Oleh
Ajeng Rizki Ramadhania 17030244036
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya kultur jaringan dilatarbelakangi oleh adanya kemampuan
totipotensi sel. Menurut Ariebowo (2007), sel tumbuhan memiliki sifat dasar
yang disebut totipotensi sel. Sifat totipotensi ini merupakan sifat sel yang
mampu menjadi individu baru yang utuh jika berada pada lingkungan yang
sesuai. Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar dibandingkan
sel hewan. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan masih terdapat sel atau
jaringan yang belum terdiferensiasi, yaitu jaringan yang bersifat meristematik
atau jaringan meristem serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih
bersifat meristematik.
Berdasarkan teori totipotensi sel maka lahirlah suatu teknik reproduksi
vegetatif baru yang disebut kultur jaringan. Perkembangan kultur jaringan
tumbuhan lebih maju dibandingkan pada hewan. Kultur jaringan di dunia
maupun Indonesia saat ini lebih berorientasi untuk produksi tanaman pangan
dan industri.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan
cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus
cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya,
dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu
membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah
besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan proses kultur jaringan
ada 3 tahap, yaitu :
1. Tahap I atau disebut juga tahap persiapan eksplan
2. Tahap II atau disebut juga tahap penggandaan.
3. Tahap III atau disebut juga tahap pendewasaan.( D.F.
Wetherell,1976).
Proses pelaksanaan kultur jaringan yang dapat dikatakan proses terakhir
yaitu penanaman eksplan. Syarat pertama kultur jaringan juga masih
digunakan pada pelaksanaan ini yaitu kondisi yang aseptic. Pada pross
penanaman eksplan, lingkungan yang digunakan haruslah benar-benar dalam
kondisi yang aseptic. Oleh karenanya penanaman biasanya dilakukan di
Enkas, sebuah kotak dengan tepi yang transparan dan terdapat lubang untuk
tangan, atau dengan menggunakan LAF (Laminar Air Flow).
Penanaman eksplan harus dilakukan pada ruangan yang harus steril, dan
eksplan juga dalam keadaan yang steril pula. Penanaman dapat dilakukan
pada ruangan tertutup atau ruangan penabur dalam Laminair Air Flow
(LAF). Ruangan digunakan, setelah dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan larutan alkohol 96 % pada lantai dan dinding ruangan, dan
membiarkan ruangan selama 30 menit dengan sinar UV yang menyala.
Kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan momok yang
cukup mengganggu proses kultur jaringan. Namun kontaminasi juga dapat
dicegah dengan perlakuan-perlakuan yang aseptic. Stelah dua acara
praktikum diatas dilakukan sterilisasi terhadap peralatan kultur dan media
kultur, tanaman atau eksplan yang akan ditanam juga harus dalam keadaan
steril dan sehat artinya eksplan tidak terserang penyakit ataupun terkena
serangan mikroba.
Keberadaan kontaminan yang berasal dari spora maupun mikroba lainnya
sangat sulit dihindari termasuk juga di dalam ruang kultur. Untuk itu
sterilisasi ruangan juga perlu dilakukan tentunya dengan tujuan untuk
menciptakan lingkungan yang aseptic dan menghilangkan mikroba maupun
spora penyebab kontaminan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat media sederhana untuk pertumbuhan
eksplan?
2. Bagaimana cara menanam eksplan pada media?
3. Apa saja jenis kontaminasi pada eksplan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara membuat media sederhana untuk
pertumbuhan eksplan.
2. Untuk mengetahui cara menanam eksplan pada media.
3. Untuk mengetahui jenis kontaminasi pada eksplan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bahan:
Spiritus
Alcohol 90% dan 70%
Dettol
Formalin tablet
Kertas tisu
Kertas saring
Kertas label
Benang kasur
Alumunium foil
Kapas
Aquades
Kertas bekas
Eksplan terpilih (daun papaya)
C. Langkah Kerja
a) Pembuatan Media Sederhana
Memasukkan aquades ke dalam beaker glass 1000 ml sebanyak
500 ml kemudian menambahkan gula sukrosa 20-30 gram
sambil diaduk sampai semua larut.
Menambahkan air kelapa 150 ml dan menambahkan pupuk cair
sesuai dosis
Menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 1000 ml
Mengukur pH berkisar 6,5 dengan pH meter. Jika terlalu basa,
ditambahkan HCl 1 M. jika terlalu asam, ditambahkan KOH 1
M
Menambahkan aquades dalam larutan hingga volumenya
mencapai 1000 ml.
Menuangkan larutan ke dalam panic. Kemudian menambahkan
agar batangan (12 g/l)
Media kemudian dipanaskan dengan kompor gas sambil diaduk
hingga agar-agar larut dan homogeny
Setelah agar-agar larut, media dituang ke dalam beaker glass
1000 ml dan dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah
disterilisasi, dengan volume tiap botol 15 ml dan diberi label
nama untuk membedakan masing-masing perlakuan
Botol yang telah berisi media ditutup dengan alumunium foil
lalu disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan
temperature 121◦C selama ± 15 menit
Botol dikeluarkan dari autoklaf dan diinkubasi selama 3 hari,
jika tidak terjadi kontaminasi, media siap digunakan.
Keterangan:
(-) : Belum tumbuh (K) : Tumbuh kalus (A): Tumbuh akar
(X) : Kontaminasi (T) : Tumbuh tunas
B. Pembahasan
Media sederhana yang digunakan pada praktikum ini ditambahkan
ZPT berupa air kelapa. Digunakannya air kelapa sebagai ZPT karena air
kelapa mengandung hormon alami kelompok auksin dan sitokinin, dalam
kultur jaringan, auksin berperan memacu pembentukan kalus, menghambat
kerja siokinin, membentuk klorofil kalus, mendorong proses morfogenesis
kalus, membentuk akar, dan mendorong proses embryogenesis. Sitokinin
berperan memacu pembelahan sel, proliferasi meristem ujung,
menghambat pembentukan akar dan mendorong pembentukan akar dan
mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Surachman, 2011). Di dalam
air kelapa juga mengandung unsur makro seperti N, P, dan K serta
beberapa jenis unsur hara mikro dalam air kelapa yang dapat menjadi
substitusi unsur hara makro dan mikro serta sukrosa sebagai sumber
karbon. Menurut Vigliar dkk. (2006), konsentrasi garam mineral dan
sukrosa air kelapa menurun seiring dengan lamanya keberadaan air kelapa
itu sendiri.
Hasil inokulasi eksplan daun pepaya pada botol 2, 3, dan 4 setelah
dilakukan pengamatan selama 6 hari tidak menghasilkan kalus. Menurut
Gunawan (1987) konsentrasi zat pengatur tumbuh yang bebeda
memberikan respon yang yang berbeda terhadap induksi kalus. Kalus yang
tidak muncul ini kemungkinan karena eksplan mempunyai auksin dan
sitokinin yang terkandung pada tanaman tersebut (endogen) rendah,
sehingga masih membutuhkan tambahan auksin atau sitokinin eksogen
yang lebih banyak. Cepat lambatnya muncul sebah kalus dipengaruhi oleh
kerja hormone auksin dan sitokinin endogen dan eksogen yang saling
berkolerasi. Menurut Indah dan Ermavitalini (2013) bahwa penambahan
auksin dan sitokinin eksogen akan mengubah konsentrasi zat pengatur
tumbuh endogen sel. Pemberian konsentrasi ZPT yang tidak sesuai dapat
menghambat pertumbuhan kalus pada eksplan. Terhambatnya
pembentukan kalus dikarenakan hormone endogen dan eksogen yang
terdapat pada eksplan tidak dapat merangsang pertumbuhan kalus dengan
cepat (Indah dan Ermavitalini, 2013). Basri (2008) menjelaskan bahwa
respons (pertumbuhan maupun tingkat multiplikasi) suatu eksplan dalam
kultur jaringan sangat ditentukan oleh status fitohormon yang terdapat
pada eksplan tersebut. sedangkan menurut Sriyanti (2002) komposisi
media serta interaksi antara varietas tanaman dan komposisi media yang
dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan tunas.
Menurut Coleman (2003), salah satu indikator keberhasilan dalam
pembuatan media kultur jaringan tanaman yang baik adalah tingkat
kontaminasi media yang kita buat. Semakin sedikit media yang
terkontaminasi maka semakin baik tingkat keberhasilan kita. Autoklaf
merupakan salah satu alat yang penting dalam pembuatan media kultur
jaringan. Autoklaf dapat dipakai untuk membunuh mikroorganisme seperti
bakteri dan cendawan, sehingga media yang kita buat dapat steril dari
mikroorganisme - mikroorganisme tersebut. Sedangkan dalam Agromedia
(2005), kegagalan kultur jaringan dapat dilihat dari warna media
tanamnya. Jika warnanya menjadi keruh seperti susu, kultur
terkontaminasi oleh bakteri. Jenis kontaminasi tersebut yang terdapat pada
botol 1 karena terdapat becak warna putih pada media. Apabila di
permukaan media terlihat lapisan putih atau kelabu kehitaman media
terkontaminasi oleh jamur.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Media sederhana yang digunakan pada praktikum ini diberi
tambahan ZPT berupa air kelapa karena terdapat hormone auksin dan
sitokinin. Sedangkan tidak tumbuhnya kalus pada eksplan kultur karena
tidak korelasinya antara hormone eksogen dan endogen, sehingga
menghambat pertumbuhan kalus.
B. Saran
Sebaiknya selalu memperhatikan kesterilan suatu bahan dan
ruangan yang digunakan untuk kultur jaringan, selain itu biasakan diri
untuk bekerja secara aseptis sehingga mencegah terjadinya kontaminasi.
Pastikan semua bahan yang digunakan untuk membuat media telah
ditimbang sesuai dengan instruksi agar media yang akan digunakan untuk
menanam eksplan dapat bekerja dengan maksimal dan menhasilkan kalus.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2005. Anggrek: Anda bertanya, Pakar dan Praktisi menjawab. Jakarta:
Redaksi Agromedia
Ariebowo, Moekti dan Fictor Ferdinand P. 2007. Praktis Belajar Biologi untuk Kelas XI.
Jakarta. Penerbit: Grafindo.
Basri, Zainuddin. 2008. Jurnal: Multiplikasi Empat Varietas Krisan Melalui Teknik
Kultur Jaringan. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako.
Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New York:
BIOS Scientific Publishers.
Hendaryono dkk. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Na’im, Risqie. N.2005.Pengaruh NAA dan Kinetin pada Eksplan Tunas
Biji(Eusideroxylon zwageri, T.et.B) dengan Sistem Kultur Jaringan.Fakultas
Kehutanan.Untan
Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif- Modern. Kanisius,
Yogyakarta.
Surachman, D. 2011. Teknik Pemanfaatan Air Kelapa untuk Perbanyakan Nilam
secara In Vitro. Buletin Teknik Pertanian. (16) :31 – 33.
Vigliar R, V.L. Sdepanian & U.F Neto. 2006. Biochemical Profile of Coconut
Water from Coconut palms planted in Inland Region. Journal de pediatria,
82: 308 – 312.
LAMPIRAN
Botol 1 yang
terkontaminasi oleh
1
bakteri pada pengamatan
hari ke 4, 5, dan 6