Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Senin, 19 Agustus 2019

Biokimia Umum Waktu : 13.00 – 15.00


PJP : Dr. Rahadian Pratama
Asisten : Faricha Eka Ariani
Dewi Puja Delita S.

PROTEIN
Kelompok 4

Rhino Chandra Mukti J3L118121


Fransiska Amartia Padmoko J3L118117
Anif Fahreza J3L118128
Lis Aismalasari J3L118073
Nani Septiani J3L118108
Rahmagita Alzadratunnisa J3L118099
Randito Ikhwanus Shafa J3L118161

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam


reaksi-reaksi biologis. Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang
dihasilkan oleh sel yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan tersebut.
Suatu enzim dapat bekerja sampai 10 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa
katalis. Enzim bekerja dengan menurunkan energi aktifasi sehingga laju reaksi
meningkat. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Oleh
karena itu, enzim merupakan elemen penting dalam tubuh yang sangat banyak
membantu dalam reaksi enzimatik seperti dalam proses sintesis dan reparasi DNA,
pembentukan energi, dan sintesis protein (Poedjiadi 2006). Enzim akan mampu
mengkatalis suatu reaksi biologis bila berada dalam kondisi nyamannya. Banyak faktor
yang mempengaruhi kerja enzim seperti suhu, keasaman (pH), konsentrasi enzim dan
substrat, penyinaran, inhibitor, serta aktivator. Faktor-faktor tersebutlah yang
menyebabkan terkadang enzim mampu mempercepat reaksi atau bahkan menghambat
reaksi yang berlangsung (Iman 2005). Adanya enzim juga sangat spesifik baik tempat
sintesis maupun reaksi yang dapat dikatalisisnya. Secara umum enzim digolongkan
menjadi enam kelompok sesuai dengan jenis reaksi yang dikatalisisnya yaitu
oksidoreduktase, transferase,hidrolase ,liase, isomerase dan ligase.
Klasifikasi enzim berdasakan Commission on Enzim Of The Internasional
uinion of Biochemistry (CEIUB) atau Internasional Enzim Commision (IEC) dalam
Soenardi (2008) adalah sebagai berikut :
1. Oksidoreduktase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis (mengolah) reaksi
oksidasi dan reduksi dan biasanya menggunakan koenzim NAD, NADP, FAD, atau
Koenzim Q. Contohnya adalah enzim dehidrogenase, oksidase, dan oksigenase.
2. Transferase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pemindahan gusus tertentu
seperti aldehid, keton, fosfat, atau glikosil. Contohnya adalah enzim
aminotransferase, transketolase, dan transaldolase.
3. Hidrolase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan ikatan antara
karbon dengan atom lainnya melalui penambahan molekul air. Contohnya adalah
enzim amidase, peptidase, dan fosfatase.
4. Liase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan ikatan karbon-karbon,
karbon-sulfur, dan karbon-nitrogen. Contohnya adalah enzim dekarboksilase,
aldolase, dan deaminase.
5. Isomerase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis reseminasi optik atau isomer
geometrik dan reaksi oksidasi reduksi intra molekuler. Contohnya adalah enzim
epimerase, mutase, dan isomerase.
6. Ligase Adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon
dengan karbon, karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen, serta karbon dengan
oksigen. Contohnya adalah enzim sintetase dan karboksilase.

