Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Teknologi Fermentasi

PIKEL

Oleh :

Nama : Sri Muliani


NIM : 1705105010041
Kelas : Rabu, 10.00 WIB
Kelompok : I (Satu)
Tanggal Praktikum : 4 Maret 2020

Mengetahui Darussalam, 11 Maret 2020


Asisten, Praktikan,

( ) Sri Muliani
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri pengolahan pikel pada umumnya melakukan fermentasi dalam
jumlah yang besar (bulk fermentation). Oleh karena itu setelah proses fermentasi
selesai, pikel perlu dikemas ulang (repacking) baik untuk kemudahan sistem
pemasaran maupun kenyamanan konsumen. Sebagaimana pikel buah dan sayuran
lainnya, pasca fermentasi yang akan dikemas ulang (repacking), berpeluang
mengalami kontaminasi oleh mikroba. Kerusakan pikel dapat disebabkan oleh
kapang, khamir atau bakteri sehingga pikel tidak dapat disimpan dalam jangka
waktu tertentu.
Proses fermentasi pada sayuran dipengaruhi oleh kadar larutan garam yang
digunakan. Kadar larutan garam yang terlalu rendah (kurang dari 2,5%)
mengakibatkan tumbuhnya bakteri pembusuk dan bakteri proteolitik (bakteri yang
menguraikan protein), sedangkan konsentrasi garam yang tinggi melebihi 10%
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri halofilik atau
bahkan menghambat berlangsungnya proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat
memperpanjang daya awet karena kemampuannya menghasilkan produk
metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen.
Pengolahan rebung menjadi pikel juga dapat menurunkan senyawa asam sianida
menghasilkan citarasa yang lebih disukai dan memperbaiki mutu.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
fermentasi pada pembuatan pikel.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pikel adalah hasil pengolahan buah dan sayur dengan menggunakan garam
dan diawetkan secara asam, dengan atau tanpa penambahan gula dan rempah-
rempah sebagai bumbu. Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan
pangan yang pertama dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan
berbagai macam makanan. Sifat antimikroorganisme garam akan menghambat
secara selektif. Air ditarik dari dalam sel menjadi kering, yang disebut proses
osmosis (Saputri dkk., 2017).
Ubi jalar ungu merupakan salah satu komoditi yang berpotensi dijadikan
pikel, karena merupakan sumber kalori yang efisien dan mempunyai banyak
manfaat. Proses pembuatan pikel dilakukan dengan mengawetkan bahan pangan
(sayuran atau buah) ke dalam larutan dari campuran garam, gula, asam atau
berbagai jenis rempah-rempah. Proses pembuatan pikel meliputi pencucian,
pembersihan dan pengecilan ukuran bahan segar, kemudian direndam pada larutan
garam dan difermentasi selama 4 hari pada suhu ruang. Pembuatan pikel juga
dapat dilakukan dengan penambahan asam cuka pada larutan perendaman buah
atau sayuran (Setiawan dkk., 2016).
Terdapat dua jenis pikel, yaitu pikel jadi dan pikel setengah jadi. Pikel jadi
adalah buah-buahan dan sayur-sayuran yang diawetkan dalam cuka. Pikel jadi
terbagi dua, yaitu pikel jadi tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Pikel jadi
tanpa fermentasi banyak diterapkan dalam pembuatan skala industri, pikel tanpa
fermentasi akan memiliki rasa lebih baik jika didiamkan beberapa minggu setelah
ditutup. Keuntungan dari pikel jadi tanpa fermentasi adalah proses pembuatannya
yang cepat, rasa asam lebih tajam, tidak perlu pengawasan lebih dalam
pembuatannya dan peluang kegagalan dalam proses produksi dapat diminimalisir
(Novitasari, 2018).
Proses fermentasi asam sunti dapat dicirikan sebagai fermentasi
tradisional. Hal ini disebabkan karena alat yang digunakan masih sangat
sederhana, mengawetkan bahan yang mudah rusak, biaya produksi keseluruhan
yang cukup murah serta cara pengolahannya relatif mudah yang diperoleh secara
turun temurun dari masyarakat zaman dulu. Berdasarkan pengelompokan bahan
pangan hasil fermentasi, asam sunti dapat dikategorikan sebagai pikel atau produk
fermentasi buah dan sayuran yang hanya digunakan sebagai bumbu. Penggunaan
garam (dengan metode penggaraman kering) untuk membuat asam sunti
merupakan salah satu metode yang diterapkan dalam pembuatan pikel (Muzaifa,
2013).
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pisau, telenan,
baskom, dan botol/jar. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini
adalah ketimun 250 g (ukuran kecil), garam yodium 1 bungkus, , plastik 5 lembar.

3.2 Prosedur Percobaan


Ketimun dicuci bersih dan diiris-iris membujur dengan ketebalan 0,03
mm. Kemudian ketimun dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi larutan
garam 8-13%, sehingga seluruh ketimun terendam dan ditutup rapat. Perlakuan
pertama, garam terlebih dahulu dilarutkan dalam air hangat, sedangkan pada
perlakuan kedua, garam dilarutkan dalam air biasa. Simpan dalam ruangan dan
dilakukan pengamatan selang 2 hari sekali selama 1 minggu serta catat segala
perubahan yang terjadi. Meliputi :rasa, aroma, penampakan, ada tidaknya
kontaminan pada produk, tekstur, dan warna.
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Tabel 1. Parameter Pengamatan Pembuatan Pikel.
4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum perlakuan terbaik pada proses pembuatan pikel salak
yaitu garam yang dilarutkan dalam air biasa. Semakin lama proses fermentasi
pada pikel salak mengubah rasa salak dari kelat menjadi asin karena garam di
larutan akan berdifusi ke dalam jaringan bahan sehingga jaringan menjadi asin
dan penampakannya menjadi berbuih dan bergas tetapi aroma yang dihasilkan
bukan aroma basi. Pada pikel ketimun tidak didapatkan perlakuan terbaik karena
pikel timun pada hari ke 3 fermentasi sudah menunjukkan penampakan yang
berlendir, berbuih dan berkapang dan tekstur yang lunak. Perubahan tekstur yang
dialami pada Pikel ketimun yang menjadi lebih lunak dipengaruhi oleh kurangnya
pemberian garam karena apabila kekurangan garam menyebabkan pelunakan
jaringan, dan pH yang dihasilkan tidak terlalu asam sehingga masih
memungkinkan untuk tumbuhnya jamur. Pada pikel mangga perlakuan terbaik
yaitu dengan garam yang dilarutkan dalam air hangat. Tidak didapatkan
kontaminan pada pikel mangga karena pH pikel amngga yang cukup asam
dibandingkan mentimun. Pada pikel bengkoang pengamatan tidak diketahui
perlakuan terbaik karena pada hari ke 7 pengamatan karena terjadi penyimpangan
perubahan sehingga untuk menghindari hal yang tidak diinginkan maka tidak di
cicip.
Sayuran yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam
sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah. Pertama kali ditemukan oleh Gaius
Plinius Secundus pada abad pertama Masehi. Cara pembuatan sayuran yang
difermentasi sama seperti sekarang diperkirakan berkembang sekitar
tahun 1550 hingga 1750. Pada tahun 1776, Kapten  James Cook diberi
penghargaan Medali Copley setelah membuktikan Sauerkraut berkhasiat sebagai
makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran
jauh.
Jenis-jenis pikel dari beberapa negara yaitu, Kimchi merupakan makanan
tradisional khas Korea yang mengalami fermentasi asam laktat. Biasanya
makanan ini dibuat dari sawi putih, lobak dan mentimun yang diberi bumbu
seperti cabai merah bubuk, daun bawang, jahe dan bawang putih. Sauerkraut,
salah satu makanan favorit di Jerman. Makanan ini terbuat dari potongan kubis
yang diawetkan dengan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus. Acar mesir
biasanya berbahan baku ketimun yang direndam di dalam larutan garam. Acar
Malaysia, Sayuran yang paling umum digunakan dalam makanan ini adalah
ketimun kerdil, jahe, bawang, rebung bakung, cabe, rebung bambu, atau buah-
buahan seperti pepaya muda, kedondong muda, belimbing muda, nanas muda,
cermai, pala muda, dan jeruk limau yang direndam dalam larutan garam.
Pada pembuatan pikel penggunaan garam berfungsi untuk mengeluarkan
cairan dalam bahan karena beda tekanan osmosis sehingga bahan menjadi lebih
awet, tekstur bahan menjadi elsatis, kukuh dan renyah. Selain itu Penambahan
garam dalam proses fermentasi dapat membantu mengurangi kelarutan oksigen
dalam air dan dapat menghambat aktivitas bakteri proteolitik. (Saputri dkk.,
2017). Sedangkan Saskia dkk (2017), dalam jurnalnya menggunakan garam untuk
menurunkan kadar HCN pada pembuatan pikel rebung. Hal ini disebabkan karena
kadar garam yang tinggi dapat menarik zat gizi bahan melalui proses osmosis,
yang mengakibatkan keluarnya komponen-komponen yang terkandung dalam
rebung dari jaringan dan larut dalam larutan garam, salah satunya zat anti gizi
yaitu HCN.
Perlakuan terbaik dalam pembuatan pikel timun krai menurut Saputri dkk
(2017), adalah 100 g timun krai dan 150 mL, larutan garam 7,5% (11,25 g) garam.
Menghasilkan pikel timun krai dengan karakteristik : mutu aroma dengan skor 4,7
(Asam-kurang asam), serta uji mutu hedonik kekenyalan dengan skor 4,5
(Kenyal-cukup kenyal). Menurut Sovianti (2017), pembuatan pikel mentimun
yang terbaik adalah perlakuan dengan larutan garam 25% dengan waktu
fermentasi 7 hari, karena dilihat dari uji organoleptik merupakan sampel yang
paling disukai panelis dengan nilai total asam laktat 0,71%, dan pH3,35.
Pikel manga lebih tahan dari pada pikel mentimun dikarenakan buah
mangga memiliki rasa asam sehingga selama fermentasi akan membuat pH pikel
mangga semakin asam dari pada mentimun. Menurut Dewi dkk (2018), pH
pertumbuhan optimum jamur yaitu 4-5, sehingga pada pH dibawah 4 jamur yang
tumbuh hanya sedikit atau bahkan tidak tumbuh. Perubahan tekstur yang dialami
pada pikel yang menjadi lebih lunak dipengaruhi oleh kurangnya pemberian
garam karena apabila kekurangan garam menyebabkan pelunakan jaringan serta
menurunkan flavor.

BAB V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :


1. Pikel salak semakin lama difermentasi penampakan yang dihasilkan berbuih
dan bergas, dan rasa yang dihasilkan menjadi asin.
2. Pikel mentimun menghasilkan penampakan yang berlendir dan adanya
kontaminasi jamur.
3. Pikel mangga menghasilkan rasa yang semakin asam dan penampakan yang
berbuih dan bergas.
4. Pikel bengkoang pada hari pengamatan ke 5 menghasilkan penampakan yang
sangat berbuih.
5. Dari semua perlakuan pembuatan pikel yang berhasil pada pembuatan pikel
salak dan pikel mangga.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, D. L. Nazaruddin dan Handayani. 2018. Pengaruh Konsentrasi Cuka Apel


Terhadap Mutu Pikel Mentimun (Cucumis sativus L.). Artikel Ilmiah.
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram,
Mataram.
Muzaifa, M. 2013. Perubahan Karakteristik Fisik Belimbing Wuluh Selama
Fermentasi Asam Sunti. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian. 5(2):7-
11.
Novitasari, R. 2018. Studi Pembuatan Pikel Cabai Keriting Utuh (Capsicum
annum var. glabiusculum). Jurnal Teknologi pertanian. 7(1):33-45.
Saputri, Y. E., E. Bekti dan D. Larasati. 2017. Kadar Garam terhadap
Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Pikel Timun Krai (Curcumis
Sp). Skripsi. Teknologi Pertanian Universitas Semarang, Semarang.
Setiawan., N. Yuliana dan S. Setyani. 2016. Pengaruh Konsentrasi Garam
terhadap Warna, Total Asam dan Total Bakteri Asam Laktat Pikel Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas var. ayamurasaki) Selama Fermentasi. Jurnal
Teknologi Industri dan hasil Pertanian. 18(1):42-51.
Sovianti, I. N. 2017. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Waktu Fermentasi
terhadap Karakteristik Pikel Mentimun (Cucumis Sativus L.). Thesis.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Al-Ghifari, Bandung.
LAMPIRAN

A. Diagram Alir

Bahan

Dicuci bersih

Diiris-iris membujur dengan ketebalan 0,03 mm

Disiapkan Botol

Dimasukkan kedalam botol, Dimasukkan kedalam


garam dilarutkan terlebih betol, garam dilarutkan
dahulu dalam air hangat dalam air biasa

Disimpan dalam
runagan

Dilihat Perubahan

Hasil
B. Olahan Data
Berat awal = 140 gr
140
Garam (gr) = = 70 gr
2
= 70 gr x 8%
= 5,6 gr
C. Dokumentasi

Gambar 2. Pengamatan Hari ke-5. Gambar 3. Pengamatan Hari Ke-7.

Anda mungkin juga menyukai