beberapa tanaman yang secara alami memproduksi racun atau toksin sebagai alat
pertahanan terhadap serangga dan hama penyakit lain. Toksin tanaman
mempunyai efek negatif pada bioavailabilitas (kesediaan) zat gizi. Jika racun ini
masuk ke dalam tubuh manusia maka dapat menimbulkan berbagai efek seperti
akut, kronik, atau karsinogenik. Menurut Winarno (1997), Senyawa beracun
digolongkan menjadi 3 jenis yaitu senyawa beracun alamiah, senyawa beracun
dari mikroba, dan senyawa beracun oleh residu dan pencemaran. Salah satu
senyawa beracun yang alamiah adalah HCN (hidrogen sianida).
Hidrogen
sianida
dikeluaran
dari
terurainya
senyawa
glikosida
sianogenetik yang terdapat dalam bahan pangan nabati. HCN dikeluarkan bila
bahan tersebut dihancurkan, dikunyah, diiris, atau rusak. Bila dicerna, HCN
tersebut dapat sangat cepat terserap oleh pencernaan masuk ke darah. HCN dapat
menyebabkan sampai kematian pada dosis 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan
(Winarno, 1997). Praktikum analisis pangan kali ini yaitu melakukan penentuan
kadar HCN (asam sianida). Pengujian yang dilakukan yaitu secara kualitatif dan
kuantitatif untuk mengetahui kandungan HCN yang terdapat dalam sampel.
Sampel yang digunakan adalah kluwek dan singkong, sampel ini telah dipastikan
mengandung HCN.
5.1.
mengetahui ada atau tidak adanya kadar HCN pada sampel. Mula-mula sampel
halus sebanyak 20 gram dan kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
dan tambahkan 10 ml asam tartat 5%. Penambahan asam tartrat berfungsi untuk
melarutkan HCN agar lebih mudah terlepas dari sampel dan menghasilkan uap
HCN. Uap HCN yang dihasilkan disebabkan oleh hidrogen dari asam tartarat
(H2.C4H4O6) beraksi dengan ion CN- yang terlarut dalam sampel sehingga
dihasilkanlah uap HCN.
Reaksi yang berlangsung adalah :
2CN-
2H+ -------->
2HCN
Selanjutnya sepotong kertas saring dicelupkan pada asam pikrat jenuh lalu
dikeringkan. Setelah kering dibasahi dengan larutan Na2CO3 8%. Gantungkan
pada erlenmeyer yang berisi sampel dan asam tartrat, erlenmeyer tersebut
kemudian ditutup menggunakan aluminium foil. Panaskan Erlenmeyer pada
penangas air selama 15 menit, pemanasan dilakukan untuk menguapkan HCN
sehingga menyentuh kertas saring, amati perubahan warna pada kertas saring, jika
terdapat warna merah maka sampel tersebut positif mengandung HCN. Kertas
saring yang dicelupkan kedalam asam pikrat ini bertujuan
supaya uap HCN terperangkap didalam asam tersebut sehingga
uap HCN yang dihasilkan dapat mengubah kertas saring yang
semula berwarna kuning menjadi merah.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar HCN dalam Sampel Secara Kualitatif
Kelompok
Sampel
Warna
Keterangan
1
Pete
Merah
+
2
Picung
Merah
+
3
Daun singkong
Merah
+
4
Jengkol
Merah
+
5
Leunca
Kuning
6
Pete
Merah
+
7
Picung
Merah
+
8
Daun singkong
Merah
+
9
Jengkol
Merah
+
10
Leunca
Kuning
(Sumber :Dokumentasi pribadi,2014)
Berdasarkan hasil pengamatan semua sampel selain sampel leunca positif
terdapat HCN dalam kandungan gizinya. Hasil yang didapatkan sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa sampel daun singkong (Winarno, 1997), pete,
jengkol, dan picung (pusat penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan,
2010) mengandung HCN.
Biji picung segar mengandung senyawa HCN (asam sianida) yang
tinggi, dimana seperti diketahui sianida merupakan salah satu senyawa racun
yang sangat toksik, yang bereaksi cepat dalam tubuh manusia maupun
hewan dan dapat menyebabkan kematian. Karenanya pemakaian biji picung
sebagai pengawet haruslah hati-hati, mengkonsumsi langsung biji picung
tanpa preparasi, dalam hitungan menit dapat menyebabkan kematian (pusat
penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan, 2010).
