Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

“ENZIM”
BLOK 3

Disusun oleh :
1. Kristanti Naomi Sitanggang (1861050
2. Jasmine Nydia Olata (1861050
3. Kharen Karina (1861050
4. Lucyana Lettisia Apriliani (1861050

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik
yang dihasilkan oleh sel.Enzim sangat penting dalam
kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis
oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim
terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat
hingga pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksi-reaksi
enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh
makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat
diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang
digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan,
pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat
memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk
maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase,
β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva
(ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini
memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan
disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau
bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).

Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia


dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki
enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya.
Enzim katalase merupakan salah satu enzim yang
terdapat pada tumbuhan. Enzim diproduksi oleh
peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif
bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman, seperti
hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase termasuk ke
dalam golongan desmolase, yaitu enzim yang dapat
memecahkan ikatan C-C atau C-N pada substrat yang
diikatnya.

Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui dan


memahami kerja suatu enzim,khususnya kerja enzim
amilase yang terdapat pada saliva yang dilarutkan pada
pati,maka percobaan ini dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai
pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga
didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh
jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam
jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini
hampir seluruhnya adalah protein.Berat molekul enzim pun
sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas
(Suhtanry & Rubianty, 1985). Enzim berperan untuk
mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk
hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim
berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi
mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator
anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan
tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun (Juryatin,
1997).

Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya


lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi
terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim
merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja
menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan
baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara
sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Cartono,2004). Enzim
dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan sangat
penting dalam aktivitas biologis. Dalam jumlah yang sangat kecil,
enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan
normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir
reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat :

 Panas
 Asam atau basa kuat
 Pelarut organik
 Pengaruh lain yang bisa menyebabkan denaturasi protein
(Campbell, 2000)
Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim membutuhkan
kofaktor yang bisa berupa senyawa organik atau logam. Senyawa
organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu lemah
maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat erat
melalui ikatan kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada
umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan dan disebut co-enzim
saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang diterangkan
diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo enzim. Bagian
protein dinamakan apo-enzim dan bagian non proteinnya disebut
co-enzim.fungsi logam pada umumnya adalah untuk
memantapkan ikatan substrat pada enzim atau mentransfer
electron yang timbul selama proses katalisis (Anna Poedjiadi,
1994).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya,
sedangkan masingmasing enzim diberi nama menurut nama
substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping
itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama
misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on
Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim
dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini
didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan.
Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
a) Golongan I Oksidoreduktase
Enzim yang ternasuk dalam golongan ini dapat dibagi dalam
dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase.
b) Golongan II Transferase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis
pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada
senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan
ini adalah meeetiltransferase, hidroksimetiltransferase,
karboksiltransferase, asiltransferase dan aminotrandferase atau
disebut juga transminase (Anna Poedjiadi, 1994).
c) Golongan III Hidrolase
Enzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis.
Beberapa enzim dalam kelompok ini ialah esterase, lipase,
pofatase, amylase, aminopepetidase, karboksipeptidase, pepsin,
tripsin, kimotripsin (Anna Poedjiadi, 1994).
d) Golongan IV Liase
Enzim yang termasuk golongan ini mempunyai peranan
penting dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari satu substrat
(bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan
ini natara lain dekarboksilase, aldolase, hidratase.
e) Golongan V Isomerase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi
perubahan intramolekuler, misalnya rekasi perubahan glukosa
menjadi fruktosa, perubahan senyawa L menjadi senyawa D,
senyawa sis menjadi senyawa trans dan lain-lain. Contoh enzim
yang termasuk golongan ini antara lain ribolosafosfat ipomerase
dan glukosafosfat isomerase.
f) Golongan VI Ligase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi-
reaksi penggabungan dua molekul. Oleh karenanya enzim
tersebut juga dinamakan sintesa. Ikatan yang terbentuk anatara
penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N atau C-C.
contoh enzim golongan ini antara lain glutamine sintetase dan
piruvat karboksilase.

Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa


istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus
prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim
yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim
adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non
protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah
kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan
sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan
adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah
terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun
koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan
enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang
diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk
kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada
keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah
pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan
fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah
produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran
enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan
bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya
(Salisbury, 1995). Sebagai mana protein pada umumnya,
molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi.
Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang
mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya
jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang
sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim
akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002).
Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain
(Dwidjoseputro, 1992) :
1. berfungsi sebagi biokatalisator
2. merupakan suatu protein
3. bersifat khusus atau spesifik
4. merupakan suatu koloid
5. jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
6. tidak tahan panas
Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat
terjadi baik didalam maupun diluar sel. Suatu enzim bekerja
secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat
bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi
tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara
menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat
(Poedjadi, 2006). Enzim-enzim hingga kini diketahui berupoa
molekul-molekul besar yang berat molekulnya ribuan. Karena
enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu
koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk
mengubah substrat menjadi hasil akhir dan sebaliknya, yaitu
mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat jika kondisi
lingkungan berubah. dari golongan protease dan urase serta
beberapa jenis enzim lainnya (Dwidjoseputro, 1992).
Kerja Enzim Pada Substrat Enzim meningkatkan
kemungkinan molekul-molekul yang bereaksi saling bertemu
dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi karena
enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan
mempunyai kemampuan untuk mengikat substrat tersebut
walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat dengan
enzim sangat spesifik substrat terikat dengan enzim sedemikian
rupa, sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk
terjadi reaksi.
Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan
nonkovalen) antara substrat dengan enzim menimbulkan
penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran ini
menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam
molekul substrat, sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah
terpecah. Para ahli biokimia menamakan keadaan dimana terjadi
regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi
dengan enzim disebut pengaktifan substrat.
Pada Substrat yang spesifik, enzim akan mengkatalisis
reaksi sehingga menghasilkan produk yang spesifik, juga pada
penambahan pereaksi kimia tertentu dapat mengakibatkan enzim
menunjukkan bentuk stereokimianya dimana interaksi enzim
dengan substrat terjadi dalam ikatan, dimana kelebihan substrat
tidak d apat diikat seluruhnya oleh enzim.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu
substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan
menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa,
sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi
sukrosa dan galaktosa (Salisbury, 1995). Seperti halnya
katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja
enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya.
Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C
(Poedjiadi, 2006).
III.1. PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN REAKSI ENZIM
DASAR PERCOBAAN
Suhu kecepatan reaksi enzim dan sifat enzim. Pada suhu rendah yang
mendekati titik beku biasanya enzim tidak rusak namun aktivitasnya sangat rendah.
Pada suhu optimum reaksi berlangsung paling cepat. Bila suhu dinaikkan terus maka
jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena enzim akan mengalami denaturasi.
Dalam percobaan ini digunakan pepsin yang bekerja pada kasein susu sebagai
subtract. Pepsin mencerna kasein menjadi parakasein yang kemudian bereaksi dengan
kalsium dan menghasilkan endapan Ca-parakaseinat yang dapat diobservasi sebagai
hasil reaksi pepsin atau susu.
CARA KERJA :
1. Menyiapkan 4 tabung isi masing – masing dengan 5 ml susu.
2. Menyiapkan 4 tabung reaksi isi masing – masing dengan 1 ml pepsin 0,5%
3. Mengatur berpasangan 1 tabung susu dengan 1 tabung enzim menjadi 4
pasang tabung:
A, B, C, dan D
4. Merendam :
 Pasangan A dalam es
 Pasangan B pada suhu kamar
 Pasangan C pada air suhu 37⁰C – 40⁰C
 Pasangan D dalam air suhu 75⁰C – 80⁰C
5. Setelah 5 menit menuangkan enzim kedalam pasangan subtratnya dan
mencampurkannya.
6. Mengembalikan campuran susu dan enzim kedalam air rendaman (kecuali B)
7. Mencatat waktu yang diperlukan (=t) sampai mulai terlihat ada gumpalan
susu.
8. Menggambarkan kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim (v=1/t).
HASIL DAN KURVA
KECEPATAN REAKSI
TABUNG SUHU () WAKTU (t)
(v=1/t)
A Es ( < 0 ⁰C ) 15 menit = 900 detik 1/900 = 0,00112
Suhu kamar
B 10 menit = 600 detik 1/600 = 0,00167
( 20 ⁰C – 25 ⁰C )
C 37 ⁰C – 40 ⁰C 6 menit = 360 detik 1/360 = 0,00278
D 75 ⁰C – 80 ⁰C Denaturasi 1/60 = 0,0167
1 menit = 60 detik

KURVA :

PEMBAHASAN :
Tabung A

Larutan dalam tabung A merupakan campuran dari 5 ml susu dan 1 ml pepsin


dan direndam dalam es yang memiliki suhu 4 ⁰C. Endapan mulai terlihat pada waktu
900 sekon.
Tabung B

Larutan dalam tabung B merupakan campuran dari 5 ml susu dan 1 ml pepsin


dan direndam pada suhu kamar yang memiliki suhu 25 ⁰C. Endapan mulai terbentuk
pada waktu 600 sekon.
Tabung C

Larutan dalam tabung C merupakan campuran dari 5 ml susu dan 1 ml pepsin.


Kemudian direndam dalam suhu 37 ⁰C. Endapan mulai terlihat pada waktu 360 detik.
Tabung D

Larutan dalam tabung D merupakan campuran dari 5 ml susu dan 1 ml pepsin.


Kemudian direndam pada suhu 75 ⁰C. Endapan tidak terbentuk endapan karena sifat
susu yang mengalami denaturasi pada suhu ekstrim.

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.
Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul – molekul zat yang bereaksi
akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau
lebih besar dari energi aktivasi. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat
mencapai keadaan transisi atau bisa dikatakan bahwa kecepatan reaksi menjadi lebih
besar. Namun, jika suhu dinaikkan melewati suhu optimum, laju reaksi akan menurun
akibat denaturasi dari enzim yang bekerja dalam reaksi.
II.2 Pengaruh konsentrasi enzim :
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v)
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi
enzim, reaksi makin cepat( Hafiz Soewoto,2000) .
Bagaimana akibat dari perubahan konsentrasi enzim terhadap reaksi
enzimztik itu sendiri? Jawaban dari pertanyaan ini harus dicari dari
pengamatan yang dilakukan atas satu seri campuran yang terdiri atas
substrat dalam konsentrasi yang tetap dan enzim dalam konsentrasi yang
berbeda-beda, dengan volume akhir larutan yang sama. Pengamatan dapat
dilakukan terhadap dua hal, yaitu :
1. terhadap hubungan antara selang waktu pengamatan dan konsentrasi
produk yang terbentuk pada tiap konsentrasi enzim.
2. terhadap hubungan antara konsentrasi enzim dan kecepatan reaksi
enzimatik yang dikatalisis oleh enzim tersebut.
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata
berbanding lurus. Jadi, makin besar konsentrasi enzim, maka makin cepat
laju reaksi.
Kadang-kadang terjadi penyimpangan dari persamaan ini, sehingga
diperoleh garis agak melengkung. Biasanya, penyimpangan ini terjadi
jika enzim yang dipelajari tidak dalam keadaan murni, sehingga mungkin
terdapat senyawa-senyawa penghambat reaksi dalam jumlah yang sangat
kecil. Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat dalam sediaan enzim
dengan kemurniaan yang tinggi. Dalam keadaan ini, penyimpangan
disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator), misalnya tidak adanya ion
tertentu, meskipun ph yang diperlukan sudah dipastikan dengan
menggunakan larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan ph
yang diperlukan tersebut ( Mohamad Sadikin, 2002 ).

Pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar,


sedangkan kondisi lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan
meningkat sampai suatu batas kecepatan maksimum (V). Pada titik
maksimum ini enzim telah jenuh dengan substrat.
Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk
kompleks enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan terurai
menjadi [E] dan produk [P]. Makin banyak kompleks [ES] terbentuk,
makin cepat reaksi berlangsung sampai batas kejenuhan [ES]. Pada
konsentrasi substrat [S] melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi
akan konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam
bentuk kompleks E-S. Penambahan jumlah substrat tidak menambah
jumlah kompleks E-S.

III. 3 PENGARUH KONSENTRASI ENZIM TERHADAP


KECEPATAN REAKSI ENZIM

DASAR PERCOBAAN
Kecepatan reaksi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E). Semakin
besar jumlah enzim semakin cepat reaksinya. Reaksi enzim dengan subtrat akan
membentuk kompleks ES. ES ini akan dipecah menjadi hasil reaksi (P) dan enzim
bebas (E). Semakin banyak ES terbentuk semakin cepat reaksi berlangsung.

CARA KERJA
1. Masukkan ke dalam 3 tabung reaksi A,B, dan C masing-masing 5 ml susu

2. Siapkan 3 tabung A, B, dan C dan masukkan ke dalam:

Tabung A: 1 ml pepsin 0,25%


Tabung B: 0,5 ml pepsin 0,25% + 0,5 ml aquades
Tabung C: 0,25 ml pepsin 0,25% + 0,75 ml aquades
3. Hangatkan keenam tabung dalam penangas air 370C

4. Setelah 5 menit tuang pada tabung A, B, dan C masing-masing 5 ml susu yang


telah dihangatkan tadi. Campur dan kembalikan ke dalam penangas

5. Catat waktu yang diperlukan sampai terjadi penggumpalan susu.

HASIL DAN KURVA


TABUNG ml Pepsin Dalam Waktu (t) Kecepatan Reaksi
Campuran Reaksi (v=1/t)
A 1 ml 45 detik 1/45 = 0,023
B 0,5 ml 1 menit 20 detik 1/80 = 0,0125
C 0,25 ml 1 menit 50 detik 1/110 = 0,009
0.03

0.02

0.02

0.01

0.01

0
0,25 ml 0,5 ml 1 ml

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa besar atau tingginya konsentrasi
enzim sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Pada tabung A diperoleh waktu
45 detik sampai terjadinya penggumpalan pada susu dengan konsentrasi 1 ml pepsin
0,25%, sehingga diperoleh kecepatan reaksi sebesar 0,023 M/detik. Pada tabung B
diperoleh waktu 1 menit 20 detik sampai terjadinya penggumpalan pada susu dengan
konsentrasi 0,5 ml pepsin 0,25%, sehingga diperoleh kecepatan reaksi sebesar 0,0125
M/detik. Pada tabung C diperoleh waktu 1 menit 50 detik sampai terjadinya
penggumpalan pada susu dengan konsentrasi 0,25 ml pepsin 0,25%, sehingga
diperoleh kecepatan reaksi sebesar 0,009 M/detik. Tabung A memiliki kecepatan
reaksi paling cepat.

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap
kecepatan reaksi didapat bahwa tabung A memiliki kecepatan reaksi paling cepat,
karena jumlah enzim pepsin paling banyak, sehingga mempercepat laju reaksi.
Kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Semakin besar jumlah
enzim maka semakin cepat reaksinya.

IV.4 PENGARUH ZAT ANTISEPTIK TERHADAP KECEPATAN


REAKSI ENZIM

DASAR PERCOBAAN

Pengaruh berbagai zat antiseptik terhadap aktivitas enzim tidak sama.

CARA KERJA

1. Siapkan 5 tabung reaksi A, B, C, D, dan E masing-masing berisi 2 ml


pepsin 0,2%.
2. Tambahkan ke dalam setiap tabung masing-masing 5 tetes kloroform,
toluene, fenol 5%, sublimat 1% dan air.
3. Tambhakan 5 ml susu ke dalam masing-masing tabung dan campur dengan
baik.
4. Letakkan kelima tabung dalam penangas air 37°C.
5. Perhatikan apakah penggumpalan terjadi dalam 4 tabung yang berisi
antiseptik.
6. Bandingkan kecepatan terjadinya penggumpalan dengan tabung yang
berisi air.

