Anda di halaman 1dari 16

ACARA II

EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan dengan
metode destilasi dan spektrofotometri.
2. Mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar sianida bahan
pangan.
3. Mengetahui kadar sianida bahan pangan dengan berbagai variasi perlakuan.
B. Tinjauan Pustaka
Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu
kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida
dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang
biasa kita makan atau gunakan. Sianida sering dijumpai di dalam kacang
almond, daun salam, cherry, ubi, di dalam koro atau tanaman dari keluarga
kacang-kacangan dan ketela pohon. Konsumsi terus-menerus dalam dosis
rendah menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit gondok, kekerdilan
serta penyakit neurologis. Menurut FAO, untuk bahan pangan yang
dikonsumsi, kandungan asam sianida maksimal yang diperbolehkan adalah 5
mg/100 g (Yuniastuti, 2008).
Pengukusan maupun perebusan

yang

didahului

dengan

proses

perendaman, memberikan kandungan asam sianida lebih rendah dibandingkan


dengan perebusan maupun pengukusan saja. Hal ini menunjukkan perendaman
dalam air selama 12 jam dapat menurunkan asam sianida secara nyata. Pada
perendaman terjadi pelarutan asam sianida ke dalam air perendam, dan ketika
air perendam dibuang (ditiriskan) maka asam sianida ikut terbuang. Cara
penurunan asam sianida dengan perendaman ini merupakan cara yang
sederhana dan aman dilakukan, karena di sini tidak digunakan bahan-bahan

tambahan seperti bahan kimia yang di samping memerlukan biaya tambahan


juga mempunyai resiko terhadap kesehatan (Putra, 2009).
Kandungan HCN dapat dihilangkan atau dikurangi jumlahnya dengan
perlakuan

pengeringan,

pemotongan,

perendaman,

pengukusan,

dan

fermentasi. Proses pengeringan berperan mengurangi kadar HCN. HCN


bersifat volatil yang mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik
didih rendah yaitu 25,70oC. Proses pengeringan dengan suhu 55oC
menyebabkan linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya banyak
yang terbuang keluar sehingga HCN pada tepung fermentasi singkong pun
berkurang. Kadar HCN singkong kukus adalah 0,03 mg/g. Sedangkan
persyaratan
tepung

kadar

singkong

maksimum
berdasarkan

HCN
SNI

yang

diizinkan

01-2997-1992

terdapat

adalah

40

pada
mg/kg

(Marniza dkk., 2011).


Pada umumnya sianida dapat dihilangkan dengan perebusan dan
perendaman sebab sianida mempunyai sifat fisik mudah larut dalam air dan
mempunyai titik didih 29oC. Anwar (2004) dalam Askurrahman (2010) juga
mengatakan bahwa sianida atau racun pada singkong dapat hilang setelah
pencucian, perendaman, pemasakan dan pengeringan selama proses produksi
beras singkong semi instan. Wirjatmadi (2005) dalam Askurrahman (2010)
menambahkan bahwa kadar sianida dapat dihilangkan dengan pencucian,
perendaman, perebusan dan penjemuran. Oleh sebab itu, penurunan kandungan
sianida pada produk tepung singkong dikarenakan terjadi penguapan sianida
bebas saat proses pengeringan dengan menggunakan pengering pada suhu
70oC.
Pemilihan pelarut pada evaluasi kadar sianida sangat penting untuk
memaksimalkan ekstraksi sianida tanpa mengganggu komponen kimia sianida.
Analisa kadar sianida diekstraksi selama 16 jam dalam NaOH. Penggunaan
jenis alkali yang kuat selama ekstraksi dapat mencegah reaksi enzimatik. Pada
penelitian sebelumnya digunakan larutan untuk ekstraksi dengan penggunaan
metanol dan kloroform (Bushey et al., 2004).

C. Metodologi
1. Alat
a. Alat destilasi
b. Labu destilasi
c. Spektrofotometer
d. Neraca analitik
e. Erlenmeyer
f. Gelas ukur
g. Pipet 5 mL
h. Propipet
i. Tabung reaksi
j. Penjepit kayu
k. Kompor
l. Panci
2. Bahan
a. Singkong mentah
b. Singkong kukus
c. Kentang mentah
d. Kentang kukus
e. Ubi jalar ungu mentah
f. Ubi jalar ungu kukus
g. Kacang koro pedang putih mentah
h. Kacang koro pedang putih perlakuan (direndam air selama 3 hari)
i. Kacang koro pedang merah mentah
j. Kacang koro pedang merah perlakuan (direndam air selama 1/2 hari)
k. Kacang mete
l. Kacang merah
m. Kacang tanah
n. Aquades 125 mL
o. Kloroform 2,5 mL
p. Larutan KOH 2% 10 mL
q. Alkalin pikrat 5 mL (0,25% asam pikrat dibasakan dengan Na 2CO3
hingga pH 11)
3. Cara Kerja
Singkong mentah, singkong
kukus, kentang mentah, kentang
kukus, ubi jalar ungu mentah,
dan ubi jalar ungu kukus

Ditimbang sebanyak 4 gram untuk setiap sampel


Dimasukkan ke dalam labu destilasi
Ditambahkan 125 mL aquades dan 2,5 mL kloroform
Didestilasi hingga HCN diserap dalam KOH 2%
dan didapatkan volume total sebanyak 20 mL

Larutan diambil 5 mL
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Ditambah dengan 5 mL alkalin pikrat
Dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang
520 nm
Dihitung konsentrasinya dari kurva standar yang
diperoleh
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Data Absorbansi
Larutan
KCNAlir
Standar
3,5 mg/10
Aquades
Gambar 2.1
Diagram
Pengujian
Kadar ml
Sianida
pada
Berbagai
Bahan
Pangan
Volume Larutan KCN
Volume Aquades
Absorbansi
Standar (ml)
(ml)
()
0,0
10,0
0,020
0,2
9,8
0,045
0,4
9,6
0,096
0,6
9,4
0,135
0,8
9,2
0,213
1,0
9,0
0,277
1,2
8,8
0,351
Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.2 Kurva Standar KCN 3,5 mg/10 ml Aquades

Tabel 2.2 Kadar Sianida dalam Bahan Pangan


Kel
1&2A
3&4A
5&6A
1B
2B
3B
4B
5B
6B
1C
2C
3&4C

Sampel
Kacang mete
Kacang Merah
Kacang tanah
Kentang mentah
Kentang kukus
Singkong mentah
Singkong Kukus
Ubi Jalar Ungu
Mentah
Ubi Jalar Ungu
Kukus
Kacang Koro Pedang
Putih Mentah
Kacang Koro Pedang
Putih Perlakuan
Kacang Koro Pedang

Absorbansi
()
0,058
0,524
0,085
0,039
0,034
0,458
0,113

Kadar Sianida
(mg)
0,228
1,893
0,325
0,161
0,144
1,657
0,425

0,027

0,118

118

0,258

0,943

943

0,022

0,100

100

0,036

0,150

150

0,031

0,132

132

HCN (ppm)
228
1893
325
161
144
1657
425

5&6C

Merah Mentah
Kacang Koro Pedang
Merah Perlakuan

0,030

0,129

129

Sumber : Laporan Sementara

Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu


kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida
dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang
biasa kita makan atau gunakan. Sianida sering dijumpai di dalam kacang
almond, daun salam, cherry, ubi, di dalam koro atau tanaman dari keluarga
kacang-kacangan dan ketela pohon (Yuniastuti, 2008). Menurut Putra (2009),
asam sianida merupakan senyawa yang berbahaya baik bagi manusia maupun
hewan. FSANZ (2005) dalam Putra (2009) menyatakan dosis lethal asam
sianida pada manusia dilaporkan 0,5 - 3,5 mg/kg berat badan. Gejala keracunan
akut asam sianida pada manusia meliputi: nafas tersengal, penurunan tekanan
darah, denyut nadi cepat, sakit kepala, sakit perut, mual, diare, pusing,
kekacauan mental, dan kejang. Konsumsi terus-menerus dalam dosis rendah
menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit gondok, kekerdilan serta
penyakit neurologis. Menurut FAO, untuk bahan pangan yang dikonsumsi,
kandungan asam sianida maksimal yang diperbolehkan adalah 5 mg/100 g.
Oleh karena itu, evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan penting dilakukan
agar kadar sianida yang dikonsumsi tidak melampaui batas keamanan pangan
yang telah ditetapkan dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian berbagai sampel dari jenis umbiumbian (singkong, ubi jalar ungu, dan kentang) dan kacang-kacangan (kacang
koro pedang putih, kacang koro pedang merah, kacang mete, kacang tanah, dan
kacang merah) dengan beberapa perlakuan untuk mengetahui kadar sianida
yang terkandung di dalam bahan-bahan pangan tersebut. Analisis kadar HCN
pada bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
yaitu metode destilasi dan spektrofotometri. Prinsip kerja metode destilasi pada
pengujian ini yaitu dengan memutus ikatan glikosidik pada HCN dengan
penambahan kloroform untuk kemudian didestilasi dengan penampung destilat

berisi larutan KOH agar HCN bereaksi dengan KOH membentuk KCN dan
H2O. Volume total 20 mL diambil 5 mL untuk kemudian ditambahkan dengan
5 mL alkalin pikrat untuk memberikan warna pada pada larutan agar dapat
ditera absorbansinya, pengukuran absorbansi dengan spektofotometer pada
panjang gelombang 520 nm, semakin gelap warna larutan yang ditera maka
nilai absorbansinya semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut
mengandung kadar HCN yang tinggi (Badan Standarisasi Nasional, 2011).
Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 4 gram lalu ditambahkan 125 mL
aquades. Setelah itu ditambahkan kloroform 2,5 mL, penambahan kloroform
ini bertujuan merusak ikatan glukosida sianogenik. Racun dalam singkong
tidak terdapat dalam keadaan bebas, melainkan terikat dalam rangkaian
glukosida sianogenik yang terdiri atas linamarin dan lotaustrain. Menurut
Hutami dan Harijono (2014), senyawa linamarin akan terhidrolisis (bereaksi
dengan air) dan membentuk asam sianida yang larut dalam air. Linamarin jika
terhidrolisis akan membentuk asam sianida yang mempunyai sifat mudah larut
dalam air dan mudah menguap. Selama proses hidrolisis yang dilakukan oleh
-glukosidase pada glukosida sianogenik menghasilkan sebagian gula dan
hidroksinitril yang akan kembali terpisahkan atau secara enzimatis menjadi
sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa). Sianohidrin dalam suasana
alkalis mudah terurai menjadi sianida bebas yang mudah bercampur dengan air,
sehingga suasana air rendaman yang alkalis menyebabkan jaringan kulit ubi
kayu akan melunak. Pengupasan atau pelunakan jaringan kulit pada bahan
pangan seperti buah dan umbi-umbian dengan menggunakan larutan alkali atau
biasa disebut lye peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan alkali 1-3%,
dengan waktu dan suhu tertentu. Dengan semakin lunaknya jaringan kulit pada
umbi, akan semakin mempermudah proses pengeluaran linamarin dan
lotaustralin dari dalam umbi.
Setelah penambahan kloroform, sampel dimasukkan ke dalam labu
destilasi untuk kemudian didestilasi di mana hasil destilasi ditampung dalam
tabung destilat yang berisi larutan KOH 2% 10 mL hingga HCN diserap dalam
KOH dan diperoleh volume total sebanyak 20 mL. Penggunaan larutan KOH

ini berfungsi agar HCN dalam sampel bereaksi dengan KOH menjadi KCN dan
H2O sehingga kadar KCN dapat ditentukan dengan menggunakan kurva
standar KCN. Dari volume total 20 mL diambil 5 mL untuk kemudian
ditambahkan dengan 5 mL alkalin pikrat. Penambahan alkalin pikrat bertujuan
untuk memberikan warna pada larutan supaya dapat ditera absorbansinya,
pengukuran absorbansi dengan spektofotometer pada panjang gelombang 520
nm, semakin keruh warna larutan yang ditera maka nilai absorbansinya
semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung kadar
HCN yang tinggi. Menurut Tivana et al., (2004) metode alkalin pikrat adalah
metode semi kuantitatif dimana sianida direaksikan dengan alkalin pikrat basa
dan perubahan warnanya dapat dilihat dengan spektrofotometri.
Pembuatan kurva standar digunakan sebagai dasar untuk pembanding
dalam penentuan kadar sianida dalam sampel yang menyatakan hubungan
antara konsentrasi sianida dengan panjang gelombang 520 nm. Kurva ini dibuat
untuk menentukan nilai konsentrasi larutan sianida dengan pengukuran
transmisi cahaya menggunakan spektrofotometer Vis (Kusnadi, 2001). Kurva
standar digunakan untuk melihat nilai absorbansi, semakin tinggi konsentrasi
larutan standar maka nilai absorbansi akan semakin tinggi. Pada praktikum ini,
menggunakan kurva standar KCN 3,5 mg/10 ml aquades dengan sumbu x
adalah volume larutan KCN standar (ml) dan sumbu y adalah absorbansi ().
Hubungan volume larutan KCN standar dengan absorbansi berbanding lurus,
yakni semakin tinggi volume larutan KCN standarnya maka absorbansinya
juga akan semakin besar.
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa nilai HCN pada sampel
kacang mete, kacang merah dan kacang tanah berturut-turut sebesar 228 ppm;
1893 ppm dan 325 ppm. Sedangkan pada sampel kentang, singkong dan ubi
jalar ungu terdapat 2 perlakuan yaitu mentah dan dikukus. Nilai HCN pada
kentang mentah sebesar 161 ppm sedangkan pada kentang kukus sebesar 144
ppm, pada singkong mentah sebesar 1657 ppm sedangkan pada singkong kukus
sebesar 425 ppm, dan pada ubi jalar ungu mentah sebesar 118 ppm sedangkan
pada ubi jalar ungu kukus sebesar 943 ppm. Dan pada sampel kacang koro

pedang putih dan kacang koro pedang merah juga dilakukan 2 perlakuan yaitu
mentah dan perendaman dengan air. Nilai HCN pada sampel kacang koro
pedang putih mentah sebesar 100 ppm dan kacang koro pedang putih perlakuan
direndam air selama 3 hari sebesar 150 ppm, sedangkan pada sampel kacang
koro pedang merah mentah sebesar 132 ppm dan kacang koro pedang merah
perlakuan direndam air selama 1/2 hari sebesar 129 ppm. Dari data tersebut
dapat diketahui nilai HCN tertinggi terdapat pada sampel kacang merah sebesar
1893 ppm, kemudian singkong mentah yaitu sebesar 1657 ppm, dan ubi jalar
ungu kukus sebesar 943 ppm. Sedangkan kadar HCN terendah terdapat pada
kacang koro pedang putih mentah yaitu sebesar 100 ppm. Sehingga kadar
sianida sampel berbagai perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah yaitu
kacang merah, singkong mentah, ubi jalar ungu kukus, singkong kukus, kacang
tanah, kacang mete, kentang mentah, kacang koro pedang putih perlakuan
direndam air selama 3 hari, kentang kukus, kacang koro pedang merah mentah,
kacang koro pedang merah perlakuan direndam air selama hari, ubi jalar
ungu mentah, dan terakhir kacang koro pedang putih mentah.
Menurut Irmansyah (2005) bahwa dengan cara merebus, mengupas,
mengiris kecil-kecil, merendam dalam air, menjemur hingga kemudian
dimasak adalah proses untuk mengurangi kadar HCN. Proses pencucian dalam
air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah
terbentuknya HCN yang beracun. Seharusnya setelah mengalami perlakuan
seperti pengukusan, kadar HCN sampel akan mengalami penurunan
berdasarkan dengan teori tersebut. Tetapi pada praktikum, masih terdapat
sedikit penyimpangan seperti pada sampel ubi jalar ungu dan kacang koro
pedang merah yang setelah diberi perlakuan malah mengalami peningkatan
kadar HCN. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktelitian praktikan
dalam perlakuan bahan pangan karena asam sianida mempunyai sifat yang
dapat larut dalam air.
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan
chaconine. Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan

tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian,


kentang yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau
membusuk dapat mengandung kadar glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi.
Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin
(phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan
oleh racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam
keadaan mentah atau yang dimasak kurang sempurna. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah, sebaiknya
kacang merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal 5 jam, air
rendamannya dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai mendidih selama
10 menit, lalu didiamkan selama 45-60 menit sampai teksturnya lembut
(Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2001). Pada koro kadar
sianida saat mentah sebesar 2,54 mg/100 gr bahan, ketika direbus sebesar
1,35 mg/100 gr bahan dan ditumis sebesar 0,67 mg/100 gr bahan
(Murdiana dan Sukati, 2001).
Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin
dan lotaustralin. Linamarin (93%) dan lotaustralin (7%). Keduanya termasuk
golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian
tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun (Nurmas, 2012). Singkong
dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit
mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Singkong
manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang
pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah
kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke
tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari.
Rasa manis singkong disebabkan oleh kandungan asam sianida yang
sangat rendah, hanya sebesar 0,04% atau 40 mg HCN/ kg singkong. Jenis
singkong manis antara lain adalah Gading, Adira I, Mangi, Betawi, Mentega,
Randu Ranting, dan Kaliki. Singkong beracun, kandungan HCN antara 0,080,10% atau 80-100 mg HCN / kg singkong. Singkong termasuk kategori sangat
beracun apabila mengandung HCN lebih dari 0,1 % atau 100 mg/kg ketela

pohon. Jenis singkong sangat beracun antara lain adalah Bogor, SPP, dan Adira
II. Berdasarkan penelitian Murdiana dan Sukati (2001), singkong mentah
memiliki kadar sianida sebesar 7,8 mg/100 gr bahan, sedangkan pada singkong
rebus sebesar 0,2 mg /100 gr bahan dan ketika ditumis sebesar 1,38 mg/100 gr
bahan. Sedangkan pada ubi, kadar sianida saat mentah sebesar 3,88 mg/100 gr
bahan, sedangkan ketika direbus sebesar 1,04 mg/100 gr bahan dan ditumis
sebesar 2,80 mg/100 gr bahan.
Ada 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian asam
sianida, yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif yang
dipergunakan dalam pengujian sianida, prinsip pengujiannya yakni HCN larut
dalam air, dalam suasana panas dan asam HCN akan menguap, lalu uap HCN
akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna merah. Sedangkan analisa
kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode spektrofotometri
dan titrimetri. Prinsip kerja metode spektrofotometri adalah sianida dalam
sampel diubah menjadi cianogen chlorida (CNCl) karena bereaksi dengan
khloramin T pada pH kurang dari 8 terhidrolisa menjadi cianat. Setelah
bereaksi secara sempurna, CNCl membentuk warna merah biru dengan asam
barbiturat dalam piridin dan warna yang terjadi dibaca pada panjang
gelombang 578 nanometer. Sedangkan metode titrimetri yang dimaksud adalah
titrasi Argentometri. Titrasi argentometri digunakan untuk penetapan kadar zat
uji yang mengandung ion halogenida atau anion yang dapat membentuk
endapan

dengan

ion

perak,

titrasi

ini

berdasarkan

atas

reaksi

pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3
(Murdiana dan Sukati, 2001).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan
HCN yang terdapat dalam bahan pangan, yaitu dengan cara perendaman,
pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan lain.
Dengan pengolahan dimungkinkan dapat mengurangi kadar HCN sehingga bila
dikonsumsi tidak akan membahayakan bagi tubuh (Sumartono, 1987).
Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi/ bahkan menghilangkan
kandungan racun. Pada singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam

sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan


tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang
keluar sehingga tinggal sekitar 10-40 mg/kg (Winarno, 2004). Asam sianida
atau yang disebut asam biru (HCN) dapat larut di dalam air maka untuk
menghilangkan asam sianida tersebut cara yang paling mudah adalah
merendamnya di dalam air pada waktu tertentu (Kuncoro, 1993). Menurut
Coursen (1973), kadar HCN dapat dikurangi/ diperkecil (detoksifikasi sianida)
dengan cara perendaman, ekstraksi pati dalam air, pencucian, perebusan,
fermentasi, pemanasan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum Acara II Evaluasi Kadar
Sianida Bahan Pangan yaitu :
1. Prinsip metode destilasi yaitu dengan memutus ikatan glikosidik pada HCN
dengan penambahan kloroform untuk kemudian didestilasi dengan
penampung destilat berisi larutan KOH agar HCN bereaksi dengan KOH
membentuk KCN dan H2O. Sedangkan metode spektrofotometri untuk
pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 520 nm, dengan alkalin
pikrat jika semakin gelap warna larutan yang ditera maka nilai
absorbansinya semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut
mengandung kadar HCN yang tinggi.
2. Kadar sianida dengan berbagai perlakuan dari tertinggi sampai terendah
yaitu kacang merah, singkong mentah, ubi jalar ungu kukus, singkong
kukus, kacang tanah, kacang mete, kentang mentah, kacang koro pedang
putih perlakuan direndam air selama 3 hari, kentang kukus, kacang koro
pedang merah mentah, kacang koro pedang merah perlakuan direndam air
selama hari, ubi jalar ungu mentah, kacang koro pedang putih mentah.
3. Nilai HCN tertinggi terdapat pada sampel kacang merah sebesar 1893 ppm,
singkong mentah sebesar 1657 ppm, dan ubi jalar ungu kukus sebesar 943
ppm. Sedangkan kadar HCN terendah terdapat pada kacang koro pedang
putih mentah yaitu sebesar 100 ppm.

4. Kadar HCN dapat dikurangi/ diperkecil (detoksifikasi sianida) dengan cara


perendaman dan pengukusan.

DAFTAR PUSTAKA

Askurrahman. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Linamarase Hasil Isolasi dari


Umbi Singkong (Manihot Esculenta Crantz). Agrointek, Vol. 4 (2):
140.
Badan

Standarisasi Nasional. 2011. Cara


spektrofotometri. SNI-6989.77.

uji

sianida

(CN-)

secara

Bushey, J. T; S.D. Ebbs; D.A. Dzombak. 2004. Plant Tissue Extraction Method
for Complexed and Free Cyanide. Water, Air, and Soil Pollution 157:
281293, 2004. Kluwer Academic Publishers. Netherlands.
Hutami, Fenty Dianing dan Harijono. 2014. Pengaruh Penggantian Larutan dan
Konsentrasi NaHCO3 terhadap Penurunan Kadar Sianida pada
Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2
No 4 p.220-230. Malang.
Mardiana dan Sukati. 2001. Kadar Sianida dalam Sayuran dan Umbi-Umbian di
Daerah GAKI. Universitas Sumatera Utara.
Marniza; Medikasari dan Nuriaili. 2011. Produksi Tepung Singkong Berprotein:
Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Benguk sebagai Sumber
Nitrogen Ragi Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian,
Vol. 16 (1): 78.
Nurmas, Andi., Rahayu Mallarangeng, Soleha Mursalim. 2012. Pengaruh
Pemberian Berbagai Takaran Serasah Tanaman Ubi Kayu terhadap
Pertumbuhan Bibit Mete dan Ketahanannya terhadap Serangan
Hama Wereng Pucuk Mete (Sanurus indecora) di Pembibitan. Jurnal
Agroteknos November 2012, Vol. 2 No 3. Hal 167-173.
Putra, I Nengah Kencana. 2009. Efektifitas Berbagai Cara Pemasakan terhadap
Penurunan Kandungan Asam Sianida Berbagai Jenis Rebung Bambu.
Agrotekno Vol 15, Nomor 2, Agustus 2009 40. Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana. Bali.
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2001. Racun Alami pada Tanaman
Pangan.
Tivana, Lucas D; J.D.C Francisco; F. Zelder; B. Bergensthl; P. Dejmek. 2014.
Straightforward Rapid Spectrophotometric Quantication of Total
Cyanogenic Glycosides in Fresh and Processed Cassava Products.
Food Chemistry 158 (2014) 2027.
Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu.Yogyakarta.

LAMPIRAN I
PERHITUNGAN

Pembuatan larutan standar HCN


3,5 mg KCN/10 mL Aquades
y = ax + b
a = 0,280
b = - 0,006
r2 = 0,977
y = 0,280x 0,006

Perhitungan Kadar HCN Sampel Kentang Mentah


FP = 4
Berat sampel = 4 gram
y = 0,280x 0,006
0,039 = 0,280x 0,006
x = 0.160714286 0,161 mg

Kadar HCN = 161 ppm

LAMPIRAN II
DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Gambar 2.2 Proses Destilasi

Gambar 2.3 Larutan Hasil Destilasi

Gambar 2.4 Larutan hasil destilasi yang telah


ditambah alkalin pikrat

Gambar 2.5 Proses pendidihan larutan


selama 5 menit

Gambar 2.6 Peneraan absorbansi larutan


sianida

Anda mungkin juga menyukai