Asam jengkolat terdapat dalam biji jengkol sekitar 1-2% (pada varietas
Sumatera 3-4%). Keracunan akibat asam jengkolat disebut dengan jengkoleun.
Faktor penyebabnya biasanya karena terlalu banyak mengonsumsinya, cara
penyediaan/pengelolaan yang kurang tepat, dikonsumsi bersama pangan lain
terutama yang bersifat asam, tingkat kepekaan seseorang, atau karena varietas.
Cara untuk menurunkan asam jengkolat adalah dibuat jengkol sepi (ditanam
dalam tanah selama kira-kira 1 minggu) atau dijadikan keripik jengkol.
Sedangkan petai cina (leucaena Glauca) mengandung mimosin, yaitu sejenis
racun yang dapat menjadikan rambut rontok karena retrogresisi di dalam sel-sel
partikel rambut.Singkong mengandung senyawa sianogenik yang dikenal
dengan linamarin (93%) dan lotaustralin (7%) . Kadar senyawa sianogenik
tersebut dapat berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman,
dan kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, kelembaban, suhu, dan yang
lainnya (Widodo, 2010).
5.2.
gram dan pindahkan ke dalam labu didih kemudian tambahkan akuades hingga
terendam. Kemudian dimasukkan 50 ml AgNO3 0,02 N dan 1 ml HNO3 6N
kedalam erlenmeyer. HNO3 berfungsi untuk memberikan suasana asam agar
indikator FAS yang digunakan tidak terurai. Selanjutnya alat yang digunakan
dipasang seperti pada gambar 1.
NH4NO3 + AgCNS
(merah)
x 100%
Sampel
Wsampel
(mg)
1&6
Pete
20377
2&7
Picung
20122
3&8
Daunsingkong
20069
4&9
Jengkol
20073,2
5 & 10
Leunca
20134,2
(Sumber :Dokumentasi pribadi,2014)
Kuantitatif
V titrasi
% kadar
(ml)
HCN
0,05
0,121
3,5
0,0295
2,4
0,0591
0,05
0,1224
4,3
0,008046
waktu yang terbatas yang menyebabkan masih ada kadar HCN yang tidak
teruapkan atau tidak larut, selain itu dapat juga disebabkan oleh kurang rapatnya
peralatan ditutup sehingga HCN yang bersifat mudah menguap menjadi menguap
keluar alat dan analisis menjadi kurang akurat.
VI. KESIMPULAN
1. Asam sianida seperti halida hidrogen, adalah zat molekular yang kovalen,
namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat
beracun (meskipun kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk
bila sianida direaksikan dengan sianida.
2. Berdasarkan hasil praktikum secara kualitatif, semua sampel selain leunca
positif mengandung HCN yang ditunjukkan dengan berubahnya warna kertas
yang dicelupkan pada asam piktat dari kuning menjadi merah.
3. Kandungan HCN dari yang terbesar sampai terkecil secara berturut-turut
adalah sebagai berikut jengkol 0.1224%, pete 0.121%, daun singkong
0.0591%, picung 0.0295%, dan leunca 0.008046%.
4. Ketidaksesuaian hasil yang didapatkan dapat disebabkan terlewatnya titik
akhir sehingga volume titrasi meningkat, HCN pada sampel belum terdestilasi
sepenuhnya habis karena waktu yang terbatas yang menyebabkan masih ada
kadar HCN yang tidak teruapkan atau tidak larut, dan kurang rapatnya
peralatan ditutup sehingga HCN yang bersifat mudah menguap menjadi
menguap keluar alat dan analisis menjadi kurang akurat.
DAFTAR PUSATAKA
Apriyantono, A, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedanawati dan Slamet B.
1989. Analisis Pangan. IPB Press : Bogor.
Puspitasari, N.L. 1994. Lemak dan Komponen Larut Lemak Dalam Minyak
Kluwek (BijiPicung (Pangium edule Reinw.) Yang Diperam). Buletin
Teknologi dan IndustriPangan Volume V Nomor 2. 67-75.