Anda di halaman 1dari 14

Laporan Responsi Hari/Tanggal:Kamis,1Mei 2020

Teknologi Fermentasi Dosen : Neny Maryani S.T.P, M.Si.

PEMBUATAN PIKEL DARI CABE RAWIT

Disusun oleh :

Kelompok 5

Muhammad Ikbal J3E118051

Miftah Husni Mubaroq J3E118053

Chelsea Giovani P.P J3E218194

Alifa Hana Zanadita J3E218204

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

SEKOLAH VOKASI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara
komersial di negara-negara tropis termasuk Indonesia. Ada banyak jenis cabai
yang dibudidayakan di Indonesia salah satunya adalah Capsicum anum birds eye
atau yang sering disebut dengan cabai rawit. Cabai ini merupakan tanaman yang
mudah ditanam di daratan rendah dan ataupun didaratn tinggi. Cabai rawit yang
dijual segar cepat mengalami kerusakan dalam waktu 3 hari sehingga dapat
menurunkan harga jual. Oleh karena itu cabai ini sebaiknya diolah untuk
meningkatkan umur simpan dan salah satu pengolahan cabai pimiento adalah
dengan menjadikannya pikel. Komsumsi pikel di masyarakat juga cukup tinggi
karena pikel biasa menjadi toping pada makanan cepat saji.
Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam
dan asam, dengan atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai
bumbu (Vaughn, 1982). Terdapat 2 jenis pikel, yaitu pikel jadi, dan pikel
setengah jadi (Koswara, 2009). Pikel jadi adalah buah-buahan atau sayuran yang
diawetkan dalam vinegar (larutan cuka), baik dengan maupun tanpa penambahan
rempah-rempah. Pikel jadi terbagi menjadi dua yaitu pikel yang dibuat tanpa
fermentasi dan dengan fermentasi. Pikel jadi tanpa fermentasi banyak diterapkan
dalam pembuatan pikel skala industri. Menurut Andress et al., (2015), pikel tanpa
terfermentasi akan memiliki rasa lebih baik jika didiamkan selama beberapa
minggu setelah ditutup. Keuntungan dari pikel jadi tanpa fermentasi adalah proses
pembuatannya yang cepat (hanya dalam beberapa jam), rasa asam lebih tajam,
tidak perlu pengawasan lebih dalam pembuatannya, dan peluang kegagalan dalam
proses produksi dapat diminimalisir (Andress et al., 2015).
Pada pembuatan uji analisis pembuatan pikel ini cabe rawit akan diberi dua
perlakuan yang ditambahkan dengan air garan dan yang ditambahkan dengan air
tajin + garam. Dan dilihat perubahan yang terjadi pada cabe rawit tersebut.

1.2 Tujuan
Dilakukannya proses pembuatan pikel cabe rawit ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaaan antara dua perlakuan pada pembuatan pikel dan
memperpanjang umur simpan dari cabe rawit
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kompor, wadah/toples,
plastik bening, sendok, saringan, dan timbangan. Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini antara lain 20 buah cabai rawit, garam, beras, dan air tajin.
2.2 Diagram Alir
2.2.1 Larutan Garam

Bersihkan 20cabairawit, cuci dan tiriskan

Buatlarutan garam konsentrasi 5% (40


gram garam ; 800 ml air)

Siapkanwadah/toples dan plastic untuk di


sterilisasi

Masukkan
cabaidalamwadah/toplesberisilarutan
garam 5%, tutup

Tambahkanpemberatberupaplastikberisilar
utan garam

Lakukan proses fermentasi pada


suhukamarselama4hari

2.2.2 Air Tajin Lakukan uji organoleptic setiaphari

Bersihkan 20cabairawit, cuci dan tiriskan


Buat air tajin denganmenyiapkan 2-3%
beras (20 gram beras ; 1000 ml air)

Panaskanselama ± 5 menit

Saring air tajin, ukur volume yang didapat

Siapkanwadah/toples dan plastic untuk di


sterilisasi

Tambahkan garam kedalam air tajin yang


telahdidapatdengankonsentrasi 5% (26,3
gram garam ; 500 ml air tajin

Masukkan
cabaikedalamwadah/toplesberisi air tajin +

Tambahkan plastic berisi air tajin + garam


sebagaipemberat

Lakukanfermentasiselama 4 hari

Lakukan uji organoleptic setiapharinya

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.2 Pembahasan
3.2.1. Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai bakteri yang mampu menghasilkan
asam laktat dari sumber karbohidrat yang dapat difermentasi (Salminen dan Wright,
1993). Dalam industri pangan bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai
kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi daging, susu, sayuran dan rerotian atau
bakeri. Semula peranannya terutama adalah untuk memperbaiki citarasa produk
fermentasi. Tetapi ternyata bakteri asam laktat juga mempunyai efek pengawetan
pada produk yang dihasilkan, sehingga sekarang berkembang penerapan bakteri asam
laktat atau senyawa yang dihasilkan dengan tujuan utama untuk pengawetan pangan
baik terhadap produk fermentasi maupun nonfermentasi.
Bakteri Asam Laktat yang menghasilkan dua molekul asam laktat dari
fermentasi glukosa termasuk didalam kelompok bakteri asam laktat bersifat
homofermentatif, sedangkan Bakteri Asam Laktat yang menghasilkan satu molekul
asam laktat dan satu molekul etanol serta satu molekul karbon dioksida dikenal dalam
kelompok bakteri asam laktat bersifat heterofermentative (Reddy et al., 2008).
Bakteri Asam Laktat menghasilkan antibakteri berupa asam organik, bakteriosin,
metabolit primer, hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, asetaldehid dan
menurunkan pH lingkungannya dengan mengeksresikan senyawa yang mampu
menghambat bakteri patogen (Usmiati, 2012).
Beberapa genera yang memproduksi bakteriosin danmempunyai aktivitas
hambat besar terhadap pertumbuhan beberapa bakteri patogenadalah Lactobacillus,
Lactococcus, Streptococcus,Leuconostoc, Pediococcus,Bifidobacterium dan
Propionibacteriumterdapat di dalam saluran pencernaan (Usmiati, 2012).
Bakteri asam laktat mempunyai efek pengawetan karena menghasilkan
senyawa-senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan berbagai mikroba.
Sebagian besar efek antimikroba ini disebabkan oleh pembentukan asam laktat dan
asam asetat serta penumnan pH yang dihasilkan. Selain itu bakteri asam laktat juga
menghasilkan senyawa-senyawa penghambat lain seperti hidrogen peroksida, diasetil,
karbondioksida, reuterin dan bakteriosin (De Vuyst dan Vandamme, 1994).

3.2.2 Fermentasi Cabai Rawit dengan Air Tajin + Garam


Fermentasi merupakan metode pengolahan pangan dengan mempergunakan
metode tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat
menghambat mikrobia perusak (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi
akibat adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai yang menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut
(Marliyati, 1992) sehingga makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih
aman, dan memiliki citarasa lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003).
Cabai adalah tanaman yang termasuk dalam keluarga tanaman Solanaceae.
Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capscaicin. Capcaisin adalah
senyawa yang menyebabkan cabai terasa pedas. Zat ini tidak larut dalam air tetapi
larut dalam lemak dan mudah rusak oleh proses oksidasi (Grozomora, 2009).
Menurut Rukmana, (2002), secara umum buah cabai rawit mengandung zat gizi
antara lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C
dan senyawa alkoloid seperti capcaisin, oleoresin, flavonoid dan minyak essensial.
Kandungan tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak dan ramuan
obat tradisional.
Air tajin adalah air yang bersal dari rebusan beras. Kandungan kalsium pada
beras yaitu 6g (Direktorat Gizi, 1996). Beras dalam proses pemasakannya menjadi
nasi disebut dengan air tajin. Air tajin banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan
dianggap lebih efektif dalam menyembuhkan diare dibandingkan dengan oralit karena
air tajin mengandung glukosa, protein, dan mineral-mineral lain yang mudah diserap.
Kandungan proteinnya yaitu sebesar 7-10%.
Pikel adalah sebuah produk makanan yang telah dibumbui dan diawetkan
dalam air asin, tergolong dalam makanan yang berasa asam, serta merupakan
makanan tambahan yang berfungsi sebagai pembangkit selera dan nafsu makan
(Zubaidah, 1998).Pikel lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama acar, dibuat
melalui proses fermentasi. Selama fermentasi mikroba tahan asam tumbuh
mengasilkan asam, rasa dan aroma yang khas pikel. Jenis mikroorganisme yang
terdapat pada pikel yaitu Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantinum,
Lactobacillus bravis, dan Pediococcus pentosactus. Ada tiga klasifikasi pikel yaitu
pikel asam antara lain pikel mentimun, cabai, bawang, terong dan wortel. Pikel asin
yaitu pikel sawi dan pikel manis antara lain pikel bengkoang, jambu biji dan salak.

Dilakukan praktikum fermentasi pikel cabe rawit dengan perlakuan


meggunakan air tajin dan penambahan garam. Mula-mula, disiapkan cabai rawit
sebanyak 20 buah, cuci bersih dan tiriskan. Setelah itu dilakukan pembuatan air tajin
dengan beras 2-3%, praktikan membuat air tajin sebanyak 1000 ml dengan berat
beras 20 gram. Kemudian, dilakukan pemanasan beras selama 5 menit. Setelah
dipanaskan, air tajin yang telah didapatkan diukur volumenya untuk mengetahui
berapa gram garam yang dibutuhkan. Praktikan menggunakan air tajin sebanyak 500
ml, jadi penambahan garam sebanyak 26,3 gram garam ke dalam air tajin.
Wadah/toples dan plastic bening sebagai pemberat dilakukan sterilisasi. Terakhir,
masukkan cabai ke dalam wadah/toples berisi air tajin yang telah ditambahkan garam,
berikan pemberat berupa plastic yang berisi air tajin supaya cabai tenggelam
sempurna di dalam air dan tidak terjadi kontaminasi. Fermentasi dilakukan selama 4
hari dan dilakukan uji organoleptiknya setiap hari berupa pengamatan rasa, warna,
penampakan, dan kontaminan.
Pembuatan pikel cabai rawit dilakukan dengan perendaman cabai di dalam air
tajin dengan penambahan garam tanpa penambahan kultur starter. Fermentasi yang
terjadi merupakan fermentasi asam laktat karena memanfaatkan bakteri asam laktat
yang secara alami ada pada tumbuhan, misalnya Leuconostoc mesenteroides,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan Pediococcus cerevisiae. Bakteri
asam laktat tersebut diseleksi melalui garam yang digunakan. Karena tidak ada
penambahan kultur starter pada fermentasi ini, maka disebut fermentasi spontan
(Sadek dkk., 2009).
Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam
pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi
tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak
secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya
(Rahayu dkk., 2005). Metode fermentasi dapat dikelompokkan menjadi solid state
(substrat padat) dan submerged (substrat terendam). Submerged Fermentation adalah
fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinyu dari sistem pertumbuhan sel
bersangkutan atau substrat, baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau
tersuspensi sebagai partikel-partikel dalam fase cair.
Mutu hasil fermentasi sayuran tergantung pada jenis sayuran, mikroba yang
berperan, konsentrasi garam, suhu dan lama fermentasi, komposisi substrat, pH dan
jumlah oksigen (Pederson, 1982). Pada tahap awal fermentasi, bakteri yang tumbuh
adalah Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri lain
dan meningkatkan produksi asam dan CO2, sehingga menurunkan pH (Vaughn,
1985). Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah,
yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, dan Lactobacillus plantarum.
Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Vaughn, 1985).

3.2.2.1 Uji Organoleptik Fermentasi Cabai dengan Air Tajin +


Garam
Berdasarkan pengamatan dan pengujian organoleptic pada cabai rawit merah
dengan parameter penampakan, rasa, aroma, dan kontaminan didapatkan hasil seperti
yang tertera pada label. Secara umum fermentasi yang terjadi adalah fermentasi asam
laktat, pada hal ini air yang digunakan adalah air tajin dengan penambahan
garam.Dapat dilihat bahwa hasil organoleptic yang menggunakan air tajin lebih baik
mutu organoleptiknya dibandingkan dengan pikel cabai yang menggunakan air biasa.
Hal ini dikarenakan pada air tajin mengandung berbagai nutrisi seperti protein,
kalsium, dan mineral-mineral lain yang akan mendukung pertumbuhan bakteri asam
laktat untuk fermentasi. Menurut Wulan (2004) lama fermentasi sangat berpengaruh
terhadap total asam dan pH pada pembuatan pikel. Semakin lama waktu fermentasi,
maka konsentrasi asam meningkat. Hal ini mengakibatkan pH menjadi turun.
1. Penampakan
Pada penampakan cabai rawit semakin hari penampakan semakin
menurun akibat adanya aktivitas bakteri asam laktat yang menyebabkan
kekeruhan air tajin meningkat, selain itu karena air tajin memiliki lebih
banyak kandungan nutrisi, maka pertumbuhan bakteri asam laktat pada proses
fermentasi menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam memfermentasi cabai.

2. Rasa
Pada parameter rasa, didapatkan hasil bahwa rasa asin pada cabai rawit
semakin harinya semakin kuat karena semakin lama fermentasi terjadi maka
rasa akan timbul lebih kuat. Kandungan nutrisi yang cukup dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan bakteri asam laktat
menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, manitol, dekstran, ester dan
CO2. Kombinasi dari asam, alkohol dan ester yang proporsional akan
menghasilkan rasa yang spesifik dan disukai (Pederson, 1971).
3. Aroma
Pada parameter aroma, aroma masam pada cabai juga semakin kuat
pada setiap harinya. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8 – 1,5%
dinyatakan sebagai asam laktat. Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu
larutan garam berkonsentrasi 5 – 15%. Larutan bakteri tersebut menyebabkan
hanya bakteri asam laktat yang tumbuh (Pato, 2003). Pada produk sayur dan
pikel kadar asam tinggi dihasilkan oleh inokulum yang menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk, sedangkan kadar garam yang diberikan
menumbuhkan inoculum tetapi menghambat mikroorganisme pembusuk
(Tjahjadi, 2008). Lama fermentasi dapat mempengaruhi TAT (Total Asam
Tertitrasi), semakin lama waktu fermentasi masa TAT akan semakin
meningkat (Oktaviani P, 2016).
4. Kontaminan
Pada parameter kontaminan, sejak hari ke-0 sampai hari ke-4 tidak
ditemukan adanya kontaminan pada pikel cabai. Hal ini dikarenakan terdapat
garam pada medium yang berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan
kapang. Senyawa bakteriostatik pada garam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Garam juga dapat mengikat air dan menurunkan Aw yang
menjadi factor pendukung pertumbuhan mikroba (Buckle et al, 2009).

3.2.3 Fermentasi Cabai Rawit dengan Air Garam

3.2.3.1 Uji Organoleptik Fermentasi Cabai dengan Air Garam

Berdasarkan pengamatan pengujian organolpetik pada cabai rawit merah


dengan parameter penampakan, rasa, aroma dan kontaminan. Secara umum hasil
fermentasi cabai rawit dengan air garam kurang bagus disbanding dengan fermentasi
cabai rawit dengan air tajin ditamb dengan air garam sebab dalam air tajin
mengandung berbagai nutrisi seperti protein, kalsium dan mineral yang mendukung
pertumbuhan bakteri asam laktat untuk fermentasi. Lamanya fermentasipun sangat
berpengaruh terhadap total asam dan pH pada pembuatan pikel. Semakin lama waktu
yang dibutuhkan maka konsentrasi asam meningkat dan konsentrasi pH mengalami
penurunan.
1. Penampakan
Pada parameter penampakan, cabai rawit dari hari kehari mengalami
penurunan berupa keriput pada cabai akibat adanya aktivitas bakteri asam
laktat sehingga aair garam yang digunakan untuk fermentasipun mengalami
kekeruhan menjadi agak sedikit mencoklat tetapi tidak sekeruh percobaan
fermentasi cabai dengan air tajin dn larutan garam karena pada air tajin
mengandung nutrisi yang tidak dimiliki oleh larutan garam biasa sehinga
meningkatkan proses fermentasi cabai.

2. Rasa
Pada parameter rasa, semakin lama proses fermentasi maka rasa asin
pada cabai rawit semakin tinggi. Kandungan nutrisi yang cukup yang
dioptimalakn dengan penuh untuk pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga
menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, mannitol, dekstran, ester dan
CO2. Kombinasi dari asam, alcohol dan ester yang proporsional akan
menghasilkan rasa yang spesifik dan disukai (Pederson, 1971).
Tetapi pada percobaan fermentasi cabai rawit dengan larutan garam
konsentrasi 5% saja masih terdapat rasa pedas yang dihasilkan dari biji cabai
rawit sehingga diambil kesimpulan juga bahwa waktu fermentasi yang
dibutuhkan masih kurang sehingga dapat menciptakan pikel cabai rawit yang
asim tidak timbul rasa pedas.Rasa asam yang dihasilkan pada hari ke-4 yang
didapatkan tidak se-asam percobaan fermentasi dengan menggunakan air
tajin karena dalam air tajin mengandung berbagai nutrisi seperti protein,
kalsium dan mineral yang mendukung mempercepat pertumbuhan bakteri
asam laktat untuk fermentasi.

3. Aroma
Pada parameter aroma, lamanya waktu fermentasi mengakibatkan aroma
asam yang dihasilkan semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh fermentasi
menggunakan air garam dengan konsentrasi garam 5% sehingga
menyebabkan hanya bakteri asam laktat saja yang tumbuh. Pada produk
sayur dan pikel (termasuk cabai rawit) kadar asam yang tinggi dihasilkan dari
inoculum yang menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sedangkan air
garam yang diberikan untuk menghambat mikroorganisme pembusuk. Lama
proses fermentasi dapat mempengaruhi TAT (Total Asam Tertitrasi)
sehingga semakin lama waktu fermentasi maka kadar TAT semakin tinggi.

4. Kontaminan
Pada parameter kontaminan, Mulai dari hari ke-0 hingga ahari ke-4 tidak
ditemukan adanya kontaminasi pada pikel cabai berupa kapang, hal ini
disebabkan karena konsentrasi garam pada medium fermentasi sanat
berpengaruh untuk menghambat pertumbuhan kapang. Senyawa pada garam
berupa bakteriostatik dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
selain itu garam dapat mengikat air dan menurunkan Aw sehingga menjadi
faktor pendukung pertumbuhan mikroba (Buckle et al, 2009).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dalam pembuatan pikel cabai rawit dilakukan proses fermentasi dibantu oleh
bakteri asam laktat (BAL). Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai bakteri yang
mampu menghasilkan asam laktat dari sumber karbohidrat yang dapat difermentasi.
Dalam percobaanya fermentasi cabai rawit dengan air tajin dan garam lebih unggul
disbanding percobaan fermentasi cabai rawit dengan air garam saja karena pada air
tajin didapatkan berbagai nutrisi seperti protein, kalsium dan mineral yang
mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat untuk fermentasi. Sehingga terdapat
perbedaan pada hasil organoleptik dari segi penampakan, rasa dan aroma. Sehingga
disimpulkan bahwa perlakuan tebaik didapat pada fermentasi cabai rawit dengan air
tajin dan garam.

4.2 Saran
Dalam percobaan pembuatan pikel diharpak dilakukan sanitasi dan higine
sehingga keberhasilan percobaan pembuatan pikelpun tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Silvia. 2009. Penetapaan kadar kalsium pada susu sapi, susu sapi kemasan, dan air
tajin secara spektrofotometri serapan atom. Medan (ID) : Universitas Sumatra Utara.
[skripsi]. [diakses pada 2020 Mei 7]. Tersedia pada http://repository.usu.ac.id.
Buckle, K. A., et al. 1987.Ilmu Pangan. Penerjemah : Purnama, H dan Adiono. UI-
Press, Jakarta.
Patiya LG. 2019. Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap mutu
kimchi rebung (Dendrocalamus asper). Bandung (ID) : Universitas Pasundan.
[skripsi]. [diakses pada 2020 Mei 7]. Tersedia pada http://repository.unpas.ac.id.
Widowati, S. dan Misgiyarta. 2003.Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam
Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein/Susu Nabati. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 360-373.
Wulan, IC. 2004. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat
Kimia dan Organoleptik Pikel Wortel (Daucus carota L). [skripsi] Bandar Lampung
(ID) : UNILA
Sadek, N. F., M. Wibowo dan E. Kusumaningtyas. 2009. Pengaruh konsentrasi garam
dan penambahan sumber karbohidrat terhadap mutu organoleptik produk sawi asin.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Fermentasi Cabai rawit dengan air tajin + garam

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

Fermentasi Cabai rawit dengan air tajin + garam

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3


Hari ke-4

Hari ke-4
LAMPIRAN

Fermentasi cabai rawit dengan air garam

Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4

Anda mungkin juga menyukai