Anda di halaman 1dari 10

III.

PROSES DEGREENING (PENGUNINGAN) PADA BUAH KLIMATERIK DAN NON-KLIMATERIK

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang


Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain. Hal tersebut yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaikbaiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan terjadinya sekecil mungkin. Penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dapat mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan pada komoditi hortikultura. Namun, jika pelaksaan keduanya tidak tepat malah akan menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas produk seperti chilling injury dan degreening. Sehingga pengetahuan akan pemanfaatan teknologi tersebut menjadi penting untuk dipelajari.

2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Proses Degreening Pada Buah Klimaterik dan non-klimaterik adalah untuk mengetahui proses pemasakan pada buah

dengan menggunakan karbit. B. TINJAUAN PUSTAKA Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi juga oleh hormon yang ada di dalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani kita. Padahal dengan adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun kualitasnya (Beveridge, 2003). Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tanin aktif menurun pada buah yang masak (Paul dan Helen, 2001). Sebagian besar zat padat dalam buah adalah karbohidrat. Karbohidrat utama jaringan tanaman yang tidak ada hubungannya dengan dinding sel adalah senyawa pati. Pati terdapat dalam plastida intraseluler atau granula yang mempunyai ukuran dan bentuk khusus. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dalam penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari aktivitas enzim (Noor, 2007). Penanganan pascapanen buah jeruk yang tidak tepat dapat

mengakibatkan kehilangan hasil (penampakan, susut bobot dan penurunan nilai gizi) yang tinggi. Kehilangan hasil pasca panen buah jeruk dapat disebabkan oIeh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah cara dan waktu panen yang tidak tepat, penampakan yang kurang

menarik karena adanya bintik coklat hitam pada permukaan kulit buah atau wama kulit buah yang tidak seragarn, ukuran dan tingkat ketuaan yang tidak seragam, teknik pengemasan dan pengangkutan yang tidak tepat, kebersihan pegawai dan sanitasi peralata/ perlengkapan yang kurang (Wijadi dan Winarno, 2004). Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah: perubahan tekstur, aroma dan rasa, kadar pati dan gula (Pantastico, 1989). Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Jumlah selulosa buah pisang yang baru dipanen adalah 23% dan selama pemasakan buah jumlahnya akan berkurang (Palmer, 1981). C. METODE PRAKTIKUM 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengaruh Tingkat Kematangan Saat Panen dan Suhu Penyimpanan dilaksanakan pada hari Kamis, 5 November 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat dan Bahan a. Buah pisang mentah b. Buah jeruk c. Karbit d. Kardus besar 3. Cara Kerja a. Menyiapkan 3 sisir pisang mentah, masing-masing diberi perlakuan sebagai berikut: 1) Meletakkan pisang dalam kardus dan diberi karbit 1 gram 2) Meletakkan pisang dalam kardus dan diberi karbit 2 gram 3) Meletakkan pisang dalam kardus dan diberi karbit 3 gram

b. Mengulang perlakuan tersebut sebanyak 3 kali c. Pada buah jeruk setiap perlakuan diisi 5 buah jeruk, setiap pengamatan karbit diganti dan menghitung berapa kali penggantian karbit sampai warna kuning. d. Melakukan pengamatan setiap hari. D. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA E. PEMBAHASAN F. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Beveridge, T. H. J. 2003. Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. Marcel Dekker, Inc. New York. Noor, Z. 2007. Perilaku Selulase Buah Pisang Dalam Penyimpanan Udara Termodifikasi. Jurnal Teknologi pertanian XIX (2): 77-95. Paul, P.C. and H. P. Halen. 2001. Fruit Theory and Application. John Willey and Sons Inc. Co. New York. Palmer, J.K. (1981). The Banana. In Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press. London and New York. Pantastico, Er. B. (1989). Post harvest Physiology Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Journal College of Agriculturei II (4): 76-89. Laguna. Phillipines. Wijadi, R.D. dan A. Winamo. 2004. Pengaruh Saat Petik Terhadap Kualitas Buah Jeruk Keprok (Citrus nobilis). Jurnal Hortikultura XXX (1) : 28-3I .

IV.

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR GULA, VITAMIN C DAN KADAR ASAM BUAH

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin C (asam askorbat) penting untuk tubuh manusia. Karena sifatnya larut dalam air, vitamin C banyak terlibat membantu metabolisme energi. Vitamin C tidak disimpan di dalam tubuh, tetapi dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Oleh karena itulah, vitamin C perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal. Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, akan tetapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari. Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C. Beberapa buah dan sayur yang memiliki kandungan vitamin C diantaranya jambu, jeruk, nanas, salak, semangka, melon dan staawberry. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Pengaruh Penyimpanan Terhadap Perubahan Kadar Gula, Vitamin C dan Kadar Asam Buah adalah untuk mengetahui perubahan kandungan gula, vitamin C dan kadar asam serta perbandingan gula dan asam pada berbagai buah selama penyimpanan serta umur simpan.

B. TINJAUAN PUSTAKA Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk membawa salak dari kebun ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat pengumpulan dan pengemasan. Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu buah salak sehingga mempercepat kerusakan (Suhardjo et al., 1995). Jambu biji adalah buah yang sangat kaya vitamin C dan beberapa jenis mineral yang mampu menangkis berbagai jenis penyakit dan menjaga kebugaran tubuh. Daun dan kulit batangnya mengandung zat anti bakteri yang dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit . Selain vitamin C, jambu biji juga mengandung potasium dan besi (Fika, 2009). Sebuah buah konsumsi, jeruk mempunyai kedudukan ekonomi yang cukup tinggi. Menjadi nilai nutrisi tinggi yaitu beberapa macam vitamin, terutama vitamin C. Dalam 100 gr bagian jeruk besar yang dapat dimakan dikandung vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 mg. Karena kandungan vitamin C dan A yang cukup tinggi, maka jeruk ini mampu mencegah rabun dan sariawan (Setiawan, 1993 ). Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-192 0C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama vitamin C adalah kemapuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Patricia, 1983).

C. METODE PRAKTIKUM 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengaruh Tingkat Kematangan Saat Panen dan Suhu Penyimpanan dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Mei 2011 di Laboratorium

Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat dan Bahan a. Berbagai buah (jeruk, jambu merah, melon, semangka, strowberi, salak, nanas, pepaya) b. Larutan iodium 0,001% c. Indikator amilum 1% d. Indikator PP 1% e. Na-carbonat f. Pb asetat g. NaOH 0,1 N 3. Cara Kerja a. D. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA E. PEMBAHASAN F. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

Fika.

2009. Kandungan Vitamin C dan Manfaat www.DechaCare.com. Diakses pada 15 Mei 2011.

Jambu

Biji.

Patricia,H. 1983. Food that Fight Cancer. Mc Clelland dan stewart. Ltd. Canada. Setiawan,A.T. 1993. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. Jurnal Penelitian Agronomi Vol 4 (2), hal 50-55.

V.

PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Periode pascapanen adalah mulai dari produk tersebut dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi atau di proses lebih lanjut. Cara penanganan dan perlakuan pascapanen sangat menentukan mutu yang diterima konsumen dan juga masa simpan atau masa pasar. Namun demikian, periode pascapanen tidak bisa terlepas dari sistem produksi, bahkan sangat tergantung dari sistem produksi dari produk tersebut. Cara berproduksi yang tidak baik mengakibatkan mutu panen tidak baik pula dan sistem pasca panennya hanyalah bertujuan untuk mempertahankan mutu produk yang dipanen (kenampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanannya) dan memperpanjang masa simpan dan masa pasar atau dengan kata lain peran teknologi pascapanen adalah untuk mengurangi susut sebanyak mungkin sela ma periode antara panen dan konsumsi. Keanekaragaman sayuran cukup tersedia sepanjang tahun, namun memiliki periode pemanfaatan sayuran segar sangat terbatas, karena mudahnya komodti panenan tersebut mengalami kerusakan. Untuk tujuan pasar jarak jauh, mempertahankan kesegaran sayuran hingga sampai di tujuan merupakan hal yang cukup sulit dan mahal. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka dilakukan penanganan pasca panen yang tepat salah satunya berupa cara penyimpanan yang akan dibahas pada praktikum acara penanganan pasca panen sayuran. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Penanganan Pasca Panen syuran adalah

mengetahui cara penanganan pasca panen yang tepat untuk sayuran. B. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian sayuran utamanya ditujukan pada komoditi yang organ panenan untuk dikonsumsi berupa daun dan atau bunga, bahkan seringkali.

Produk seperti sayuran daun maupun sayuran berupa sayur seperti tomat, terong, mentimun dan sebagainya maupun berupa bunga seperti bunga turi, bunga lotus (teratai), serta batang seperti asparagus, rebung bamboo dan sebagainya, yang biasanya dikonsumsi baik mentah maupun setelah dimasak atau diolah bersama-sama dengan makanan pokok digolongkan sebagai sayuran (Santoso, 2001). Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu, dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci (Mutiarawati, 2007). Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3 8 % dari beratnya (Brown, 1989). Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran (Eckert, 1978).

C. METODE PRAKTIKUM 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengaruh Tingkat Kematangan Saat Panen dan Suhu Penyimpanan dilaksanakan pada hari Kamis, 5 November 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja D. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA E. PEMBAHASAN F. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of harvested crops. Jour. Phytopath 79 (12):1381-1384. Eckert, J.W. 1978. Pathological disease of fresh fruit and vegetables. Jour. Food and Nutrition IX (2): 161-209. Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil pertanian. Universitas Padjajaran press. ------Santoso, B. B. 2001. Penanganan Pasca Panen Sayur. Indarpress. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai