Anda di halaman 1dari 19

Nama : Rhino Chandra Mukti Hari/Tanggal : Kamis, 8 Oktober 2020

NIM : J3L118121 Dosen Praktikum : Dr. Aulia Ilmiawati M.Si


Kelas Praktikum : BP2 Asisten : Arini Septianti, S.si
Mata Kuliah : Kimia Bahan Alam dan Uji Aktivitas Yohana Amalia, A md.

LAPORAN PRAKTIKUM DETEKSI GLIKOSIDA SIANOGENAT

Tujuan Praktikum:
Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk Mendeteksi adanya glikosida sianogenik umbi
singkong.

Prosedur Kerja:

Deteksi dengan kertas pikrat

Kertas pikrat dibuat dengan mencelupkan potongan kertas saring berbentuk segi empat ke
dalam larutan asam pikrat jenuh (0,05 M) dalam air yang sebelumnya dinetralkan dengan NaHCO 3
dan disaring Setelah dikeringkan, kertas tersebut dapat disimpan lama Potongan umbi tumbuhan
yang diuji ditempatkan dalam tabung reaksi dan bahan dilumatkan dengan menggunakan batang
pengaduk lalu ditambahkan satu tetes air dan dua tetes toluena, Tabung kemudian ditutupkan
dengan gabus dan kertas pikrat yang dibasahkan digantungkan pada gabus di dalam tabung
Kemudian tabung diinkubasi pada suhu 400C selama 2 jam, Perubahan dari warna kuning ke coklat
kemerahan menunjukkan adanya pembebasan HCN dari tumbuhan secara enzim dan menandakan
adanya glikosida sianogenik pada tumbuhan tersebut.

Deteksi dengan Kertas Feigl-Anger

Feigl-Anger disiapkan dengan mencelupkan ke dalam campuran 1:1 dari dua larutan berikut
ini yang dibuat segar. Kertas yang telah dikeringkan itu dapat disimpan dalam botol gelas sebelum
digunakan 4,4-tetrametildiamina difenilamina 1% (b/v) dalam kloroform Tembaga etilasetoasetat
1% (b/v) dalam kloroform. HCN dapat mengubah kertas Feigl-Anger dari hijau-biru lemah ke biru
terang.
Hasil dan Pembahasan:

Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia.
Tanaman ini termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh sekalipun pada tanah kering dan
miskin serta tahan terhadap serangan penyakit maupun tumbuhan pengganggu (gulma). Singkong
merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat yang disukai masyarakat dengan berbagai
macam olahannya (Nova K & Fatmi M 2014).
Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula.
Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk glikosida
sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam tanaman. Glikosida sianogenetik
merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat
beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Asam sianida dikeluarkan dari
glikosida sianogenetik pada saat komoditi dihaluskan, mengalami pengirisan atau mengalami
kerusakan (Nova K & Fatmi M 2014).
Senyawa glikosida sianogenetik terdapat pada berbagai jenis tanaman dengan nama senyawa
berbeda-beda, seperti amigladin pada biji almond, apricot, dan apel, dhurin pada biji shorgun dan
linimarin pada kara dan singkong. Nama kimia amigladin adalah glukosida benzaldehida
sianohidrin, dhurin adalah glukosida p-hidroksi-benzaldehida sianohidrin dan linamarin glikosida
aseton sianohidrin (Winarno 2002).
Menurut Hartini (2008) tanaman singkong merupakan tanaman yang mengandung senyawa
glukosida cynogen. Senyawa cyanogen pada tanaman singkong berupa senyawa glukosida
cyanogen yang terdiri dari linamarin dan lotaustralin. Senyawa glukosida cyanogenik pada tanaman
singkong sebagian besar terakumulasi pada daun, batang dan kulit umbinya. Senyawa glukosida
cyanogenik, dengan adanya enzim linamarase (β glukosidase), akan terhidrolisa menjadi hidrogen
cyanida. Rasio linamarin dan lotaustralin pada daun dan umbi Singkong adalah 93:7. Senyawa
glukosida sianogenik pada tanaman singkong sebagian besar terakumulasi pada daun, batang dan
kulit umbinya. Hasil penelitian Diallo, dkk. (2014) menyatakan dalam produk singkong olahan,
kurang dari 10 mg HCN ditemukan dalaam varietas yang berbeda beda.
Gambar 1 Beberapa jenis Glikosida sianogenik
Asam sianida merupakan senyawa yang berbahaya bagi manusia maupun bagi hewan.
Konsumsi sianida secara terus-menerus dalam dosis rendah menyebabkan berbagai penyakit seperti
penyakit gondok, kekerdilan serta penyakit neurologis. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan
di alam dan pada setiap produk yang biasa kita makan dan kita gunakan. Sianida dapat diproduksi
oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga dapat ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, serta makanana contohnya seperti singkong, umbi gadung, bayam, bambu, kacang, dan
biji apel (Wulandari & Zulfadi 2017). sam sianida bersifat mudah menguap bila dipanaskan, larut
air, dan memiliki titik leleh pada suhu 55oC (Budiyanto, 2001 dalamIshartani dkk, 2014). Menurut
Puspitaningrum (2013), asam sianida disebut juga hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam
bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium
sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar
dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah
berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit.
Sianida merupakan gas tak berwarna, dingin dan tak berbau. Di dalam tubuh, jika
konsentrasi sianida dalam konsentrasi yang kecil dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan
dengan vitamin B12. Asam sianida ini bila dikonsumsi pada jumlah besar akan mengakibatkan
kepala pusing, mual, perut terasa perih, badan gemetar, bahkan bisa mengakibatkan pingsan. Bila
kadar racun yang dikonsumsi cukup banyak, selain gejala tersebut, gejala lain yang dapat timbul
antara lain mata melotot, mulut berbusa, kejang dan sesak napas (Nova K & Fatmi M 2014). Jika
konsentrasi sianida yang masuk kedalam tubuh tinggi, maka sianida akan mengikat bagian aktif dari
enzim sitokrom oksida dan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Efek dari
sianida ini dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit (Wulandari &
Zulfadi 2017). Mekanisme toksisitas asam sianida yaitu glikosida yang masuk ke dalam tubuh
terhidrolisis dengan cepat sehingga ion CN- nya lepas. Kemudian melalui sirkulasi beredar ke
jaringan-jaringan tetapi bila sampai ke sel-sel saraf maka zat tersebut akan menghambat respirasi
sel-sel tersebut sehingga mengganggu fungsi sel. Sianida dalam bentuk hidrogen sianida (HCN)
dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat jika dihirup dalam konsentrasi tertentu (Nur Ilmi U
2017).
Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida ini merupakan racun pada singkong, masyarakat
mengenal sebagai racun asam biru karena adanya bercak warna biru pada singkong dan akan
menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm (Wulandari & Zulfadi
2017). Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan dengan Ion besi.
HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal masuk ke dalam darah.
Ion Cianida (CN– ) selanjutnya berikatan dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi)
dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks
stabil dan menahan jalur respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam sistem
transport electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel kekurangan oksigen). Sianida
merupakan gas tak berwarna, dingin dan tak berbau. Di dalam tubuh, jika konsentrasi sianida dalam
konsentrasi yang kecil dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan vitamin B12. Jika
konsentrasi sianida yang masuk kedalam tubuh tinggi, maka sianida akan mengikat bagian aktif dari
enzim sitokrom oksida dan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Kadar sianida pada singkong bervariasi antara 15-400 mg/kg singkong yang segar. Singkong
dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu singkong jenis manis dan pahit. Singkong jenis manis
memiliki kadar sianida yang rendah ( ≤ 50 mg/kg singkong) sedangkan jenis pahit memiliki kadar
sianida yang tinggi (> 50 mg/kg singkong). Singkong manis banyak dikonsumsi langsung dan
dimanfaatkan untuk pangan jajanan, rasa manis disebabkan mengandung sianida yang rendah,
semakin tinggi kadar sianida maka akan semakin pahit rasanya. Industri tepung tapioka umumnya
menggunakan varietas berkadar HCN tinggi (varietas pahit), untuk mendapatkan pati yang banyak,
hal ini disebabkan adanya korelasi antara kadar HCN singkong segar dengan kandungan pati.
Semakin tinggi kadar HCN yang rasanya semakin pahit, kadar pati semakin meningkat dan
sebaliknya. Namun demikian, pada industri dilakukan proses pengolahan dengan baik sehingga
kadar HCNnya berkurang (Chan 1983).
Metode picrate untuk penentuan kadar total sianida umbi dan produk ubi kayu serta daun
sianogenik adalah dikembangkan baik sebagai metode lapangan sederhana yang menggunakan
warna 10 level bagan dan juga sebagai metode laboratorium kuantitatif dengan menggunakan
spektrofotometer (J. Howard B 2009).
Secara prinsip metode pendeteksian sianida menggunakan picrate paper test atas dasar
reaksi hidrolisis linamarin atau senyawa glukosida sianogenik yang melepaskan HCN yang
kemudian dideteksi dengan picrate paper test. Enzim linamarase (β-glukosidase) mengkatalisis
hidrolisis linamarin menjadi glukosa dan aseton sianohidrin. Aseton sianohidrin dalam suasana
netral atau basa terdekomposisi menjadi aseton dan HCN/CN- . HCN yang dibebaskan dalam reaksi
hidrolisis tersebut akan bereaksi dengan asam pikrat dalam picrate paper test (Nunik S, dkk 2014).
Gambar 2 Reaksi dasar deteksi sianida dengan kertas piktrat
Sistem deteksi senyawa sianogen yang dilakukan dalam penelitian ini secara prinsip
berdasarkan atas reaksi hidrolisis senyawa glukosida sianogenik atau linamarin yang melepaskan
asam sianida (Gambar 2). HCN yang dibebaskan dalam reaksi hidrolisis tersebut akan bereaksi
dengan asam pikrat yang terkandung dalam picrate paper test. Perubahan warna pada picrate paper
test dari kuning menjadi coklat kemerahan mengindikasikan terbentuknya asam isopurpureat, yang
proporsional dengan konsentrasi sianida yang dibebaskan. Semakin pekat warna yang timbul pada
kertas pikrat tersebut mengindikasikan semakin tinggi kandungan sianida (Nunik S, dkk 2014).

Uji kualitatif menggunakan metode kertas pikrat digunakan sebagai kertas indikator untuk
menentukan ada atau tidaknya sianida yang dalam maserat tersebut. Kertas pikrat ini sebelumnya
dari kertas saring yang telah dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh. Warna awal kertas
pikrat yaitu warna kuning dan akan berwarna merah bata atau coklat kemerahan jika kertas pikrat
tersebut terkena uap sianida. Perubahan warna kertas pikrat dari kuning ke merah bata atau coklat
kemerahan merupakan hasil reaksi antara ion pikrat (PO -) dengan ion H+ dari sianida. Reaksi ini
akan terjadi jika asam pikrat dan HCN mengion. Kondisi optimum untuk terjadinya reaksi tersebut
yaitu pada pH 10,8. Sehingga perlu ditambahkan larutan NaHCO 3 agar dapat menjamin ion pikrat
stabil dan mampu menangkap H+ dari sianida. Karena H+ setara dengan HCN, maka perubahan
warna kertas pikrat merupakan fungsi dari konsentrasi HCN (Nova K & Fatmi M 2014).
Gambar 4 Proses reaksi antara asam piktrat dengan HCN (Sitorus 1989).
Kertas saring pikrat digantungkan pada leher tabung reaksi berisi sampel umbi singkong dan
larutan akuades:toluena (1:2) sambil dipanaskan di atas hot plate. Tujuan dari penambahan akuades
dan toluena yakni untuk mengekstrak kandungan glikosida sianogenat dalam sampel umbi singkong
dimana air bersifat polar dan toluena bersifat non polar. Tujuan dari penggantungan kertas saring
pikrat yaitu agar tidak terjadi kontak langsung dengan cairan yang berada didalam tabung reaksi.
Selain itu, kertas saring pikrat yang digantungkan ini akan menyebabkan uap HCN terperangkap di
dalam asam, sehingga uap HCN yang dihasilkan dapat menyebabkan perubahan kertas saring pikrat
yang semula berwarna kuning menjadi warna coklat kemerahan (Wulandari & Zulfadi 2017).

Gambar 5 Hasil percobaan deteksi glikosida sianogenat dengan kertas piktrat


Percobaan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa kertas pikrat yang diletakkan di atas atau
dileher tabung reaksi yang dipanaskan berubah dari warna kuning menjadi warna merah bata atau
coklat kemerahan. Ini berarti uap yang muncul dari pemanasan tabung reaksi tersebut mengandung
sianida yang dibuktikan oleh warna merah bata atau coklat kemerahan pada kertas pikrat tersebut.
Glikosida sianogen merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan, yang berupa turunan
asam amino. Terdapat banyak jenis glikosida sianogen, seperti misalnya pada almond disebut
amygdalin, pada Shorgum disebut durrhin, pada rebung disebut taxiphyllin. Pada singkong,
glikosida sianogen utama adalah linamarin, sementara sejumlah kecil lotaustralin (metil linamarin)
hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada singkong.
Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin yang termasuk golongan glikosida
sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan
daun. Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung
kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang
sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan
hidrogen sianida, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Wulandari & Zulfadi 2017).
Linamarin akan terhidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin dengan adanya enzim
linamarase yang diproduksi oleh tanaman tersebut. Sementara aseton sianohidrin akan
terdekomposisi dengan cepat dalam suasana basa dan melepaskan asam sianida (HCN) dan ion
sianida (Egan et al. 1998). Keberadaan ketiga senyawa tersebut (linamarin, aseton sianohidrin dan
HCN) secara total disebut sebagai cyanogenic potensial (CP). CP pada akar dan daun ubi kayu
berkisar antara 2 - > 1000 ppm HCN (mg HCN setara dengan berat segar per kg) (Cooke & de la
Cruz, 1982; Bokanga 1994; Bradbury et al. 1991).
Linamarin dengan cepat dihidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin sedangkan
lotaustralin dihidrolisis menjadi sianohidrin dan glukosa (Wulandari & Zulfadi 2017). Di bawah
kondisi netral, aseton sianohidrin didekomposisi menjadi aseton dan hidrogen sianida;

Gambar 3 Reaksi Pembentukan Hidrogen Sianida


Menurut FAO/WHO (1991) dalam Wahjuningsih (2013) bahwa kandungan total sianida
yang direkomendasikan (safe level ) pada produk olahan ubi kayu (tepung) adalah ≤ 10 ppm.
Berdasarkan peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) sianida yang masih dapat dikonsumsi,
untuk makanan dan minuman siap saji sebesar 1 ppm, sedangkan batas aman untuk produk olahan
kacang-kacangan dan umbi-umbian sebesar 50 ppm (Kusumawardhani dkk 2015).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa perebusan, penjemuran dan/atau pengeringan
mampu mereduksi toksisitas ubi kayu sehingga keracunan akibat konsumsi bahan pangan tersebut
dapat dihindari. Dilaporkan juga oleh Nebiyu & Getachew (2011) dan Gomez et al., (1984) bahwa
proses penjemuran/pengeringan ubi kayu selama ≥ 48 jam mampu mereduksi sianida hingga 70-
80%.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau meminimalisir kadar asam
sianida yaitu proses perendaman dengan cara dilarutkan dalam air, ekstraksi pati dalam air,
pencucian, perebusan, fermentasi, pemanasan, penggorengan, pengukusan dan pengeringan.
Adanya pengolahan tersebut dapat mengurangi kadar HCN sehingga bila singkong dikonsumsi
tidak akan membahayakan bagi tubuh. Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi racun. Pada
singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi selama
beberapa hari (Nur Ilmi U 2017).
Menurut Nur Ilmi U (2017) Pemanasan dapat mengurangi kadar sianida (HCN) pada
singkong dan menguapkan HCN yang terbentuk karena senyawa ini bersifat volatil. Pemanasan
akan menyebabkan enzim -glukosidase yang berada dalam umbi mengalami inaktif sehingga
rantai enzimatis dapat putus. Jika reaksi itu putus pembentukan sianohidrin dari glikosida
sianogenik dan reaksi pembentukan HCN dari sianohidrin bisa dihindari. Proses pemanansan
mengurangi asam sianida.

Daftar Pustaka (Sebutkan minimal 3):

Bradbury, H.J. 2009. Development of a sensitive picrate method to determine total cyanide and
acetone cyanohydrin contents of gari from cassava. Journal Food Chemistry. No.113,
Page: 1329–1333.
Chan, H. T. 1983. Handbook of Tropical Foods. New York and Bassel (US): .Marcel Dekker Inc.
Diallo, dkk. 2014. A New method for the determination of cyanide ions and their quantification in
some senegalese cassava varieties. American journal of Analitycal Chemistry, Vol. 5,
Page: 181-187.
Hartini. 2008. Inaktivasi enzimatis pada produksi linamarin dari daun singkong sebagai senyawa
plastik. Jurnal Momentum. Vol. 2, No.4, Hal: 1-6.
Kurnia, Nova. Marwatoen, Fatmi. 2014. Penentuan kadar sianida daun singkong dengan variasi
umur daun dan waktu pemetikan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Kimia “Hydrogen”. Vol.1,
No.2, Hal: 117-121.
Kusumawardhani, Nury; H. Sulistyarti dan Atikah. 2015. Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum dan pH Optimum dalam Pembuatan Tes Kit Sianida Berdasarkan Pembentukan
Hidrindantin. Kimia Student Journal. Vol.1, No. 1, pp. 711 – 717.
Sitorus. 1989. Pemanfaatan Biomas Ketela Pohon Sebagai Ransum Ruminansia. [Disertasi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sulistinah N. Riffani R. Sunarko B. 2014. Pengembangan sistem deteksi senyawa Sianogen dalam
ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dengan pendekatan enzimatis Development of
Cyanogenic Compounds Detection System in Cassava (Manihot esculenta Crantz) Based
on Enzymatic Approach. Jurnal Biologi Indonesia. Vol.1, No.10, Hal: 77-82.
Usman, I.N. 2017. Penentuan waktu optimum perendaman umbi dan daun singkong pahit (Manihot
esculenta crantz) dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan pengukusan terhadap
penurunan kadar asam sianida (HCN). [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Alauddin,
Makassar.
Wahjuningsih, Sri Budi dan Wyati Saddewisasi. 2013. Pemanfaatan Koro Pedang pada Aplikasi
Produk Pangan dan Analisis Ekonominya. Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10.
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Wulandari & Zulfaddi. 2017. Uji kualitatif kandungan sianida dalam rebung (Dendrocalamus
asper), umbi talas (Colocasia esculenta), dan daun singkong (Manihot utilissima phol).
Jurnal Edukasi Kimia. Vol.2, No.1, Hal : 41-47.
Lampirkan 1 Jurnal:

Anda mungkin juga menyukai