Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis dalam sel


hidup. Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan
produk beribu kali lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu
yang relatif rendah; dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap subtrat tertentu.
Enzim telah banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri
kimia lainnya. Dalam bidang pangan misalnya amilase, glukosa-isomerase,
papain, dan bromelin, sedangkan dalam bidang kesehatan contohnya amilase,
lipase, dan protease. Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuhan dan
mikroorganisme (Azmi, 2006).

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat


yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan
terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan
mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang
artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau
reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat
tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada proses
perombakan pati menjadi glukosa (Taufik, 2007).

Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun sat atau lebih ion
logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya
terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim
lain senyawa ini terikat kuat, atua terikat secara permanen yang dalam hal ini
disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif
mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut
holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan
bagian protein enzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1982).
Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva
adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.
Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar
ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut saliva (ludah atau air liur).
Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu)
sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan
jaringan asinar (Aldi, 2010).
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar
1 1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas 99,24 % air
dan 0,58 % terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42- dan
zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase atau ptialin. Musin suatu
glikoprotein dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular,
sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelanjar parotid. Saliva mempunyai pH antara
5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7. Enzim
ptialin dalam saliva adalah suatu enzim amilase. Enzim ptialin bekerja secara
optimal pada pH 6,6 (Poedjiadi, 2005).

Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh


jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara
0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal
adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan
jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang
tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan
karang gigi (Aldi, 2010).

Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi dalam sel maupun luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 8
sampai 1011 kali lebih cepat apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi
enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu
mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka
enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada
yang membutuhkan enenrgi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan
energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Poedjiadi, 2005).

Menurut Anonim 2010, faktor- faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim


adalah:
1. Suhu
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu
normal sel organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan
poikilotermik di daerah dingin biasanya lebih rendah daripada enzim pada
hewan homeotermik. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia
adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak kenaikan suhu di atas
suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan aktivitas
enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi
menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga
berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat
mempercepat reksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya
adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat.
2. Ph atau Keasaman
Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (Ph). Enzim
menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat.
Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran Ph
lingkungan yang agak sempit. Di luar Ph optimum tersebut, kenaikan atau
penurunan ph menyebabkan penurunan aktifitas enzim dengan cepat.
3. Konsentrasi Enzim, Substrat dan Kofaktor
Jika ph dan suhu sistem enzim dalam keadaan konstan serta jumlah
substrat berlebihan, laju reaksi adalah sebanding dengan enzim yang ada.
Jika ph, suhu, dan konsentrasi enzim dalam keadaan konstan, reaksi awal
hingga batas tertentu sebanding dengan substrat yang ada.
4. Inhibitor Enzim
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia
tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa
terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan
inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan
tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi
dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan
terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik
bila konsentrasi substrat naik.

Saleh, Salminah. 2010. PENGARUH pH DAN TEMPERATUR TERHADAP


AKTIVITAS ENZIM AMILASE. Makassar: Universitas Hasanudidn

Taufik, H., 2007, Laporan Aktivitas Enzim (online), (http://www.x3-


prima.com/2009/09/laporan-aktivitas-enzim.html), diakses 25 Oktober
2010, pukul 16.08 WITA.
Jumain, Nur Hikmah S. 2010. Pengaruh Ph Terhadap Aktivitas Enzim.
https://www.scribd.com/doc/92209092/5-Pengaruh-pH-Terhadap-
Aktivitas-Enzim (diakses pada tanggal 11 Desember 2016)

Anonim. 2010. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim. www.


lintasberita.com (diakses pada tanggal 11 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai