NATA DE CITRULLUS
KELOMPOK 4
Disusun Oleh :
FyeaAnggraPangesti (2016340020)
Muhammad Biyan (2016340013)
Thifani Haniza (2016340023)
Tri Lediana Tressa (2016340049)
Buah semangka (Citrullus vulgaris Schard.) adalah buah tropis yang banyak dikenal
orang, karena kandungan airnya dapat mengurangi rasa haus. Pada umumnya buah semangka
sering dikonsumsi dalam bentuk buah langsung tanpa kulit ataupun dijus terlebih dahulu.
Hampir tidak ada yang tidak suka buah semangka, karena selain memiliki rasa yang manis,
buah semangka juga terasa menyegarkan. Selain itu buah semangka juga mengandung
berbagai macam vitamin, mineral dan zat-zat berkhasiat lainnya sehingga banyak orang
memanfaatkannya menjadi alternatif pengobatan seperti demam, susah buang air besar, sakit
tenggorokan, sariawan, hepatitis, tekanan darah tinggi, impotensi, asam urat tinggi, sebagai
antikanker dan untuk menghilangkan kerutan di wajah (Anonimous, 2010).
Sebagian besar konsumen buah semangka hanya memakan bagian daging buah yang
berwarna merahnya saja, sedangkan daging buah berwarna putih (mesocarpium) yang
mendekati kulitnya dibuang begitu saja dan menjadi limbah yang tidak berguna. Padahal kulit
semangka memiliki kandungan nutrisi yang tak kalah hebatnya. Daging buah semangka
rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4 %, protein 0,5 %, karbohidrat 5,3 %, lemak
0,1 %, serat 0,2 %, abu0,5 %, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. (Sutomo, 2007). Kulit
buah semangka memiliki kandungan senyawa yang dapat menyembuhkan lima penyakit,
yaitu darah tinggi kronis, radang ginjal, sulit buang air kecil, penyakit dropsy (sakit gembur-
gembur) dan sulit buang air besar (Anonimous, 2009).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya kegiatan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara
pembuatan Nata de citrullus yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Semangka merupakan tanaman buah berupa herba yang tumbuh merambat. Tanaman
semangka berasal dari Afrika, kemudian berkembang dengan pesat ke berbagai negara baik
di daerah tropis maupun subtropis, seperti: Afrika Selatan, Cina, Jepang, dan Indonesia.
Tanaman semangka bersifat semusim, tergolong cepat berproduksi karena umurnya hanya
sampai 6 bulan. Semangka merupakan tanaman yang sifatnya menjalar, batangnya kecil, dan
panjangnya dapat mencapai 5 m (Syukur, 2009).
Batang tanaman ditumbuhi bulu-bulu halus yang panjang, tajam dan berwarna putih,
mempunyai sulur yang bercabang 2-3 buah. Tanaman semangka mempunyai bunga jantan,
bunga betina, dan hermaprodit yang letaknya terpisah, namun masih dalam satu pohon.
Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur (oval). Kulit buahnya berwarna hijau atau
kuning, blurik putih atau hijau. Daging buahnya lunak, berair, dan rasanya manis, dengan
warna daging buah merah atau kuning (Syukur, 2009).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Cucurbitales
Suku : Cucurbitaceae
Marga : Citrullus
Buah semangka memiliki daya tarik khusus, daging buah semangka rendah kalori dan
mengandung air sebanyak 93,4%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%,
abu 0,5%, dan vitamin (A, B, dan C) dengan kandungan vitamin C sebesar 6 mg per 100 g
bahan. Selain itu juga mengandung asam amino sitrulin (C6H13N3O3), asam aminoasetat,
asam malat, asam fosfat, arginin, betain, likopen (C4OH56), karoten, bromin, natrium,
kalium, silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Sitrulin dan arginin berperan dalam
pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2 sehingga keluarnya urin meningkat dan
kandungan kalium dapat membantu kerja jantung serta menormalkan tekanan darah (Faizal,
2010).
Albedo dapat disebut sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah semangka yang terletak
di antara epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam (endokarp). Albedo merupakan
bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna putih. Sebagaimana jaringan tanaman lunak
yang lain, albedo semangka juga tersusun atas pektin (Kalie, 1999). Gambar albedo buah
semangka dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka ditemukan zat
citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni sekitar 60%
dibanding dagingnya. Zat citrulline akan bereaksi dengan enzim tubuh ketika dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup lalu diubah menjadi arginin, asam amino non essensial yang
berkhasiat bagi jantung, sistem peredaran darah, dan kekebalan tubuh. Menurut We Leung
dkk. (1970), komposisi kimia kulit semangka dapat dilihat pada Tabel 1.
Penelitian lain dilakukan oleh Lembang (2012) mengenai variasi suhu dan waktu
ekstraksi pektin albedo semangka dalam pembuatan permen jeli. Hasil uji proksimat terhadap
albedo semangka yang meliputi kadar air, kadar pektin hasil ekstraksi, kadar abu, kadar zat
padatan terlarut, kadar gula reduksi, vitamin C, dan pH diperoleh sebagai berikut yaitu kadar
air sebesar 20,42%, kadar pektin 27,60%, kadar abu 0,81%, kadar zat padat terlarut 52,2%,
kadar gula reduksi 0,37 mg/100 g bahan, vitamin C sebesar 17,60 mg, dan pH 5,6.
2.2 Nata
1. Pengertian Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa latin
menjadi “natare” yang berarti terapung-apung (Susanti, 2005). Nata termasuk produk
fermentasi, seperti halnya yoghurt. Starter yang digunakan adalah bakteri Acetobacter
xylinum, jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan
menghasilkan asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media
cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Sumiyati, 2009).
Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti, 2005). Nata sangat baik
dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet tinggi serat,
kandungan air yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh.
Serat nata di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil pembakaran
yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang melalui anus berupa tinja atau bolus
(Kusharto, 2006).
2. Karakteristik Nata
Kenampakan nata adalah seperti sel, warna putih hingga abu-abu muda, aroma asam,
rasa tawar atau agak manis, tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling
(daging buah enau muda). Dalam keadaan dingin, nata agak berserat dan agak rapuh
pada saat panas (eBookPangan, 2006).
Nata siap santap biasanya disajikan dalam bentuk potonganpotongan kecil berupa
dadu dan bervariasi ukuran, seperti 1,5 x 1,5 cm. Karena rasanya tawar, nata biasanya
ditambahkan air sirup/air gula sebagai pemanis. Agar nata awet, biasanya ditambahkan
natrium benzoat. Nata dapat digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut), yaitu
dihidangkan dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail). Produk ini juga
dapat dihidangkan secara dingin, dicampur dengan es, campuran kue, atau sebagai
pengisi es krim, pengisi jelly dan sebagainya sesuai selera (Suratiningsih, 1997).
3. Pembuatan Nata
a. Persiapan starter
Air kelapa disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus sampai
mendidih, ditambahkan urea, gula pasir dan asam cuka, kemudian sampai larutan
memikiki pH 4. Larutan yang masih panas dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan
sebanyak dua pertiga bagian botol. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat kuat,
disimpan diruang inkubasi selama satu minggu. Setelah satu minggu, terbentuk lapisan
berwarna putih, starter siap digunakan.
b. Proses Fermentasi
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa,
kemudian direbus sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir, dan asam
cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata. 1 liter larutan yang masih panas tersebut
dimasukan ke dalam loyang plastik atau baki. Loyang ditutup kertas koran dan diikat
kuat, kemudian dibiarkan dingin. 100 ml starter dimasukan ke dalam loyang, kemudian
fermentasi selama satu minggu.
c. Pemanenan nata
Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Kertas koran penutup dibuka,
nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang
tidak bisa dipanen yaitu cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata,
sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau nata yang bentuknya
tidak teratur. Nata yang telah disortir selanjutnya dicucibersih dan dipotong-potong
sesuai selera. Aroma masam dihilangkan dengan cara mencuci dan merendam nata
dengan air bersih minimal dua kali setelah itu direbus selama 5 menit.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas nata antara lain:
1) Pemilihan Bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi kualitas
baik, hal ini bertujuan agar nata yang dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan
yang digunakan kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata secara
keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang disukai. Kriteria singkong
yang baik dalam pembuatan nata adalah singkong dalam keadaan segar, utuh, tidak
cacat, dan singkong berumur 8-11 bulan karena penundaan panen singkong sampai umur
lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas singkong (Rukmana, 1997).
2) Bahan Pembantu
Kandungan nutrisi sari singkong yang dibuat nata de cassava masih perlu diperkaya
agar bakteri nata produktif dalam menghasilkan nata. pH diatur sesuai dengan
persyaratan tumbuh optimal bakteri tersebut. Bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatan nata adalah :
a) Gula Pasir
Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber energi). Sumber karbon bisa
menggunakan glukosa, sukrosa maupun maltosa. Produsen nata biasanya menggunakan
sukrosa (gula pasir) karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Dosis
pemakaian 30 gr per liter air sari cassava.
b) Amonium sulfat
Amonium sulfat juga disebut urea berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk
merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini,
bisa juga menggunakan ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat.
Produsen nata menggunakan amonium sulfat karena harganya lebih murah dan mudah
diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara 20,5–21 persen, sedang wujudnya berupa
kristal atau umumnya berwarna putih. Dosis penggunaan urea (ZA) sebanyak 5 gram per
liter air sari cassava.
c) Asam asetat glasial
Asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk mengatur derajat keasaman (pH)
media fermentasi.
3) pH / Keasaman
4) Suhu
Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu
yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang
berkualitas atau aktifitas Acetobacter xylinum terhambat (Pambayun, 2002) 5)
Kebutuhan Oksigen Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Bila
kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam
pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Wadah yang digunakan
untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen.
Udara yang secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002).
6) Penutup
untuk pembuatan nata Penutupan dilakukan menggunakan media kertas bersih untuk
menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen (Rony Palungkun, 1993).
Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa udara
luar tidak dapat mencemari proses fermentasi.
7) Sumber Cahaya
Menurut Luwiyanti (2001), pembuatan nata pada ruang gelap akan mempercepat
pembentukan struktur nata dan lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap
yang dimaksud adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara
langsung ataupun cahaya lampu.
8) Lama Fermentasi
Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat pada
hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14
hari lapisan tersebut semakin menebal. Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8
hari pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka akan terdapat
lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang akan menjadi kurang asam
sehingga nata menjadi busuk, akhirnya nata menjadi turun. Selama fermentasi
berlangsung media nata tidak boleh digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena
akan mengakibatkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat
lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya.
9) Sanitasi
Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang tinggi. Sanitasi
meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan peralatan, harus dikontrol dan dijaga agar
bakteri tidak terkontaminasi.
Starter nata atau disebut biang adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter
merupakan syarat yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri
Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata, disamping itu starter juga
berguna sebagai media adaptasi bakteri dari media padat (agar) ke media cair (Lazuardi,
1994). Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah yang memadai dan kondisi
fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Media starter biasanya identik
dengan media dalam fermentasi nata (Anonymous, 2004).
Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai
starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri
dapat mencapai pertumbuhan secara optimum.
Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata yang dapat membentuk asam
asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi
komponenkomponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri. Sutarminingsih (2004),
menyebutkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan:
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizornycetes
Ordo : Pseudomonnales
Famili : Paseudomonas
Genus : Acetobacter
Sifat-sifat bakteri Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat
fisiologi dan pertumbuhan selnya.
1.Sifat morfologi
2. Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak
membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan mempunyai
kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol
dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga
menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai
nata.
3. Pertumbuhan sel
a. Fase Adaptasi
Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkembang saat
dipindahkan ke media baru. Bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi
lingkungan barunya atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami
perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ni
ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi
bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat
fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi.
Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai
diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam.
Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan
pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum fase ini dicapai dalam
waktu antara 1-5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum
mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer
glukosa menjadi selulosa. fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain
Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
d.Fase pertumbuhan Lambat
Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah
berkurang, terdapatnya metabolik yang bersifat toksit yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dan umur sel telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil tetapi jumlah sel
yang tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini.
e. Fase Pertumbuhan
Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati.
Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksit
lebih besar dan umur sel semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap
kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang
lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.
Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel
kehilangan banyak energi cadangannya. g. Fase kematian Pada fase ini, sel dengan cepat
mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami
lisis dan melepaskan komponen yang terdapat didalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi
oleh nutrisi, lingkungan dan jenis bakteri. Untuk A xylinum, fase ini dicapai setelah hari
kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini, A xylinum tidak baik apabila digunakan
sebagai bibit nata.
2.4 Fermentasi
Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion
tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam
substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen
seperti Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstraselluler dan
membentuk ikatan dengan polisakarida tersebut.
Pada fermentasi nata terjadi hubungan saling membutuhkan antara khamir S.Cerreviceae
dengan bakteri Accetobacter xylinum dengan Gluconobacer. Mekanisme dalam fermentasi
nata adalah Adanya kandungan karbon dan nitrogen dalam media menstimulasi khamir
S.Cerreviceae untuk merombak sukrosa menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi
alkohol, selanjutnya Accetobacter xylinum dan Gluconobacter mengoksidasi alkohol menjadi
asam asetat sebagai metabolit utama. Bakteri Accetobacter xylinum menghasilkan enzim
ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan
rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam media,
akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna
putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5 dengan pH
optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan
nata adalah pada suhu kamar, dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen
gula yang terdapat di dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel
yang tumbuh di permukaan media (Nadiyah, 2005). Efek dari fermentasi akan menghasilkan
mikroorganisme pencemar seperti jamur karena sanitasi yang kurang.
Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu, kualitas nata ditinjau
dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik yang diukurmeliputi indikator, warna,
rasa, tekstur, dan aroma. Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan
mikroba, cemaran logam.
Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang berkualitas baik dan berkulitas
rendah adalah sebagai berikut :
a. Kualitas baik : Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari), warna putih
bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak mengkilap, aromanya segar khas nata
b. Kualitas rendah : tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang, warna agak kusam dan
berjamur, aroma sangat asam.
Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas baik diketahui dari SNI
(Standar Nasional Indonesia), adapun syarat-syarat mutu nata menurut SNI no. 01-4317-
1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
1200 mL air
ZA (kel 4: 6 g, kel 5: 8 g)
Alat
pH meter
Kain saring
Kompor
Panci
Prosedur
4.1.HASIL PENGAMATAN
Setelah 14 hari
Tabel pengamatan
4.2. PEMBAHASAN
Pertama, pisahkan daging putih semangka dengan bagian berwarna merah tujuannya
adalah untuk mengambil daging putih yang akan di pakai untuk proses pembuatan nata.
Kemudian cuci daging semangka untuk membersihkan kotoran pada daging semangka. Di
peroleh berat daging semangka 600 gram. Selanjutnya daging semangka diblender dengan
perbandingan 1: 2 untuk memudahkan praktikan untuk mendapatkan kandungan karbohidrat
yang tersimpan dalam daging semangka. Setelah di blender, kulit pisang di peras dan di
saring untuk mendapatkan filtrat dari daging semangka.
Lalu tambahkan gula pasir dan ZA kedalam larutan. Pemanasan air perasan daging
semangka bertujuan untuk mensterilkan bahan baku, yang akan difermentasi, sehingga
bakteri stater mampu untuk bertumbuh di media air perasan kulit pisang. Sedangkan fungsi
penambahan pupuk ZA ialah untuk meningkatkan nutrisi dalam media untuk pertumbuhan
bakteri selama fermentasi.
Kemudian dinginkansampaisuhu 45-500 C di suhu ruang. Setelah itu tambahkan cuka
atau asam asetat hingga pH 4.5-5.5. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk
menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air perasan daging semangka. Dalam
praktikum ini asam asetat yang digunakan adalah cuka. Pada dasarnya asam asetat yang baik
adalah asam asetat glacial (99,8%). Akan tetapi, asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat
digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5
dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan anorganik lain
bisa digunakan. pH 4,5-5,5 adalah kondisi yang produktif untuk banteri stater berkembang
biak dengan baik, sehingga kondisi ini perlu dijaga. Di peroleh pH sebelumya 4, dan setelah
di tambah cuka sekitar 1.5 ml (30 tetes) menjadi pH 5.
Setelah itu tambahkan stater Acetobacter Xylinum yang akan dapat membentuk serat
nata jika ditumbuhkan dalam sari pada daging semangka yang sudah diperkaya dengan
karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut
akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata. Kemudiantutuprapatdengankoran lalu inkubasi selama
14 hari (2 minggu).
BAB V
KESIMPULAN
Nata adalah serat yang berbentuk seperti gel yang dibuat dengan memanfaatkan kerja
bakteri Acetobacter xylinum. Asam cuka dan pupuk urea (ZA) berfungsi untuk media hidup
bagi bakteri Acetobacter xylinum. BakteriAcetobacter xylinum membutuhkan nitrogen dari
pupuk urea dan keasaman dari cuka. Acetobacter xylinum inilah yang nanti akan membentuk
nata. Bakteri ini termasuk genus Acetobacter yang memiliki sifat gram negatif, aerob dan
berbentuk batang pendek atau kokus.
Dari hasil pengamatan fermentasi yang dilakukan selama 2 minggu, nata yang kami
peroleh mengalami kegagalansehinggatidakdapat di organoleptik. Hal ini mungkin di
sebabkan karena kesalahan pada saat praktikum atau terkontaminasi oleh bakteri lain.
Sehingga nata yang di hasilkan di tumbuhi jamur dan merusak nata yang di buat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, nata dari daging semangka masih
memiliki peluang pasar yang baik karena di pasaran masih jarang dijumpai nata yang
berbahan dasar daging semangka. Pembuatan produk nata berbahan dasar daging semangka
ini tidak memerlukan dana yang terlalu besar, karena bahan dasar yang digunakan mudah
untuk didapat dan harganya juga tidak terlalu mahal.
DAFTAR PUSTAKA
Panaskan sambil
Cuci daging putih Saring dengan kain
diaduk hingga Tambahkan
semangka lalu saring dan
mendidih asam asetat
tambahkan air Tambahkan ZA dan
Masukkan ke dalam hingga pH
kemudian haluskan gula pasir
dengan blender wadah plastik steril mencapai 4,5
(±10 mL)
Tutup dengan kertas
koran yang bersih Setelah 14 hari
Setelah dingin,
inokulasikan dengan
starter nata dan
homogenkan dengan
menggoyangkan wadah
secara perlahan
(masukkan starter dari
ujung wadah)