Enzim berfungsi sebagai katalisator si dalam sel dan sifatnya sangat khas. Di
dalam jumlah sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga di dalam
keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya.di
dalam sel terdapat banyak jenis enzim yang berlainan kekhasannya, sehingga suatu
enzim hanya mampu menjadi katalisator untuk reaksi tertentu saja. Ada enzim yang
dapat mengkatalisa suatu kelompok substrat, ada pula yang hanya satu kelompok
substrat saja, dan ada pula ynag bersifat stereospesifik. Karena enzim mengkataliser
reaksi-reaksi di dalam system biologis, maka enzim juga disebut sebgai biokatalisator
(Soenardi, 2008). Aktivitas katalik enzim dapat ditentukan juga melalui struktur tiga
dimensimolekul enzim tersebut. Enzim disini mempunyai peranan katalis dalam
menurunkan aktivitasdari reaksi energi. Aktivasi dapat diartikan sebagai sejumlah
energi atau kalori yang diturunkanoleh suatu mol zat pada temperatur tertentu untuk
membawa molekul ke dalam aktifnya atau keadaan aktifnya (Sumardjo, D. 2009).
Salah satu enzim yang bereperan penting dalam tubuh adalah enzim amilase. Enzim
amilase berfungsi dalam proses pencernaan makanan khususnya ketika berada di dalam
mulut. Enzim amilase berfungsi untuk memecah molekul karbohidat menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga memudahkan untuk proses pencernaan berikutnya.
Enzim amilase dapat bekerja maksimal pada suhu, pH, serta konsentrasi yang optimum
(Iman 2005). Enzim memiliki beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Enzim dapat mengubah kecepatan reaksi, artinya enzim tidak mengubah produk
akhir yang dibentuk atau mempengaruhi keseimbangan reaksi, hanya
meningkatkan laju suatu reaksi.
2. Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim hanya mempengaruhi substrat tertentu
saja. Misalnya, enzim katalase hanya mampu menghidrolisis H2O2 menjadi H2O
dan O2.
3. Enzim merupakan protein. Oleh karena itu, enzim memiliki sifat seperti protein.
Antara lain bekerja pada suhu optimum, umumnya pada suhu kamar. Enzim akan
kehilangan aktivitasnya karena pH yang terlalu asam atau basa kuat, dan pelarut
organik. Selain itu, panas yang terlalu tinggi akan membuat enzim terdenaturasi
sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
4. Enzim merupakan biokatalisator. Enzim dalam jumlah sedikit saja dapat
mempercepat reaksi beribu-ribu kali lipat, tetapi ia sendiri tidak ikut bereaksi.
5. Enzim bekerja secara bolak-balik. Reaksi-reaksi yang dikendalikan enzim dapat
berbalik, artinya enzim tidak menentukan arah reaksi tetapi hanya mempercepat
laju reaksi sehingga tercapai keseimbangan. Enzim dapat menguraikan suatu
senyawa menjadi senyawa-senyawa lain. Atau sebaliknya, menyusun senyawa-
senyawa menjadi senyawa tertentu.
6. Enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kerja enzim adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan inhibitor (penghambat)
serta konsentrasi substrat.
7. Enzim bersifat termolabil. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu
rendah, kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu, reaksi kimia yang
dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu terlalu tinggi, enzim akan
mengalami denaturasi.
8. Bahan tempat kerja enzim disebut substrat dan hasil dari reaksi disebut produk.
Dengan demikian enzim dapat digunakan kembali untuk mengkatalisis reaksi yang
sama, berikutnya.

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah, diluar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja
enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan
ativasi enzim, sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktifitas enzim. Banya
obat dan racun adalah inhibitor enzim (Wirahadikusumah 1989). Ada dua mekanisme
kerja yang terdapat pada enzim, yakni :
a. Teori kunci dan anak kunci (oleh Emil Fischer) Mekanisme kerjanya adalah enzim
dimisalkan sebagai kunci gembok karenamempunyai lubang (sisi aktif) yang akan
berkaitan dengan substrat yang dimisalkan dengan anak kuncinya.
b. Teori Iduksi pas (oleh Daniel Khasland)
Mekanisme kerjanya, permukaan e nzim tidak cocok dengan substrat. Oleh karena itu,
saat substrat berkaitan dengan enzim, substrat akan menggunakan bentuk molekul
enzim menjadi sesuai dengan subdtrat. Sisi aktif dapat diubah oleh substrat karena sisi
aktif enzim bersifat fleksibel (Cartono, 2004).
Getah saliva dihasilkan oleh kelenjar ludah yang terdapat dalam rongga mulut,
yang mengandung air sekitar 99%. Zat padat yang terdapat dalam saliva diantaranya
ptyalin (amylase), musin (suatu senyawa glikoprotein) dan sejumlah senyawa-senyawa
yang juga terdapat dalam darah dan urin seperti amoniak, asam-asam amino, urea, asam
urat, kolestrol serta kation (Ca2+, Na+, K+,Mg2+) dan anion seperti PO43-, Cl- dan HCO3-
pH sekitar 6,8 (Anonimous, 2011). Menurut Sandira (2009:1), secara garis besar fungsi
saliva/ ludah ada 5 yaitu:
1. Perlindungan permukaan mulut
2. Pengeluaran kandungan air
3. Anti virus dan produk metabolism
4. Pencernaan makanan dan pengecap
5. Diferensiasi dan pertumbuhan sel

Amilase adalah enzim hidrolase glikosida yang mengkatalisis pemecahan pati


menjadi maltose dan gula lainnya (Souza et al 2010; Elhadi et al 2011). Menurut Shipra
et al (2011), jenis amilase yang terdapat pada sativa adalah αamilase. α-Amilase
memiliki struktur tiga dimensi yang mampu mengikat substrat yang menyebabkan
kerusakan ikatan glikosidik antara amilosa dan amilopektin. Salah satu zat yang dapat
berfungsi sebagai aktivator atau inhibitor dalam proses katalisis amilase adalah ion
logam. Amilase saliva merupakan enzim penting didalam pencernaan yang dihasilkan
oleh kelenjar ludah. Amilase saliva dapat menguraikan polisakarida menjadi
monosakarida. Hasil hidrolisis oleh amilase terutama berupa maltosa, sebagian kecil
berupa limit dekstrin, maltotriosa, dan glukosa. Hasil hidrolisis tersebut saat
berkumulasi dengan bakteri, dapat mengakibatkan terjadinya proses demineralisasi
pada gigi dan kemudian menjadi karies. Secara umum, amilase adalah enzim,yakni
biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi
tanpa habis bereaksi) dalam suatu rekasi kimia. Hamper semua enzim merupakan
protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai
substrat dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk.
Gambar 1. Struktur enzim amilase
METODE

Tempat dan Waktu

Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 14 November 2019, pukul 13.00 –


15.00 WIB di Laboratorium Gunung Gede Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Dalam praktikum kali ini dibutuhkan beberapa alat seperti Gelas Piala, Pipet
Tetes, Tabung Reaksi, Penjepit Kayu tabung reaksi, Rak Tabung Reaksi, Bulp Hitam,
pipet mohr, Bulp jingga, corong, kertas saring. Praktikum ini membutuhkan bahan
seperti Aquades, Air liur, Asam asetat encer, Glass wool, Kertas lakmus, pewarna FF
dan MO, Pereaksi Biuret, Pereaksi Millon, Pereaksi Molisch, Pereaksi Uji Klorida,
Pereaksi Uji Sulfat, Pereaksi Uji Fosfat.

Prosedur Percobaan

Pengujian Sifat dan Susunan air liur, dibutuhkan relawan untuk memperoleh
sampel air liur, belimbing wuluh digunakan sebagai perangsang relawan agar air liur
lebih banyak terproduksi. Sebelum memakan belimbing wuluh dipastikan praktikan
relawan telah bersih rongga mulutmya dengan berkumur sebanyak mungkin. Air liur
di tampung di gelas piala sebanyak 50 ml. Air liur di saring dengan kertas saring dan
corong dan di tampung gelas piala baru dan bersih.
Uji bobot jenis air liur. Air liur secukupnya dimasukkan ke dalam piknometer
sampai luber, kemudian ditutup dan tidak boleh ada gelembung udara. mengetahui
bobot jenisnya.
Uji lakmus, uji PP dan MO. Sebanyak 2 tetes air liur ditempatkan dalam plat
tetes pada masing-masing spot. Pereaksi dimasukkan ke dalam masing-masing spot
plat tetes yang berisi air liur. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
Uji Biuret. Sebanyak 1 ml air liur dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 1
ml NaOH 10%, kemudian kocok sebentar lalu ditambahkan 1 ml CuSO4. Perubahan
warna yang terjadi di Amati. Hasil reaksi positif berupa larutan berwarna ungu.
Uji Millon. Dilakukan penambahan 5 tetes peraksi Millon ke dalam 2 ml saliva
(air liur) kemudian dipanaskan selama 5 menit dan diamati perubahan warna dan
keberadaan endapan.
Uji Mollisch. Dilakukan penambahan pereaksi Mollisch sebanyak 2 tetes ke
dalam 1 ml saliva, setelah dikocok sebentar kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4
dengan cara dialirkan pelan-pelan dan pipetnya ditempelkan di dinding tabung,
kemudian diamati hingga terdapat lingkaran berwarna ungu diantara cairan.
Uji klorida. Sebanyak 1 ml larutan HNO3 5% ditambahkan ke dalam 1 ml
saliva, kemudian ditambahkan 1 ml AgNO3 2% sampai terdapat endapan putih.
Uji Musin. Sebanyak 1 tetes CH3COOH ditambahkan ke dalam 2 ml saliva,
kemudian diamati hingga terdapat endapan putih. Uji sulfat. Sebanyak 1 ml saliva
ditambahkan larutan HCl 10% kemudian ditambahkan BaCl2 hingga terdapat endapan
putih.
Uji fosfat. Sebanyak 1 ml saliva ditambahkan 1 ml urea 10%, kemudian
ditambahkan 1 ml fosfomolibdat kemudian ditambahkan 1 ml ferosulfat. Kemudian
diamati perubahan warna yang terjadi sampai terdapat endapat berwarna biru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amilase saliva adalah enzim yang terdapat daalam air ludah. Enzim ini bekerja
pada pati dan dextrin (atau juga glikogen) dan mengubahnya menjadi maltose, dengan
hasil antara yang larut yaitu amilo dekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin. Saliva
merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva
mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar
90% dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992). Kelenjar jenis histologi sekresi
mengsekresikan saliva total pada manusia sebanyak 1.5 L per hari. Saliva terdiri atas
99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-,
dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak
sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva
adalah sedikit dibawah 7 (Aisjah 1986)
Saliva adalah salah satu enzim yang memegang peranan penting dalam
berbagai reaksi dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel
hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan
sel. Faktor yang mempengaruhi kinerja enzim antara lain pH, suhu, kosentrasi substrat,
dan kofaktor inhibitor enzim. Semakin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu
optimum, maka aktivitas enzim menjadi rendah. Selain suhu ada faktor lain yang
mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH (Amerongen 1991). Seluruh enzim peka
terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif apabila
diperlakukan pada asam dan basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja
pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Di luar pH optimum tersebut, kenaikan
atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang sangat cepat.
Tabel 1 Sifat air liur (Bobot Jenis)

Ulangan Hasil

1 1,2282 g/ml
2 1,2212 g/ml
3 1,2142 g/ml
Rata – rata 1,2212 g/ml
Contoh perhitungan :
Bobot Pikno air liur − bobot pikno kosong
Densitas air liur = x Densitas air
Bobot Pikno air − bobot pikno kosong

24,7900 g − 12,5950 g
= x 1,2037 g/ml
24,6550 g − 12,5950 g

= 1,2282 g/ml
Berat jenis air liur diukur menggunakan piknometer dengan membandingkan
massa air liur dan volume dalam piknometer. Hasil percobaan menunjukan hasil
densitas sampel air liur adalah 1,2212 g/mL. Air liur adalah cairan yang lebih kental
dibandigkan air karena dalam air liur mengandung 0.5% bahan padat yaitu musin dan
ptialin sehingga memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan air. Sifat dan
susunan air liur, bobot jenis saliva merupakan cairan yang lebih kental dibandingkan
dengan air. Penentuan bobot jenis dilakukan untuk menentukan bobot jenis saliva lebih
besar dibandingkan air yang memiliki bobot jenis 1 g/ml dengan menggunakan alat
densitometer (Poedjijadi 2006). Hal ini menandakan bahwa percobaan yang dilakukan
sesuai dengan literatur yang ada, bahwa bobot jenis atau densitas air liur yang
didapatkan lebih besar dibandingkan densitas air yang sebesar 1,2037 g/ml. seharusnya
densitas air secara litertur yang ada adalah 0,9961 g/ml, namun data yang didapatkan
masih tetap lebih besar bobot jenis air liur.
Tabel 2. Sifat air liur (Ph)
Pengujian Kontrol Hasil Gambar

Lakmus + Tetap berwarna


merah merah

Lakmus biru + Berubah menjadi


biru

Keterangan: (+) bersifat asam , (-) tidak bersifat asam


Cek keasaman dengan lakmus, Uji lakmus dilakukan dengan menggunakan
lakmus biru dan lakmus merah. Rata-rata pH air liur normal yaitu 6,8, yaitu bersifat
asam. Sehingga jika diuji dengan lakmus merah, warna lakmus akan tetap berwarna
merah. Apabila diuji dengan lakmus biru, akan berubah warna menjadi merah.
Penambahan indikator Uji reaksi lakmus PP dan MO digunakan untuk menentukan
derajat keasaman air liur. PP merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH asam,
sedangkan MO merupakan pereaksi yang berwarna orange pada pH asam. Fenolftalein
(PP) memiliki rentang pH 8.0–9.3 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi
merah muda. Sementara itu, metil orange (MO) memiliki rentang pH 3.1–4.4 dengan
perubahan warna dari merah menjadi kuning (Poedjiadi 1994). Air liur yang telah
ditetesi pereaksi PP dan MO masing-masing menghasilkan tak berwarna dan warna
orange. Tidak berubahnya warna pereaksi setelah dicampur air liur menunjukkan
bahwa air liur memiliki pH asam. Kisaran pH air liur antara 6.2 hingga 7.6 dengan rata-
rata 6.7 (Girindra 1988). Dengan data yang diperoleh ditunjukan bahwa air liur bersifat
asam, kandungan enzim amilase yang agak asam dan musin juga bersifat asam
menyebabkan air liur bersifat asam. Hal ini sesuai dengan ditunjukan dengan kertas
lakmus merah yang tidak berubah warna (tetap merah) dan kerta lakmus biru yang
berubah menjadi merah, hal ini menunjukkan keduanya kontrol positif bersifat asam
dan sesuai dengan literatur yang ada.
Tabel 3. Uji Komponen air liur
Pengujian Kontrol Hasil Gambar

Berubah menjadi
+ agak ungu
Uji Biuret

Berubah menjadi
Uji Millon + Kekuningan

Tidak terdapat
Uji Molisch - cincin ungu

Terbentuk endapan
Uji Klorida + putih

Terdapat endapan
Uji Musin + putih
Terdapat endapan
Uji Sulfat + putih

- Terbentuk endapan
Uji Fosfat
putih

Uji Biuret dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus amida pada air liur
yang diuji. Menurut Suryadinata (2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa macam
reagen, yaitu CuSO4 dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang
nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. Sementara penambahan NaOH
berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk
Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH- . Uji Biuret terhadap enzim
amilase menunjukkan hasil yang positif dengan berubahnya warna larutan menjadi
ungu (Poedjiadi 1994). Hasil percobaan menunjukkan bahwa saliva positif
menghasilkan warna ungu, berarti didalam saliva mengandung ikatan peptida dan
gugus amida.
2CO(NH2)2  CONH2 – NH --CONH2 (biuret) + NH3 CuSO4+ 2H2O 
Cu(OH)2 + H2SO4 Cu(OH)2 + NH3
Reaksi pembentukan warna yang terjadi (Fessenden et al 1986)
Uji Millon ialah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.
Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya,
yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Pereaksi millon berisi
merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit. Warna yang mengalami
perubahan kekuningan Uji Millon pada saliva menunjukkan hasil positif yaitu
terbentuk warna kuning (Poedjiadi 1994). Dari literatur yang ada menunjukan bahwa
percobaan berhasil dan sesuai, juga menandakan adanya tirosin yang ternitrasi dan
adanya pembentukan merkuri didalam air liur.
Uji Molisch merupakan uji yang paling umum digunakan untuk memastikan
ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada
semua karbohidrat yang lebih besar dari pada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva
menunjukkan reaksi yang negatif, karena saliva tidak mengandung karbohidrat. Bila
terdapat kandungan karbohidrat, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan
probandus masih mengandung sisa-sisa makanan (Lehninger 1982). Hasil yang didapat
pada percobaan Sesuai dengan literatur, bahwa pada uji Molisch tidak terbentuk cincin
ungu yang berarti hasilnya negatif. Hal ini membuktikan bahwa dalam air liur tidak
terdapat kandungan gula ataupun glukosa dan sisa – sisa makanan, menandakan pula
praktikan relawan sudah memastikan baik keadaan rongga mulutnya sudah bersih.
Uji klorida pada larutan menunjukan hasil positif bila menghasilkan endapan
berwarna putih. Pereaksi asam nitrat yang digunakan dalam uji klorida berfungsi untuk
membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih
keruh disebabkan karena Cl- berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl (endapan putih),
dan AgNO3 akan bereaksi dengan klorida membentuk AgCl sebagai endapan putih,
maka dari itu adanya endapan putih yang dibentuk membuktikan adanya klorida
(Girindra 1988). Hasil yang didapat dari uji klorida terbentuk endapan putih dari AgCl
pada saliva, sehingga hasil percobaan bersifat positif. Hal ini menunjukan bahwa dalam
saliva uji mengandung klorida.
AgNO3 + Cl- → AgCl + NO3-
Reaksi Uji klorida (Svehla 1985)
Uji sulfat, saliva diasamkan oleh asam HCl 10% untuk memisahkan mineral
dari filtrat sehingga mineral mudah diikat oleh senyawa reaktif lain yang dapat bereaksi
dengan mineral membentuk suatu endapan putih dalam larutan. Senyawa yang
ditambahkan pada uji sulfat ialah larutan BaCl2 yang merupakan garam yang dapat
bereaksi dengan sulfat sehingga dapat membentuk endapan BaSO4. Berikut Reaksi
yang terbentuk,
BaCl2 + SO4 2- BaSO4 + 2Cl
Reaksi Uji sulfat (Svehla 1985)
Uji sulfat menunjukkan hasil positif yang ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan putih. Hal ini menunjukan bahwa terdapat sulfat dalam kandungan saliva
percobaan dan sesuai dengan literatur yang ada. Karena pada kandungan saliva atau air
liur terdapat setidaknya 1/3 zat padat anorganik dan salah satunya adalah sulfat.
Uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya endapan berwarna hijau. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur
tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi
(Metjesh 1996). Dari data percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa saliva
percobaan negatif mengandung fosfat dan tidak sesuai dengan literatur yang ada. Hal
ini terjadi karena kontaminasi yang terjadi dalam air liur atau saliva, atau pereaksi yang
digunakan, karena seharusnya saliva mengandung fosfat dalam zat padat. Kontaminasi
bisa terjadi ksrena gelas piala sebagai penampung masih belum bersih atau kontaminasi
pada pelarut atau pereaksi yang digunakan, bisa juga terjadi dalam kandungan
belimbing wuluh sebagai perangsang yang mengganggu atau menjadi pengotor
percobaan yang dilakukan sehingga kandungan tertentu telah mengeliminasi fosfat
yang ada dalam saliva.

FeSO4 + PO4 3- → Fe3(PO4)2 + SO4 2-


ReaksiPembentukan endapan yang dihasilkan (Suharjdo 1986)
Uji musin menunjukkan hasil yang positif ditunjukkan dengan larutan terbentuk
endapan putih amorfus (Metjesh 1996). Dua pertiga zat padat yang terdapat dalam
saliva diantaranya musin (suatu senyawa glikoprotein) dan sejumlah senyawa-senyawa
yang juga terdapat dalam darah dan urin seperti amoniak, asam-asam amino, urea, asam
urat, kolestrol serta kation (Ca2+, Na+, K+,Mg2+) dan anion seperti PO43-, Cl- dan HCO3-
pH sekitar 6,8. (Anonimous, 2011). Percobaan yang dilakukan menunjukan hasil
positif dengan ditandainya pembentukan endapan putih amourf yang disebabkan
penambahan asam asetat, hal ini sesuai dengan literatur yang ada. Musin adalah rantai
protein memanjang yang dikelilingi rantai hidrat arang yang lebih pendek atau lebih
panjang. Kandungan hidrat arang pada musin menyebabkan musin mampu
mengumpulkan selubung air di sekelingnya, sehingga larutan musin mempunyai sifat
pekat dan berlendir (Amerongen, 1994). Levin et al. (1987) menyatakan bahwa musin
dalam substitusi saliva berperan mengemulsi bolus makanan pada proses penelanan
dan mampu membasahi membran mukosa mulut.

KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa air liur atau saliva
memiliki bobot jenis sebesar 1.2212 g/ml dan lebih besar dibandingkan bobot jenis air,
bersifat asam dengan uji lakmus merah dan biru dan pH berkisar 5-7. Uji Biuret, uji
Millon, uji klorida, uji sulfat dan uji musin menunjukkan hasil yang positif, sedangkan
pada uji fosfat uji Molisch menunjukkan hasil negatif.
DAFTAR PUSTAKA

Aisjah G. 1986. Enzim dalam Biokimia 1. Jakarta (ID): Gramedia.


Anonymous. 2011. Transmission Electron Microscope (TEM). accesed from
unl.edu.com on. Saturday. March 12. 2011.
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum, Bandung : PRISMA PRESS.
Girindra, A.,1990. Biokimia I. PT. Gramedia: Jakarta.
Iman, H. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4-β-Glucanase Bacillus sp.
AR 009. (Jurnal Biodiversitas Nomor 04 Volume 6). Bogor: Bidang
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Bogor 16002.
Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.
Narlan S, Safida S. Penerjemah. Jakarta (ID): ECG
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Matjesh, S. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Sandira. 2009. Statistik untuk Penelitian. CV. Alfabeta:Bandung.

Shipra, D., S. Surendra, S. Vinni. & LS. Manohar. 2011. Biotechnological Applica-
tions of Industrially Important Amylase Enzyme. International Journal Pharma-
cial Biology Science. 2(1): 486-496
Soenardi, 2008. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Universitas Ilmu Pangan
danGizi.Yogyakarta.
Setiono L dan Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta. Kalman Media Pusaka.
Terjemahan dari : Text Book Of Macro And Semimicro Qualitatif Inorganic
Analysis.
Souza PM, Magalhaes PO. 2010. Application of Microbial A-Amylase in Industry.
Brazil (BR): Universidade de Brasilia.
Suharjdo. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.
Suryadinata A. 2010. Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies.
Jurnal Sainstis. Pasca Sarjana Universitas Airlangga.
Svehla G.1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro.
Edisi ke-5. Jakarta (ID) : Erlangga.
Wirahadikusumah, M. 1989, Biokimia protein, enzim, dan asam nukleat , Institut
Teknologi Bandung. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai