KELOMPOK 8
DISUSUN OLEH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Maya Puspita
Natalia C.D.
Nurmalita Fatmala
Nurma Retha
Roch Galih S.
Rizki Novitasari
Rizky Nirmala
Thira Aziza
Tri Nurhayati
H 0911037
H 0911044
H 0911048
H 0911047
H 0911056
H 0911054
H 0911055
H 0911062
H 0911063
A. Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta crantz) merupakan bahan pangan utama
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Pada tahun 1983, luas panen ubi
kayu mencapai 11,45 juta hektar dengan produksi 13,8 juta ton atau rata-rata
tingkat hasil 9,5 ton/ha. Produksi dan tingkat produksi ubi kayu tersebut
relative masih rendah, hal ini terutama disebabkan oleh penggunaan
kultur teknik yang masih sederhana. Kelemahan utama yang menyebabkan
ubi kayu kurang diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai
makanan pokok di daerah pedesaan dan pegunungan terpencil pada saat
musim paceklik atau sewaktu panen padi dan jagung yang kurang
memuaskan. Kelemahan yang pertama, meskipun ubi kayu kaya akan vitamin
C dan karbohidrat, namun seperti halnya umbi-umbian yang lain, ubi kayu
miskin akan lemak dan protein. Kelemahan yang kedua yaitu, ubi kayu
mengandung racun glukosida sianogenik (linamarin dan lotaustralin) yang
sewaktu hidrolisis dapat menghasilkan asam sianida dan glukosa.
Singkong mengandung senyawa glukosida sianogenik, yang tersebar
hampir pada semua jaringan tanaman, yang terdiri atas linamarin dan
lotaustrain dengan perbandingan 10:1 (dimana senyawa ini dapat berubah
menjadi sianida yang sangat beracun). Agar singkong aman untuk dikonsumsi
maka perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi
kadar sianidanya. Asam sianida memiliki sifat mudah menguap dan larut
dalam air. Sehingga proses pencucian dan pemanasan pada singkong dapat
menurunkan kadar sianida. Selain itu, proses pengolahan lebih lanjut seperti
fermentasi juga dapat menurunkan kadar sianida pada singkong. Setiap proses
pengolahan, memberikan tingkat penurunan kadar sianida yang berbeda.
Untuk mengetahui proses pengolahan yang dapat memberikan kadar sianida
paling rendah maka diperlukan pengujian kadar sianida pada berbagai olahan
singkong.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong yaitu:
1. Mengetahui cara pengujian kadar sianida dengan menggunakan metode
destilasi.
hydrocyanic acid atau prussic. Namanya yang lain adalah formonitrile. Garam
dari HCN disebut sianida. Formonitrile adalah zat beracun, karena itu sering
dianggap sebagai faktor anti-nutrisi. Menurut Kamalu (1995), singkong,
sebuah makanan pokok di banyak daerah tropis mengandung cyanogenic
glikosida, seperti linamarin, yang melepaskan sianida (CN-) ketika
dimetabolisme endogen. Jantz et al. (1997), melaporkan bahwa, orang yang
makan makanan yang mengandung tingkat sianida rendah untuk waktu yang
lama dapat mengembangkan kerusakan pada pusat sistem saraf (CNS) dan
kelenjar tiroid. Untuk menunjang hal ini, Kamalu (1995) menekankan bahwa
lama konsumsi makanan yang mengandung sianida dapat menyebabkan
ketulian, masalah penglihatan, dan hilangnya koordinasi otot. Pengaruh
ini pada kelenjar tiroid adalah kretinisme (pertumbuhan terbelakang fisik dan
mental pada anak-anak), atau pembesaran aktivitas kelenjar (Anhwange,
2011).
D. Tempat dan Waktu
Praktikum acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong dilaksanakan
pada hari Rabu, tanggal 26 Maret 2014 pada pukul 12.00 17.00 WIB
bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
- Tabung reaksi merk Pyrex
- Pipet merk Pyrex 5 ml
- Kompor
- Gelas piala merk Pyrex 500 ml
- Spektrofotometer
2. Bahan
- Singkong mentah 4 gram
- Singkong rebus 4 gram
- Tape singkong 4 gram
- Singkong kukus 4 gram
- Tepung mocaf 4 gram
- Air 125 ml
- Kloroform 2,5 ml
- Alkalin pikrat 5 ml
F. Prosedur Kerja
4 gram sampel
Dilakukan destilasi
Larutan diambil 5 ml
G. Pembahasan
Sianogen merupakan senyawa pada umbi-umbian yang berpotensi
sebagai toksikan dan dapat terurai menjadi asam hidrosianida (HCN). Pada
saat pengupasan atau pengirisan umbi, jaringan umbi mengalami kerusakan
dan sistem sel rusak, senyawa alkaloid sebagai substrat yang berada dalam
vakuola dan enzim dalam sitoplasma akan saling kontak dan mengalami
reaksi enzimatis membentuk glukosa dan senyawa aglikon. Senyawa aglikon
kemudian dengan cepat akan mengalami pemecahan oleh enzim liase menjadi
asam sianida (HCN) dan senyawa aldehid atau keton (Almaarif, 2012).
Pada praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong ini
bertujuan untuk mengetahui kadar sianida dari berbagai sampel olahan
singkong. Sampel yang akan dianalisis kadar sianidanya antara lain singkong
biasa mentah, singkong rebus, tape singkong, singkong kukus, dan tepung
mocaf. Sebelum dianalisis kadar sianidanya, terlebih dahulu ditentukan kurva
standar HCN.
Tabel 2.1 Kurva Standar HCN
0
0,1
A (y)
0,009
0,133
mg KCN (x)
0
0,015
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,265
0,412
0,583
0,660
0,826
0,030
0,045
0,060
0,075
0,090
Sampel
Singkong biasa mentah
Singkong rebus
Tape singkong
Singkong rebus
Tape singkong
Tape singkong
Singkong kukus
Singkong kukus
Tepung mocaf
Tepung mocaf
Singkong biasa mentah
A (y)
0,269
0,128
0,237
0,128
0,237
0,206
0,031
0,031
0,317
0,317
0,149
HCN (ppm)
29,227
13,7
25,7
13,7
25,7
22,3057
3,076
3,076
34,5
34,5
16,044
menggunakan
metode
fermentasi
terbuka
dengan
cara
perendaman, sebab HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih
29oC. Metode fermentasi ubi kayu bertujuan inaktivasi enzim linamarase
sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN. Sehingga dapat
dikatakan analisis kadar sianida pada tepung mocaf dari hasil praktikum tidak
sesuai dengan teori. Perbedaan ini dapat disebabkan dari sumber tepung
mocaf yang digunakan. Bahan dasar serta metode pembuatan tepung mocaf
pengukusan yang paling optimum adalah 75 menit, pada saat itu terjadi
penurunan kandungan sianida yang cukup signifikan. Dalam penelitian
tersebut, proses pengukusan yang dilakukan berhasil menghilangkan kadar
sianida sebesar 25,28% yaitu 41,67 mg/kg menjadi 20,37 mg/kg.
DAFTAR PUSTAKA
Almaarif, Ahmad Luthfi, Ariska Wijaya, dan Djoko Murwono. 2012.
Penghilangan Racun Asam Sianida (HCN) dalam Umbi Gadung dengan
Menggunakan Bahan Penyerap Abu. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri
Vol. 1 No.1 p. 14-20.
Amanu, Febri Nuron dan Wahono Hadi Susanto. 2014. Pembuatan Tepung Mocaf
di Madura (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman) Terhadap Mutu dan
Rendemen. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Anhwange, 2011. Hydrogen Cyanide Content of Manihort Utilissima, Colocasia
Esculenta, Dioscorea Bulbifera and Dioscorea Domentorum Tubers Found
in Benue State. International Journal of Chemistry Vol. 3, No. 4.
Anonim. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan
Diversifikasi Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Askurrahman. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Linamarase Hasil Isolasi dari Umbi
Singkong (Manihot esculenta Crantz). AGROINTEK Vol 4 No. 2, Agustus
2010, Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Trunojoyo.
Djaafar, Titiek F., Siti Rahayu, dan Murdijati Gardjito. Pengaruh Blanching dan
Waktu Perendaman dalam Larutan Kapur terhadap Kandungan Racun pada
Umbi dan Ceriping Gadung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol.
28 No. 3.
Faiz, Kamaludin. 2011. Tugas Akhir: Analisa Kadar Protein pada Tape Singkong
(Manihot utilissima) dengan Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas
comosus) Menggunakan Spektrofotometer. Program Studi DIII Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Hidayati, Darimiyya, Darratul Baido, dan Sri Hastuti. 2013. Pola Pertumbuhan
Ragi Tape pada Fermentasi Kulit Singkong. AGROINTEK Vol. 7 No. 1,
Teknologi Industri Petanian Universitas Trunojoyo. Madura.
LAMPIRAN
Perhitungan
Kadar sianida singkong kukus
y
= 9,1024x + 2,9643.10-3
= 3,076.10-3