Anda di halaman 1dari 12

BAB III

Pembahasan

Nadya Bella Sondari


1501286
Pembuatan sayur asin, pikel cabe, pikel mentimun, asinan salak, dan tape
pisang.

Praktikum yang kita lakukan adalah pembuatan sawi asin dengan


kelompok 1 dan 2, kubis asin yang dibuat oleh kelompok 1 dan 2, pikel cabe oleh
3 dan 4, pikel mentimun oleh 3 dan 4, asinan salak oleh kelompok 5 dan 6, dan
tape pisang oleh kelompok 5 dan 6 di laboratorium TPHP Agroindustri.

Sawi Asin

Seperti yang kita ketahui, sayur-sayuran termasuk kedalam makanan yang


mudah rusak karena mempunyai kadar air yang banyak sehingga mikroorganisme
bisa hidup didalan sayur tersebut. Maka dari itu, pembuatan sayur asin ini
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan
rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti:
genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai
cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat.
(Winarno, 1981).

Sayur asin merupakan suatu produk yang rnempunyai citarasa khas, yang
dihasilkan dari proses fermentasi bakteri asam laktat. Dalam proses ferrnentasi
tersebut, jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconodoc
mesenteroide, Lactebacillus cucu. meris, L, plantarum dan L. pentoaceticus. Pada
awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jurnlah besar adalah bakteri coliform
seperti Aerobacter cloacer, yang rnenghasilkan gas dan asam-asam yang mudah
menguap dan pada kondisi tersebut aktif juga bakteri Flavo-bacterium rhenanus,
yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk citarasa yaitu kornbinasi dari
asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob,
namun bila dalam jar fermentasi terdapat udara, akan rnengakibatkan terjadinya
proses pembusukan pada sayur asin. Manfaat sayur asin antara lain untuk
mencegah gangguan pencernaan, memperpanjang masa simpan sayuran.

Biasanya waktu yang diperlukan untuk fermentasi sayur asin adalah 2-3
minggu, hal ini disebabkan kondisi lingkungan fermentasi. Untuk memperpanjang
masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan misal acar, sayuran
asin Sayur asin yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa
enak, tekstur lunak dan bau yang sedap, yaitu antara asam dan alkohol (Winarno,
1981).

Bahan yang digunakan pada pembuatan sayur asin adalah sawi dan kubis.
Hal pertama untuk membuat sawi asin adalah memilih sawi yang segar, kemudian
dilakukan penjemuran atau pengeringan di oven agar kadar air didalam bahan
tersebut mudah dikeluarkan. Setelah itu penaburan garam, Penambahan garam
tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri
yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi
tertarik keluar melalui proses osmosis. Penggaraman dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk tetapi dengan kadar garam yang tinggi.
Pada kadar garam yang rendah penggaraman justru membantu pertumbuhan
mikroorganisme pengganggu dan tidak membunuhnya. Dalam konsentrasi yang
rendah (1-3%) garam akan membantu pertumbuhan bakteri. Garam mempunyai
tekanan osmotik yang dapat digunakan untuk memproses sayuran sehingga
rasanya menjadi enak. Selanjutnya, garam dapat mematikan bakteri pembusuk.
Setelah garam masuk kedalam sayuran, sayuran menjadi dehidrasi dan garam
yang berada pada luar sayuran dapat meningkatkan tekanan osmotik dan
meningkatkan kelembaban. Tekanan osmosis dari garam ini menghambat aktivitas
bakteri pembusuk yang ditandai dengan penurunan enzim (Margono, dkk, 1993).
Setelah dilakukan penambahan garam, sawi lalu disimpan diatas tampah bambu.
Dan dilakukan pengggilasan agar cairan jaringan keluar setelah itu dilipat dan
diikat dengan tali.

Setelah itu pembuatan bubur yang terbuat dari beras yang biasa disebut air
tajin. Jumlah beras yang banyak pada pembuatan air tajin dapat membuat warna
sayur asin menjadi gelap yaitu hijau kecoklatan. Semakin tinggi konsentrasi air
tajin yang digunakan maka pertumbuhan bakteri asam laktat dalam menghasilkan
asam laktat akan semakin optimal. Dalam suasana asam, klorofil yang berwarna
hijau berubah menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan (Rukmana, 1994).

Tahap selanjutnya adalah penyusunan sawi dan penuangan bubur tajin


dalam jar, tutup jar harus rapat agar tidak terdapat udara yang masuk dan
menyebabkan kontaminasi. Selanjutnya fermentasi dengan penyimpanan 2-3
minggu pada tempat gelap.

Fermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur


asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut
didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa
dipecah oleh menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang masih terdapat
dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983). Setelah dilakukan
proses fermentasi terjadi penurunan pH, pH yang dihasilkan menjadi 4-5. Nilai
pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi sayur
asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan bakteri
asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras yang
digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin menurun.
Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat dimanfaatkan
oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam, yaitu asam
laktat dan asam asetat (Pederson, 1971).

Kubis Asin

Selanjutnya adalah pembuatan kubis asin atau Saurkraut. Sawi yang


digunakan pada pembuatan sauerkraut ini menjadi medium pertumbuhan bagi
bakteri asam laktat. Sawi melakukan fermentasi bersama dengan garam yang akan
menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran sebagai pelengkap untuk
petumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat pada permukaan daun-daun sawi.
Bakteri asam laktat pada sawi ini akan memfermentasi gula-gula menjadi asam
laktat melalui jalur glikolisis secara anaerob. Hal ini sesuai pernyataan (Tjahjadi,
2011), bahwa sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang
digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-
zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara
alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau
ragi.

Proses pembuatan sauerkraut dimulai dengan penyimpanan sawi di suhu


ruang selama 1-2 hari agar mengalami pelayuan, hal ini sesuai dengan pernyataan
Anonim (2009), bahwa tahapan pembuatan sauerkraut adalah penyiapan bahan
baku, pelayuan agar air dari jaringan keluar, pemisahan bagian yang tidak terpakai
seperti bagian luar. Setelah itu menimbang kubis yang dipakai dan menyimpan di
baskom dengan garam sambil dilakukan pengadukan, setelah itu dimasukan
kedalam jar yang diatasnya terdapat larutan garam dengan plastik. Setelah itu
fermentasi 2-3 minggu dalam ruangan yang gelap.

Faktor yang menyebabkan gagalnya sauerkraut yakni konsentrasi garam


yang ditambahkan terlalu tinggi mengakibatkan penundaan fermentasi secara
alamiah serta menyebabkan warna menjadi tinggi dan memungkinkan
pertumbuhan khamir. Selain itu, suhu juga dapat menentukan keberhasilan pada
pembuatan sauerkraut tersebut, suhu yang lebih rendah mengakibatkan
pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi lambat sehingga tumbuh mikroba yang
lain yang menyebabkan produk menjadi busuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tjahjadi (2011), bahwa pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar
fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 30 C. Bila
suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat,
sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk.

Warna yang dihasilkan pada pembuatan sauerkraut diperoleh warna


kuning pucat. Warna kuning pucat pada sauerkraut ini diakibatkan karena
penambahan garam yang terlalu banyak pada proses pengadukan dan
tercampurnya larutan garam pada saat menyimpan diatas kubis asin sehingga
proses fermentasi tidak berlagsung baik dan menunda pertumbuhan bakteri asam
laktat secara alami yang diperlukan dalam pembuatan sauerkraut. Aroma
sauerkraut yang dihasilkan yakni berbau asam. Hal ini disebabkan karena bakteri
asam laktat yang tumbuh. Menurut Tjahjadi (2011), bahwa bila suhunya rendah
maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup
banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Pengaturan suhu yang
sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang
harus berkisar 30 C. Tekstur yang dihasilkan yakni lembek. Hal ini disebabkan
oleh tumbuhnya mikroorganisme selain bakteri asam laktat yaitu tumbuhnya
kapang dan khamir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff
(1988), bahwa pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena
penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian
sauerkraut sehingga menjadi lunak.

Pikel Cabe

Pembuatan selanjutnya adalah pembuatan pikel cabe. Pikel adalah hasil


pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam dan asam, dengan
atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai bumbu (Vaughn, 1982).
Selama fermentasi mikroba tahan asam tumbuh menghasilkan asam, rasa dan
aroma yang khas pikel. Pikel asam yang sudah ada di pasaran antara lain pikel
mentimun, cabai, bawang, terung, dan wortel. Pikel asin adalah pikel sawi.

Proses pembuatan pikel cabe yang pertama adalah sortasi cabe yang segar
dan tidak busuk, setelah itu pencucian untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada cabe, panaskan air untuk dilakukan blansing cabe selama 3 menit,
setelah itu meniriskan cabe, masukkan cabe kedalam jar dan rendam dengan air
matang, garam, dan cuka, setelah itu penyimpanan ditempat gelap selama 1
minggu.

Selama fermentasi pikel cabe, mikroba tahan asam tumbuh menghasilkan


asam, rasa dan aroma yang khas pikel. Garam di larutan akan berdifusi ke dalam
jaringan bahan sehingga jaringan menjadi asin, dan cairan di dalam jaringan akan
mengalir ke dalam larutan garam membawa berbagai nutrisi sehingga larutan
garam menjadi media tumbuh bagi mikroba tahan garam.

Penambahan cuka agar pikel memiliki pH yang rendah. Menurut Anonim,


(2015), pikel harus memiliki pH akhir 4,6 atau lebih rendah. Jumlah asam asetat
yang digunakan untuk mencapai pH 4,6 yaitu lebih dari 5%. Hal ini
mengakibatkan aroma pikel kurang sedap atau off-flavor namun apabila pH tidak
mencapai 4,6 maka akan mengurangi citarasa dan keawetan pikel. Pada hasil pH
yang didapatkan pada pikel cabe adalah 4.

Pikel Mentimun

Pickle adalah suatu cairan yang terdiri dari campuran antara asam dengan
garam dapur yang berfungsi untuk mengawetkan dan juga meningkatkan
kecepatan meresapnya zat penyamak sehingga dapat menghindari kerusakan
rajah, dan merupakan proses awal yang sangat penting pada tahapan
pengolahan. Cairan asam pada pickle bersifat bakteriostatik, sedangkan garam
berfungsi untuk mencegah pembengkakan yang disebabkan oleh asam. Pada
prinsipnya proses pickle membuat kondisi menjadi asam yaitu dengan
menurunkan menjadi pH 4, dengan pH yang rendah bakteri pembusuk tidak
dapat tumbuh (Anggara dkk, 2013).
Fermentasi pikel disebut juga acar tempayan yang biasa dibuat dari
mentimun atau sayuran lainnya dalam air garam selama beberapa minggu.
Selama pembuatan, bakteri yang toleran terhadapp air garam mengubah
karbohidrat (gula) dalam sayuran menjadi asam laktat oleh proses yang
dikena; fermentasi. Asam laktat mempertahankan acar dan memberikan rasa
tajam asam pada pikel yang merupakan karakterisstik dari pikel. Konsentrasi
garam sangat penting dalam proses ini dan diperlukan untuk mendorong
pertumbuhan jenis bakteri (Ingham, 2008).
Proses pembuatan pikel mentimun pada dasarnya sama dengan
pembuatan pikel cabai, perbedaannya pikel mentimun tidak direndam dengan
cuka. larutan garam membantu untuk melunakkan buah,
mencegah pertumbuhan bakteri patogen, dan menumbuhkan
bakteri asam laktat dalam homofermentatif. Contoh yeast
yang tumbuh seperti Hansenula, Torulopsis, Saccharomyces,
Candida, Debaromyces dan Rodhotula yang dapat bertahan
dalam larutan garam dan mempengaruhi kualitas dari pikel
timun. Konsentrasi garam dapat menaikkan pertumbuhan
bakteri asam laktat dan jika pada proses ada pertumbuhan
yeast, jamur dan bakteri lain dengan enzim mereka, maka
dapat mempengaruhi perubahan warna, flavor dan tekstur
dari pikel dimana pertumbuhan yeast dalam fermentasi dapat
mengurangi asam laktat, meningkatkan pH garam dan
meningkatkan produksi karbondioksida yang dapat
menggembungkan bentuk pikel (Doan et al, 2011).
Ciri-ciri kualitas pikel yang baik yaitu produk akhirnya memiliki
rasa masam yang merupakan ciri khas dari acar/pikel. Aroma
pikel mengindikasikan proses fermentasi yang terjadi, jika proses fermentasi
berjalan baik, maka aroma yang muncul adalah aroma wangi yang merupakan
aroma ester yang dihasilkan. Tekstur yang dihasilkan tidak keras dan tidak
lembek. Pikel tidak mengalami pelunakan, pembengkakan, pengeriputan dan
penghitaman (Nataliningsih, 2010). Sementara pada hasil praktikum pikel
mentimun memiliki aroma yang asam, dan bertekstur lembek/lunak .

Asinan Salak

Asinan merupakan salah satu alternatif proses pengolahan buah salak


segar dengan proses fermentasi menggunakan garam ataupun asam sebagai
pengawetnya. Bahan yang dapat diolah menjadi asinan antara lain berbagai
sayur dan buah yang dapat menghasilkan rasa asam karena penambahan cuka
dari luar maupun karena proses fermentasi itu sendiri.
Proses pembuatan asinan salak yang pertama adalah pembuatan bumbu
dengan mengunakan cabai keriting, gula dan garam. Penambahan pada
campuran larutan gula dan cuka ditujukan untuk memberikan cita rasa yang
baik pada produk akhir serta mencegah pertumbuhan dan perkembangan
mikroba perusak yang dapat menurunkan mutu produk. Buckle et al. (1987)
menyatakan bila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi
tinggi sebagian air menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air (aw) akan berkurang. Namun bahan
berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh kapang dan khamir
Pada hasil, asinan salak mempunyai warna putih, bertekstur keras karena
tidak adanya perubahan pada pektin dalam buah salak tersebut. Kekerasan
merupakan parameter yang diperhatikan dalam proses pengolahan asinan
salak. Perubahan tekstur daging buah dapat terjadi karena perubahan
fisiologis selama penyimpanan, adanya oksigen mengoksidasi komponen
yang terlarut dalam buah sehingga tekstur daging buah berubah menjadi lebih
lunak. Menurut Setiasih et al. (1999) pada dasarnya penurunan kekerasan
disebabkan oleh perombakan komponen penyusun bahan. Rahmawati (2012),
perubahan komposisi penyusun buah mempengaruhi perubahan tekstur buah
selama penyimpanan. Salah satu senyawa yang berubah adalah pektin. Pektin
merupakan senyawa yang memberi sumbangan terbesar dalam menentukan
perubahan tekstur atau pelunakan jaringan. Pektin yang tidak larut disebut
juga protopektin. Protopektin berfungsi sebagai perekat antar sel dan terdapat
pada buah yang belum masak. Protopektin akan diubah secara enzimatis
menjadi pektin yang larut selama pemasakan, akibatnya daya rekat sel
menjadi berkurang sehingga buah menjadi lunak. Salak juga mempunyai rasa
sedikit pedas. Pedas yang didapat berasal dari penambahan cabai keriting.

Tape Pisang

Tape merupakan produk makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi,


dimana terjadi suatu perombakan bahan-bahan yang kompleks. Zat pati yang ada
dalam bahan makanan diubah
menjadi bentuk yang sederhana yaitu gula, dengan bantuan suatu mikroorganisme
yang disebut ragi atau khamir.

Menurut Tarigan, (1988) ragi tape merupakan populasi campuran yang tediri
dari spesies-spesies genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida, Hansenulla dan
bakteri Acetobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis.

Proses pembuatan tape pisang yang pertama dilakukan adalah pengupasan


kulit pisang, setelah itu mengukus pisang selama 30 menit lalu dilanjut dengan
pendinginan dan ditambahkan ragi. Setelah itu tutup pisang dengan menggunakan
daun pisang. Setelah itu simpan selama dua hari dilakukan fermentasi.

Tape yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lunak, hal ini disebabkan oleh
kemampuan serap daun terhadap air hasil fermentasi. Rasa yang dihasilkan
terdapat rasa asam, rasa asam yang timbul berasal dari hasil fermentasi
karbohidrat yang terdapat oleh pisang.

BAB IV

Penutup

4.1 saran

Untuk praktikum selanjutnya disemester depan, semoga infomasi yang


disampaikan tentang hal apapun sudah jelas dan tidak mendadak lagi agar
mahasiswa bisa mempersiapkan lebih awal.

4.2 kesimpulan

1. pembuatan produk pangan dengan fermentasi bermacam-macam. Terdapat


sayur asin seperti sawi asin, kubis asin, lalu ada pikel cabai dan pikel mentimun,
serta terdapat asinan salak dan tape pisang.

2. karakteristik sayur dan buah tentu mudah rusak karena sayur dan buah memiliki
kadar air yang tinggi sehingga mudah ditempati oleh mikroorganisme maka dari
itu dilakukan fermentasi yang bertujuan untuk mengawetkan makanan sehingga
memperpanjang masa simpan.

3. setelah dilakukan fermentasi, karakteristik sayur dan buah memiliki pH yang


rendah serta aroma, tekstur dan rasa berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Winarno, F. G. 1981. Food Additives Amankah Bagi Kita? Kumpulan dan


Gagasan Tertulis 1978-1981. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Margono, Tri, dkk, 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan.


http://www.ristek.go.id.

Rukmana, R., 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta.

Steinkrauss, K.H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Foods. New York:


New York University Press.

Pederson, C.F . 1971 . Microbiology of Food: Prosespengolahansusu


Fermentation . The Avi Publishing Company Inc., West Part, Connecticut

Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas

Padjajaran, Bandung.

Anonim. 2009. Standar Prosedur Pengolahan Pisang. Direktorat Pengolahan Hasil


Pertanian Direktorat jenderal pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian
Departemen pertanian. Jakarta.

Frazier, W. C.dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology 4 th edition. New


York: McGrawHill Book. Publishing. Co. Ltd

Vaughn, R.H. 1982. Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and
Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth
editions. AVI Publishing Co :182-236.

Anonim.(2015). Badan Penelitin dan Pengembangan Pertanian.


http://www.pustaka-deptan.go.id.
Anggara Dwi, F H dan Prayitno N. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat. Jakarta:
Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES MH. Thamrin. Jurnal
Ilmiah Kesehatan. Vol 5/ No. 1

Ingham, B. H. 2008. Making Jams, Jellyes & Fruit Preserves. University of


Winconsin-Extension, Madison.

Doan, T.N. and Tran, D.T., 2011, Synthesis, Antioxidant and Antimicrobial
Activities of a Novel Series of Chalcones, Pyrazolic Chalcones, and
Allylic Chalcones, Pharmacol. Amp Pharm., 2:282288.

Nataliningsih. (2010).Pengaruh Konsentrasi Garam dan Gula dalam Pengolahan


Pikel Bunga Pisang Ambon. Universitas Bandung Raya. Bandung.
[Skripsi].

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

Setiasih, Purwadaria HK, Apriyanto A. 1999. Quantitative descriptive analysis


and volatile component analysis of minimally processed arumanis mango
coated with edible film. Proceeding the 19th ASEAN/1st APEC Seminar
on Postharvest Technology: Quality Assurance In Agricultural Product,
November 9-12 1999, Ho Chi Minh City, Vietnam.

Rahmawati F, 2012. Pengembangan industri kreatif melalui pemanfaatan pangan


lokal singkong.Fakultas Teknik Universitas Yogyakarta.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai