Anda di halaman 1dari 8

Nama : Habibah Wasdah Sujati

NIM : 1504830

3.2 Pembahasan

Sayur dan buah merupakan dua komoditas yang termasuk ke dalam


golongan perishable food atau dapat dikatakan sebagai bahan pangan yang mudah
rusak, baik secara fisik, biologis maupun kimiawi. selain dapat meningkatkan
kualitas, kandungan nutrisi, dan nilai jual suatu komoditi, fermentasi juga
merupakan salah satu upaya memperpanjang umur simpan suatu komoditi bahan
pangan. Fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan pangan yang
melibatkan aktivitas mikroba.

Tidak semua jenis sayur dan buah dapat difermentasi, dan setiap jenis
sayur dan buah memiliki cara, proses, media, starter, suhu optimal, serta pH
optimal fermentasi. Berangkat dari hal tersebut, praktikum kali ini akan
melakukan berbagai macam pembuatan fermentasi sayur dan buah. Adapun
produk fermentasi sayur dan buah yang dibuat adalah sayur asin (sawi hijau asin),
sauerkraut (kubis asin), pikel cabe, pikel mentimun, asinan salak dan tape pisang.

A. Sayur Asin (Sawi Hijau Asin)


Sayur asin adalah suatu produk yang mempunyai citarasa khas, yang
dihasilkan dari proses fermentasi bakteri asam laktat. Dalam proses ini, jenis
bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroida,
Lactobacillus cucumeris, L. Plantarum dan L. Pentoaceticus. Pada awal
fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform
seperti Acetobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang
mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium
rheanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk citarasa yaitu
kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan IPB, 1981).
Fermentasi pada pembuatan sawi hijau asin merupakan fermentasi
spontan, karena tidak dilakukan penambahan mikroorganisme tertentu secara
sengaja. Mikroorganisme yang muncul saat proses fermentasi dapat berasal
dari sawi hijau, udara, media, peralatan, manusia, atau bahan-bahan lain yang
digunakan dalam proses pengolahan.
Pada mulanya sawi hijau yang telah mengalami pelayuan ditaburi
garam, kemudian digilas hingga cairan dalam jaringan keluar. Penambahan
garam berfungsi untuk menarik air dan nutrisi dari sawi hijau yang kemudian
akan digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk, membentuk cita rasa dan flavor yang khas
pada sayur asin (Rahman, 1992).
Media yang digunakan pada proses fermentasi sawi hijau ini adalah
bubur beras putih atau biasa dikenal dengan bubur tajin dengan fungsi sebagai
media pertumbuhan bakteri asam laktat yang menyediakan kebutuhan nutrisi
terutama sebagai sumber karbon untuk aktivitasnya.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, warna dari sawi hijau asin
baik pada kelompok 1 maupun 2 adalah hijau pucat, sedangkan menurut Jay
(2000), sayur asin yang bermutu baik mempunyai warna hijau kekuningan,
tekstur lunak, rasa dan aroma yang khas, pH akhir fermentasi antara 3,1 - 3,7
dengan kandungan asam laktat 1,1- 1,3%. Adapun pH akhir fermentasi sawi
hijau asin kelompok 1 adalah 4 dan kelompok 2 adalah 5. Warna yang
terbentuk dan pH akhir fermentasi sawi hijau asin yang mengindikasikan
bahwa sawi hijau tersebut tidak bermutu baik. Selain itu, telah terlihat
pertumbuhan kapang dan khamir pada produk sawi hijau asin yang dibuat.
Sawi hijau asin yang tidak bermutu baik dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti penambahan garam yang tidak pas, atau terdapat
udara pada saat fermentasi yang mengakibatkan sayuran menjadi busuk.
Penambahan garam yang terlalu banyak akan menyebabkan sayur asin
berwarna hijau kecoklatan. Penambahan garam yang terlalu sedikit tidak
dapat menarik keluar nutrisi dari sawi hijau sehingga menyebabkan
tumbuhnya bakteri yang tidak diinginkan, seperti bakteri pembusuk dan
tetjadi pelunakan jaringan karena ketja enzim pektinolitik (Buckle dkk, 1987).
Rata-rata rendemen sawi hijau asin adalah 126.675%, hal ini berarti
apabila diinginkan hasil produksi 100 kg sawi hijau, maka diperlukan bahan
baku sebanyak 78.94 kg.
B. Sauerkraut (Kubis Asin)
Sama halnya dengan fermentasi sawi hijau asin, fermentasi kubis asin
ini merupakan fermentasi spontan tanpa penambahan bakteri secara sengaja.
Pada proses pengolahannya kubis diiris dan diberi garam 2.25% kemudian
diaduk serata mungkin dalam suatu wadah. Sama halnya pada fermentasi
sawi hijau asin, garam akan menarik air dan zat-zat gizi dari sayuran. Zat-zat
gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang
telah terdapat di permukaan daun kubis. Garam bersama asam yang
dihasilkan selama fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroba yang
tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan
oleh enzim. Leuconostoc mesenteroides memulai fermentasi yang kemudian
dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam yaitu Lactobacillus brevis,
Lactobacillus plantarum dan Peiococcus sereviseae. Suhu di antara 25-30oC
merupakan suhu optimal untuk mutu produk dan fermentasi yang sempurna
dapat terjadi dalam waktu 2-3 minggu (Purnomo, H., 1985).
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, dilihat dari sisi warna,
aroma dan tekstur kubis asin sama dengan khas kubis asin, namun terlihat
pertuumbuhan mikroba pada kubis asin tersebut, sehingga rasa tidak diujikan.
Pertumbuhan mikroba ini mungkin disebabkan oleh penambahan garam yang
terlalu sedikit, atau penutupan yang tidak rapat sehingga terdapat udara yang
masuk ke dalam jar. Adapun rata-rata rendemen kubis asin adalah 83.06%,
hal ini berarti apabila diinginkan hasil produksi 100 kg sawi hijau, maka
diperlukan bahan baku sebanyak 120.39 kg.
C. Pikel Cabai
Menurut Bender (2002), pikel adalah produk makanan hasil
perendaman dalam larutan garam 6-10 % sehingga mengalami fermentasi
asam laktat. Gula dalam bahan yang difermentasi akan diubah menjadi asam
laktat dalam waktu tertentu sampai kadar asam mencapai 1 %. Media yang
digunakan pada fermentasi pikel cabe adalah larutan garam dan cuka.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, pH akhir fermentasi pikel
cabai ini adalah 4, pH tersebut telah mencapai pH pikel pada umumnya.
Adapun pikel cabai ini memiliki warna, aroma dan rasa khas pikel cabai, hal
tersebut mengindikasikan bahwa pikel cabai yang dibuat masih layak untuk
dikonsumsi. Rata-rata rendemen pikel cabai adalah 93.535%, hal ini berarti
apabila diinginkan hasil produksi 100 kg sawi hijau, maka diperlukan bahan
baku sebanyak 106.91 kg.
D. Pikel Mentimun
Prinsip fermentasi dari pikel mentimun ini sama dengan pikel cabai
sebelumnya, media yang digunakan pun sama. Perbedaan hanya terdapat pada
bahan baku yang digunakan, mentimun. Fermentasi yang terjadi pada pikel
mentimun ini adalah fermentasi spontan tanpa adanya penambahan
mikroorganisme secara sengaja saat pengolaan.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, pikel mentimun yang
dibuat masih layak untuk dikonsumsi dengan warna hijau pucat untuk pikel
mentimun kelompok 3 dan hijau kekuningan untuk pikel mentimun kelompok
4. Perbedaan warna ini dapat dipengaruhi oleh penambahan garam atau warna
awal mentimun itu sendiri. Aroma dan rasa pikel mentimun ini persis
layaknya pikel mentimun lainnya dengan tekstur menjadi lunak akibat
penyerapan air media ke dalam jaringan mentimun. Rata-rata rendemen pikel
mentimun adalah 87.66%, hal ini berarti apabila diinginkan hasil produksi
100 kg sawi hijau, maka diperlukan bahan baku sebanyak 114.08 kg.
E. Asinan Salak
Media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba pada fermentasi
asinan salak adalah larutan garam, gula, cuka, dan cabai merah. Penambahan
gula dan garam ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi sebagian air
menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air
(aw) akan berkurang (Buckle, dkk., 1987). Selain menurunkan aw,mekanisme
pengawetan dengan NaCl dapat memecahkan membran sel mikroba karena
NaCl memiliki tekanan osmotik yang tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, warna dari asinan salak
adalah putih tulang, salak yang dijadikan asinan ini tidak mengalami
pencoklatan yang signifikan akibat adanya perendaman dalam larutan media.
Asinan salak memiliki tekstur yang keras dan rasa sepat menjadi hilang akibat
adanya fermentasi. Adapun rasa dari asinan salak ini adalah manis pedas yang
diakibatkan dari perendaman media larutan garam, gula, cuka dan cabai
merah.
F. Tape Pisang
Winarno (1984) mengungkapkan bahwa suatu bahan disebut tape
apabila bahan yang telah diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis
keasamasaman dan berbau alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan
mikroba-mikroba tertentu yang dapat menghasilkan enzim yang mampu
merombak subtrat menjadi gula dan alkohol.
Berbeda dengan fermentasi produk lainnya, fermentasi tape pisang ini
merupakan fermentasi tidak spontan karena terdapat penambahan mikroba
atau ragi (starter) pada proses pengolahannya. Fermentasi gula oleh ragi
dapat menghasilkan etil alkohol dan karbon dioksida menjadi dasar dari
pembuatan tape.

Gambar 1. Reaksi fermentasi gula oleh Saccharomyces cereviseae


Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, tape pisang memiliki warna
putih kekuningan dengan tekstur yang lunak dan aroma khas tape pada
umumnya. Perubahan tekstur daging buah dapat terjadi karena perubahan
fisiologis selama penyimpanan, adanya oksigen mengoksidasi komponen
yang
terlarut dalam buah sehingga tekstur daging buah berubah menjadi lebih
lunak.
Menurut Eskin (1971), perubahan komposisi penyusun buah mempengaruhi
perubahan tekstur buah selama penyimpanan. Salah satu senyawa yang
berubah adalah pektin. Pektin merupakan senyawa yang memberi sumbangan
terbesar dalam menentukan perubahan tekstur atau pelunakan jaringan. Pektin
yang tidak larut disebut juga protopektin. Protopektin berfungsi sebagai
perekat antar sel dan terdapat pada buah yang belum masak. Protopektin akan
diubah secara enzimatis menjadi pektin yang larut selama pemasakan,
akibatnya daya rekat sel menjadi berkurang sehingga buah menjadi lunak.
Adapun rasa tape pisang ini sedikit pahit dan sepat karena penggunaan bahan
baku pisang yang masih sangat mentah.
Rata-rata rendemen sawi hijau asin adalah 89.425%, hal ini berarti
apabila diinginkan hasil produksi 100 kg sawi hijau, maka diperlukan bahan
baku sebanyak 111.83 kg.
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum dan pembahasan di atas


dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Pada dasarnya sayur dan buah memiliki mikroba tersendiri di


permukaannya, sehingga apabila dilakukan fermentasi spontan dengan
penambahan media dan bahan-bahan lainnya akan menghasilkan produk
fermentasi.
2. Sayur dan buah berkadar gula tinggi dapat difermentasi menggunakan
prinsip fermentasi tidak spontan, dengan gula sebagai nutrisi untuk
pertumbuhan mikroba. Sedangkan sayur dan buah berkadar gula rendah
dapat difermentasi secara spontan dengan penambahan media seperti
bubur tajian, larutan gula, garam, atau asam.
3. Karakteristik sensori produk fermentasi adalah berasa asam, mengandung
alkohol walaupun dalam kadar rendah (fermentasi gula), tekstur lebih
lunak dibandingkan dengan bahan baku segar, dan aroma yang khas.

4.2 Saran

Secara keseluruhan praktikum ini berjalan dengan baik, saran yang


dapat disampaikan mungkin ketika pengamatan praktikum harus tetap
diawasi atau diingatkan sebelumnya apa saja yang harus diamati, terkadang
praktikan lupa seperti penimbangan berat untuk menghitung rendemen.
Praktikan terlalu fokus terhadap pengolahan dan terkadang tidak
memperhatikan data hasil pengamatan. Pengamatn perbedaan dua ulangan
pun sebaiknya lebih jelas, karena untuk apa membuat dua produk sebagai
ulangan jika pada pengamatan tidak dibandingkan hanya sekedar mengamati
milik kelompok masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Bender, D. (2002). Introduction To Nutrition and Metabolism Third Edition.


London: Taylor & Francis e-Library.

Buckle, K.A., dkk. (1987). Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.


Eskin, H.A.M., Henderson, H.M., & Towsend, R.J. (1971). Biochemistry of
Food. Florida: Academic Press, Inc.
Jay M.J. (2000). Modern Food Microbiology. 5th ed. New York: Chapman and
Hall.
Purnomo, H. (1985). Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. (1981). Sayur Asin (Paket
Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan). Institut Pertanian Bogor.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah- Buahan. Bogor:
PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor .
Winarno, F.G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai