Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN


ACARA II
EVALUASI KADAR SIANIDA SINGKONG

KELOMPOK 8
DISUSUN OLEH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Maya Puspita
Natalia C.D.
Nurmalita Fatmala
Nurma Retha
Roch Galih S.
Rizki Novitasari
Rizky Nirmala
Thira Aziza
Tri Nurhayati

H 0911037
H 0911044
H 0911048
H 0911047
H 0911056
H 0911054
H 0911055
H 0911062
H 0911063

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
ACARA II
EVALUASI KADAR SIANIDA SINGKONG

A. Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta crantz) merupakan bahan pangan utama
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Pada tahun 1983, luas panen ubi
kayu mencapai 11,45 juta hektar dengan produksi 13,8 juta ton atau rata-rata
tingkat hasil 9,5 ton/ha. Produksi dan tingkat produksi ubi kayu tersebut
relative masih rendah, hal ini terutama disebabkan oleh penggunaan
kultur teknik yang masih sederhana. Kelemahan utama yang menyebabkan
ubi kayu kurang diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai
makanan pokok di daerah pedesaan dan pegunungan terpencil pada saat
musim paceklik atau sewaktu panen padi dan jagung yang kurang
memuaskan. Kelemahan yang pertama, meskipun ubi kayu kaya akan vitamin
C dan karbohidrat, namun seperti halnya umbi-umbian yang lain, ubi kayu
miskin akan lemak dan protein. Kelemahan yang kedua yaitu, ubi kayu
mengandung racun glukosida sianogenik (linamarin dan lotaustralin) yang
sewaktu hidrolisis dapat menghasilkan asam sianida dan glukosa.
Singkong mengandung senyawa glukosida sianogenik, yang tersebar
hampir pada semua jaringan tanaman, yang terdiri atas linamarin dan
lotaustrain dengan perbandingan 10:1 (dimana senyawa ini dapat berubah
menjadi sianida yang sangat beracun). Agar singkong aman untuk dikonsumsi
maka perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi
kadar sianidanya. Asam sianida memiliki sifat mudah menguap dan larut
dalam air. Sehingga proses pencucian dan pemanasan pada singkong dapat
menurunkan kadar sianida. Selain itu, proses pengolahan lebih lanjut seperti
fermentasi juga dapat menurunkan kadar sianida pada singkong. Setiap proses
pengolahan, memberikan tingkat penurunan kadar sianida yang berbeda.
Untuk mengetahui proses pengolahan yang dapat memberikan kadar sianida
paling rendah maka diperlukan pengujian kadar sianida pada berbagai olahan
singkong.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong yaitu:
1. Mengetahui cara pengujian kadar sianida dengan menggunakan metode
destilasi.

2. Untuk mengetahui kadar sianida (HCN) dalam berbagai olahan singkong.


3. Membandingkan kadar sianida (HCN) pada berbagai olahan singkong
yaitu singkong mentah, singkong rebus, tape singkong, singkong kukus
dan tepung mocaf.
C. Tinjauan Pustaka
Singkong atau ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah
satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga
terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang
paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai
komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar
2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya
merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan
zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung senyawa glokosida
sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan
dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak
warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih
dari 50 ppm (Anonim, 2011).
Ubi kayu segar banyak mengandung air dan pati. Ubi kayu
mengandung racun yang disebut asam sianida (HCN). Berdasarkan kandungan
asam sianidanya, ubi kayu digolongkan menjadi empat yaitu (a) golongan
yang tidak beracun, mengandung HCN 50 mg/kg umbi segar yang telah
diparut, (b) beracun sedikit mengandung HCN antara 50-80 mg/kg, (c)
beracun, mengandung HCN antara 80-100 mg/kg, (d) sangat beracun,
mengandung HCN lebih besar dari 100 mg/kg. Ubi kayu yang tidak beracun
dikenal dengan ubi kayu manis, sedangkan ubi kayu yang beracun disebut ubi
kayu pahit (Muchtadi, 2010).
Singkong manis, umbi dan daunnya dapat dikonsumsi oleh manusia
maupun ternak karena kandungan sianidanya rendah. Sedangkan singkong
pahit yang mengandung sianida tinggi, umumnya digunakan untuk sumber
bahan industri pembuatan pati (tepung tapioka) dan tidak digunakan langsung
sebagai makanan manusia maupun ternak. Keracunan sianida yang cukup

tinggi, dapat mengakibatkan kematian. Disamping keracunan yang akut,


keracunan yang kronis pun sebagai akibat termakannya sianida yang sedikit
demi sedikit namun terus menerus dalam kurun waktu yang lama, dapat
mengganggu/membahayakan kesehatan temak (Marlina, 2013).
Singkong di beberapa daerah penggunaannya digunakan sebagai
makanan membantu untuk meringankan masalah kelaparan sehingga sangat
penting dalam hal keamanan pangan. Oleh karena itu, dibutuhkan proses
untuk meningkatkan nilai protein dan mengurangi kadar HCN. Penelitian
sebelumnya menggunakan prose fermentasi dimana Rhizopus oryzae dan
Saccharomyces cereviseae digunakan untuk meningkatkan kadar protein dan
menurunkan kadar HCN dari produk singkong. Tepung mocaf merupakan
komoditas tepung cassava dengan teknin fermentasi sehingga produk yang
dihasilkan memiliki karakteristik mirip seperti terigu, yaitu putih, lembut, dan
tidak berbau singkong. Dengan karakterisrik yang mirip dengan terigu, tepung
mocaf dapat menjadi komoditas subtitusi tepung terigu. Indonesia memiliki
tingkat permintaan yang tinggi terhadap tepung terigu, baik oleh industri atau
rumah tangga. Sedangkan kapasitas produksi tepung terigu di Indonesia masih
rendah, tingginya permintaan tepung terigu menyebabkan harga tepung terigu
menyebabkan harga tepung terigu yang tinggi (Kurniati, 2012).
Pengolahan secara tradisional ternyata dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan kandungan racun. Seperti misalnya singkong, kulitnya dikupas
dulu sebelum diolah, singkongnya dikeringkan, direndam sebelum dimasak,
dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin
banyak yang rusak dan hydrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga
tinggal 10-40% mg/kg. Di samping itu hydrogen sianida akan mudah hilang
oleh penggodokan, asal tidak ditutup rapat. Dengan pemanasan, enzim yang
bertanggung jawab terhadap pemecahan linamarin menjadi inaktif sehingga
hydrogen sianida tidak dapat terbentuk (Winarno, 2004).
Hidrogen sianida adalah cairan tak berwarna atau gas dengan samar
bau almond pahit. Hidrogen sianida memiliki rumus molekul HCN.
Hal ini mudah larut dalam air. Solusinya dalam air dikenal sebagai asam

hydrocyanic acid atau prussic. Namanya yang lain adalah formonitrile. Garam
dari HCN disebut sianida. Formonitrile adalah zat beracun, karena itu sering
dianggap sebagai faktor anti-nutrisi. Menurut Kamalu (1995), singkong,
sebuah makanan pokok di banyak daerah tropis mengandung cyanogenic
glikosida, seperti linamarin, yang melepaskan sianida (CN-) ketika
dimetabolisme endogen. Jantz et al. (1997), melaporkan bahwa, orang yang
makan makanan yang mengandung tingkat sianida rendah untuk waktu yang
lama dapat mengembangkan kerusakan pada pusat sistem saraf (CNS) dan
kelenjar tiroid. Untuk menunjang hal ini, Kamalu (1995) menekankan bahwa
lama konsumsi makanan yang mengandung sianida dapat menyebabkan
ketulian, masalah penglihatan, dan hilangnya koordinasi otot. Pengaruh
ini pada kelenjar tiroid adalah kretinisme (pertumbuhan terbelakang fisik dan
mental pada anak-anak), atau pembesaran aktivitas kelenjar (Anhwange,
2011).
D. Tempat dan Waktu
Praktikum acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong dilaksanakan
pada hari Rabu, tanggal 26 Maret 2014 pada pukul 12.00 17.00 WIB
bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
- Tabung reaksi merk Pyrex
- Pipet merk Pyrex 5 ml
- Kompor
- Gelas piala merk Pyrex 500 ml
- Spektrofotometer
2. Bahan
- Singkong mentah 4 gram
- Singkong rebus 4 gram
- Tape singkong 4 gram
- Singkong kukus 4 gram
- Tepung mocaf 4 gram
- Air 125 ml
- Kloroform 2,5 ml
- Alkalin pikrat 5 ml

F. Prosedur Kerja
4 gram sampel

Ditambah 125 ml aquades dan 2,5 ml kloroform

Dimasukkan dalam labu kjehdahl

Dilakukan destilasi

Larutan diambil 5 ml

Ditambah 5 ml alkalin pikrat

Dimasukkan dalam waterbath yang berisi air mendidih


selama 5 menit

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm

Dihitung konsentrasi dari kurva standar yang diperoleh

G. Pembahasan
Sianogen merupakan senyawa pada umbi-umbian yang berpotensi
sebagai toksikan dan dapat terurai menjadi asam hidrosianida (HCN). Pada
saat pengupasan atau pengirisan umbi, jaringan umbi mengalami kerusakan
dan sistem sel rusak, senyawa alkaloid sebagai substrat yang berada dalam
vakuola dan enzim dalam sitoplasma akan saling kontak dan mengalami
reaksi enzimatis membentuk glukosa dan senyawa aglikon. Senyawa aglikon
kemudian dengan cepat akan mengalami pemecahan oleh enzim liase menjadi
asam sianida (HCN) dan senyawa aldehid atau keton (Almaarif, 2012).
Pada praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong ini
bertujuan untuk mengetahui kadar sianida dari berbagai sampel olahan
singkong. Sampel yang akan dianalisis kadar sianidanya antara lain singkong
biasa mentah, singkong rebus, tape singkong, singkong kukus, dan tepung
mocaf. Sebelum dianalisis kadar sianidanya, terlebih dahulu ditentukan kurva
standar HCN.
Tabel 2.1 Kurva Standar HCN
0
0,1

A (y)
0,009
0,133

mg KCN (x)
0
0,015

0,2
0,3
0,4
0,5
0,6

0,265
0,412
0,583
0,660
0,826

0,030
0,045
0,060
0,075
0,090

Sumber : Laporan Sementara

Kurva standar HCN menjadi acuan perhitungan persamaan regresi


yang akan digunakan untuk menghitung kadar HCN pada masing-masing
sampel. Persamaan regresi ditentukan dengan nilai absorbasi sebagai sumbu y
dan mg KCN sebagai sumbu x. Berdasarkan kurva standar HCN, persamaan
regresi yang diperoleh yaitu : y = 2,9643*10-3 + 9,1024x.

Tabel 2.2 Kadar Sianida pada Singkong


Kel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Sampel
Singkong biasa mentah
Singkong rebus
Tape singkong
Singkong rebus
Tape singkong
Tape singkong
Singkong kukus
Singkong kukus
Tepung mocaf
Tepung mocaf
Singkong biasa mentah

A (y)
0,269
0,128
0,237
0,128
0,237
0,206
0,031
0,031
0,317
0,317
0,149

Kadar Sianida (x)


29,227 x 10-3
0,0137
0,0257
0,0137
0,0257
22,3057 x 10-3
3,076 x 10-3
3,076 x 10-3
0,0345
0,0345
16,044 x 10-3

HCN (ppm)
29,227
13,7
25,7
13,7
25,7
22,3057
3,076
3,076
34,5
34,5
16,044

Sumber : Laporan Sementara

Pengamatan kadar sianida singkong dilakukan dengan menimbang


sampel yang telah dihancurkan sebanyak 4 gram dan dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl. Kemudian ditambah 125 ml air dan 2,5 ml kloroform.
Sebelumnya disiapkan larutan KOH 2% sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam gelas beker. Sampel di dalam labu Kjeldahl kemudian didistilasi dan
gelas beker yang telah berisi larutan KOH 2% diletakkan di bawah sebagai
penampung sampel hasil distilasi. Distilasi dihentikan setelah volume yang
tertampung di gelas beker menunjukkan 20 ml. Setelah didistilasi, sampel
kemudian diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan dengan alkali pikrat
sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan selama 5 menit. Ketika sampel sudah

dingin kemudian diabsorbansi pada spektrofotometer dengan panjang


gelombang 520 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan
ke dalam persamaan regresi sehingga kadar sianida sampel dapat dihitung.
Penambahan kloroform pada uji kadar sianida singkong berfungsi
sebagai pelarut alkaloid. Salah satu alkaloid yang terdapat di dalam singkong
adalah HCN (Pritari, 2013). Menurut Nahdhiyah (2011), penambahan KOH
berfungsi untuk membuat suasana menjadi basa, akibatnya sianida akan
terdisosiasi. Disosiasi sianida merupakan reaksi peruraian senyawa menjadi
ion-ion di dalam pelarut. Hal ini akan mempermudah proses selanjutnya
setelah penambahan alkali pikrat. Alkali pikrat berperan untuk melarutkan
sianida sehingga lebih mudah saat diukur absorbansinya.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dirangkum pada Tabel 2.2,
kadar sianida pada berbagai olahan singkong atau ubi kayu menunjukkan
hasil yang berbeda-beda. Kadar sianida pada singkong mentah biasa yang
dianalisis oleh kelompok 1 sebesar 29,227 ppm, sedangkan yang diamati oleh
kelompok 11 sebesar 16,044 ppm. Hasil pengamatan oleh kelompok 1 dan 11
terhadap kadar sianida singkong mentah biasa ternyata menunjukkan hasil
yang sangat berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena beberapa faktor, antara
lain proses penghancuran sampel yang diamati dan metode analisi spektro
yang dilakukan. Proses penghancuran sampel berperan cukup penting
terhadap HCN yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikelnya, HCN yang
keluar semakin banyak karena HCN juga terdapat diantara sel-sel ubi kayu.
Analisis spektro yang kurang tepat juga dapat mempengaruhi kadar HCN
yang muncul, misalnya pencucian kuvet spektro yang kurang maksimal
sehingga masih terdapat sisa dari sampel sebelumnya yang mempengaruhi
hasil pembacaan absorbansi.
Kadar sianida pada singkong rebus yang diamati oleh kelompok 2 dan
4 sebesar 13,7 ppm. Kadar sianida pada tape singkong yang diamati oleh
kelompok 3 dan 5 sebesar 25,7 ppm, sedangkan yang diamati oleh kelompok
6 sebesar 22, 3057 ppm. Pengamatan kadar sianida tape singkong yang
dilakukan oleh kelompok 3, 5, dan 6 ternyata diperoleh data yang tidak
berbeda signifikan. Namun kadar HCN tape singkong yang dihasilkan tidak

sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Hidayati (2013), karena


menurut Hidayati (2013) kadar HCN pada tape singkong yaitu 0,16 mg/g atau
160 ppm. Kadar sianida pada singkong kukus yang diamati oleh kelompok 7
dan 8 sebesar 3,076 ppm. Menurut Marniza (2011), kadar HCN singkong
kukus adalah 0,03 mg/g atau 30 ppm. Kadar sianida pada tepung mocaf yang
diamati oleh kelompok 9 dan 10 sebesar 34,5 ppm. Hal ini tidak sesuai teori
Amanu (2014), bahwa tepung mocaf memiliki kadar HCN 10 ppm.
Pembuatan tepung mocaf singkong telah melalui pengolahan terlebih dahulu
seperti misalnya pencucian dan pengupasan, pengirisan, pemanasan,
perendaman serta pengeringan yang keseluruhan pengolahan tersebut dapat
menurunkan kadar HCN dalam singkong.
Kadar sianida tertinggi dihasilkan oleh tepung mocaf, yaitu sebesar
34,5 ppm. Sedangkan kadar sianida yang paling rendah dihasilkan oleh
singkong kukus, yaitu sebesar 3,076 ppm. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI), kadar sianida ubi kayu maksimal 40 mg/kg. Perbedaan kadar
sianida pada berbagai sampel olahan singkong ini disebabkan karena ada
perlakuan yang berbeda-beda pada masing-masing sampel.
Berdasarkan hasil praktikum, tepung mocaf memiliki kadar sianida
yang paling tinggi. Tepung mocaf merupakan tepung berbahan dasar
singkong atau ubi kayu dengan metode fermentasi. Menurut Rasulu (2012),
residu HCN pada tepung ubi kayu hasil fermentasi tetap adalah 8.15 mg/kg.
Dosis tersebut berada di bawah dosis standar SNI tepung ubi kayu yaitu
maksimal 40 mg/kg. Penurunan ini disebabkan adanya peningkatan
konsentrasi mikroorganisme selama fermentasi tetap, yang mempercepat
kerusakan glikosida sianogenik. Kandungan HCN pada ubi kayu dapat
dihilangkan

menggunakan

metode

fermentasi

terbuka

dengan

cara

perendaman, sebab HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih
29oC. Metode fermentasi ubi kayu bertujuan inaktivasi enzim linamarase
sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN. Sehingga dapat
dikatakan analisis kadar sianida pada tepung mocaf dari hasil praktikum tidak
sesuai dengan teori. Perbedaan ini dapat disebabkan dari sumber tepung
mocaf yang digunakan. Bahan dasar serta metode pembuatan tepung mocaf

yang berbeda dapat menghasilkan kandungan kadar sianida yang berbeda


pula. Selain itu, analisis spektro yang kurang tepat juga dapat mempengaruhi
nilai absorbansi yang muncul sehingga berpengaruh terhadap perhitungan
kadar sianida sampel.
Produk hasil fermentasi ubi kayu lainnya adalah tape singkong.
Menurut Keenan (1986) dalam Faiz (2011), singkong dapat disajikan dalam
bentuk tape melalui proses fermentasi, yaitu terjadinya perubahan bahanbahan organik dari senyawa-senyawa komplek menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana dengan kerja enzim. Pada proses pembuatan tape,
karbohidrat mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik
tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus
mudah dicerna (Koswara, 2009). Tape yang baik dan bermutu menurut
Tarigan (1988) dalam Faiz (2011) yaitu apabila baunya harum, enak, legit,
dan tidak menyengat karena terlalu tinggi kadar alkoholnya. Tape singkong
memiliki kandungan protein 0,5 gram/100 gram bahan (Faiz, 2011).
Cara pembuatan tape singkong menurut Koswara (2009) yaitu mulamula ubi kayu dikupas, dicuci dengan air bersih, kemudian dipotong-potong
kira-kira 10 cm atau menurut kesukaan, dan dikukus hingga matang ( 30
menit). Setelah itu, ubi kayu dimasukkan dalam keranjang atau wadah
lainnya, dan ditaburi bubuk ragi tape sebanyak 5 10 gram untuk setiap kg
bahan. Wadah kemudian ditutup dan dibiarkan selama 3 hari, dan akhirnya
tape siap dimakan atau dipasarkan.
Perlakuan yang dapat menurunkan kadar HCN paling banyak adalah
singkong yang telah dikukus. Menurut Purwanti (2005) dalam Suciati (2012),
Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan
proses memasak lainnya. Hal ini juga didukung oleh penelitian Prastyo
(2012),

bahwa pengukusan mampu menurunkan kadar HCN. Waktu

pengukusan yang paling optimum adalah 75 menit, pada saat itu terjadi
penurunan kandungan sianida yang cukup signifikan. Dalam penelitian
tersebut, proses pengukusan yang dilakukan berhasil menghilangkan kadar
sianida sebesar 25,28% yaitu 41,67 mg/kg menjadi 20,37 mg/kg.

Ada beberapa metode lain yang dapat menurunkan kadar HCN


menurut Djaafar (2009). Perendaman irisan umbi setebal 2 mm dalam larutan
garam 8% selama tiga hari mampu menurunkan HCN sampai pada kadar 5,45
ppm. Blanching umbi yang tidak dikupas selama 30 menit di dalam air
mendidih dan dikombinasikan dengan perendamam dalam air bersih selama
tiga hari mampu menurunkan kandungan HCN sampai pada kadar 4,12 ppm.
Serta cara tradisional (dengan abu sekam) dapat menurunkan kandungan
HCN sampai pada kadar 13,89 ppm.
Cara analisis kadar HCN pada singkong yaitu singkong diparut
kemudian ditimbang 20 g singkong, dimasukkan dalam labu Kjedahl,
selanjutnya ditambahkan 100 ml aquades. Dimaserasi selama (0, 2, 4, 6, 8,
10dan 12 jam). Kemudian distilasi secara steam destilation. Distilat
ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 20 ml NaOH 2,5%, dan
distilasi dihentikan setelah dipastikan destilat hingga 150 ml. Diambil 5ml
distilat, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml Natrium
Pikrat dan 0,5 ml kloroform. Kemudian dihomogenisasi dan didiamkan
selama 30 menit dan selanjutnya dibaca absorbansinya dengan menggunakan
spektronik 20 (Askurrahman, 2010).
Selain dengan metode spektrofotometri, banyak metode analisis HCN
yang telah dicoba, akan tetapi hasilnya bervariasi hal ini disebabkan oleh sifat
HCN yang mudah menguap akibat pengaruh suhu. Kenaikan suhu dan waktu
inkubasi yang relatif lama pada proses analisis, dapat menyebabkan hilangnya
sianida yang akan diukur. Untuk itu, perlu dicarikan metode lain yang lebih
efektif dan efisien yaitu dengan cara memodifikasi beberapa metode dasar
yang telah ada. Metode yang terpilih adalah metode Lian dan Hamir. Metode
Lian dan Hamir merupakan metode alkali-pikrat yang paling praktis
dibandingkan dengan metode lain misalnya metode piridine-pirazolone dan
isotachoelectrophoretic (Marlina, 2014).
H. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida
Singkong adalah sebagai berikut :

1. Penetuan kadar HCN ubi kayu dilakukan dengan metode destilasi


melibatkan reagen kloroform dan alkali pikrat sebagai pelarut dan KOH
untuk membuat suasana basa sehingga sianida dapat terdisosiasi.
2. Kadar sianida pada singkong mentah biasa yang dianalisis oleh kelompok
1 sebesar 29,227 ppm, sedangkan yang diamati oleh kelompok 11 sebesar
16,044 ppm. Kadar sianida pada singkong rebus sebesar 13,7 ppm. Kadar
sianida pada tape singkong yang diamati oleh kelompok 3 dan 5 sebesar
25,7 ppm, sedangkan yang diamati oleh kelompok 6 sebesar 22,3057
ppm. Kadar sianida pada singkong kukus sebesar 3,076 ppm. Kadar
sianida pada tepung mocaf sebesar 34,5 ppm.
3. Kadar sianida paling banyak ditemukan pada sampel tepung mocaf yaitu
sebesar 34,5 ppm. Sedangkan kadar sianida paling rendah dihasilkan
pada sampel singkong kukus sebesar 3,076 ppm.
4. Kadar sianida dapat diturunkan dengan beberapa perlakuan seperti
pengolahan dengan suhu tinggi atau dengan metode fermentasi.
Penurunan karena fermentasi disebabkan adanya peningkatan konsentrasi
mikroorganisme yang mampu menginaktivasi enzim linamarase sehingga
tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN.

DAFTAR PUSTAKA
Almaarif, Ahmad Luthfi, Ariska Wijaya, dan Djoko Murwono. 2012.
Penghilangan Racun Asam Sianida (HCN) dalam Umbi Gadung dengan
Menggunakan Bahan Penyerap Abu. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri
Vol. 1 No.1 p. 14-20.
Amanu, Febri Nuron dan Wahono Hadi Susanto. 2014. Pembuatan Tepung Mocaf
di Madura (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman) Terhadap Mutu dan
Rendemen. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Anhwange, 2011. Hydrogen Cyanide Content of Manihort Utilissima, Colocasia
Esculenta, Dioscorea Bulbifera and Dioscorea Domentorum Tubers Found
in Benue State. International Journal of Chemistry Vol. 3, No. 4.
Anonim. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan
Diversifikasi Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Askurrahman. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Linamarase Hasil Isolasi dari Umbi
Singkong (Manihot esculenta Crantz). AGROINTEK Vol 4 No. 2, Agustus
2010, Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Trunojoyo.
Djaafar, Titiek F., Siti Rahayu, dan Murdijati Gardjito. Pengaruh Blanching dan
Waktu Perendaman dalam Larutan Kapur terhadap Kandungan Racun pada
Umbi dan Ceriping Gadung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol.
28 No. 3.
Faiz, Kamaludin. 2011. Tugas Akhir: Analisa Kadar Protein pada Tape Singkong
(Manihot utilissima) dengan Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas
comosus) Menggunakan Spektrofotometer. Program Studi DIII Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Hidayati, Darimiyya, Darratul Baido, dan Sri Hastuti. 2013. Pola Pertumbuhan
Ragi Tape pada Fermentasi Kulit Singkong. AGROINTEK Vol. 7 No. 1,
Teknologi Industri Petanian Universitas Trunojoyo. Madura.

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Tape. Departemen Ilmu dan


Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Kurniati, Lina Ika. 2012. Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan
Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus Plantarum, Saccharomyces
Cereviseae, Dan Rhizopus Oryzae. Jurnal Teknik Pomits Vol. 1, No. 1,
(2012) 1-6
Marlina, Nina. 2013. Analisis Sianida Dalam Singkong Dengan Metode Lian Dan
Hamir Yang Dimodifikasi. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai
Penelitian Temak, Ciawi-Bogor.
Marniza, Medikasari, dan Nurlaili. 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein:
Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Benguk Sebagai Sumber Nitrogen Ragi
Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Vol. 16 No.1, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Lampung.
Muchtadi, Tien dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Penerbit Alfabeta.
Bogor.
Nahdhiyah, Nissa. 2011. Analisis Ion Sianida (CN -) dan Timbal (Pb2+) secara
Simultan dengan Metode Reverse Flow Injection Potentiometry. Skripsi.
Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Jember.
Pritari, Aulia Ratu. 2013. Uji Larvasidal Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)
terhadap Larva Aedes aegypti (dalam Pelarut n-Heksana, Kloroform dan
Metanol). Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Jember.
Rasulu, Hamidin, Sudarminto S. Yuwono, dan Joni Kusnadi. 2012. Karakteristik
Tepung Ubi Kayu Terfermentasi sebagai Bahan Pembuatan Sagukasbi.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No.1 p. 1-7.
Suciati, Andi. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap
Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L).
Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas PertanianUniversitas Hasanuddin. Makasar.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

LAMPIRAN
Perhitungan
Kadar sianida singkong kukus
y

= 9,1024x + 2,9643.10-3

0,031 = 9,1024x +2,9643.10-3


0,028 = 9,1024x
x

= 3,076.10-3

HCN (ppm) = (x.4/g sampel) x 1000


= (3,076.10-3 x 4/4) x 1000
= 3,076 ppm

Gambar 2.1 Proses Pemanasan setelah Ditambah Alkalin Pikrat

Gambar 2.2 Hasil Pengujian Sianida pada Singkong Kukus

Anda mungkin juga menyukai