian bahan pendonor elektron maka DPPH akan
(Herawati & Saptarini, 2020) lebih kecil tereduksi, menyebabkan warna ungu akan
dari pada hasil perhitungan praktikum ini. memudar dan digantikan warna kuning
yang berasal dari gugus pikril (Azizah et al.,
Hal ini disebabkan karena waktu ekstraksi
2014). Jika terdapat gradasi warna pada 0,5-
ekstrak yang menggunakan pelarut metanol 2 ml mulai dari ungu sampai kuning, maka
lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak larutan sampel dapat digunakan. Namun
yang menggunakan pelarut etanol. Dapat jika warna dalam 0,5 ml sudah berwarna
diketahui bahwa waktu ekstraksi yang kuning, maka larutan sampel tidak dapat
berbeda, metode ekstraksi yang berbeda digunakan sehingga perlu dilakukan
dan pelarut yang digunakan untuk pengenceran lagi.
Selanjutnya larutan 1000 ppm
pengekstraksian berbeda kepolarannya
dipipet dan diinkubasi di ruang gelap
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

selama 30 menit. Diukur menggunakan 107.204 ppm. Sedangkan hasil aktivitas


spektrofotometer dengan panjang antioksidan pada konsentrasi etanol 70%
gelombang 516 nm. Terakhir, dilakukan dengan lama maserasi 24 jam menghasilkan
plot kurva standar dengan % inhibisi yang IC50 sebesar 76.857 ppm.
diperoleh.
Besarnya aktivitas antioksidan DAFTAR PUSTAKA
ditandai dengan nilai IC50 yakni konsentrasi Agbor, G. A., Vinson, J. A., & Donnelly, P.
larutan sampel yang dibutuhkan untuk E. (2014). Folin-Ciocalteau Reagent for
menghambat 50% radikal bebas DPPH. Uji Polyphenolic Assay Description of
aktivitas antioksidan menggunakan metode Folin Ciocalteau Reagent. International
DPPH terhadap ekstrak bee pollen pada Journal of Food Science Nutrition and
konsentrasi etanol 70% dengan lama Dietetics Int J Food Sci Nutr Diet.
maserasi 48 jam menghasilkan IC50 sebesar International Journal of Food Science
107.204 ppm. Sedangkan hasil aktivitas Nutrition and Dietetics (IJFS) Int J
antioksidan pada konsentrasi etanol 70% Food Sci Nutr Diet.
dengan lama maserasi 24 jam menghasilkan
IC50 sebesar 76.857 ppm. Kedua hasil Aminah, A., Tomayahu, N., & Abidin, Z.
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak (2017). PENETAPAN KADAR
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat FLAVONOID TOTAL EKSTRAK
karena sesuai standar range IC50 >50 sampai ETANOL KULIT BUAH ALPUKAT
200 ppm. Hasil IC50 jika dibandingkan (Persea americana Mill.) DENGAN
dengan ekstrak metanol masih lebih kecil METODE SPEKTROFOTOMETRI
dikarenakan zat yang mempunyai aktivitas UV-VIS. Jurnal Fitofarmaka
antioksidan lebih banyak terlarut dalam Indonesia, 4(2), 226–230.
metanol dibandingkan dalam ekstrak bee https://doi.org/10.33096/jffi.v4i2.265
pollen.
Lemahnya pengujian aktivitas Azizah, D. N., Kumolowati, E., &
dalam suatu sampel dapat dikarenakan oleh Faramayuda, F. (2014). PENETAPAN
nilai IC50 berada di atas 600 ppm. KADAR FLAVONOID METODE
Rendahnya nilai IC50 dapat diduga karena AlCl3 PADA EKSTRAK METANOL
adanya pengaruh sampel yang diperoleh KULIT BUAH KAKAO (Theobroma
sudah dalam keadaan kering. Sampel cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah
tersebut dapat dikeringkan menggunakan Farmasi, 2(2), 45–49.
panas atau cahaya matahari. Senyawa https://doi.org/10.26874/kjif.v2i2.14
bioaktif seperti antioksidan memiliki sifat
mudah rusak apabila terkena panas dan Beda, T. O. (2018). Penetapan Kadar
cahaya matahari ketika proses pengeringan Flavonoid Total Ekstrak Etanol Daun
(Lantah et al., 2017). Sisik Naga (Drymoglossum
piloselloides [L.] Presl) Karya Tulis
KESIMPULAN Ilmiah. Karya Tulis Ilmiah.
Berdasarkan praktikum kali ini, http://repository.poltekeskupang.ac.id
didapatkan kadar total fenolik powder
stevia 1:1 (gum arab maltodekstrin) adalah Firdayani, F., & Winarni Agustini, T.
15,042% dan 15, 373%, sedangkan kadar (2015). Ekstraksi Senyawa BIoaktif
fenolik powder stevia 1:2 adalah 9,025% sebagai Antioksidan Alami Spirulina
dan 8,965%. Kadar flavonoid pada jahe Platensis Segar dengan Pelarut yang
merah 1:4 adalah 0,5918% dan 0,6196%, Berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil
sedangkan pada jahe merah 5:5 adalah Perikanan Indonesia, 18(1), 28–37.
0,492% dan 0,4975%. Uji aktivitas https://doi.org/10.17844/jphpi.2015.18.
antioksidan menggunakan metode DPPH 1.28
terhadap ekstrak bee pollen pada
konsentrasi etanol 70% dengan lama Fithriani, D., Amini, S., Melanie, S., &
maserasi 48 jam menghasilkan IC50 sebesar Susilowati, R. (2015). Uji Fitokimia,
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Kandungan Total Fenol dan Aktivitas Marjoni, M. R., Afrinaldi, & Novita, N. A.
Antioksidan Mikroalga Spirulina sp., (2015). Kandungan Total Fenol Dan
Chlorella sp., dan Nannochloropsis sp. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Kelautan Dan Perikanan, 10(2), 101. Total Content of Fenol and Antioxidant
https://doi.org/10.15578/jpbkp.v10i2.27 Activity of The Aqueous Extract of
0 Cherry Leaf (Muntingia calabura L.).
Jurnal Kedokteran Yarsi, 23(3), 187–
Herawati, I. E., & Saptarini, N. M. (2020). 196.
Studi Fitokimia pada Jahe Merah
(Zingiber officinale Roscoe Var. Sunti Prabowo, Y. A., Estiasih, T., &
Val). Majalah Farmasetika., 4(Suppl Purwantiningrum, I. (2014). Umbi
1), 22–27. Gembili (Dioscorea Esculenta L.)
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika Sebagai Bahan Pangan Mengandung
.v4i0.25850 Senyawa Bioaktif : Kajian Pustaka
Gembili (Dioscorea Esculenta L.) As
Kiswandono, A. A., & Maslahat, M. Food Contain Bioactive Compounds :
(2011). UJI ANTIOKSIDAN A Review. Jurnal Pangan Dan
EKSTRAK HEKSANA , ETIL Agroindustri.
ASETAT , ETANOL , Universitas
Prima Indonesia , Medan Jurusan Siddiqua, A., Premakumari, K. B., Sultana,
Kimia FMIPA Universitas Nusa R., Vithya, & Savitha. (2010).
Bangsa , Bogor. Jurnal Sains Natural Antioxidant activity and estimation of
Universitas Nusa Bangsa, 1(1), 33–38. total phenolic content of Muntingia
calabura by colorimetry. International
Lantah, P. L., Montolalu, L. A., & Reo, A. Journal of ChemTech Research.
R. (2017). KANDUNGAN
FITOKIMIA DAN AKTIVITAS Tamat, S. R., Wikanta, T., & Maulina, L. S.
ANTIOKSIDAN EKSTRAK (2007). Aktivitas Antioksidan dan
METANOL RUMPUT LAUT Toksisitas Senyawa Bioaktif dari
Kappaphycus alvarezii. Media Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
Teknologi Hasil Perikanan, 5(3), 73. reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu
https://doi.org/10.35800/mthp.5.3.2017. Kefarmasian Indonesia.
16785

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil pengamatan kadar total fenolik Powder Stevia


Ulangan Kapang W Tepatkan Alikuot(ml) Tepatkan Absorbansi %
1 Khamir sampel dengan (ml) sampel Fenolik
(g) aquades
(ml)
B1 Powder 0,1 10 1,0 25,0 0,497 15,042%
B2 Stevia 0,1 10 1,0 25,0 0,508 15,373%
1:1 (Gum
Arab:
Maldeks)
C1 Powder 0,1 10 1,0 25,0 0,297 9,025%
Stevia
1:2 (Gum
Arab:
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Maldeks)
C2 0,1 10 1,0 25,0 0,295 8,965%

Rumus perhitungan:
B1:
Y = 0,0831x-0.003
0,497 = 0,0831x-0.003
0,497 + 0.003
x= 0.0831
x = 6,0168 mg/1000ml = 6,0168 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
6,0168 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 15,042%

B2:
Y = 0,0831x-0.003
0,508= 0,0831x-0.003
0,497 + 0.003
x= 0.0831
x = 6,1492 mg/1000ml = 6,1492 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
6,1492 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 15,373%

C1:
Y = 0,0831x-0.003
0,297 = 0,0831x-0.003
0,297 + 0.003
x= 0.0831
x = 3,6101 mg/1000ml = 3,6101 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
% Fenolik = 1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3,6101 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 9,025%

C2:
Y = 0,0831x-0.003
0,295 = 0,0831x-0.003
0,295 + 0.003
x=
0.0831
x = 3,5860 mg/1000ml = 3,5860 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑔 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 𝑥ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
% Fenolik = 𝑤 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3,5860 10
𝑥 𝑥25
1000 1
% Fenolik = 0,1
% Fenolik = 8,9651%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Tabel 2. Hasil pengamatan kadar flavonoid Jahe Merah


Ulangan Kapang W Tepatkan Alikuot Tepatkan Absorbansi %
I Khamir sampel dengan (ml) (ml) sampel Flavonoid
(g) akuades
(ml)
C1 Bubuk 1,0007 25 1 10 0,120 0,5918%
C2 1:4 1,0007 25 1 10 0,125 0,6196%
D1 Bubuk 1,0004 25 1 10 0,102 0,492%
D2 5:5 1,0004 25 1 10 0,103 0,4975%

Rumus perhitungan:
C1
y = 0,045x + 0,0134
0,120 = 0,045x + 0,0134
0,120−0,0134
x= 0,045
= 2,369 mg/1000 ml = 2,369 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
2,369 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
= 1,0007
= 0,5918%
C2
y = 0,045x + 0,0134
0,125 = 0,045x + 0,0134
0,125−0,0134
x= 0,045
= 2,48 mg/1000 ml = 2,48 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = x x hasil ditepatkan
1000 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
2,48 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
=
1,0007
= 0,6196%

D1
y = 0,045x + 0,0134
0,102 = 0,045x + 0,0134
0,102−0,0134
x= 0,045
= 1,97 mg/1000 ml = 1,97 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
1,97 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
=
1,0004
= 0,492%
D2
y = 0,045x + 0,0134
0,103 = 0,045x + 0,0134
0,103−0,0134
x= 0,045
= 1,991 mg/1000 ml = 1,991 ppm
𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
% flavonoid = 1000
x 𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑜𝑡
x hasil ditepatkan
1,991 25
𝑥 𝑥 10
1000 1
= 1,0004
= 0,4975%
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Tabel 3. Hasil pengamatan aktivitas antioksidan pada Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi
48 jam(B1)
Panjang Gelombang: 517 nm 2.5 mg ekstrak dalam 25 metanol
Absorbansi Persamaan
Kons(ppm) % Inhibisi IC50 (ppm)
(y) y=bx +a
0,895 6,25 5,27
0,826 12,5 6,85 y = 0.453x +
0,761 25 9,17 1.4367
107.204 KUAT
0,606 50 28.03 50 = 0.453x +
0,331 100 45,63 1.4367
0,949

Tabel 4. Hasil pengamatan aktivitas antioksidan pada Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi
24 jam(C1)
Panjang Gelombang: 517 nm 2.5 mg ekstrak dalam 25 metanol
Absorbansi Persamaan
Kons(ppm) % Inhibisi IC50 (ppm)
(y) y=bx +a
0,895 6,25 2,72
0,826 12,5 10,22 y = 0.6384x +
0.9346
0,761 25 17,28
50 = 0.6384x + 76.857 KUAT
0,606 50 34,13
0.9346
0,331 100 64,02
0,949

Keterangan nilai IC50:


≤ 50 Sangat Kuat
>50-200 Kuat
>200-600 Lemah
>600 Sangat Lemah

Gambar 1. Kurva STDR Asam Galat Powder Stevia B & C

Kurva Kadar Total Fenolik


Powder Stevia y = 0,0831x - 0,003
R² = 1
0,05

0,04

0,03
AU

0,02

0,01

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
konsentrasi (ppm)

Gambar 2. Kurva STDR queresetin Jahe Merah C dan D


Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 26 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 12 Mei 2021

Gambar 3. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi 48 jam

Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee


Pollen Etanol 70% Maserasi 48 jam
50
y = 0,453x + 1,4367
40 R² = 0,9749
% Inhibisi

30

20

10

0
0 50 100 150
Konsentrasi Inhibitor (ppm)

Gambar 4. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee Pollen Etanol 70% Maserasi 24 jam

Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bee


Pollen Etanol 70% Maserasi 24 jam
70
60 y = 0,6384x + 0,9346
R² = 0,9963
50
% Inhibisi

40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR PROTEIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Reina Angelica (240210190060), 2Geby Kurniaty (240210190061), 3Putri Almameira
(240210190062), 4Eva Sriyuni Debiana (240210190063), 5Priscilla Christhianthi (240210190064),
6
Rizha Gustian Firdaus (240210190065)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: putrialma23@gmail.com

ABSTRAK
Suatu bahan pangan perlu dilakukan pengujian baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Hal tersebut dilakukan untuk menentukan kualitasnya dan memudahkan penanganan selanjutnya.
Protein merupakan salah satu komponen yang sering dijumpai pada bahan makanan. Protein dapat
menentukan kualitas bahan pangan tersebut, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap
kandungannya. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan dalam menganalisis kandungan
protein adalah metode Kjeldahl. Analisis kadar protein pada berbagai bahan pangan pada kadar
protein yang berbeda, sampel roti coklat diperoleh kadar protein 7,2% dan 7,21%, batagor 7,10%
dan 7,11%, cilok 4,70% dan 4,71%, madu 0,066% dan 0,066%, serta tempurung kelapa 0,3 %
dan 0,34%. Hasil analisis dibandingkan dengan standar SNI.
Kata kunci: Metode Kjeldhal, kandungan protein, kualitas pangan

PENDAHULUAN Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi


Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Protein merupakan senyawa yang Penentuan kadar protein secara
berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun kuantitatif terdiri atas metode Kjeldahl,
tubuh serta sebagai sumber asam amino yang metode titrasi formol, metode Lowry,
mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. metode spektrofotometri visible (Biuret),
Unsur-unsur ini tidak dimiliki oleh lemak atau dan metode spektrofotometri UV.
karbohidrat. Molekul protein mengandung Analisis protein dengan metode
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang Kjeldahl merupakan metode yang
mengandung unsur logam seperti tembaga. sederhana untuk penetapan nitrogen total
Apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi pada asam amino, protein, dan senyawa
oleh karbohidrat dan lemak, maka dapat dapat yang mengandung nitrogen. Metode ini
digunakan protein sebagai bahan bakar. Protein terdiri dari tahap destruksi, destilasi, dan
juga ikut mengatur proses tubuh, baik itu secara titrasi (Sudarmadji, dkk., 1989).
langsung maupun tidak langsung. Protein Tujuan praktikum ini adalah
mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan menentukan kadar protein bahan pangan
dan pembuluh darah dengan menimbulkan secara kuantitatif dengan metode
tekanan osmotik koloid. Protein dapat mengatur Kjeldahl.
keseimbangan asam basa dalam tubuh karena
bersifat amfoter atau dapat bereaksi dengan METODOLOGI
asam dan basa. Alat dan Bahan
Analisis protein dapat dilakukan Alat yang digunakan terdiri dari
dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan labu Kjeldahl 100 ml, alat destilasi, alat
kuantitatif. Penentuan kadar protein secara destruksi, Erlenmeyer 250 ml, buret, batu
kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi didih, bulb pipet, klem, labu ukur 25 ml,
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

neraca analitik, pipet ukur, pipet volume, protein) dengan metode Kjeldahl.
sentrifugator, statif, dan spektrofotometer. Metode ini digunakan karena dapat
menguji kadar protein pada sampel yang
Bahan yang digunakan meliputi sampel jumlahnya sedikit (Winarno, 1992).
yang terdiri dari roti coklat, batagor ikan, cilok, Selain itu, metode ini juga dapat
madu, dan kelapa batok. Selain itu, dibutuhkan sekaligus menentukan kadar protein yang
K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH- terkoagulasi serta tidak larut dalam air
Na2S2O3.5H2O, H3BO3 3%, indicator metil (Rohman dan Sumantri, 2007).
merah dan brom kresol, serta HCL 0,02 N yang Analisis protein dengan metode
telah distandarisasi. Kjeldahl terdiri dari tiga tahapan utama,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Prosedur Tahap destruksi merupakan tahap
Sampel cair yang terdapat dalam labu perubahan senyawa kompleks menjadi
Kjeldahl 100 ml ditimbang, lalu ditambah 0,9 senyawa yang lebih sederhana. Tahap
gram K2SO4, 0,04 HgO, dan 2 ml H2SO4 destilasi merupakan tahap reaksi
pekat. Kemudian, didestruksi di ruang asam perubahan senyawa nitrogen menjadi
sampai cairan berwarna jernih, pada alat senyawa lain. Tahap titrasi merupakan
destilasi diatur waktu dan jenis sampel yang tahap penentuan kadar nitrogen dari
akan didestruksi, sehingga setiap sampel senyawa nitrogen yang telah dipisahkan.
mempunyai waktu yang berbeda. Lalu setelah Pada percobaan ini, sampel yang
itu sampel didinginkan. Larutan sampel hasil digunakan dalam penentuan protein
destruksi tersebut dibilas dengan aquades dan adalah roti coklat, batagor ikan, cilok,
dimasukkan ke dalam alat destilasi yang telah madu, dan kelapa batok. Keenam sampel
dirangkai sebelumnya dan ditambah dengan 10 ini dijadikan sampel cair untuk
ml NaOH-Na2S2O3.5h20 (60;5), lalu mempermudah proses analisis. Dengan
dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung cara, sebanyak 0,1 gram sampel
dalam Erlenmeyer 250 ml yang sudah berisi 15 ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
ml H3BO3 3% dan 3-5 tetes indicator campuran Kjeldahl 100 ml dan ditambah tablet
metil merah-brom kresol. Destilat ditampung kjeldahl.
50-100 ml, selanjutnya destilat dititrasi dengan Sampel cair tersebut ditimbang
HCl 0,02 N yang sudah distandarisasi hingga kembali, lalu ditambah 0,9 gram K2SO4,
terjadi perubahan warna menjadi orange. 0,04 HgO. Senyawa K2SO4 dan HgO
Setelah itu, kadar protein diukur berfungsi sebagai katalisator tambahan
menggunakan rumus sebagai berikut : yang dapat mempercepat proses oksidasi
dengan menaikkan titik didih asam sulfat
Kadar N (%) = dan merubah valensi. d Kemudian
(𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑀𝑟 𝑁
x 100% ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat sebagai
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
senyawa pendestruksi. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan dengan didestruksi
Kadar protein (%) = kadar N x faktor konversi di ruang asam hingga mendidih dan
ditambahkan indikator PP agar terlihat
HASIL DAN PEMBAHASAN perubahan warna untuk pengenceran.
Protein adalah bagian utama dalam Durasi destruksi hingga mendapatkan
suatu organisme karena menjadi penyusun lebih larutan yang bening pada setiap sampel
dari 50% massa kering sebagian besar sel dapat berbeda-beda karena tergantung
Berbeda dengan karbohidrat dan lemak, protein dari komposisi setiap sampel. Larutan
terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, yang jernih mengindikasikan bahwa
nitrogen dan untuk beberapa protein terdapat seluruh padatan dalam sampel telah
unsur logam seperti besi dan tembaga. Maka terdestruksi menjadi partikel yang larut.
dari itu, penetapan jumlah protein dalam bahan Selama proses destruksi,
pangan dapat dilakukan melalui analisis kadar senyawa H2SO4 akan mendestruksi
N dalam sampel atau kadar protein kasar (crude sampel elemen karbon (C) dan hidrogen
(H) menjadi CO, CO2, dan H2O.
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

Sedangkan elemen nitrogen (N) akan berubah asam pada larutan dan mengubah warna
menjadi (NH4)2SO4. Semakin lama kontak asam analit menjadi orange dan membentuk
sulfat dengan sampel, makan proses destruksi senyawa kompleks amonium klorida.
akan berjalan semakin efektif. Maka dari itu, Jumlah asam klorida yang digunakan
kenaikan titik didih pada asam sulfat untuk titrasi setara dengan jumlah gas
dibutuhkan karena asam sulfat membutuhkan NH3 yang dibebaskan pada proses
waktu yang lama untuk menguap (Winarno, destilasi. Adapun reaksi yang terjadi
1992). Adapun reaksi yang terjadi selama selama titrasi adalah sebagai berikut:
proses destruksi adalah sebagai berikut: 2 (NH4)H2BO3+ 2 HCl 🡪 2 NH4Cl + 2
HgO + H2SO4 → HgSO4 + H2O H3BO3
2HgSO4 → HgSO4 + SO2 + 2On (Yenrina, 2015)
HgSO4 + 2H2SO4 → 2HgSO4 + 2H2O + SO2 Untuk mengetahui jumlah kadar
(CHON) + On + H2SO4 → CO2 + H2O + N dalam sampel, dilakukan perhitungan
(NH4)2SO4 menggunakan rumus berikut ini :
(Winarno, 1992) Kadar N (%) =
Lalu setelah itu sampel didinginkan dan (𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑀𝑟 𝑁
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x
dibilas dengan aquades untuk menetralkan
suasana asam. Pendinginan dilakukan hingga 100%
suhu sampel mencapai suhu ruang untuk Volume blanko (Vb) yang
memastikan reaksi sebelumnya benar-benar diperoleh dalam percobaan ini sebesar
selesai. Selain itu menurut Nielsen (2010), 0,11 ml dengan faktor konversi mr N
ammonium sulfat (HgSO4) yang terbentuk sebesar 14,007 agar perhitungan semakin
selama proses destruksi dapat bereaksi dengan akurat. Setelah diperoleh persentase
HgO membentuk senyawa kompleks merkuri- kadar N dalam bahan, maka kadar protein
amonia. Sehingga dengan proses pendinginan, kasar dapat ditentukan dengan rumus
senyawa kompleks merkuri-amonia yang sebagai berikut :
terbentuk akan dipecah kembali menjadi Kadar protein (%) = kadar N x faktor
amonium sulfat. konversi
Kemudian, larutan yang telah Nilai faktor konversi pada rumus ini
didinginkan dimasukkan kembali ke dalam alat tergantung pada komposisi suatu bahan.
destilasi yang telah dirangkai sebelumnya dan Berdasarkan sumber literatur, diketahui
ditambah dengan 10 ml NaOH-Na2S2O3.5 H2O bahwa rata-rata protein secara alamiah
(60:5) untuk dilakukan destilasi. Proses mengandung unsur N sebesar 16%
destilasi ini dilakukan untuk mempercepat dengan nilai FK secara umum adalah
reaksi pemecahan (NH4)2SO4.NaOH. 6,25. Dalam percobaan ini diketahui
Kemudian, hasil destilasi ditampung bahwa untuk sampel madu digunakan FK
dalam Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 15 sebesar 6,25, untuk sampel kelapa batok
ml H3BO3 3% dan 3-5 tetes indikator campuran digunakan FK sebesar 5,30, untuk
metil merah-brom kresol. Senyawa H3BO3 sampel batagor ikan digunakan FK
digunakan untuk menangkap amonia yang daging sebesar 6,25, dan untuk sampel
dibebaskan selama proses destilasi berlangsung. roti coklat serta cilok digunakan FK
Sedangkan indikator campuran metil merah- tepung sebesar 5,70. Sehingga diperoleh
brom kresol digunakan untuk mengetahui persentase protein kasar sebagai berikut:
suasana asam larutan, karena proses destilasi Tabel 1. Hasil perhitungan kadar protein
membantu untuk mengubah suasana asam kasar pada sampel
menjadi basa. Pengulangan
Destilat sebanyak 50-100 mL, Sampel
selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,02 N yang
1 2
sudah distandarisasi hingga terjadi perubahan
warna. Pada awal titrasi, senyawa NH3 akan
bereaksi dengan HCl menghasilkan NH4Cl. Roti 7,2 % 7,21 %
Karena digunakan HCl berlebih, maka ketika coklat
NH3 habis bereaksi, HCl akan memberi suasana
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

lebih besar apabila dibandingkan dengan


Batagor 7,11 % 7,10 %
SNI kandungan protein pada tepung sagu
ikan
(bahan dasar cilok) yang sebesar <0,3%.
Cilok 4,70 % 4,71 % Kadar protein pada sampel madu sebesar
0,066% memiliki nilai yang lebih kecil
Madu 0,066 % 0,066 % apabila dibandingkan dengan SNI
kandungan protein pada madu sebesar
Kelapa 0,3 % 0,34 % 0,5 g. Kadar protein pada sampel kelapa
batok batok sebesar 0,3% memiliki nilai yang
lebih kecil apabila dibandingkan dengan
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui
kandungan protein pada tepung ampas
bahwa sampel yang memiliki kadar protein kelapa yang sebesar 5,787%. Jadi,
tertinggi adalah roti coklat, yakni sebesar 7,2%.
sampel yang memiliki kadar protein
Sedangkan untuk sampel dengan kadar protein
tertinggi adalah roti coklat sebesar 7,2%,
terkecil terdapat pada madu, yakni sebesar sedangkan sampel yang memiliki kadar
0,066%.
protein terendah adalah madu sebesar
Penentuan kadar protein pada beberapa 0,066%.
sampel ini kemudian dibandingkan pada SNI
atau sumber literatur lain. Kadar protein pada
DAFTAR PUSTAKA
sampel roti coklat sebesar 7,2% memiliki nilai Afoakwa, M. 2008. Cocoa and Chocolate
yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan
Consumption – Are There
kandungan protein pada tiga formula roti manis
Aphrodisiac and Other Benefits
yang memiliki range sebesar 10,07 - 11,44%
for Human Health?. South
(Barlina, 2016). Kadar protein pada sampel
African Journal of Clinical
batagor ikan sebesar 7,1% memiliki nilai yang
Nutrition. 21(3):107-113
lebih kecil apabila dibandingkan dengan SNI
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar
kandungan protein pada tepung ikan sebesar
Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka
10,772% (Badan Standar Nasional, 2015).
Utama :Jakarta.
Kadar protein pada sampel cilok sebesar 4,7% Apriyantono, Anton, dkk, 1988. Analisis
memiliki nilai yang lebih besar apabila
Pangan. Pusbangtepa IPB :
dibandingkan dengan SNI kandungan protein
Bogor
pada tepung sagu (bahan dasar cilok) yang
Badan Standar Nasional. (2015).
sebesar <0,3% (Widaningrum, Purwati, &
Makanan Ringan Ekstrudat. Kajian
Munarso, 2005). Kadar protein pada sampel
SNI 01-2886-2000 Makanan
madu sebesar 0,066% memiliki nilai yang lebih
Ringan Ekstrudat, 1–41.
kecil apabila dibandingkan dengan SNI
Barlina, R. (2016). Substitusi Pati Sagu
kandungan protein pada madu sebesar 0,5 g
pada Pengolahan Roti Manis.
(Wulandari, 2017). Kadar protein pada sampel
Buletin Palma, 14(2), 117–124.
kelapa batok sebesar 0,3% memiliki nilai yang https://doi.org/10.21082/bp.v14n2.
lebih kecil apabila dibandingkan dengan
2013.117-124
kandungan protein pada tepung ampas kepala
Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi I
yang sebesar 5,787% (Putri, 2014). ndustri. Yogyakarta:
C.V Andi Offset.
KESIMPULAN
Nielsen. S. S. 2010. Food Analysis 4
thEdition. Springer: United
Kesimpulan yang diperoleh dari
States.
praktikum ini yaitu kadar protein pada sampel
roti coklat sebesar 7,2%. Kadar protein untuk Putri, M. F. (2014). Kandungan Gizi Dan
sampel batagor ikan yaitu sebesar 7,1% yang Sifat Fisik Tepung Ampas
nilainya lebih kecil apabila dibandingkan Kelapa Sebagai Bahan Pangan
dengan SNI kandungan protein pada tepung Sumber Serat. Teknobuga, 1(1),
ikan sebesar 10,772%. Kadar protein pada 32–43.
sampel cilok sebesar 4,7% memiliki nilai yang
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

Rohman, A., dan Sumantri. 2007. Analisis %𝑁


Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada ((4.77 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
University Press. = 𝑥 100%
511,1
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. % 𝑁 = 1.27 %
Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta. Kadar Protein
Yogyakarta.
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑟𝑜𝑡𝑖
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
% 𝑃 = 1.27 % 𝑥 5.70
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
Widaningrum, W., Purwati, E. Y., & Munarso, % 𝑃 = 7.21 %
S. J. (2005). Kajian Terhadap Sni Mutu
Pati Sagu. Jurnal Standardisasi, 7(2), 91.
https://doi.org/10.31153/js.v7i3.34 Sampel Batagor Ikan 1
Wulandari, D. D. (2017). Analisa Kualitas
Madu (Keasaman, Kadar Air, dan Kadar Kadar Nitrogen
Gula Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan
Suhu Penyimpanan. Jurnal Kimia Riset, %𝑁
2(1), 16. ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
https://doi.org/10.20473/jkr.v2i1.3768 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁
((4.57 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
LAMPIRNAN = 𝑥
544,2
Sampel Roti Cokelat 1 100%
Kadar Nitrogen % 𝑁 = 1.14 %
%𝑁 Kadar Protein
(𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁 % 𝑃 = 1.14 % 𝑥 6.25
((4.88 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100% % 𝑃 = 7.11 %
524,5
% 𝑁 = 1.26 %
Sampel Batagor Ikan 2
Kadar Protein
Kadar Nitrogen
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑟𝑜𝑡𝑖
%𝑁
% 𝑃 = 1.26 % 𝑥 5.70 ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
% 𝑃 = 7.2 % 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁
((4.32 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
Sampel Roti Cokelat 2 = 𝑥
514,2
Kadar Nitrogen 100%
%𝑁 % 𝑁 = 1.14 %
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% Kadar Protein
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

% 𝑃 = 1.14 % 𝑥 6.25 %𝑁
((0.18 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
% 𝑃 = 7.10 % = 𝑥 100%
816.8
% 𝑁 = 0.012 %
Sampel Cilok 1 Kadar Protein
Kadar Nitrogen % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘
%𝑁 % 𝑃 = 0.012 % 𝑥 6.25
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% % 𝑃 = 0.066 %
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁
((3.11 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100% Sampel Madu 2
504.8
Kadar Nitrogen
% 𝑁 = 0.82 %
%𝑁
Kadar Protein ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
% 𝑃 = 0.82 % 𝑥 5.70 %𝑁
((0.15 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
% 𝑃 = 4.70 % = 𝑥
523.8
100%
Sampel Cilok 2 % 𝑁 = 0.01 %
Kadar Nitrogen Kadar Protein
%𝑁 % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100% % 𝑃 = 0.01 % 𝑥 6.25
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁 % 𝑃 = 0.066 %
((3.10 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100%
501.8
Sampel Kelapa Batok 1
% 𝑁 = 0.83 %
Kadar Nitrogen
Kadar Protein
%𝑁
% 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 ((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
% 𝑃 = 0.83 % 𝑥 5.70 𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
% 𝑃 = 4.71 % %𝑁
((0.32 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
=
514.7
Sampel Madu 1 𝑥 100%
Kadar Nitrogen % 𝑁 = 0.057 %
%𝑁 Kadar Protein
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
𝑊𝑆 (𝑚𝑔) % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎
Nama Asisten : Insan Fadhil
Tanggal Praktikum : 28 April 2021
Tanggal Pengumpulan : 15 Mei 2021

% 𝑃 = 0.057 % 𝑥 5.30 % 𝑃 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎


% 𝑃 = 0.3 % % 𝑃 = 0.064 % 𝑥 5.30
% 𝑃 = 0.34 %

Sampel Kelapa Batok 2


Kadar Nitrogen
%𝑁
((𝑉1 − 𝑉0) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑀𝑟 𝑁)
= 𝑥 100%
𝑊𝑆 (𝑚𝑔)
%𝑁
((0.35 − 0.11) 𝑥 0.0991 𝑥 14,007)
= 𝑥 100%
517.9
% 𝑁 = 0.064 %
Kadar Protein

Anda mungkin juga menyukai