HASIL DAN KURVA


No Zat antiseptik dan Ada/ Tidak ada Waktu pembentukan
. air penggumpalan gumpalan
1 Kloroform Ada 3 menit
2 Toluen Ada 2,3 menit
3 Fenol 5% Ada 3,4 menit
4 Sublimat 1% Ada 4 menit
5 Air Ada 3 menit

Pengaruh Zat Antiseptik Terhadap Kecepatan Reaksi Enzim


4.5
4 4
3.5 3.4
33 3
2.5 2.5
2
1.5
1
0.5
0
Kloroform Toluen Fenol 5% Sublimat 1% Air

Hasil pengamatan penggumpalan zat antiseptik dan air

PEMBAHASAN
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu.
Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi
aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan
untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya
mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat
yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut
berbalik bila konsentrasi substrat naik.

Ada dua macam inhibitor, yang pertama adalah inhibitor yang bersifat irreversible dan
yang kedua adalah inhibitor yang bersifat reversible. Untuk yang reversible dibagi
lagi menjadi dua, yaitu yang kompetitif dan yang non kompetitif. Mekanisme kerja
inhibitor irreversible adalah berikatan kovalen dengan sisi aktif enzim sehingga sulit
untuk putus/ lepas dan substrat tidak dapat masuk ke sisi aktif enzimnya. Sedangkan
yang reversible ikatannya lemah, seperti ikatan hidrogen, mudah diputus. Inhibitor
reversible yang kompetitif memiliki prinsip saling berkompetisi dengan substrat untuk
dapat menempel/ berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga substrat akan kalah jika
konsentrasi substrat sedikit. Solusinya adalah penambahan konsentrasi substrat
sehingga tidak banyak inhibitor yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim.
Inhibitor reversible yang bersifat non kompetitif memiliki prinsip tidak saling
berkompetisi dengan substrat, namun inhibitor ini dapat mengubah sisi aktif enzim
dan menempel atau berikatan dengan enzim pada sisi lainnya, bukan pada sisi aktif
enzimnya. Perubahan sisi aktif enzim yang disebabkan oleh inhibitor jenis ini
menyebabkan substrat tidak dapat berikatan dengan enzim dan tidak dapat membuat
produk baru. Jika ada inhibitor reversible non kompetitif ini di dalam larutan maka
penambahan substrat pun tidak dapat berguna untuk membalikkan keadaan.

Pada praktikum ini, inhibitor yang dimaksud adalah zat antiseptik. Zat antiseptik
sendiri berfungsi untuk merusak molekul enzim. Hasil yang didapatkan pada uji
tersebut adalah semuanya mengalami penggumpalan. Pada tabung yang berisi
kloroform terdapat endapan kecil-kecil dipinggir tabung dan menunjukkan bahwa
aktivitas enzim terhambat. Pada tabung berisi toulen terdapat endapan putih dengan
waktu tercepat menunjukkan bahwa aktivitas enzim terhambat. Pada tabung berisi
fenol, terdapat endapan putih di dasar tabung yang membuktikan bahwa sebagian
besar enzim dapat terhidrolisis namun ada sebagian kecil yang tidak dapat
terhidrolisis. Pada tabung berisi merkuri klorida, warnanya menjadi keruh agak
kuning dan terdapat endapan putih. Peristiwa ini menandakan bahwa enzim tidak
terhidrolisis karena adanya logam berat Hg, dimana keberadaan logam ini menjadi
inhibitor pada enzim dan warnanya agak kuning karena inhibitor logam bersifat
reversible non kompetitif yang membuat enzim terdenaturasi sehingga kehilangan
fungsi utamanya. Pada tabung yang berisi aquadest terdapat endapan putih. Pada
percobaan yang ini menyatakan bahwa aquadest bukanlah inhibitor namun adanya
endapan putih mungkin saja karena kesalahan seperti faktor human error dan bisa
saja terdapat kontaminasi saat ditaruh di penangas air. Seharusnya pada tabung ini
tidak ada endapan.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2000. Kimia Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Sadikin, Mohamad.2002. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.

Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai