Anda di halaman 1dari 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Jeruk (Citrus sinensis Osbeck)


Buah Jeruk (Citrus sinensis Osbeck) adalah buah yang
memiliki kulit berwarna hijau hingga jingga dan daging
buahnya mengandung banyak air. Sari buah jeruk merupakan
minuman hasil perasan jeruk yang populer.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : C. sinensis
Pohon – pohon jeruk manis banyak tumbuh di iklim
tropis dan subtropis. Pertumbuhan tanaman Jeruk
memerlukan temperatur optimum antara 25-30 0C dan
kelembaban optimum antara 70-80%. Proses pemanenan
buah jeruk dilakukan setelah berumur ± 28-36 minggu.

Gambar 2.1 Buah Jeruk (Vera, 2012)

Di dalam buah jeruk segar terdapat kandungan yang


bermanfaat bagi tubuh. Senyawa utama yang menjadi andalan
adalah vitamin C, asam folat, serat, senyawa fitokimia,
likopen, dan karotenoid. Menurut Departemen Kesehatan RI

1
(1972), kandungan gizi jeruk manis per 100 gram adalah
sebagai berikut Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Jeruk Manis Per 100 gram


No. Komponen Zat Gizi Jumlah

1 Kalori (kal) 45 kal

2 Protein (g) 0,9

3 Lemak (g) 0,2

4 Air (g) 87,2

5 Vitamin A -

6 Vitamin C (mg) 49

7 Besi (mg) 0,4

8 Kalsium (mg) 33

Sumber: Departemen Kesehatan RI (1972)

Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut


dalam air dan memiliki banyak kegunaan bagi manusia, salah
satunya di bidang kesehatan seperti sebagai antioksidan.
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178
dengan rumus molekul C6H8O6, berbentuk kristal kekuningan,
tidak berbau, memiliki massa molar sebesar 176,12 g mol−1 ,
dan memiliki titik didih 190-192oC.. Menurut Harry (2007),
kebutuhan vitamin C bagi tubuh adalah 70 - 90 mg setiap hari.
Vitamin C dapat diperoleh dengan mengkonsumsi buah –
buahan salah satunya adalah buah Jeruk. Menurut Winarno
(2002), vitamin C dapat teroksidasi karena adanya panas dan
enzim. Selain itu oksidasi asam askorbat/vitamin C juga
dipengaruhi oleh cahaya, dan kondisi penyimpanan (Kusuma
et al., 2007).

2.2 Sari Buah


2
Sari buah adalah cairan yang diperoleh dengan
memeras buah, baik disaring ataupun tidak, yang tidak
mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman
segar yang langsung dapat diminum (Fachrudin, 2002). Pada
sari buah jeruk memiliki sifat fisik kimia seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat Fisik Kimia Sari Buah Jeruk


Parameter Pustaka

pH 5,3(a)

Total asam (mg/ml) 10,4046(a)

Kadar air (%) 90(b)

Vitamin C (mg /100 g) 40 – 70(c)

Total Padatan Terlarut (0Brix) 9,00(d)

Viskositas ( Poise) 0.0163729(d)

Massa Jenis ( g/ml) 1.04056(d)

Sumber :

a) Kusuma et al. (2013)


b) Santaria (2009)
c) Desty (2013)
d) Irvan (2012)

Proses pembuatan sari buah memiliki tahapan yang


sederhana, adapun langkah – langkah proses pembuatan sari
buah adalah sebagai berikut:
1. Sortasi Buah
Buah yang akan diolah menjadi sari buah harus terlebih
dahulu dipilih yang matang dan sehat
2. Pencucian
Pada tahap pencucian bertujuan untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada kulit buah.
3
3. Trimmin
Proses trimmin atau proses pengupasan merupakan cara
untuk menghilangkan bagian – bagian yang tidak
dikehendaki dan tidak dapat dimakan serta
menghilangkan kotoran yang melekat pada daging buah.
4. Penghancuran
Setelah buah dikupas dan dibersihkan, selanjutnya
dirajang atau dipotong kecil – kecil dengan tujuan agar
memudahkan dalam proses penghancuran. Proses
penghancuran daging buah dapat dilakukan dengan
menggunakan alat blender.

5. Penyaringan
Setelah ditambahkan air secukupnya maka selanjutnya
adalah disaring menggunakan kain saring. Hasil
selanjutnya yang didapat adalah larutan sari buah.
6. Pengenceran
Pengenceran pada pembuatan sari buah dilakukan
dengan menambahkan air matang secukupnya ke dalam
bubur buah.
7. Penambahan gula dan asam sitrat
Penambahan gula sebanyak 150 gram/l sari buah dan
penambahan asam sitrat 2 gram/l. Penambahan asam
sitrat bertujuan untuk mengasamkan larutan buah.

Penambahan asam sitrat pada pembuatan sari buah


bertujuan untuk mengasamkan larutan. Selain asam sitrat
dapat pula digunakan asam tartat, asam laktat, asam malat,
asam fumarat, atau asam fosforat (Satuhu, 2004). Syarat mutu
minuman sari buah menurut SNI 01-6019-1999 dapat dilihat
pada lampiran 1.

2.3 Bakteri Pada Sari Buah


Bakteri pada sari buah adalah sebagai berikut:
a. Bakteri Asam Laktat

4
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan dengan mengasamkan sari
buah dan bisa tumbuh dengan cepat di dalam sari buah.
Organisme pengasaman yang paling umum adalah
Streptococcus lactus.
b. Escherichia Coli
E. coli termasuk dalam genera coliform yang tumbuh
dengan mudah pada medium nutrien sederhana. Coliform
merupakan bakteri yang tergolong dalam gram negatif,
berbentuk batang dan tidak berbentuk spora,
memfermentasikan laktosa dalam waktu 48 jam dan
membentuk koloni warna gelap mengkilap apabila
ditumbuhkan dalam media agar. Coliform diklasifikasikan
ke dalam empat genera, yaitu famili Enterobacteriaceae;
Citrobacter; Enterobacter; Eshericia dan Klebsiella
(Jay,1991). Suhu pertumbuhan Coliform adalah 44-460C,
tetapi mampu tumbuh pada suhu -2 0C ataupun 500C.
0
sedangkan pada suhu 3-6 C mampu tumbuh secara
lambat dan suhu inkubasi pada suhu adalah 37 0C (Jay,
1991). Coliform merupakan suatu grup bakteri yang
digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan
kondisi sanitasi tidak baik. Adanya Coliform di dalam
makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan
adanya mikroorganisme yang bersifat enterogenik atau
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Frazier dan
Westhoff, 1978).

2.4 Proses Pengolahan Pangan


Proses pengolahan pangan merupakan suatu tahapan
proses yang bertujuan untuk mengawetkan suatu bahan
pangan. Salah satu proses untuk mengawetkan makanan
adalah dengan proses pasteurisasi. Adapun proses
pasteurisasi memiliki tujuan:
- Membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya
karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
- Memperpanjang daya simpan bahan atau produk
- Menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk dan
menginaktifkan enzim
5
Pasteurisasi memiliki dua macam metode yakni termal
dan nontermal. Pasteurisasi termal adalah perlakuan panas
yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik
didih. Jenis pasteurisasi termal dibedakan sebagai berikut:
- High Temperature Short Time (HTST) adalah proses
pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu singkat.
Pemanasan pada HTST dilakukan pada suhu 750C
selama 15 – 20 detik.
- Ultra Hight Temperature adalah proses ini dilakukan
dengan menggunakan suhu sangat tinggi dan waktu
sangat singkat. Pemanasan pada HTST dilakukan pada
suhu 1300C selama 0 – 1 detik.
- Low Temperature Long Time adalah proses ini dilakukan
dengan menggunakan suhu rendah dan waktu yang lama.
Pemanasan pada HTST dilakukan pada suhu 600C
selama 30 menit.

Namun jenis pasteurisasi termal dapat menurunkan


pada kandungan gizi seperti vitamin, protein pada bahan
pangan. Sari buah jeruk mengandung gula yang cukup untuk
menumbuhkan mikroba, sehingga jika sari buah jeruk tidak
dipasteurisasi dan dikemas dengan baik maka sangat mudah
terkontaminasi oleh mikroba (Kusuma et al., 2007).
Sedangkan pasteurisasi nontermal merupakan pasteurisasi
tanpa menggunakan panas pada bahan pangan, salah satu
contoh pasteurisasi nontermal adalah menggunakan
gelombang ultrasonik.

2.4.1 Pasteurisasi Gelombang Ultrasonik


Gelombang ultrasonik adalah gelombang yang
memiliki frekuensi diatas kemampuan pendengaran manusia >
20 kHz. Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium
padat, cair dan gas. Penerapan gelombang ultrasonik pada
suatu bahan pangan merupakan kemajuan teknologi yang
baru. Karena, gelombang ultrasonik dapat menghasilkan efek
kavitasi yang dapat menurunkan mikroorganisme dan enzim
(Suslick,1988).
6
Faktor – faktor lain yang mempengaruhi gelombang
ultrasonik antara lain adalah amplitudo gelombang ultrasonik,
frekuensi, lama pasteurisasi, volume, dan daya (Piyasena et
al., 2003). Amplitudo merupakan jarak/simpangan terjauh dari
titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide. Semakin
tinggi daya gelombang ultrasonik diketahui dapat merusak dan
memecahkan dinding sel biologis pada mikroorganisme.
Menurut Mason et al. (1996), Keuntungan pasteurisasi dengan
menggunakan gelombang ultrasonik adalah meminimalkan
kehilangan rasa, homogenitas yang lebih besar, kandungan
gizi relatif terjaga, dan menghemat energi. Selain menurunkan
mikroba, gelombang ultrasonik juga dapat menginaktivasi
enzim pada sari buah (Bourke, 2010). Gelombang ultrasonik
juga dapat digabungkan dengan menggunakan tekanan
(Manosonication), suhu (Thermosonication), atau tekanan dan
suhu (Manothermosonication) untuk meningkatkan efesiensi
(Songul dan Soysal, 2013).

2.4.2 Proses Kavitasi pada Gelombang Ultrasonik


Menurut Nurfitriyana (2012), Kavitasi merupakan
fenomena pembentukan, pertumbuhan, dan hancurnya
gelembung mikro dalam cairan, yang akan melepaskan energi
lokal dalam jumlah yang cukup besar. Fenomena ini terjadi
karena adanya gelombang suara dengan frekuensi tinggi pada
suatu aliran disebut kavitasi akustik (kavitasi ultrasonik atau
sonikasi). Gelembung-gelembung mikro akan terbentuk pada
saat amplitudo akustik cukup besar untuk dapat meregangkan
molekul selama berlangsungnya siklus peregangan hingga
sampai pada jarak yang lebih besar daripada jarak kritis
molekul. Gelembung-gelembung mikro yang terbentuk selama
siklus peregangan akan hancur akibat adanya siklus kompresi.
Karena hancurnya gelembung mikro tersebut dalam waktu
yang singkat, maka terjadi peningkatan temperatur dan
tekanan yang ekstrem.
Ultrasonik akan ditransmisikan melewati medium
dengan menginduksikan gelombang suara ke dalam medium
sehingga molekul akan bergetar. Akibat adanya getaran itu,
struktur dari molekul akan meregang dan terkompresi. Selain
7
itu, jarak antar molekul juga akan berubah akibat adanya
getaran molekul pada posisi awal. Jika intensitas gelombang
ultrasonik di dalam air terus ditingkatkan, maka akan dicapai
suatu kondisi maksimum dimana gaya intramolekul tidak dapat
lagi menahan struktur molekul seperti keadaan awalnya.
Akibatnya molekul itu akan pecah dan terbentuklah lubang
(cavity). Lubang (cavity) ini disebut gelembung kavitasi.
Proses mekanisme kavitasi ultrasonik terdiri dari tiga
tahap utama, yaitu nukleasi atau pembentukan gelembung,
pertumbuhan gelembung, dan pecahnya gelembung
(implosive collapse). Tahap pertama dari proses kavitasi
ultrasonik ini adalah nukleasi atau pembentukan gelembung,
yaitu tahapan dimana inti (nuklei) kavitasi akan dihasilkan dari
partikel gelembung mikro yang terperangkap dalam celah
celah mikro dari partikel yang tersuspensi di dalam air. Pada
tahap kedua, gelembung-gelembung mikro akan tumbuh dan
membesar akibat adanya intensitas gelombang ultrasonik
yang tinggi. Dengan ultrasonikasi pada intensitsas tinggi,
gelembung mikro akan tumbuh dengan sangat cepat.
Sedangkan pada intensitas rendah, laju pertumbuhan dari
gelembung lebih lambat. Hal ini dikarenakan gelembung akan
melewati beberapa siklus akustik terlebih dahulu sebelum
akhirnya bisa membesar. Tahap ketiga dari kavitasi terjadi
apabila intensitas dari gelombang ultrasonik melebihi batas
ambang dari kavitasi ultrasonik (20 kHz untuk liquid pada
umumnya). Pada tahap ini, gelembung mikro akan terus
tumbuh hingga mencapai saat dimana gelembung mikro tidak
dapat lagi mengabsorp energi yang dihasilkan oleh gelombang
suara secara efisien dan akhirnya akan pecah. Tahap inilah
yang disebut sebagai catastrophic collapse.

2.4.3 Efek Biologis Gelombang Ultrasonik


Efek biologis yang terjadi dari hasil gelombang
ultrasonik terhadap suatu medium cair adalah efek sterilisasi,
dimana radiasi ultrasonik yang diberikan dapat membunuh
mikroorganisme berkaitan dengan proses kavitasi yang akan
menimbulkan tekanan dalam waktu yang singkat . Kavitasi
adalah salah satu efek akibat radiasi gelombang ultrasonik di
8
dalam sebuah cairan, kavitasi menghasilkan gelembung-
gelembung dalam aliran fluida (Wijiyanto dan Effendi, 2010).
Menurut Tabatabaie dan Mortazavi (2008), Kavitasi
merupakan faktor efektif dalam merusak dinding sel
mikroorganisme, ketika proses kavitasi terjadi maka akan
terjadi laju geser yang disebabkan oleh gelombang ultrasonik
sehingga dinding sel dan membran sel akan pecah. Berikut
adalah kondisi dinding sebelum dan sesudah penembakan
gelombang ultrasonik
.

(a) (b)
Gambar 2.2 Kondisi Dinding Sel
(Tabatabaie dan Mortazavi, 2008)

Gambar (a) menunjukkan mikroskopik Lactobacillus Casei


sebelum penembakan gelombang ultrasonik (dinding sel aman
dan diameter 525 nm) dan gambar (b) menunjukkan
mikroskopik Lactobacillus Casei setelah 30 menit (dinding sel
pecah dan diameter berkurang menjadi 475 nm).

2.5 Penelitian Terdahulu


Menurut Tiwari et al. (2009), menemukan bahwa
kandungan vitamin C dari jus jeruk menggunakan gelombang
ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan
termal. Pengolahan dengan menggunakan ultrasonik memiliki
efek minimal terhadap kualitas sari buah jeruk. Menurut
Michelle (2009), pengolahan pasteurisasi susu dengan
menggunakan gelombang ultrasonik sebesar 20 kHz selama
10 menit dapat mempertahankan kandungan protein sebesar
99,67% yakni dari kondisi awal protein (0 menit) 3,12 % dan
9
pada menit ke 10 menjadi 3,11%. Pada penelitian terdahulu
menurut Saeed (2012), nilai D atau waktu yang dibutuhkan
untuk menurunkan populasi mikroba sebesar 1 log
menggunakan daya 430 W lebih optimal selama 15 menit
dibandingkan dengan menggunakan daya sebesar 338 W. Hal
ini menunjukkan bahwa faktor daya sangat berpengaruh pada
proses pasteurisasi dengan menggunakan gelombang
ultrasonik.
Faktor volume pada proses pasteurisasi gelombang
ultrasonik juga sangat berpengaruh. Menurut Saeed (2012),
besar volume yang digunakan adalah 150 ml. Namun, pada
penelitian ini menggunakan volume sebesar 90 ml untuk
setiap pasteurisasi gelombang ultrasonik dikarenakan alat
gelombang ultrasonik yang digunakan dalam penelitian ini
maksimum 150 ml. Selain itu, faktor lama pasteurisasi
gelombang ultrasonik juga sangat berpengaruh pada proses
pasteurisasi, menurut Zoran (2012), waktu yang paling optimal
yang dapat menurunkan bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli pada susu adalah sebesar 12 menit. Faktor
amplitudo pada proses pasteurisasi yang paling optimum
adalah sebesar 120 μm (Zoran, 2012). Berikut di bawah ini
adalah tabel penelitian sebelumnya.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu


Jurnal Michelle Saeed Zoran
Internasional (2009) (2012) (2012)

Amplitudo (μm) 124 - 60 – 120

Volume (ml) 40 150 200

Waktu (Menit) 2-10 5 ; 10 ; 15 6 ; 9 ; 12

Daya (W) 750 338 ; 430 600

Suhu (0C) - - 40 ; 60

Frekuensi (kHz) 20 28 kHz 20

10
Diameter Probe 13 mm 5 mm 12 mm

2.6 Kinetika Proses Termal Penghancuran Mikroba


Menurut Toledo (1999), ketika mikroorganisme
dipanaskan pada temperatur yang konstan maka banyaknya
organisme mengikuti reaksi orde pertama (persamaan ke-1).
Jika N adalah jumlah organisme hidup, T adalah waktu
perlakuan (menit), No adalah jumlah mikroba awal, D adalah
waktu penurunan decimal (decimal reduction time) dalam
(menit), K adalah laju reaksi, maka laju inaktivasi mikroba
selama waktu pasteurisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
dN
=−kN ............................................................................. (1)
dt
Jika k adalah nilai orde pertama yang tetap untuk inaktivasi
mikroba, sehingga dapat diperoleh persamaa sebagai berikut:
−dN =kN . dt ..................................................................... (2)
−dN
=k . dt ........................................................................ (3)
N
Dan apabila persaman (3) diintegrasikan, maka akan
diperoleh persamaan (4) sebagai berikut dengan
menggunakan N=No, pada t = 0:
N
ln =−kt ...........................................................................(4)
No
Persamaan (4) menunjukkan plot kurva semilogaritma dari N
terhadap t. Persamaan tersebut dapat dirubah menjadi lebih
sederhana pada persamaan (5) sebagi berikut :
N N −kt
2.303 log =−kt atau log = .......................(5)
No No 2.303
Nilai slope 2.303/k sering dinyatakan dengan nilai D, sehingga
diperoleh persamaan (6) sebagai berikut :
N −t
log = ..........................................................................(6)
No D
Nilai D menyatakan ketahanan mikroba oleh suhu
pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit
pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah

11
populasi mikroba sebesar 90% atau satu logaritmik
(sepersepuluh pangkat).

2.7 Alat Pasteurisasi


Pada penelitian ini menggunakan alat gelombang
ultrasonik yang dihasilkan dari alat dengan merk Cole Parmer
Ultrasonic Processor CPX-130. Diameter Probe nomor seri
EW-04712-18 adalah 13 mm dan amplitudo 76 μm (amplitudo
100%). Alat tersebut terdapat di Laboratorium Pengujian dan
Analisa Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Berikut
adalah spesifikasi alat Processor Ultrasonic.

Gambar 2.3 Alat Cole Parmer CPX-130


(Anonim, 2012)
Tabel 2.4 Spesifikasi Alat Ultrasonik
Deskripsi Ultrasonic Processor with
timer and pulser, 220 VAC
Frekuensi (kHz) 20

Minimal sampel (mL) 0.15


Maksimal sampel (mL) 150
Daya (watt) 130
Dimensi ( cm ) 12,5 x 9,75 x 3,5
Power (VAC) 220
Power (Hz) 50/60

12
Layar LCD
Tipe produk Ultrasonic Processor
Merk Cole Parmer
Diameter probe 13 mm

Amplitudo 76 μm

13

Anda mungkin juga menyukai