Tujuan Praktikum:
Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan mengekstraksi
senyawa dari tumbuhan dan melatih mengisolasinya Mengenal sifat kimia kurkumin.
Prosedur Kerja:
Ekstraksi kurkumin dari rimpang jahe
Sebanyak 2,5 gram rimpang jahe merah ditimbang, contoh diekstraksi dengan 25 ml aseton
dalam gelas pala dan diaduk selama 30 menit ekstrak disaring dengan kertas saring kemudian filtrat
diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kering.
Persiapan penotolan
Pada garis start, ditotolkan ekstrak rimpang jahe merah dan standar kurkumin pada jarak 2
cm, KLT kemudian dimasukkan ke bejana kromatografi dan dielusi sampai eluen mencapai garis
front, perhatikan pemisahan yang terjadi. Dihitung Rf standar dan Rf spot yang muncak dari
ekstrak.
Uji Kimia
Disiapkan 2 ml HCl 0,1 M ke dalam tabung reaksi 1 dan 2 ml NaoH 0,1 M ke dalam tabung
reaksi 2, Tambahan sedikit ekstrak sampel ke dalam tabung reaksi 1 dan 2, diaduk, dan diamati
warna yang timbul, ke dalam tabung 1 yang elah berisis ekstrak dan HCl 0,1 M ditambahkan NaOH
0,1 M tetes demi tetes. Perhatikan seelah tetes NaOH berapa sampai terjadi perubahan warna secara
bertahap.
Data Hasil Praktikum:
Diketahui ukuran pelat KLT 10 x 3 cm, dengan jarak start dari bawah 2 cm dan jarak finish dari
pelat atas 1 cm.
Data Uji Kimia (Tulis warna yang terjadi ketika awal dan setelah ada tambahan pelarut per
tetes). Serta tambahkan ciri-ciri di suasana asam dan basa selain warna (minimal 3):
Dalam percobaan uji kimia terhadap sampel dengan penambahan HCl, diperoleh hasil warna
kuning keputihan keruh setelah penambahan 88 tetes NaOH. Warna awal ialah kuning, lalu warna
tersebut memudar menjadi warna kuning putih agak keruh.
Dalam percobaan uji kimia terhadap sampel dengan penambahan NaOH diperoleh hasil
warna kuning dominan putih keruh setelah penambahan 42 tetes HCl, warna awal ialah kuning
kejinggaan, lalu warna tersebut memudar menjadi warna putih keruh.
Dalam mengidentifikasi suatu senyawa memiliki sifat asam atau basa dapat diidentifikasi
dengan pH meter. pH meter merupakan sebuah alat elektronik atau bisa dikatakan alat yang lebih
modern untuk mengukur pH (derajat keasaman atau kebasaan) suatu cairan (ada elektroda khusus
yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi-padat). Sebuah pH meter terdiri dari sebuah
elektroda (probe pengukur) yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan
menampilkan nilai pH. Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa
elektrode kaca (glass electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di dalam larutan.Ujung
elektrode kaca adalah lapisan kaca setebal 0.1 mm yang berbentuk bulat (bulb). Bulb ini
dipasangkan dengan silinder kaca non konduktor atau plastik memanjang, yang selanjutnya diisi
dengan larutan HCl (0,1 mol/dm3). Di dalam larutan HCl, terendam sebuah kawat elektrode
panjang berbahan perak yang pada permukaannya terbentuk senyawa setimbang AgCl. Konstannya
jumlah larutan HCl pada sistem ini membuat elektrode Ag/AgCl memiliki nilai potensial stabil. Inti
sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang memiliki kemampuan untuk bertukar ion positif
(H+) dengan larutan terukur (Zulfian, dkk 2016).
Dalam mengidentifikasi suatu senyawa memiliki sifat asam atau basa dapat diidentifikasi
dengan kertas lakmus. Kertas lakmus adalah salah satu alat ukur ph konvensional. Kertas lakmus
biru digunakan untuk mengukur pH asam, sedangkan kertas lakmus merah digunakan untuk
mengukur pH basa. Prinsip kerjanya sederhana, hanya dengan melihat perubahan warna pada kertas
lakmus saat dicelupkan pada larutan yang ingin diketahui nilai pHnya. Selanjutnya perubahan
warna kertas lakmus dicocokkan dengan bagan warna penunjuk yang ada sehingga diketahui nilai
pHnya. Alat ukur ini kurang efektif karena sensitivitasnya kecil dan nilai pH yang terbaca adalah
nilai pendekatan (yaitu dengan menentukan kemiripan warna yang paling dekat antara kertas
lakmus dan bagan warna) (Nafi’ul, dkk 2012).
Dalam mengidentifikasi suatu senyawa memiliki sifat asam atau basa dapat diidentifikasi
dengan indikator alami. Indikator alami adalah larutan indikator yang diperoleh dari ekstrak bahan
pewarna alam, seperti kunyit, bunga kembang sepatu, bunga bougenvil, kulit manggis, kubis ungu,
bunga pacar air, dan sebagainya. Warna dari bahan alam itu dapat menjadi indikator karena
memberikan warna yang berbeda pada suasana asam, basa, dan netral. Indikator alami dapat dibuat
dengan memanfaatkan zat warna antosianin yang ada pada tumbuhan. Zat warna antosianin pada
tumbuhan merupakan senyawa organik yang berwarna seperti yang dimiliki oleh indikator sintesis.
“Indikator adalah zat yang mempunyai warna khusus pada pH tertentu. Biasanya indikator
digunakan untuk mengetahui sifat larutan apakah termasuk larutan asam, basa dan netral dengan
menggunakan metode titrasi asam-basa sebagai penunjuk titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna pada larutan titrat (Dela, dkk 2018).
Pembahasan:
Sifat kimia kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH
lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada suasana asam, sedangkan dalam
suasana basa berwarna merah (Rahayu 2010). Kurkumin dalam suasana basa atau pada lingkungan
pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama dapat mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami
degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan
mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat kurkumin lain yang
penting adalah kestabilannya terhadap cahaya. Adanya cahaya dapat menyebabkan terjadinya
degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini karena adanya gugus metilen aktif (-CH2-) diantara
dua gugus keton pada senyawa tersebut. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat
toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah
100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Rosmawani dkk 2007). Menurut Rosmawani, dkk
(2007) Kurkumin dapat ditemukan pada dua bentuk tautomer, yaitu bentuk keto dan bentuk enol.
Struktur keto lebih stabil atau lebih banyak ditemukan pada fasa padat, sedangkan struktur enol
lebih dominan pada fasa cair atau larutan.
Senyawa turunan kurkumin disebut kurkuminoid, yang hanya terdapat dua macam, yaitu
desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin,sedangkan in vivo, kurkumin akan berubah
menjadi senyawa metabolit berupa dihidrokurkumin atau tetrahidrokurkumin sebelum kemudian
dikonversi menjadi senyawa konjugasi monoglusuronida. Berikut struktur Kimia turunan kurkumin.
Azmi, Zulfan., Saniman., Ishak. 2016. Sistem penghitung ph air pada tambak ikan berbasis
mikrokontroller. Jurnal SAINTIKOM. Vol. 15, No. 2, Hal:101-108.
Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta, 607-608.
Harborne, J.B, 1996, Metode Fitokimia, Cetakan II, diterjemahkan oleh Kosasih Padma Winata dan
Iwang Soediro, ITB Press, Bandung, 70-72.
Matiin, Nafi’ul., Hatta, Agus M., Sekartdjo. Pengaruh variasi bending sensor ph berbasis serat optik
plastik menggunakan lapisan silica sol gel terhadap sensitivitas. Jurnal Teknik Pomits. Vol.
1, No. 1, Hal: 1-6.
Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi untuk Analisa Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Edisi terjemahan
(diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro), ITB press, Bandung, 3-18.
Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
Virliantari, Dela A., Maharani A. Lestari U., Ismiyati. 2018. PEMBUATAN indikator alami asam-
basa dari ekstrak kulit bawang merah (Allium ascalonicum L.)
.