Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Semua bahan pangan dalam keadaan alamiah akan mengalami kerusakan atau
pembusukan. Makanan berbeda dalam hal kualitasnya ada yang tahan lama, ada yang
hanya terbatas pada waktu tertentu saja. Berdasarkan mudahnya terjadi kerusakan,
makanan dapat di klasifikasikan ke dalam 3 golongan yaitu:
1. Makanan tidak mudah rusak (non perishable foods), yaitu makanan yang dapat
disimpan dalam waktu relatif lama pada suhu kamar seperti beras dan
kacangkacangan yang telah kering.
2. Makanan yang agak mudah rusak (semi perishable foods), yaitu yang dapat
disimpan pada jangka waktu terbatas seperti bawang Bombay dan umbi-umbian.
3. Makanan yang mudah rusak (perishable foods), yaitu makanan yang cepat rusak bila
disimpan tanpa perlakuan penanganan (pengawetan) seperti daging, ikan, susu,
buah yang matang, dan sayur-sayuran. Masa simpan berbagai makanan tergantung
pada kandungan/kadar airnya. Semakin tinggi jumlah kandungan air dalam
makanan, maka semakin cepat makanan tersebut rusak. Sebaliknya, makanan
rendah kandungan airnya makin lama masa simpannya pada kondisi normal, akan
tetapi jika disimpan dalam keadaan basah atau lembab maka bahan pangan akan
segera berubah dan menjadi rusak.
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable foods), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena
melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya,
makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan
makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit
yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan.
Pengolahan pangan dengan tujuan pengawetan dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami
kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung
pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan
mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka
pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang. Pengawetan
jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis,
penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas
‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi
rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya. Penanganan aseptis merupakan proses
penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan
mikroorganisme ke dalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada
tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk
yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan
masuknya mikroorganisme.
Tujuan pengawetan pangan adalah mencegah terjadinya kerusakan bahan
makanan, mempertahankan mutu, memperpanjang umur simpan, menghindari
terjadinya keracunan, mempermudah penanganan, penyimpanan dan pengangkutan.
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara
diberi asam. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam
secara langsung misalnya asam sitrat, asam asetat, asam laktat dll atau penambahan
makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang Pengasaman
dihasilkan melalui pengasaman: saus pepaya, acar, kimchi. Tujuan dari pengasaman
untuk pengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Manfaat sayuran bagi kesehatan sudah tidak diragukan lagi. Selain karena
kandungan serat pangannya, sayuran juga memiliki kandungan protein, karbohidrat,
lemak dan minyak, serta vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Antioksidan
juga menjadi salah satu zat penting yang terkandung pada sayuran, misalnya
antioksidan jenis beta-karoten pada wortel yang apabila dikonsumsi dalam jumlah dan
kurun waktu tertentu dapat melindungi tubuh dari pertumbuhan sel kanker dan penyakit
kardiovaskular (Basu dkk., 2001). Akan tetapi, kandungan gizi yang lengkap dan
tingginya kadar air pada sayuran menyebabkan mikrobia pembusuk mudah tumbuh dan
berkembang biak sehingga sayuran memiliki umur simpan yang pendek.
Fermentasi merupakan salah satu teknik pengawetan makanan yang dapat
memperpanjang umur simpan sayuran. Sayuran yang difermentasi dengan
menggunakan larutan garam atau cuka atau minyak kemudian disimpan dalam wadah
tertutup selama kurang lebih 5 minggu sehingga dapat awet hingga 2 tahun biasa
disebut acar. Proses fermentasi yang terjadi secara alami ini dipengaruhi oleh bahan
utama yang digunakan pada pembuatan acar, tipe mikroorganisme yang tumbuh, dan
kondisi penyimpanan selama proses fermentasi. Fermentasi diawali dengan tumbuhnya
Leuconostoc mesenteroides yang akan mengondisikan lingkungan agar bakteri asam
laktat lain seperti Lactobacilli dan Pediococci dapat tumbuh. Bakteri asam laktat yang
sangat penting pada pembuatan acar secara tradisional adalah Lactobacillus
plantarum. Selama fermentasi, bakteri asam laktat yang tumbuh dapat mengubah gula
pada bahan menjadi asam. Selain menghasilkan flavor khas acar, fermentasi pada
pembuatan acar juga dapat meningkatkan gizi serta mempermudah kecernaannya di
dalam tubuh
PERCOBAAN
3.1 Hasil
Kriteria Cuka 6 sdt/100 gram acar
Warna Putih kehijauan
Aroma Lebih asam
Tekstur Lunak
Rasa Asam
3.2 Pembahasan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan
memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan
yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk
pengawetan makanan.
Dalam mengawetkan makanan jenis bahan makanan yang digunakan adalah
timun dan wortel yang diawetkan dengan cara mencampurkan cuka sebanyak 6 sdt/100
gram acar dan garam secukupnya. Pengawetan dengan menggunakan cuka inilah yang
menyebabkan aroma acar menjadi lebih asam dan rasa menjadi asam.
Cuka
Untuk bahan alami yang bisa menjadi pengawet alami adalah cuka. Karena cuka
mengandung sekitar 5 % asam asetat, cuka dipercaya mampu membunuh bakteri dan
segala mikroba yang membuat makanan cepat busuk. Biasanya, makanan yang akan
diawetkan dengan cuka akan dicuci dengan cuka dan disimpan di tempat yang bersuhu
rendah. Dengan cuka, makanan yang diawetkan akan bertahan lama hingga beberapa
bulan ke depan.
Garam
Garam mempunyai dua fungsi yang berguna untuk mengawetkan makanan. Fungsi
tersebut yaitu :
Acar dapat dibuat dengan menggunakan satu atau lebih jenis sayuran sebagai
bahan utamanya. Penelitian oleh Sultana dkk., (2014) telah meneliti pembuatan acar
menggunakan gabungan bahan utama wortel, cabai hijau, dan terong. Selama proses
fermentasi terjadi perubahan warna wortel dari oranye gelap menjadi oranye terang,
perubahan warna cabai hijau dari hijau terang menjadi hijau lembut, dan perubahan
warna terong dari ungu tua menjadi ungu muda. Terkadang terdapat warna hitam pada
acar yang disebabkan oleh Bacillus nigrificans yang dapat memproduksi pigmen hitam
larut air. Selama fermentasi, sayuran juga menyerap garam dengan cepat hingga
mencapai kesetimbangan tertentu dengan larutan garam di sekitarnya. Peran garam
selama fermentasi adalah dapat mencegah tumbuhnya mikrobia pembusuk yang tidak
diinginkan serta berkontribusi memberikan tekstur acar yang tidak terlalu keras namun
tidak terlalu lunak karena garam dapat mencegah terjadinya pelemahan jaringan pada
sayuran (Caplice dan Fitgerald, 1999; Fernandes, 2000).
Tekstur sayuran menjadi lebih lunak dibandingkan saat masih mentah karena
adanya mikrobia seperti Bacillus, Fusarium, Penicillium, Phoma, Cladosporium,
Alternaria, Mucor, Aspergillus, dan lain-lain yang dapat menghasilkan enzim pektinase
dan mengurai pektin (seperti dinding kokoh yang memberikan tekstur keras pada
permukaan sayuran mentah). Selain itu, tekstur lunak juga dapat disebabkan karena
adanya pertumbuhan Bacillus vulgates. Terkadang ketika kita mengonsumsi acar, perut
akan terasa kembung. Rasa kembung ini disebabkan oleh Enterobacter, Lactobacilli,
dan Piococci yang dapat menghasilkan gas pada proses pembuatan acar (Amoa-Awua
dkk., 1997; Jay dkk., 2005).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dalam pembuatan acar untuk menjaga pengawetan pada pangan tersebut harus
memperhatikan struktur pembuatannya dengan baik agar mendapatkan hasil acar yang
berkualitas dan tahan lama
DAFTAR PUSTAKA
Basu, H.N., Del Vecchio, A.J., Flider, F., dan Orthoefer, FT. 2001. Nutritional and
potential disease prevention properties of carotenoids. Journal of the American Oil
Chemists’ Society 78: 665–675.
Fernandes, M. 2000. Role of salt, oil and acidity in the preservation of mango pickles
against microbial spoilage. Journal of Food Science and Technology 26(1)13: 532-536.
Jay, J.M., Loessner, M.J. and Golden, D.A. 2005. Modern Food Microbiology. 7th
Edition.
Sultana, S., Iqbal, A., dan Islam, MN. 2014. Preservation of carrot, green chilli, and
brinjal by fermentation and pickling. International Food Research Journal 21(6): 2405-
2412.
LAMPIRAN
KETERANGAN
NO GAMBAR
1.
2.
Sesudah masak
4.
Tahap fermentasi
pengasaman acar di suhu
ruang
5.
Tahap fermentasi
pengasaman acar di
refrigerator