5. Pengkalengan.
Cara ini ditemukan oleh Nicolas Appert. Makanan yang telah dimasak di masukkan
kedalam kaleng kemudian dilakukan lagi pemanasan agar mikroba di dalam kaleng
mati. Bahan makanan dipanaskan, kemudian dikemas rapat di dalam kaleng dalam
kondisi steril (bebas mikroorganisme). Contohnya pada buah kalengan dan produk
susu.
6. Iradiasi,
Teknik ini merupakan teknik yang banyak ditakuti oleh orang awam. Karena
berhubungan dengan radiasi gelombang radioaktif. Namun sebenarnya teknik ini jika
digunakan secara tepat sangatlah aman. Sinar radiasi dapat membunuh bakteri.
Sinar ultraviolet atau sinar gamma dapat mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan tanpa merusak kualitasnya
7. Pengawetan dengan bahan kimia sintetik.
Banyak bahan kimia yang dapat mencegah tumbuhnya berbagai mikro organisme
seperti jamur dan bakteri, contohnya adalah pengawetan pada mayat.
8. Penggaraman
Garam telah digunakan sebagai pengawet makanan alami, untuk meningkatkan
umur simpan ikan serta berbagai jenis produk daging. Proses pengasinan
melibatkan penambahan garam dalam bahan makanan, untuk mengeringkan
mikroba
melalui
osmosis,garam,
sehingga
menambahkan,
Menghambat
10.Gula
Gula terutama digunakan untuk mengawetkan buah-buahan, seperti apel, pir. Untuk
tujuan tersebut, pengawet makanan alami yang digunakan baik dalam bentuk kristal
atau sebagai sirup. Makanan juga dapat dimasak dalam gula, sampai gula mencapai
titik kristalisasi, dan kemudian disimpan kering. Gula mempertahankan makanan
baik dengan membunuh mikro organisme, terutama bakteri, atau mereka
menghambat pertumbuhan. Itu makanan manis dan menarik air keluar dari
organisme mikro, melalui proses osmosis.
11.Cuka
Meskipun asam di alam, cuka dianggap sebagai salah satu bahan pengawet alami
yang paling efektif untuk makanan. Hal ini dilakukan oleh fermentasi larutan gula
dan air. Asam asetat (juga disebut asam etanoat) dalam cuka membunuh bakteri
dan dengan demikian, menjaga makanan untuk waktu yang lama, mencegah
pembusukan-nya. Tergantung pada dasar gula dari mana mereka berasal, cuka
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Namun, hampir semua dari mereka
yang secara luas digunakan untuk tujuan pengawetan makanan.
12.Rosemary Extract
Sebuah pabrik rumah tangga biasa yang telah tumbuh di Pegunungan Alpen sejak
Abad Pertengahan, rosemary sekarang banyak dibudidayakan di bagian lain dunia
juga.. Ekstrak tanaman yang digunakan, di antara tujuan lain, sebagai bahan
pengawet makanan alami. Rosemary ekstrak disusun oleh penyulingan daun
tanaman. Selain sebagai antioksidan kuat, ekstrak juga mencegah oksidasi
makanan, sehingga meningkatkan kehidupan rak-nya.. Makanan item, jika
diawetkan dengan ekstrak rosemary, tidak hanya berlangsung lama, tetapi juga
mempertahankan warna dan rasa untuk waktu yang lama.
13. Karagenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk
mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti
borax. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan
di berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso
membutuhkan 0,5 1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5
1,5 gram karagenan dijual dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam
industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue,
roti dan berbagai produk makanan
14. Buah Picung
Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di seluruh nusantara. Selain
sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan sebagai
pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2% garam dari total
berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa
merubah
mutu.
Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan
picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk
dan rusak. Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program
Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan
dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping
menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Seorang
nelayan
untuk
mempertahankan
mutu
ikan
hasil
tangkapannya
membutuhkan es batu minimal 1 :1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg,
maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan
memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg
cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar
15. Biji Kepayang
Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m.Jika
melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas
hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada
umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya .
Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat
memanfaatkannya sebagai pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3
hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut
yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas
sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh,
tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian
biji Kepayang.
16. Kitosan
Kitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin,
terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan
antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil
(-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina
(-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan
cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang
relatif lama dan suhu tinggi.
Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam,
kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan
alkali, kitosan akan mengendap.
Indikator parameter daya awet chitosan
1. Keefektifan dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap. Pada konsentrasi
chitosan 1,5 % dapat mengurangi jumlah lalat secara significant.
2. Pada uji mutu hedonik penampakan dan rasa ditunjukkan bahwa penampakan
ikan asin dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin
kontrol (tanpa formalin dan chitosan) dan ikan asin dengan formalin. Coating
chitosan pada ikan cucut asin memberikan rasa yang lebih baik dibanding dengan
kontrol (tanpa formalin dan chitosan) dan perlakuan formalin.
3. Keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dimana pada pengujian
diperlihatkan hasil bahwa nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu kedelapan
pelapisan chitosan, masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ikan
asin yakni dibawah 1 x !0