Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI
OBJEK VII
“PENYIAPAN PATI SINGKONG”
(AMYLUM MANIHOT)

OLEH :
NAMA : SELSTI NOVRIANTI
NO BP : 1911011022
HARI/TANGGAL : SENIN/12 APRIL 2021
SHIFT/KELOMPOK : 1 (SATU) / 1 (SATU)
REKAN KERJA : 1. KASIH PERMATA SARI (1911011002)
2. ADZRA YUMNA RAIHAN (1911011006)
3. AFNURZA NIDYA SARI (1911011027)
4. AL HAFIZ (1911012045)
5. SHAFIYAH AZZAHRA (1911013041)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
PENYIAPAN PATI SINGKONG
(AMYLUM MANIHOT)
I.TUJUAN
1. Memahami cara persiapan dan proses pembuatan dari pati singkong.
2. Mengenal lebih dalam cara-cara penentuan standar mutu dari simplisia,
sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam penentuan dari suatu
simplisia memenuhi persyaratan minimal atau tidak bila akan digunakan
sebagai obat atau bahan baku obat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) termasuk dalam famili Euphorbiaceae
yang memiliki beberapa sifat menguntungkan untuk digunakan sebagai bahan
makanan, kandungan pati yang relatif tinggi dan penggunaanya yang luas, yaitu
untuk membuat berbagai macam bahan makanan, bahan pengental, saus, makanan
bayi, dll (1).
Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan ketiga Indonesia setelah
padi dan jagung sekaligus sumber kalori pangan termurah dan cukup
ketersediaannya. Ubi kayu Indonesia terutama digunakan untuk bahan pangan
(58%), bahan baku industri (28%), ekspor dalam bentuk gaplek (8%) dan pakan
(2%) (2).
Ubi kayu dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, seperti warna
daging, rasa daging, dan besar kadar racun sianida dalam umbi. Berdasar warna
daging umbi, ubi kayu dibedakan menjadi dua macam, yaitu ubi kayu kuning dan
ubi kayu putih. Berdasarkan rasa umbinya, ubi kayu dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu ubi kayu pahit dan ubi kayu manis. Berdasarkan kandungan racun
dalam umbi, Darjanto dan Murjati (1980) membedakan menjadi tiga golongan.
Pertama adalah golongan yang tidak beracun, yang termasuk dalam varietas ini
adalah begog, darawati, mangkring, gading. Kedua adalah golongan yang beracun
sedang, yang termasuk dalam golongan ini adalah varietas mentega, pondok,
mentik galih, dll. Ketiga adalah golongan yang sangat beracun, yang termasuk
golongan ini adalah varietas jawa, genjah suro, gendruwo, lami, tapicuro,dll.
Menurut Purwaningsih (2005) varietas mentega memiliki rasa yang enak, manis,
kadar HCN sedang dan kandungan patinya yang relatif tinggi. Sementara itu
produksi ubi kayu varietas mentega menurut Rukmana (1997) hanya mencapai 20
ton, dari rata – rata 117 – 155 ton produksi ubi kayu (1).
Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu
sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah
padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk
diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari
kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak,
0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat
makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar
mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh
enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang
ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi
pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. Pengelompokan ubikayu berdasarkan kadar
HCN menjadi 3 kelompok, yaitu [1] tidak boleh dikonsumsi bila kadar HCN ebih
dari 100 ppm (rasa pahit), [2] dianjurkan tidak diko nsumsi bila kadar HCN 40 –
100 ppm (agak pahit) dan [3] boleh dikonsumsi kadar HCN kurang dari 40 ppm
(tidak pahit) (3).
Ada korelasi antara kadar HCN ubikayu segar dengan kandungan pati.
Semakin tinggi kadar HCN semakin pahit dan kadar pati meningkat dan sebaliknya.
Oleh karenanya, industri tapioka umumnya menggunakan varietas berkadar HCN
tinggi (varietas pahit). Di samping itu, ubikayu segar mengandung senyawa
polifenol dan bila terjadi oksidasi akan menyebabkan warna coklat (browning
secara enzimatis) oleh enzim fenolase (3).
Saat ini ubi kayu sudah banyak dipasarkan setelah dikeringkan terlebih
dahulu (ubi kayu kering) sehingga tahan disimpan agak lama.Ubi kayu kering
kemudian dibuat menjadi keripik dan tepung.Petani pada umumnya mengeringkan
ubi kayu dilapangan terbuka jika cuaca dianggap cukup cerah. Menurut Ginting et
al (2013) pengeringan dengan sistem konvensional ini mempunyai banyak
kelemahan antara lain, pengeringan sering harus dilakukan berulang kali sehingga
dapat dikonsumsi, bahan mudah bercampur dengan bahanbahan kotor dari
sekitarnya, pengeringan memakan waktu yang cukup lama, tidak aman dari
gangguan orang-orang dan binatang, hasil pengeringan kurang baik karena debu
dan polusi udara (4).
Pengeringan ubi kayu juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pengering buatan, salah satunya adalah room dryer. Room dryer merupakan
pengering mekanis yang memanfaatkan energi surya. Pada proses pengeringan
terjadi perpindahan panas dan uap air secara simultan, untuk menguapkan
kandungan air dari dalam bahan diperlukan pemanasan yang berlangsung dari
permukaan sampai kedalam bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan ubi kayu
dapat mempengaruhi kandungan kimia yang terkandung didalamnya diantaranya
adalah kadar air dan kadar pati. Semakin tinggi suhu pengering menurut Winarno
(1992) maka kandungan air pada ubi kayu semakin menurun dan semakin banyak
air yang menguap maka kandungan pati pada ubi kayu semakin meningkat. Dengan
demikian agar pemahaman lebih mendalam pada proses pengeringan ubi kayu
menggunakan room dryer terhadap perubahan kadar air dan kadar pati yang terjadi
selama proses dapat dipahami maka penulis meneliti pengaruh lama pengeringan
menggunakan room dryer dengan variasi waktu yang berbeda terhadap perubahan
kadar air dan kadar pati ubi kayu (4).
Pati tapioka atau pati ketela pohon merupakan hasil ekstraksi ubi kayu yang
telah mengalami proses ekstraksi sempurna dan dilanjutkan dengan proses
pengeringan. Pati tapioka ini mempunyai sifat – sifat yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan dalam industri pangan. Diantaranya sebagai pengental (thickener),
pengisi (filler), bahan pengikat (binder) dan sebagai bahan penstabil (stabilizer),
selain itu tapioka juga bisa dijadikan sebagai bahan pembentuk edible film (1).
Pati merupakan komponen utama produk-produk gandum, kentang, talas,
ubi, sagu, singkong. Dalam saluran cerna, pati diuraikan oleh maltase menjadi
glukosa lewat dekstrin dan maltose sebagai berikut : pati => dekstrin => maltose
=> glukosa (5).
Pati merupakan karbohidrat kompleks yang tidak larut air, berupa butiran,
memiliki lapisan atau lamella yang terpusat pada satu titik yang disebut hylum.
Berwarna putih, tawar, dan tidak berbau (6).
Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa
dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan salah satu bentuk utama dari
karbohidrat dalam makanan, pati dapat disebut sebagai karbohidrat kompleks. Pati
merupakan hasil olahan yang kadar airnya cukup rendah sekitar (10-14%). Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa tersusun
dari molekul D-glukopiranosa berkaitan α-(1,4) dalam struktur rantai lurus.
Molekul amilosa lengkap dapat terdiri dari beberapa sampai 3000 unit D-
glukopiranosa. Amilopektin terdiri dari molekul D-glukosa yang berikatan α-(1,4)
dan juga mengandung ikatan silang α-(1,6). Ikatan ini menyebabkan penampilan
molekul amilopektin bercabang-cabang biasanya 24-30 unit D-glukopiranosa
berada di titik percabangan amilopektin. Kandungan pati dari singkong yaitu 90,21
g/100 g bahan (Permana, 2012). Singkong mempunyai proporsi amilosa 17%.
Namun secara umum rasio antara amilosa dan amilopektin berbeda antar pati, tetapi
untuk pati yang normal terdiri dari 25% amilosa dan 75% amilopektin (7).
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH pati singkong tidak
dipersyaratkan. Namun demikian, beberapa institusi mensyaratkan nilai pH untuk
mengetahui mutu pati singkong berkaitan dengan proses pengolahan. Salah satu
proses pengolahan pati singkong yang berkaitan dengan pH adalah pada proses
perendaman. Pembentukan gel optimum terjadi pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,
pembentukan pasta makin cepat tercapai tetapi cepat turun lagi. Sebaliknya, bila pH
terlalu rendah, pembentukan pasta menjadi lambat dan viskositasnya akan turun
bila proses pemanasan dilanjutkan. The Cassava Institute of America (TIA)
menetapkan standar pH pati singkong sekitar 4.5-6.5. Kehalusan pati juga penting
untuk menentukan mutu pati singkong (7).
Pati singkong merupakan granula berwarna putih dengan ukuran diameter
yang bervariasi dari 4-35µm dan rata-rata 20 µm. Granula ini berbentuk mangkuk
(cup) dan sangat kompak, tetapi selama pengolahan granula tersebut akan pecah
menjadi komponen yang tidak teratur bentuknya. Granula pati tidak larut dalam air
dingin, tetapi mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula
pati tersebut bersifat bolak-balik (refersible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi
dan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi.
Pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30% dari berat
semula. Pada keadaan tersebut granula pati tidak larut dalam air dingin tapi
berbentuk suspensi. Dengan makin naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka
pengembangan granula semakin besar. Pengembangan tersebut disebabkan karena
molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisiknya hanya dipertahankan
oleh ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik
pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Dengan makin
naiknya suhu suspensi, maka ikatan hidrogen tersebut makin melemah (7).
Dilain pihak molekul air memiliki kinetik yang lebih tinggi sehingga mudah
berpenetrasi kedalam granula, tetapi ikatan hidrogen antar molekul air juga semakin
melemah. Akhirnya suhu suspensi mulai menurun maka air akan terikat secara
simultan dalam sistem amilosa-amilopektin sehingga menghasilkan ukuran granula
yang semakin besar. Jika suhu suspensi masih tetap naik, maka granula akan pecah
sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk dalam
sistem larutan. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh
terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi. Kelarutan pati singkong dalam air
adalah 4.2% b/b dan suhu gelatinisasi 84oC (7).
Tahapan pembuatan pati ubi kayu adalah proses penimbangan berat awal
ubi kayu atau singkong. Daging ubi kayu atau singkong dipisahkan dari kulitnya
dengan cara pengupasan. Selama pengupasan dilakukan sortasi bahan baku dengan
pemilihan singkong atau ubi kayu yang bagus. Daging ubi kayu dan kulit singkong
di timbang dengan cara terpisah.Daging ubi kayu di cuci sampai bersih di dalam
bak yang berisi air untuk memisahkan kotoran yang menempel pada ubi
kayu.Daging ubi kayu diparut secara manual (parutan biasa) sampai halus menjadi
bubur umbi.Umbi yang sudah diparut ditimbang kembali, kemudian ditambahkan
air sehingga terbentuk bubur dan diremas-remas agar pati lebih banyak yang
terlepas dari sel umbi.Bubur umbi kemudian disaring dengan kain saring sehingga
pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada saring.
Suspensi pati yang diperoleh kemudian ditampung pada wadah
pengendapan.Suspensi pati hasil ekstraksi diendapkan di dalam wadah
pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan di atas
endapan dialirkan dan ditampung di dalam wadah yang lain, dan pasta dikeringkan
dengan alat pengering (oven) sampai kadar air dibawah 14 %.Produk yang telah
kering atau tepung kasar kemudian digiling sampai (sekurang-kurangnya 80 mesh)
menjadi tepung tapioca (2).
Pemanfaatan pati singkong sangat luas untuk berbagai aplikasi industri
pangan dan non-pangan. Sebagai contoh, penggunaan pati singkong dalam industri
pangan untuk bahan pengental, dan sebagai agen penstabil makanan, sedangkan
pada industri non-pangan seperti kertas, tekstil, kimia, farmasi, dan produksi
biofuel, etanol. Namun, penggunaan pati alami (native) sebagai bahan utama dalam
industri memiliki kelemahan dan kendala, karena sifat dan karakteristiknya yang
terbatas. Keterbatasan fungsi pati alami disebabkan kestabilan dan ketahanan pasta
yang rendah akibat sifat pati yang tidak tahan terhadap panas dan kondisi asam.
Modifikasi pati merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
sifat polimer pati, sehingga pati memiliki karakteristik untuk aplikasi pada industri
(7).
III. PROSEDUR KERJA
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
• Singkong Fenolftalein 0,1% dalam etanol 80%
• Etanol 96% NaOH 0,1 N
• Etanol 70% dan 80% Amonium Karbonat 16%
• Aquadest
• Iodium P ( 2 g Iodium, 3 g KJ, Air ad 100ml)
3.1.2. Bahan
• Timbangan Botol timbang Panci dan parutan Krus porselen Kain
penyaring Erlenmeyer Lumpang dan stamper Buret dan pipet
gondok Mikroskop, cover dan objek glass Kertas pH Ayakan
Oven dan furnace
3.2. Cara Kerja
1. Cara Memperoleh :
Timbang 1-2 kg umbi yang telah dikupas dan dicuci, parut lalu diperas,
ampas ditambah air secukupnya (takar) dan diperas lagi kumpulkan air
perasan lalu enap tuangkan. Endapkan dikeringkan dan diayak.

Hasil yang diperoleh dihitung dengan rumus:


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Rendemen (%) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

2. Persyaratan
a. Pemerian,warna,mikroskopis
b. Kelarutan
• Dalam air dingin
• Dalam etanol

c. Identifikasi
• 1 gram pati ditambahakan air 50 mL (suspensi), dididihkan
selama 1 menit amati perubahan yang terjadi
• Ambil 1 mL suspensi, tambahkan 0,05 mL Iodium P amati
warna yang terjadi, kemudian panaskan amati perubahan yang
terjadi , dinginkan amati lagi perubahan yang terjadi

d. Keasaman
Timbang 10 g pati masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL, tambahkan
100 mL etanol 70%, yang telah dinetralkan dengan larutan fenoftalein
0,1% (dalam etanol 80%), kocok selama 1 jam, saring. Ambil 50 mL
filtrat, titrasi dengan NaOH 0,1 N.
Perhitungan
e. Susut Pengeringan
Keringkan botol timbang selama 30 menit, masukkan 1 gram pati,
goyang pelan-pelan sampai rata. Masukkan kedalam oven buka tutp
botol, panaskan pada temperatur 100° sampai 150° C, timbang dan
ulangi pemanasan sampai berat konstan.
Perhitungan

f. Sisa Pemijaran (Kadar Abu)


1 gram pati masukkan ke dalam krus yang sudah dipijar terlebih dahulu,
tambahkan 2 mL H2SO4 2 N panaskan di atas penangas air, panaskan
pati pada suhu 600°C sampai arang habis terbakar dan dinginkan,
tambahakan Amonium Karbonat 16%, uapkan sampai kering dan pijar
hati-hati, dinginkan , timbang dan pijar selama 15 menit kemudian
ulangi sampai berat konstan.
Perhitungan
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyudi. Karakterisasi Pati Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Varietas
Mentega Untuk Pembuatan Edible Film Dengan Penambahan Sodium
Tripolyphosphate (Stpp). Semarang: Universitas Sebelas Maret; 2009.
2. Mustafa A. Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu ( Tapioka ) Berbasis
Neraca Massa. 2015;9(2):127–33.
3. Ilham Muttaqin Zarkasie, Wuwuh Wijang Prihandini, Setiyo Gunawan Hwa.
Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi Dengan Kapasitas 300.000
Ton/Tahun. J Tek Its. 2017;6(2):2–4.
4. Ramadani Rw, , H.Muh.Yahya Dan Jp. Perubahan Kadar Air Dan Kadar
Pati Ubi Kayu (Manihot utilissima) Selama Pengeringan Menggunakan
Room Dryer. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 2017;3:102–11.
5. Tjay Th Rahardja K. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Flex Media
Komputindo; 2007.
6. Claus Ep, Tyler VE, Bradey IR. Pharmacognosy. 6th Editio. Philadelpia: Lea
And Bringer; 1970.
7. Widyatmoko H. Modifikasi Pati Singkong Secara Fermentasi Oleh
Lactobacillus Manihotivorans Dan Lactobacillus Fermentum Indigenus
Gatot. Jember: Universitas Jember; 2015.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai