LABORATORIUM BIOKIMIA KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PENENTUAN AKTIVASI ENZIM AMILASE DARAH BLOK DIGESTIF SYSTEM
Oleh : Faqih Alam Ruqmana G1A011123
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia Kedokteran Blok Digestif pada Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Diterima dan disahkan Purwokerto, Juni 2013
Asisten Anna Rumaisyah A. NIM. G1A010021
I. PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum Penentuan aktivasi enzim amylase darah B. Tujuan Praktikum 1. Mengukur kadar enzim amylase dalam darah 2. Menjelaskan nilai normal enzim amylase dalam darah serta nilai patologis dari hasil praktikum 3. Melakukan diagnose dini penyakit apa saja yang ditandai oleh hasil aktifitas abnormal (patologis) melalui bantuan hasil praktikum yang dilakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori Enzim sebagai biokatalisator menyebabkan organisme hidup dapat memperoleh dan menggunakan energi dengan cepat. Enzim mengubah kecepatan reaksi, tetapi tidak mempengaruhi keseimbangan akhir. Enzim bekerja khusus pada reaksi-reaksi tertentu dan hanya bekerja di bawah syarat- syarat tertentu, yaitu pH, suhu, kadar substrat, kofaktor, koenzim dan lain- lain. ph optimum untuk enzim yang bekerja di lambung adalah 1-2, di usus halus 7-8,di dalam sel 7,4. Untuk suhu optimim misalnya enzim-enzim yang bekerja di dalam tubuh manusia 37 o c dan untuk enzim pada tumbuh- tumbuhan ada yang sampai 60 0 C. Enzim kadang sulit ditemukan karena kadarnya rendah sehingga dapat ditentukan dengan cara tidak langsung yaitu dengan mengikuti perubahan koenzim dan dengan enzim yang tidak aktif. Sebagian enzim mudah dijadikan inaktif dengan pemanasan 100 0 C selama kira-kira 5 menit. (Asscalbiass, 2013) Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam system pencernaan manusia adalah enzim amylase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar air liur selain mengandung enzim amylase juga mengandung 99.5% air,glikogen, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amylase yang terdapat dalam saliva adalah amylase air liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan hydrogen dihidrolisis menjadi maltose dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosida. Amylase akan segera terinaktivasi pada ph 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan. (Asscalbiass, 2013) Amilase menghidrolisis unit-unit D glukosa yang terangkai dengan ikatan rantai C 1,4 . Hidrolisis berlangsung dengan cara acak dan menghasilkan disakarida maltose sebagai hasil akhirnya. Amylase bekerja pada bermacam- macam polisakarida dan oligosakarida tetapi pengaruhnya paling mudah ditunjukkan dengan menggunakan amilum sebagai substrat. Pada ph 6-7 dalam larutan yang mengandung ion klorida, amylase mengkatalisis hidrolisis amilum menjadi maltose dengan pembentukan hasil antara bermacam-macam dekstrin. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodine member warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat kemerahan. Dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltose tidak memberi reaksi dengan iodium. Jadi amylase pengaruhnya dapat diikuti dengan mengamati waktu yang diperlukan untuk mencapai titik saat campuran reaksi tidak memberikan warna lagi dengan larutan iodium. Titik ini disebut titik akromik. (Asscalbiass, 2013) Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Sadikin, 2001). Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. (Sirajuddin, 2011). Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi yang sederhana seperti replikasi kromosom sampai reaksi yang sangat rumit, misalnya reaksi yang menguraikan molekul nutrient; menyimpang; dan mengubah energi kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tersebut, ada sekelompok enzim yang disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan sistem enzim dengan baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolis yang berbeda (Sirajuddin, 2011).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat Bahan 1. Alat a. Spuit 3 cc b. Tourniquet 1 buah c. Eppendorf 1 buah d. Rak tabung reaksi 1 buah e. Mikropipet 10-100 L f. Mikropipet 100-1000 L g. Blue Tip 1 buah h. Yellow Tip 1 buah i. Kuvet 1 buah j. Spektrofotometer k. Sentrifugator 2. Bahan a. Working reagen 1 cc b. Serum darah 20 L c. Alkohol 70%
B. Cara Kerja
3 cc darah di Vacum Med
Sentrifugasi di sentrifugator (4000 rpm, 10 menit) Plasma 20 L+ 1 cc working reagen ke kuvet)
Inkubasi 2 menit
Baca di Spektrofotometer
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum Hasil : Kesalahan 5* Nilai normal : pria dan wanita < 100 U/L Keterangan : Spektrofotometer yang sedang mengalami gangguan B. Pembahasan Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006). Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002). Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) : 1. Berfungsi sebagi biokatalisator 2. Merupakan suatu protein 3. Bersifat khusus atau spesifik 4. Merupakan suatu koloid 5. Jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak 6. Tidak tahan panas Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006). Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006). Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu danpH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitoradalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racunadalah inihibitor enzim (Jaeger, 2004) Enzim amilase selain dihasilkan oleh kelenjar parotis juga dihasilkan oleh Pankreas. Enzim-enzim di dalam pancreas disekresikan oleh asini pancreas dan sejumlah besar larutan natrium bikarbonat disekresikan oleh ductulus kecil dan duktus yang lebih besar yang berasal dari asini. Produk kombinasi berupa enzim dan natrium bicarbonate ini kemudian mengalir melalui ductus pankreaticus yang panjang, yang normalnya bergabung dengan ductus hepaticus teapt sebelum mengeluarkan isinya ke duodenum melalui spingter Oddi. (Guyton, 2008) Enzim-enzim pancreas yang paling penting untuk untuk mencerna protein adalah tripsin, kimotripsin, karboksipolipeptidase. Sejauh ini paling banyak adalah tripsin. (Guyton, 2008) Enzim pancreas untuk mencerna karbohidrat adalah amylase pancreas, yang akan menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain (kecuali selulosa) untuk membentuk sebagian besar disakarida dan beberapa trisakarida. (Guyton, 2008) Enzim utama untuk mencerna lemak adalah lipase pancreas yang mampu mengghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak dan monogliserida. Kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester kolseterol dan fosfolipase yang memecah asam lemak dari fosfolipid. (Guyton, 2008) C. Aplikasi Klinis 1. Pankreatitis Akut Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan pankreas, secara klinis ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal. (Sjaifoellah N , 2007) Klasifikasi tersebut disempurnakan lagi berdasarkan symposium di Atlanta, Georgia, yang lebih berorientasi klinis, yaitu : (Sjaifoellah N , 2007) 1. Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2 mg/dL) dan perdarahan saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis, pseudokista atau abses juga berperan dalam beratnya pankreatitis. 2. Pankreatitis Interstisial dan Pankreatitis Nekrosis, keduanya bisa dibedakan dengan CT Scan Abdomen. Secara klinis, pankreatitis nekrosis lebih berat dibanding pankreatitis interstisial, dan disertai gagal organ yang lebih lama, risiko tinggi untuk infeksi dan mortalitas. 3. Gejala pankreatitis akut dapat ringan sehingga ditemukan konsentrasi enzim pankreas dalam serum atau dapat menjadi berat dan fatal. Rasa nyeri timbul tiba-tiba di epigastrium (tersering), kadang agak ke kiri atau kanan; rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah; terus-menerus, makin bertambah dan berhari-hari; bisa disertai mual-muntah serta demam; kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernapasan. Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan peritoneum, tanda peritonitis, adanya massa pada bagian pankreas yang membengkak dan infiltrat radang, meteorismus abdomen pada 70-80% kasus pankreatitis akut. Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis, kolesistitis, atau abses pankreas. Ikterus pada sebagian kasus, kadang asites seperti sari daging dan mengandung amilase dan efusi pleura pada sisi kiri. (IPD,2007) CT atau MRI dapat mengidentifikasi pancreas, termasuk pada komplikasi lokal. MRI dapat mengindentifikasi lebih baik pada duktus yang mengalami kerusakan daripada CT. USG lebih sensitive dari MRI dan CT, USG dapat mendeteksi dari dilatasi duktus. Endoskopi Ultrasonography dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang akurat untuk mendektekti adanya kerusakan duktus pada penyakit pancreatitis akut.(Whitcomb, 2006) 2. Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine ( Sacher, 2004) Pada gagal ginjal kronis terjadi penurunan jumlah nefron fungsional yang ireversibel. Beberapa etiologi dari gagal ginjal kronik adalah karenan gangguan metabolik, hipertensi, gangguan pembuluh darah ginjal, gangguan imunologis, dan kelainan kongenital. Terjadi beberapa tahapan dari gagal ginjal akut ke gagal ginjal kronik (Bellomo, 2004) Pasien gagal ginjal tidak mampu membersihkan secara normal amylase dari sirkulasi sehingga dapat memperlihatkan peningkatan amylase ringan yang tidak memiliki makna diagnosis lain. Kadang-kadang pasien memiliki kompleks amylase dengan suatu senyawa berberat molekul tinggi seperti Ig dalam sirkulasi, yang dapat meningkat sampai beberapa kali lipat nilai normal dan menetap tanpa disertai peningkatan amylase urine. Keadaan ini disebut mikroamilase (Sacher, 2004)
BAB V KESIMPULAN
1. Pada percobaan kali ini terjadi gangguan pada alat spetrofotometer sehingga tidak dapat diintrepretasikan 2. Peningkatan kadar enzim amilase darah salah satunya terjadi pada penyakit pankreatitis akut
DAFTAR PUSTAKA
Bellomo, Rinaldo, et all. 2004.Acute renal failure definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs: the Second International Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Dalam Critical Care. August 2004 Vol 8 No 4: Australia Diunduh tanggal 3 Juni 2013
De Jong, Wim. R Sjamsuhidajat. 2004. Tindak Bedah Organ dan Sistem Organ. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2008. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam: Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta: EGC
Jaeger KE, Eggert T. (2004). "Enantioselective biocatalysis optimized by directed evolution".Curr Opin Biotechnol. 15 (4): 30513 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Poedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia PRESS,
Poliana J, MacCabe AP. 2007. Industrial Enzymes; Structure, Function, and Applications. Dordrecht: Springer. Halaman: 20-22. ISBN 978-1-4020-5376-4
Sacher, Ronald A. Richard, McPherson A. 2004. Enzim Lain yang Bermanfaat dalam Diagnosis Klinis. Dalam Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta : EGC
Sadikin, Mohammad, dkk. 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Widya Medika, jakarta.
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Pratikum Biokimia. UNHAS, Makassar. Jakarta.
Whitcomb, David C. 2006. Acute Pankreatitis. Dalam The New England Journal of Medicine. England :NEJM. Di unduh pada tanggal 2 Juni 2013