Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TANAMAN

ACARA VIII : KURVE SIGMOID PERTUMBUHAN DAN


ANALISIS PERTUMBUHAN

Disusun Oleh :
Anneysa Sheryavina (20180210054)
Muhamad Bayu Prasetyo (20180210057)
Muhammad Zulfan Yahya (20180210065)
Dhika Utami (20180210068)
Rizky Syahrul Ramdhani (20180210070)
Agroteknologi B1/3

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting
dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Pertumbuhan dan
perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, bergantung
pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan
lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Zulkifli, 2012).
Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih
cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun. Apabila
digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk kurva
sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih tetap,
tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam
lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi
pengaruh faktor keturunan dan lingkungan (Tjitrosomo, 1999).
Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman yang paling sering dijumpai
khususnya pada tanaman setahun adalah biomassa tanaman yang menunjukkan
pertambahan mengikuti bentuk S dengan waktu, yang dikenal dengan model
sigmoid. Biomassa tanaman mula-mula (pada awal pertumbuhan) meningkat
perlahan, kemudian cepat dan akhirnya perlahan sampai konstan dengan
pertambahan umur tanaman.

b. Tujuan
1. Membuktikan bahwa tanaman dan bagian-bagiannya mempunyai
pertumbuhan yang berbentuk kurve sigmoid.
2. Mengetahui pengaruh keadaan lingkungan terhadap terjadinya kurve sigmoid
pertumbuhan pada tanaman.
3. Mengetahui cara pengukuran pertumbuhan tanaman secara kuantitatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Kurve Sigmoid
Dalam proses pertumbuhan terjadi penambahan dan perubahan volume sel
secara signifikan seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur
tanaman. Proses pertumbuhan menunjukkan suatu perubahan dan dapat dinyatakan
dalam bentuk kurva/diagram pertumbuhan (Tjitrosoepomo, 1999). Pertumbuhan
tiap-tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk sigmoid. Kurva
sigmoid merupakan kurva pertumbuhan pada fase vegetatif sampai titik tertentu
akibat pertambahan sel tanaman dan kemudian melambat. Periode awal dengan laju
pertumbuhan eksponensial yang pendek, kemudian linier yang relative panjang.
Laju pertumbuhan yang linier diikuti fase lajunya menurun (Perwtasari el al.,2012).
Kurva pertumbuhan berbentuk-S (sigmoid) yang ideal, yang dihasilkan oleh
banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian terbentuk dari tumbuhan. Kurva
sigmoid menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dan waktu. Tiga fase utama
biasanya mudah dikenali, fase logaritmik, linier dan penuaan (Salisbury dan ross,
1995). Menurut Firmansyah dkk (2009), pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
tiga faktor lingkungan. Faktor pertama adalah iklim yang meliputi suhu udara,
radiasi sinar matahari, angin, dan kelembaban. Faktor kedua adalah tanah dan
kandungan unsur hara yang ada pada tanah. Faktor ketiga adalah biotik seperti
gulma, hama, dan penyakit tanaman. Menurut Tjitrosoepomo (1999), laju
pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah menurut waktu. Oleh karena
itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat
dan pada waktu absisi, maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S
atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid adalah suatu kurva yang mencirikan pola
pertumbuhan tanaman (Gardner et al., 2008). Menurut Srigando (1991), terdapat
tiga fase utama yang mudah dikenali dalam krva sigmoid, yaitu fase logaritmik,
fase linier, dan fase penuaan. Pada fase logaritmik ini berarti bahwa laju
pertumbuhan lambat pada awalnya, tetapi kemudian meningkat terus dan pada
akhirnya pertumbuhan menurun (fase penuaan).
b. Tanaman Jagung
Tanaman jagung (Zea Mays L.) merupakan tanaman semusim yang dapat
menghabiskan paruh waktu pertama untuk fase vegetatif dan paruh waktu kedua
untuk fase generatif. Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung adalah pertumbuhan
yang berhubungan dengan penambahan ukuran dan jumlah sel pada suatu tanaman.
Pertumbuhan tanaman jagung meliputi fase perkecambahan yang dilanjutkan
dengan fase pertumbuhan vegetatif yang mencakup perbesaran batang, daun dan
akar tanaman yang akhirnya melambat ketika dimulai fase generatif (Aksi Agraris
Kanisius, 1993). Sedangkan pada fase pertumbuhan generatif ialah pertumbuhan
tanaman yang berkaitan dengan kematangan organ reproduksi suatu tanaman. Fase
ini dimulai dengan pembentukkan primordia, proses pembungaan yang mencakup
peristiwa penyerbukan dan pembuahan. Proses yang terjadi selama terbentuknya
primordia hingga pembentukan buah digolongkan dalam fase reproduksi.
Sedangkan proses perkembangan biji atau buah hingga siap dipanen digolongkan
dalam fase masak (Aksi Agribisnis Kanisius, 1993).
Jagung dikelompokan berdasarkan umur panen, yaitu jagung umur genjah
dan umur dalam. Jagung umur genjah adalah jenis jagung yang dapat dipanen pada
umur kurang dari 90 hari. Jagung umur dalam adalah jenis jagung yang masa
panennya lebih dari 90 hari ( Iriany dkk.,2007). Seperti tanaman lain, jagung juga
memerlukan unsur hara untuk kelangsungan hidupnya. Unsur hara tersebut terdiri
dari C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, B, Cu, Zn, Mo, Mn, Cl, Si, Na, dan Co
(Salisbury dan Ross, 1992). Pupuk adalah salah satu cara untuk menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen
jagung baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini disebabkan pemupukan
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, kesehatan tanaman dan menekan
perkembangan penyakit (Prahasta, 2009). Pupuk yang biasa digunakan untuk
tanaman jagung ialah pupuk organik (contohnya pupuk kandang) maupun pupuk
anorganik (contohnya pupuk urea dan pupuk NPK).

c. Kacang Hijau
Kacang hijau (Phaseolus radiates L.) sebagai salah satu sumber protein
nabati, merupakan komoditas strategis karena permintaannya cukup besar setiap
tahun, sebagai bahan pangan, pakan, maupun industri. Kacang hijau berumur
genjah (55-65 hari), tahan kekeringan, variasi jenis penyakit relatif sedikit, dapat
ditanam pada lahan kurang subur dan harga jual relatif tinggi serta stabil. Kacang
hijau merupakan tanaman berumur genjah (pendek), toleran terhadap kekeringan
karena berakar dalam, dapat tumbuh pada lahan yang miskin unsur hara.
Tanaman seperti kacang hijau memerlukan fosfor dalam jumlah yang banyak
agar dicapai hasil yang tinggi. Fosfor adalah unsur hara makro yang berperan dalam
fase generatif tanaman seperti bunga, buah, atau biji. Kacang hijau adalah tanaman
yang dimanfaatkan hasil perkembangan generatifnya yang berupa biji.
Penggunaan pupuk kandang berupa kotoran (ayam dan sapi) dapat
meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah sebesar 65,7% (Hossain et al.,
2016). Unsur P menjadi penting bagi kacang hijau karena kemampuannya
bersimbiosis dengan Rhizobium untuk mengubah N bebas dari udara menjadi N
tersedia bagi tanaman. Ahmad et al., (2004) menyatakan kerapatan tanaman sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil biji. Jumlah tanaman per lubang dapat
digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan bagi
tanaman. Kompetisi intraspesifik tanaman dapat terjadi akibat populasi tinggi
karena jarak tanam rapat (Jahan dan Hamid, 2004).

d. Analisis Pertumbuhan
Analisis tumbuh tanaman digunakan untuk memperoleh ukuran kuantitatif
dalam mengikuti dan membandingkan pertumbuhan tanaman, dalam aspek
fisiologi maupun ekologis, baik secara individu maupun pertanaman (Lestari
Indradewa & Rogomulyo, 2012).
Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika
fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Bahan kering brangkasan
adalah indikator pertumbuhan tanaman karena berat kering tanaman merupakan
hasil akumulasi asimilat tanaman yang diperoleh dari total pertumbuhan dan
perkembangan tanaman selama hidupnya. Semakin besar berat kering berarti
semakin baik pertumbuhan dan erkembangan tanaman tersebut (Mursito dan
Kawiji,2002).
Analisis pertumbuhan dapat dilakukan terhadap sebatang tanaman atau
terhadap komunitas tanaman. Analisis tumbuhan sebatang tanaman, umumnya
dilakukan pada tahap awal, meliputi laju pertumbuhan relatif dan mutlak, laju
asimilasi bersih, rasio luas daun, luas daun khusus, berat daun khusus, dan alometri
dalam pertumbuhan (Gardner et al., 2008) dalam (Lestari, Indradewa, &
Rogomulyo, 2012).
BAB III

TATA CARA PRAKTIKUM

a. Alat dan Bahan


1. Bahan :
- Benih tanaman semusim ( kacang tunggak, kacang kedelai, kacang tanah,
kacang panjang, dan jagung) dan kacang hijau
- Tanah / media
- Pupuk NPK dan kompos

2. Alat :
- Polybag
- Penggaris

b. Cara Kerja
1. Kurve Sigmoid Pertumbuhan
- Pilihlah benih-benih tanaman semusim yang mrmpunyai sifat baik.
- Isilah pot tanah atau polybag sesuai perlakuan (tanah saja, tanah + pupuk
kompos, dan tanah + pupuk NPK) sampai penuh.
- Perlakuan pupuk organik dicampurkan dengan tanah sebelum dimasukkan
dalam polybag dan pemupukan NPK dilakukan 2 kali.
- Tanamlah benih-benih tanaman semusim tersebut pada tempat yang telah di
siapkan 3 benih tiap polybag atau tiap lubang tanam. Setelah umur satu minggu
jarangkanlah sehingga diperoleh 1 tanaman tiap polybag.
- Letakkan polybag pada tempat yang agak gelap sehingga tanaman hanya
menerima cahaya yang sedikit.
- Peliharalah dengan melakukan penyiraman 2 hari sekali dan cabutlah gulma di
sekitar tanaman.
- Amati pertumbuhan tanaman tersebut dengan mengukur tinggi tanaman dan
jumlah daun setiap 3 hari sekali selama 8 minggu.
- Buatlah grafik yang menunjukkan hubungan antara tinggi tanaman atau jumlah
daun terhadap waktu pengamatan.
2. Analisis Pertumbuhan Tanaman
- Sama seperti acara kurve sigmoid.
- Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Variable pengamatan meliputi
luas daun (dengan cara gravimetri) dan berat kering (daun, tajuk, akar, total).
- Hitunglah RGR, NAR, LAR, SLW, SLA, dan Nisbah Shoot-Root.
- Amati perbedaan parameter pertumbuhan pada tanaman jagung dan kacang
hijau.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis pertumbuhan merupakan salah satu pendekatan terhadap analisis


faktor-faktor yang mempengaruhi hasil panen dan analisis perkembangan tanaman
sebagai penimbunan bersih hasil fotosintesis secara terintegrasi dengan waktu. Pada
praktikum ini analisis pertumbuhan yang digunakan meliputi; Relative Growth Rate
(RGR), Leaf Area Ratio (LAR), Net Assimlasi Rate (NAR), Nisbah Shoot-Root,
Spesific Leaf Area, Spesific Leaf Weight.
Benih yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan tanaman adalah
benih jagung dan benih kacang hijau. Kedua benih tersebut diberi perlakuan yang
berbeda, yaitu tanpa pupuk, NPK, dan kompos. Masing-masing perlakuan ditanam
pada dua polybag yang berbeda. Setelah 7 HST (hari setelah tanam) tanaman
dieliminasi dari tiga tanaman menjadi satu tanaman. Pengamatan dilakukan selama
55 hari dengan parameter yang diamati tinggi tanaman, jumlah daun danberat
kering.

A. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Parameter Tinggi Tanaman Jagung (cm)


Waktu (hari ke-)
Perlakuan
7 13 19 25 31 37 43 49 55

Tanpa Pupuk 19,65 35,38 60,55 80,45 101,98 108,78 120,55 124,23 130,85

NPK 20,60 39,20 61,35 83,25 97,25 105,40 115,28 122,48 128,28

Kompos 21,98 52,48 72,80 95,88 109,75 117,28 127,15 130,05 136,80

Tabel 2. Parameter Jumlah Daun Jagung


Waktu (hari ke-)
Perlakuan
7 13 19 25 31 37 43 49 55

Tanpa Pupuk 2,75 4,25 6,00 7,75 8,25 8,25 9,00 10,00 11,50
NPK 3,00 4,25 6,50 8,00 8,75 9,00 9,25 10,00 11,75

Kompos 3,00 5,00 7,25 8,50 8,75 9,00 9,25 10,00 11,50

Tabel 3. Pengamatan Kurban Tanaman Jagung


La Lw W W sh W rt
Perlakuan
40 55 40 55 40 55 40 55 40 55

Tanpa Pupuk 2037 3365 5 10 11 19 9 16 2 3

NPK 1714 2779 6 11 13 21 10 17 3 5

Kompos 1775 3029 6 12 13 26 10 21 3 6

Tabel 4. Parameter Tinggi Tanaman Kacang Hijau


Waktu (hari ke-)
Perlakuan
7 13 19 25 31 37 43 49 55

Tanpa Pupuk 8,00 15,45 22,25 29,25 35,75 44,50 53,50 59,00 63,38

NPK 9,33 18,00 26,33 34,67 52,00 58,67 65,33 71,00 76,00

Kompos 9,75 18,03 24,95 32,58 45,48 56,73 66,63 73,28 78,53

Tabel 5. Parameter Jumlah Daun Kacang Hijau


Waktu (hari ke-)
Perlakuan
7 13 19 25 31 37 43 49 55

Tanpa Pupuk 2,00 4,25 8,50 11,50 15,25 18,25 20,00 22,25 23,75

NPK 2,00 4,67 10,67 13,00 16,33 18,67 23,00 25,00 26,67

Kompos 2,00 4,50 9,50 11,75 15,75 19,00 21,25 22,25 24,00
Tabel 6. Pengamatan Kurban Tanaman Kacang Hijau
La Lw W W sh W rt
Perlakuan
40 55 40 55 40 55 40 55 40 55

Tanpa Pupuk 513 1009 4 10 4 8 3 7 1 1

NPK 583 837 4 7 4 7 4 6 0 1

Kompos 654 1208 5 10 6 9 5 8 1 1

B. Pembahasan
1. Tanman Jagung
a. Tinggi Tanaman
Salah satu parameter yang diukur pada analisis pertumbuhan tanaman
jagung adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang
hingga daun tertinggi (dengan cara menangkupkan seluruh daun). Tinggi
tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator
pertumbuhan maupun sebagai parameter untuk mengukur pengaruh
lingkungan atau perlakuan yang diterapkan karena tinggi tanaman
merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan
Guritno, 1995). Pada hasil pengamatan dan data tabulasi kelas, diperoleh
grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada tanaman jagung sebagai berikut:

Gambar 1. Kurve tinggi tanaman jagung selama 55 hari


Kurve tersebut menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung
membentuk huruf S, walaupun tidak membentuk S sempurna. Kurve yang
membentuk huruf S tersebut disebut juga kurve sigmoid. Pertumbuhan
tinggi tanaman dapat diakibatkan karena ketersediaan unsur hara dan air
yang cukup dalam tanah. Terutama unsur nitrogen yang digunakan untuk
pertumbuhan batang dan daun. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi
oleh sinar matahari yang diterima tanaman (Nurhayati, 2003 dalam Djaafar,
2010). Dari hasil analisis data diketahui bahwa laju pertumbuhan tinggi
tanaman jagung mula-mula lambat (Lag Phase), kemudian dipercepat (Log
Phase), kemudian pertumbuhan menurun (Decreasing Growth) dan
akhirnya tetap atau tidak mengalami pertumbuhan (Tjitrosomo, 1999) yang
sudah sesuai dengan teori. Dari grafik tersebut terlihat tanaman yang paling
tinggi ada pada perlakuan kompos. Hal ini disebabkan karena pada pupuk
kompos kandungan nutrisi yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan
tanaman jagung sedangkan pada pemberian pupuk NPK nutrisi yang
diberikan terlalu banyak sehingga tanaman mengalami kejenuhan, serta
pada perlakuan tanah tanpa pupuk tidak mendapatkan nurtisi dari luar
sehingga pada pertumbuhannya masih unggul pada perlakuan kompos.

b. Jumlah Daun
Parameter analisis pertumbuhan vegetatif yang kedua adalah jumlah
daun. Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan karena selain sebagai
indikator pertumbuhan, parameter jumlah daun juga diperlukan sebagai data
penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi. Jumlah
daun yang diamati, dihitung dari seluruh daun yang telah membuka
sempurna.
Gambar 2. Kurve jumlah daun pada tanaman jagung selama 55 hari

Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman menyebabkan pula


bertambahnya jumlah daun karena laju pertumbuhan semakin meningkat
dengan bertambahnya umur tanaman. Namun pada saat tanaman memasuki
fase vegetatif maksimal atau masuk fase generatif peningkatan jumlah daun
menunjukkan tidak berbeda nyata karena sudah memasuki fase generatif.
Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah daun yang terbentuk pada tanaman
dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman. Dari grafik diatas dapat
diketahui penambahan daun terbanyak yang diamati setiap 6 hari sekali
terdapat pada perlakuan NPK. Hal tersebut tidak sesuai dengan
bertambahnya tinggi suatu tanaman maka menyebabkan pula bertambahnya
jumlah daun. Pada penambahan pupuk NPK terdapat unsur makro yang
paling banyak dipakai untuk pertumbuhan daun, yaitu unsur P sehingga
perlakuan pupuk NPK menghasilkan lebih banyak daun daripada perlakuan
pupuk kompos dan tanpa pupuk.

c. Relative Growth Rate


Laju pertumbuhan nisbah/relatif (LPN/LTR) atau Relative Growth Rate
(RGR) adalah kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil
asimilasi tiap satuan bobot kering awal tiap satuan waktu (g/g/minggu). Laju
pertumbuhan relative (Relative Growth Rate) menunjukkan peningkatan
berat kering dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan berat
asal. Pada histogram dibawah ini waktu yang digunakan adalah per hari.
Sehingga terlihat bahwa RGR pada tanaman jagung yang paling tinggi yaitu
pada perlakuan kompos. Sedangkan pada perlakuan NPK dan tanpa pupuk
tidak terjadi perbedaan yang signifikan.

Gambar 3. Histogram Relative Growth Rate

d. Net Assimlate Rate


Nilai hasil bersih asimilasi atau Net Asimilation Rate (NAR) bagi
tanaman dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat efisiensi daun dalam
berfotosintesis (Prasetyo, 2004). NAR adalah kemampuan tanaman
menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun tiap satuan
waktu (g/dm2/minggu). Berat kering diukur dengan cara memasukan bagian
tanaman pada kantung kertas koran dan dikeringkan dalam oven pada suhu
80°C sampai beratnya konstan.

Gambar 4. Histogram Net Assimimlate Rate


Dari histogram tersebut terlihat bahwa Net Assimiasi Rate yang
tertinggi ditunjukkan pada perlakuan kompos dan perlakuan yang terendah
ditunjukkan pada perlakuan tanpa pupuk.

e. Spesific Leaf Area


Luas daun spesifik yaitu hasil bagi luas daun dengan berat daun. Indeks
ini mengandung informasi ketebalan daun yang dapat mencerminkan
unit organela fotosintesis. Nilai luas daun spesifik yang semakin besar
mengindikasikan daun semakin tipis dan nilai luas daun spesifik tidak
berpengaruh langsung terhadap bobot biji (Sutoro et al., 2008).

Gambar 5. Histogram Spesific Leaf Area

Dari hasil pengamatan selama 55 hari didapatkan hasil seperti


histogram diatas. Spesifik Leaf Area, pada 40 HST dan 60 HST yang
tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pupuk sedangkan pada perlakuan
NPK dan kompos setelah 40 hari setelah tanam tidak terjadi perbedaan yang
signifikan dan pada 55 HST perlakuan NPK dan kompos terlihat bahwa
spesific leaf area sama.

f. Leaf Area Ratio


Rasio luas daun atau Leaf Area Ratio (LAR) menunjukkan rasio antara
luas lamina daun atau jaringan yang melakukan fotosintesis dengan jaringan
tanaman total yang melaksanakan respirasi atau biomassa total tanaman
(Gardner et al., 1991). Rasio luas daun yang diamati pada praktikum ini,
dilakukan pada 40 hari setelah tanam dan 55 hari setelah tanam. Dari hasil
tersebut diperoleh histogram sebagai berikut:

Gambar 6. Histogram Leaf Area Ratio

Histogram di atas menunjukkan Leaf Area Rasio pada 40 HST dan 60 HST
yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pupuk.

g. Nisbah Shoot-Root
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa, tumbuhan yang terlalu
banyak mendapatkan nitrogen memiliki sistem akar yang kerdil sehingga
nisbah tajuk akarnya tinggi. Semakin rendah nilai nisbah tajuk akar akan
menghasilkan produksi bahan kering yang lebih baik. Hal ini dipengaruhi
juga oleh iklim yang menunjang dan faktor ketersediaan air yang dapat
menunjang perkembangan akar sehingga menghasilkan produksi bahan
kering yang labih baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa nilai
nisbah shoot-root terendah terdapat pada perlakuan kompos, sedangkan
nilai berat kering (RGR) yang tertinggi terdapat pada perlakuan kompos.
Berikut adalah histogram Nisbah Shoot-root.
Gambar 7. Histogram Nisbah Shoot-Root

h. Spesific Leaf Weight


Bobot daun khas (BDK) atau Spesific Leaf Area (SLW) adalah bobot
daun tiap satuan luas daun, menggambarkan ketebalan daun (g/cm2)
(Fathini, Waluyo, & Handayani, 2014). Meningkatnya ketebalan daun
akibat terjadi kekuranagan air sebagai bentuk pertahanan tanaman. Respon
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan
ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan
tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun
menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningkatan rasio akar-tajuk,
sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme
karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta
perubahan ekspresi gen (Muis, Indradewa, & Widada, 2013).

Gambar 8. Histogram Spesific Leaf Weight


Dari histogram di atas terlihat bahwa Spesific Leaf Area pada 40 HST
ketebalan daun (g/cm2) yang ditunjukkan terlihat perbedaan yang cukup
signifikan sedangkan pada 55 HST pada perlakuan tanpa pupuk dan kompos
tidak terjadi perbedaan yang signifikan.

2. Tanaman Kacang Hijau


a. Tinggi Tanaman
Dari analisis tabel dan grafik rerata pertambahan tinggi tanaman
didapatkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman paling tinggi ditunjukkan
oleh kompos. Pemberian pupuk kompos berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman kacang hijau. Hal itu disebabkan pada tailing
memiliki kesuburan tanah yang rendah dan pH masam dengan pemberian
pupuk NPK, maka akan terjadi peningkatan hara N, P, dan K. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sevindrajuta (2012), pemberian pupuk kandang sebagai
bahan organic dapat meningkatkan kandungan C organic pada tanah yang
dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah. Kompos merupakan
sumber hara penting karena mempunyai kandungan nitrogen dan fosfat
yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang lain.
Pemakaian pupuk majemuk NPK akan memberikan suplai N yang
cukup besar ke dalam tanah, sehingga dengan pemberian pupuk NPK yang
mengandung nitrogen tersebut akan membantu pertumbuhan tanaman.
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari pupuk tunggal N,
P, dan K. Penggunaan pupuk NPK mempunyai factor positif dan negative.
Factor positif dari pupuk NPK yaitu pupuk buatan memiliki konsentrasi hara
yang cukup tinggi sehingga memudahkan dalam pemakaian.

Tinggi Tanaman
100
80
60
cm

Tanpa Pupuk
40
20 NPK
0 Kompos
7 13 19 25 31 37 43 49 55
Hari ke-

Gambar 9. Kurve tinggi tanaman tanaman kacang hijau selama 55 hari


b. Jumlah Daun
Dari analisis tabel dan grafik rerata jumlah pertambahan daun
didapatkan bahwa pertambahan daun paling tinggi ditunjukkan oleh NPK.
Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk NPK berpengaruh pada jumlah
pertambahan daun.pupuk NPK mengandung unsur Nitrogen, Fosfor, dan
Kalium yang seimbang sehingga dapat mendorong pertumbuhan daun.
Sedangkan pada tanaman yang tidak diberi perlakuan pupuk dan diberi
pupuk kompos menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh yaitu dengan
hasil yang rendah. Hal tersebut terjadi karena tanaman kekurangan unsur
hara yang memacu pertambahan pertumbuhan daun.

Jumlah Daun
30

20
Helai

Tanpa Pupuk
10
NPK
0 Kompos
7 13 19 25 31 37 43 49 55
Hari ke-

Gambar 10. Kurve jumlah daun tanaman kacang hijau selama 55 hari

c. Relative Growth Rate

Relative Growth Rate


0.04
0.035
0.03
0.025 Tanpa Pupuk
g/g/hari

0.02 NPK
0.015 Kompos
0.01
0.005
0

Gambar 11. Histogram Relative Growth Rate


Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) atau Relative Growth Rate (RGR)
merupakan pertambahan berat kering tanaman dalam suatu interval waktu,
erat hubungannya dengan berat awal tanaman. Asumsi yang digunakan
untuk persamaan kuantitatif RGR adalah bahwa pertambahan biomassa
tanaman per satuan waktu tidak konstan tetapi tergantung pada berat awal
tanaman. Pada tanaman kacang hijau, Laju Pertumbuhan Relatif (LPR)
tertinggi yaitu ditunjukkan oleh perlakuan tanpa pupuk. Hal itu disebabkan
karena pada perlakuan tanpa pupuk tidak terpengaruhi oleh faktor pupuk
sehingga laju pertumbuhannya tiap hari relatif seimbang.
d. Net Assimilate Rate

Net Assimlasi Rate


0.0003

0.00025

0.0002
g/cm2/hari

Tanpa
0.00015 Pupuk
NPK
0.0001

0.00005

0
Gambar 12. Histogram Net Assimilate Rate

Indeks Luas Daun (ILD) atau Net Assimilation Rate (NAR) adalah laju
penimbunan berat daun per satuan waktu. NAR merupakan ukuran rata-rata
efisiensi fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya. NAR
yaitu tingkat asimilasi CO2 bersih, jumlah total CO2 yang diambil tanaman
dikurangi dengan jumlah yang hilang melalui respirasi. NAR dapat
menggambarkan produksi bahan kering atau merupakan produksi bahan
kering per satuan luas daun dengan asumsi bahan kering tersusun sebagian
besar dari CO2. Pada tanaman kacang hijau, tingkat asimilasi CO2 bersih
paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanpa pupuk. Hal tersebut
disebabkan karena perlakuan tanpa pupuk dalam pertumbuhannya tidak
terpengaruhi oleh faktor eksternal.
e. Spesific Leaf Weight

Spesific Leaf Weight


0.01

0.008

0.006
g/cm2

Tanpa Pupuk
0.004
NPK
0.002 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam

Gambar 13. Histogram Spesific Leaf Weight

Spesific Leaf Weight (SLF) pada tanaman kacang hijau diperoleh berat
daun spesifik dari ketebalan daun (g/cm2) yang paling tinggi ditunjukkan
pada perlakuan tanpa pupuk di kedua waktu yang berbeda yaitu pada 40 hari
setelah tanam dan 55 hari setelah tanam.

f. Leaf Area Ratio

Leaf Area Ratio


160
140
120
100
cm2/g

80 Tanpa Pupuk
60 NPK
40
20 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam (HST)

Gambar 14. Histogram Leaf Area Ratio


Nisbah Luas Daun (NLD) atau Leaf Area Ratio (LAR) merupakan suatu
perubahan pertumbuhan yang dapat digunakan untuk mencerminkan
morfologi tanaman. LAF yaitu hasil bagi dari luas daun dengan berat kering
total tanaman. Indeks ini mencakup proses pembagian dan translokasi
asimilat ke tempat sintesa bahan daun dan efisiensi penggunaan substrat
dalam pembentukan luasan daun. Pada tanaman kacang hijau, tanaman
korban 1 yaitu 40 hari setelah tanam diperoleh daun yang paling luas pada
perlakuan NPK. Sedangkan pada tanaman korbam 2 yaiut 55 hari setelah
tanam diperoleh daun dengan perlakuan tanpa pupuk dan kompos tidak
berbeda jauh yaitu paling tinggi.
g. Nisbah Shoot-Root

Nisbah Shoot-Root
12
10
8
6 Tanpa Pupuk
4 NPK
2 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam

Gambar 15. Histogram Nisbah Shoot-Root

Pertumbuhan akar biasa dinyatakan sebagai nisbah tajuk-akar memiliki


kepentingan fisiologis. Nisbah tajuk-akar dapat menggambarkan salah satu
tipe toleransi terhadap adanya kekeringan. Nisbah tajuk-akar dikendalikan
oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Adanya pengaruh yang sama
pada semua perlakuan diduga karena air yang tersedia pada berbagai kadar
lengas tanah dapat dimanfaatkan optimum oleh tanaman untuk pertumbuhan
tajuk dan pertumbuhan akar. Pada tanaman kacang hijau, tanaman korban 1
yaitu 40 hari setelah tanam diperoleh pertumbuhan tajuk-akar tertinggi
ditunjukkan oleh perlakuan NPK. Sedangkan pada korban 2 yaitu 55 hari
setelah tanam diperoleh hasil yang sama pada perlakuan NPK. Hal tersebut
disebabkan karena pertumbuhan tajuk akan cepat ketika tersedianya unsur
nitrogen dan air yang banyak. Kebalikannya jika tidak tersedianya nitrogen
dan air yang cukup maka pertumbuhan akar akan semakin cepat.
h. Spesific Leaf Area

Spesific Leaf Area


160
140
120
100
cm2/g

80 Tanpa Pupuk
60 NPK
40
20 Kompos
0
40 60
Hari Setelah Tanam

Gambar 15. Histogram Spesific Leaf Area


Luas Daun Spesifik (LDS) atau Spesific Leaf Area (SLA) yaitu hasil
bagi luas daun dengan berat daun. Indeks ini mengandung informasi
ketebalan daun yang dapat mencerminkan unit organela fotosintesis. Nilai
luas daun spesifik yang semakin besar mengindikasikan daun semakin tipis
dan nilai luas daun spesifik tidak berpengaruh langsung terhadap bobot biji.
Pada tanaman kacang hijau, tanaman korban 1 yaitu 40 hari setelah tanam
diperoleh LDS paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan kompos.
Sedangakan pada tanaman korban 2 yaitu 55 hari setelah tanam diperoleh
LDS paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan kompos juga.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa pertumbuhan kacang hijau dan jagung
jika digambarkan dengan kurva sigmoid, kurva ini menggambarkan baik
pertumbuhan tinggi tanaman maupun jumlah daun. Keduanya dalam bentuk
sigmoid. Hal ini sesuai dengan literature Tjitrosomo (1991) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan tanaman mula mula lambat, kemudian berangsur angsur
menjadi lebih cepat sampai mencapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh
menurun. Apabila digambarkan dalam grafik dalam waktu tertentu akan
membentuk kurva sigmoid (bentuk S).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat ditarik sebuah kesimpulan,
yaitu bahwa tanaman dan bagian bagiannya memiliki pertumbuhan yang
berbentuk kurva sigmoid, dan dapat di ketahui bahwa pengaruh lingkungan
dan penggunaan ekstrenal input mempengaruhi pertumubuhan pada
tanaman

B. Saran
Sebaiknya praktikan melakukan perawatan secara intensif agar diperoleh
hasil yang optimal dan dapat sesuai dengan fase-fase pertumbuhan.
Daftar Pustaka
Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Ahmad, R., Mahmood, I., Kamal, J., & Bukhari, S. A. H. 2004. Growth and Yield
Response of Three Mungbean ( Vigna radiata L .) Cultivars to Varying
Seeding Rates, 03(06), 538–540.

Aksi Agribisnis Kanisius. 1993. Seri Budidaya Jagung. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta, hal. 35.

Firmansyah, f., Anngo, T.M., dan Akyas, A.M. 2009. Pengaruh Umur Pindah
Tanam Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Hasil dan Kualitas Sayuran
Pakcoy (Brassica campestris L., Chinensis Group) yang ditanam dalam
naungan kasa di dataran Medium. Jurnal Agrikultura 20(3):216-224.

Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchell, R.L. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerjemah: H. Susilo. UI-Press. Jakarta. pp.247-261, 355-368

Gardner, F.P., R. Brent P., Roger L.M. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan oleh Herawati Susilo. UI-Press, Jakarta.
Gardner, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press: Jakarta.

Hossain, M. S., Hossain, A., Sarkar, M. A. R., Jahiruddin, M., Teixeira da Silva, J.
A., & Hossain, M. I. 2016. Productivity and soil fertility of the rice–wheat
system in the High Ganges River Floodplain of Bangladesh is influenced by
the inclusion of legumes and manure. Agriculture, Ecosystems &
Environment, 218, 40–52.
Iriany, Neni, dkk. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung.

Jahan, S., & Hamid, A. 2004. Effect of Population Density and Planting
Configuration on Dry Matter Allocation and Yield in Mungbean (Vigna
radiata (L.) Wilczek). Pakistan Journal of Biological Sciences, 7(9), 1493–
1498.

Lestari, D., Indradewa, D., 7 rogomulyo, R. 2012. Gulma di Pertanaman Padi


(Oryza sativa l.) Konvensional, Transisis, dan Organik. Ilmi-ilmu pertanian,
1-13.

Muis, A., Indradewa, D., & Widada, J. 2013. Pengaruh Inokulasi Mikoriza
Arbuskula Terhadap pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max 9l.)
Merrill) pada Berbagai Interval Penyiraman. Vegetalika, 7-20.

Mursito, D. Dan Kawiji. 2002. Pengaruh Kerapatan Tanam dan Kedalaman Olah
Tanah Terhadap Hasil Umbi Lobak (Raphanus sativus L.). Agrosains. 4(1):
1-6
Perwtasari, B., M. Tripatmasari dan C. Wasonowati. 2012. Pengaruh media tanam
dan nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoi dengan system
hidroponik. Universitas negeri Malaysia. Malasiya
Prahasta. 2009. Agribisnis Jagung. Pustaka Grafika. Bandung, hal. 1.

Salisbury and C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB.


Bandung, hal. 40.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Edisi IV. ITB,
Bandung.

Sevindrajuta. 2012. Efek Pemberian Beberapa Takaran Pupuk Kandang Sapi


terhadap Sifat Kimia Inceptisol dan Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut.
Artikel Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Press.
Sumatera Barat.

Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta, hal. 24.

Srigandono, B. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1999. Botani Umum 2. Penerbit Angkasa, Bandung
Tjitrosomo, S.S., dkk., 1999. Botani Umum 2. Angkasa. Bandung.
Tjitrosomo, S. S., dkk. 1991. Botani Umum. Angkasa. Bandung.

Zulkifli, T. 2012. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah Terhadap


Pemberian Kompos Jerami. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lampiran

Tabel 7. Parameter Tinggi Tanaman Jagung


Waktu (hari ke-)
perlakuan ulangan
7 13 19 25 31 37 43 49 55
1 19,9 40,2 64,0 85,0 106,7 110,5 120,5 122,5 127,8
Tanpa 2 22,5 34,0 58,2 73,8 99,7 105,9 116,8 123,4 126,8
Pupuk 3 4,7 22,5 37,5 59,0 90,5 104,7 125,5 126,0 137,0
4 31,5 44,8 82,5 104,0 111,0 114,0 119,4 125,0 131,8
1 18,2 40,4 51,2 68,5 91,0 105,2 119,7 130,1 133,1
2 20,5 41,2 62,0 81,0 94,0 101,2 108,0 110,8 112,0
NPK
3 12,1 30,0 50,4 78,5 95,5 105,0 117,7 131,0 137,0
4 31,6 45,2 81,8 105,0 108,5 110,2 115,7 118,0 131,0
1 19,6 62,0 77,0 99,5 113,5 119,0 128,4 130,5 134,2
2 26,8 52,7 70,8 93,5 103,5 111,2 121,0 125,7 126,5
Kompos
3 14,5 50,0 71,5 90,5 115,0 120,4 133,5 137,0 140,5
4 27,0 45,2 71,9 100,0 107,0 118,5 125,7 127,0 146,0

Tabel 8. Parameter Jumlah Daun Tanman Jagung


Waktu (hari ke-)
perlakuan ulangan
7 13 19 25 31 37 43 49 55
1 3 4 6 8 7 7 8 8 9
Tanpa 2 3 4 6 8 9 9 9 10 11
Pupuk 3 2 4 5 7 9 9 10 11 13
4 3 5 7 8 8 8 9 11 13
1 3 4 7 7 9 9 9 9 10
2 3 4 7 9 9 9 9 11 12
NPK
3 3 4 5 7 8 9 10 11 12
4 3 5 7 9 9 9 9 9 13
1 3 5 8 8 8 8 8 8 9
2 3 5 7 9 9 9 9 9 10
Kompos
3 3 5 7 8 9 9 10 12 14
4 3 5 7 9 9 10 10 11 13

Tabel 9. Parameter Tinggi Tanaman Kacang Hijau


Waktu (hari ke-)
perlakuan ulangan
7 13 19 25 31 37 43 49 55
1 10,00 20,00 31,00 41,00 51,00 58,00 65,00 71,00 75,00
Tanpa
2 7,00 14,00 18,00 24,00 27,00 38,00 43,00 48,00 54,00
Pupuk
3 8,00 13,80 18,00 25,00 29,00 37,00 53,00 57,00 60,00
4 7,00 14,00 22,00 27,00 36,00 45,00 53,00 60,00 64,50
1 10,00 22,00 32,00 42,00 52,00 58,00 66,00 73,00 78,00
NPK 2 8,00 16,00 23,00 30,00 59,00 64,00 68,00 72,00 78,00
4 10,00 16,00 24,00 32,00 45,00 54,00 62,00 68,00 72,00
1 10,00 26,00 36,00 51,00 59,00 63,00 71,00 78,00 83,00
2 7,00 14,00 19,00 25,00 48,00 67,00 71,00 77,00 85,00
Kompos
3 8,00 15,00 23,00 25,00 29,00 40,00 60,00 65,00 71,00
4 14,00 17,10 21,80 29,30 45,90 56,90 64,50 73,10 75,10

Tabel 10. Parameter Jumlah Daun Tanaman Kacang Hijau


Waktu (hari ke-)
perlakuan ulangan
7 13 19 25 31 37 43 49 55
1 2 5 12 17 23 25 26 27 28
Tanpa 2 2 5 9 11 13 15 17 20 23
Pupuk 3 2 2 8 12 13 18 20 21 22
4 2 5 5 6 12 15 17 21 22
1 2 4 10 13 19 22 25 26 26
NPK 2 2 5 10 12 14 17 20 23 26
3 2 5 12 14 16 17 24 26 28
1 2 5 11 17 20 23 25 26 27
2 2 5 10 11 13 16 19 23 26
Kompos
3 2 5 11 11 16 21 23 20 21
4 2 3 6 8 14 16 18 20 22
Gambar 1. Media tanam tanaman Gambar 2. Penimbangan berat
jagung kering pada tanaman jagung

Gambar 3. Penimbangan pola Gambar 4. Media tanam tanaman


daun jagung

Gambar 5. Pertumbuhan tanaman


jagung

Anda mungkin juga menyukai