Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN DAN PENGEMASAN

PENGAWETAN SEGAR BUAH

Nama : Nadya Fitri Solichah


NIM : 2041610021
Kelompok : 5 (lima)

Jurusan Teknologi Industri Pertanian


Universitas Internasional Semen Indonesia
Gresik, 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sayuran dan buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang
mudah ditemui, baik di pasar tradisional maupun pasar modern seperti
supermarket. Sayuran dan buah-buahan umumnya diperdagangkan masih
dalam bentuk segar. Keberadaannya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia dan hampir dijumpai pada semua makanan. Laju respirasi
merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan sayuran
sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi
yang tinggibiasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga
merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan
makanan.

Mudah rusaknya buah-buahan disebabkan buah memiliki


kandungan air yang cukup tinggi yang merupakan syarat untuk berbagai
mikroorganisme untuk tumbuh. Tumbuhnya mikroorganisme ini dapat
menyebabkan kerusakan enzimatis, yaitu kerusakan yang disebabkan
mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim-enzim hasil metabolisme
yang dapat merusak buah. Ciri-ciri terjadinya kerusakan enzimatis adalah
rasa buah menjadi terlalu asam. Selain itu warna buah biasanya berubah.

Selain kadar air, suhu juga berperan dalam ketahanan umur simpan
buah- buahan. Pada suhu ruangan, biasanya mikroorganisme akan lebih
cepat berkembang sehingga buah-buahan menjadi cepat busuk. Sedangkan
pada suhu yang lebih rendah, metabolisme mikroorganisme akan melemah
sehingga buah pun menjadi lebih awet. Karena itu mutlak diperlukan suatu
metode penyimpanan dan pengemasan yang baik untuk memperpanjang
rentang waktu proses kebusukan buah tersebut agar dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara mempertahankan kesegaran buah-buahan
dengan pendinginan, penilinan, KMnO4, dan CaCl2, serta mengamati
perubahan-perubahan selama penyimpanan dan mengetahui mekanisme
penghambat kerusakannya
2. Untuk mengetahui ciri-ciri terjadinya kerusakan chilling injury pada
buah-buahan
3. Untuk mengetahui prinsip pengawetan segar dengan cara
controlled/modified athmosphere
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pematangan Buah


Proses pematangan pada buah sangat berhubungan dengan perubahan
warna, permeabilitas membrane, kandungan hormon, produksi uap,
respirasi dan pelembutan dinding sel. Etilen merupakan hormon yang
berperan sangat penting dalam pematangan buah. Auksin dapat
menginduksi produksi etilen (Peter, 2008).

Agen pematangan yang paling efektif adalah dengan penggunaan


etilen. Agen tersebut dapat mematangkan pisang
dalam waktu yang singkat. Zat etilen tersedia secara komersial dalam
bentuk gas atau cair. Alternatif lain yang digunakan untuk mempercepat
kematangan buah adalah penggunaan bioetilena atau etilena dari sumber
alami. Penggunaan daun segar kakaate, daun saman, daun buah belimbing
dapat digunakan sebagai agen untuk pematangan buah. Bioetilen juga bisa
didapatkan dari buah-buahan dan sayuran yang sulit mengeluarkan jumlah
yang relatif tinggi etilena (Absulio, 2012).

2.1.1 Buah Klimaterik


Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang
dan mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat
pemberian etilen (Febrianto, 2009). Buah klimaterik ditandai dengan
peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan.
Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan
tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan
biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut
ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Contoh buahnya meliputi
pisang, mangga, pepaya, alpukat, tomat, sawo, apel (Zulkarnaen, 2009).

Terdapat dua teori yang menerangkan terjadi fase klimakterik yaitu


dengan teori perubahan fisik, klimakterik disebabkan adanya perubahan
permeabilitas dari jaringan, kemudian dengan teori perubahan kimia yaitu
setelah ditambahkan senyawa asam malat, kenaikan produksi C terjadi pada buah
yang mengalami fase klimakterik, kejadian ini disebut mallate effect.

2.1.2 Buah Non Klimaterik


Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak
memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam
hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nenas. Buah
klimkterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan
mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat
pemberian etilen (Febrianto, 2009). Buah non-klimaterik ditandai dengan
tingkat produksi CO2 yang rendah dan relatif semakin menurun serta tidak
berkaitan dengan perubahan komposisi buah selama pematangannya. Buah
yang termasuk kelompok buah nonklimaterik antara lain anggur, jeruk,
nanas, rambutan, strowberry dan leci (Zulkarnaen, 2009).

Pada buah non-klimaterik produksi etilennya tetap dan tidak


memperlihatkan perubahan yang nyata. Laju respirasi dan produksi etilen
berhubungan erat dengan daya simpan produk, maka untuk memaksimalkan
umur simpan kedua faktor ini harus diketahui sebelum produk tersebut disimpan.

2.2 Kerusakan buah segar


Mikroorganisme penyebab kerusakan produk pangan bervariasi
dipengaruhi berbagai faktor misalnya sifat dan komposisi penyusun produk
pangan, kondisi lingkungan seperti pH, ketersediaan air, suhu, oksigen, dan
lain-lain. Kondisi aerobik akan menyebabkan mikroorganisme mampu
tumbuh dan merusak buah apabila Aw buah di atas 0.7 (kelembaban
24.6%). Sedangkan ketika kondisi anaerob dengan aw tinggi maka
mikroorganisme tidak tumbuh dan tidak terjadi kerusakan buah.
Keberadaan lalat juga mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada
buah. Buah berperan dalam hubungan interaksi antara lalat (Ceratitis
capitata) dan bakteri Enterobacteraceae (Behar et al, 2008: 1375).

2.2.1 Tomat
Tomat mengandung pektin dan asam sehingga memenuhi
syarat untuk dijadikan selai. Kandungan pektin pada buah tomat
cukup bervariasi antara 0,17%-0,25%. Jumlah pektin yang ideal
untuk pembuatan selai berkisar 0,75%-1,5%, sehingga diperlukan
penambahan pektin dalam pembuatan selai tomat. Pektin dapat
berasal dari bubuk agar-agar ataupun buah yang memiliki
kandungan pektin tinggi (Anggareni, 2012).
Tomat merupakan tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan
sejak ratusan tahun silam. Jika ditinjau dari sejarahnya, tanaman tomat
berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari
negara Bolivia, Cili, Kolombia, Ekuador, dan Peru. Semula di negara
asalnya, tanaman tomat hanya dikenal sebagai tanaman gulma. Namun,
seiring dengan perkembangan waktu, tomat mulai ditanam, baik di
lapangan maupun di pekarangan rumah, sebagai tanaman yang
dibudidayakan atau tanaman yang dikonsumsi. Tomat cocok ditanam
pada musim kemarau dengan pengairan yang cukup yaitu dengan suhu
pada malam hari antara 100C – 200C dan pada siang hari antara 180C –
290C (Purwati dan Khairunisa, 2007).

Tomat memiliki Bentuk, warna , rasa, dan tekstur yang beragam.


Ada yang berbentuk bulat, bulat pipih, keriting, atau seperti bola lampu.
Warna buah masak bervariasi dari kuning, orange, sanpai merah,
tergantung dari jenis pigmen yang dominan. Rasanya pun bervariasi, dari
masam hingga manis. Buahnya tersusun dalam tandan-tandan.
Keseluruhan buahnya berdaging dan banyak mengandung air. Tomat
mengandung likopen yang termasuk pada kelompok karotenoid seperti
beta-karoten yang bertanggung jawab terhadap warna merah pada
tomat. Di dalam tubuh, likopen yang melindungi dari penyakit seperti
kanker prostat serta beberapa jenis kanker lain serta penyakit jantung
koroner. Kemampuan likopen dalam meredam oksigen tunggal dua kali
lebih baik daripada beta karoten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-
tokoferol (Sunarmani, 2008).

2.2.2 Pisang Susu


Pisang adalah salah satu komoditas penting bagi negara-
negara berkembang di wilayah tropis dan subtropis. Tanaman ini
mudah dibudidayakan dan dapat dijumpai hampir di berbagai
kondisi agroekologi. Buahnya yang lezat dan kaya manfaat banyak
dicari oleh masyarakat Prabawati et al., 2008). Permasalahan
konsumsi pisang dalam bentuk segar adalah mudah rusak dan cepat
mengalami perubahan mutu setelah panen, karena memiliki
kandungan air tinggi dan aktifitas proses metabolismenya
meningkat setelah dipanen (Histifarina dkk, 2012).
Buah pisang terkenal mengandung vitamin dan mineral
esensial yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Selain itu pisang juga
mengandung karbohidrat, serat, protein, dan lemak, sehingga
dengan mengonsumsi buah pisang saja kebutuhan gizi minimum
akan segera terpenuhi. Pisang susu mengandung asam folat
sehingga sangat bagus dikonsumsi untuk ibu hamil. Asam folat
merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh janin untuk
perkembangannya di dalam rahim. Pisang juga mengandung kalori
yang cukup tinggi 80-100 kalori. Hal ini menjadikan pisang sangat
potensial sebagai substitusi makanan pokok (Prabawati et al.,
2008).
Pisang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang disukai oleh
penduduk Indonesia, hampir disemua daerah memiliki tanaman pisang dengan
spesifikasi tersendiri. Pisang biasanya disajikan dalam keadaan segar baik sebagai
makanan penutup maupun buah meja. Produksi pisang semakin tahun semakin
meningkat dikarenakan kebutuhan negara yang meningkat pula. Potensi produksi
buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran yang luas, hampir seluruh
wilayah merupakan tempat produksi pisang, ditanam di pekarangan maupun di
ladang, dan sebagian telah membudidayakanya menjadi sebuah perkebunan. Jenis
pisang yang ditanam oleh masyarakat beraneka ragam mulai dari pisang untuk
olahan (plantain) sampai jenis pisang komersial (banana) yang bernilai ekonomi
yang tinggi. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Prabawati et al., 2008).

Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan


meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini
berhubungan dengan meningkatnya laju produksi etilen. Selama proses
pematangan terjadi pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi asam
pektat dan pektin yang bersifat larut. Proses perombakan ini dikatalis oleh enzim-
enzim metil esterase, poligalakturonase, selulase dan hemiselulase yang terdapat
pada buah pisang. Pada buah klimakterik, etilen berperan dalam perubahan
fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan. Buah pisang yang dipanen
pada tingkat kematangan 75-90% biasanya diberikan bahan pemacu pematangan
agar buah pisang dapat dipasarkan dengan tingkat kematangan penuh sehingga
harga jual pisang tinggi. Pisang pada umumnya dipanen pada umur 12 – 15 bulan
atau 4 – 6 bulan setelah berbunga. Waktu pemanen buah biasanya disesuaikan
dengan waktu penjualan yang ingin dicapai. Hal ini karena apabila waktu
pemanenan tidak tepat maka buah pisang cenderung akan rusak sebelum sampai
ditangan konsumen. Namum pada umunya pisang dipanen pada saat tua penuh.
Pemanenan dilakukan dengan memotong 1/2 – 1/3 bagian batang dengan tujuan
untuk mempermudah pada proses pemanenan. Pada saat pemanenan diusahakan
agar pisang tidak terluka atau memar (Uma, 2008)

2.2.3 Anggur
` Anggur dikelompokkan dalam kelas dikotil (biji berkeping
dua). Daun anggur berbentuk jantung yang mempunyai tepi
bergerigi dan tepinya berlekuk atau bercangap. Daunnya
mempunyai tulang menjari, ujungnya runcing dan berbentuk bulat
hingga lonjong. Anggur mempunyai nilai gizi yang baik seperti
vitamin, mineral, karbohidrat dan senyawa fitokimia. Polifenol
merupakan komponen fitokimia yang terkandung dalam anggur
karena mempunyai aktivitas biologi dan bermanfaat untuk
kesehatan. Komponen polifenol diantaranya antosianin, flavonoid,
tannin, resveratrol dan asam fenolat (Xia et al., 2010).

2.2.4 Apel
Apel (Malus domestica) merupakan tanaman buah tahunan
berasal dari Asia Barat yang beriklim sub tropis. Apel dapat
tumbuh di Indonesia setelah tanaman apel ini beradaptasi dengan
iklim Indonesia, yaitu iklim tropis. Apel umumnya dikonsumsi
sebagai buah segar. Komponen penting pada buah apel adalah
pektin, yaitu sekitar 24%. Kandungan pektin pada buah apel
terdapat pada sekitar biji, di bawah kulit dan hati. Pektin tersebut
akan membentuk gel apabila ditambah gula pada kisaran pH
tertentu (Baskara, 2010).
Beberapa senyawa fitokimia yang ada pada buah apel dan
berfungsi sebagai antioksidan adalah golongan flavonoid,
tokoferol, senyawa fenolik, kumarin, turunan asam sinamat, dan
asam-asam organik polifungsional. Selain itu, apel mengandung
betakaroten yang berfungsi sebagai provitamin A untuk mencegah
serangan radikal bebas (Susanto dan Setyohadi, 2011).

Apel (Malus domestica) merupakan tanaman buah tahunan berasal dari Asia
Barat yang beriklim sub tropis. Apel dapat tumbuh di Indonesia setelah tanaman apel ini
beradaptasi dengan iklim Indonesia, yaitu iklim tropis. Apel di Indonesia dapat tumbuh
dan berbuah baik di dataran tinggi, khususnya di Malang (Batu dan Poncokusumo) dan
Pasuruan (Nongkojajar), Jawa Timur (Baskara, 2010).

Apel dapat dipanen pada umur 114 hari setelah bunga mekar atau saat nisbah
gula/asamnya telah mencapai 58 dan teksturnya 207 kg/cm2 . Apel memiliki rasa yang
manis walaupun masih muda dan aromanya harum segar. Seiring dengan tingkat
kematangan buah apel, maka kandungan gulanya juga akan bertambah. Selama ini
standar mutu yang berlaku untuk apel berdasarkan berat, ukuran 6 dan jumlah per
kilogramnya, terdiri 4 grade yaitu Grade A = 15.90 % (3-4 buah/kg), Grade B = 45.20 % (5-
7 buah/kg), Grade C = 29.60 % (8-10 buah/kg) danGrade D = 7% (11-15 buah/kg)

(Marina dkk., 2015).

Adapun senyawa yang terdapat pada buah apel yaitu fitokimia yang berfungsi
sebagai antioksidan adalah golongan flavonoid, tokoferol, senyawa fenolik, kumarin,
turunan asam sinamat, dan asam-asam organik polifungsional. Tidak hanya itu, apel juga
mengandung betakaroten yang berfungsi sebagai provitamin A untuk mencegah serangan
radikal bebas Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan manfaat buah
Apel bagi kesehatan adalah salah satu alasan tingginya kebutuhan buah Apel di
masyarakat. Kandungan apel berupa zat berguna bagi tubuh manusia diantaranya pektin
(sejenis serat), quersetin (bahan anti kanker dan anti radang) serta vitamin C yang tinggi
merupakan sebagian alasan mengapa ahli gizi sangat menganjurkan masyarakat untuk
mengkonsumsi buah Apel secara teratur. Beberapa persoalan kesehatan seperti susah
buang air besar, obesitas, kolesterol tinggi, arthritis dan 7 lainnya dapat diatasi dengan
terapi buah Apel. Kandungan anti oksidan yang sangat tinggi juga menjadi alasan tingginya
konsumsi buah Apel oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit dan
disfungsi kesehatan tubuh lainnya (Susanto dan Setyohadi, 2011).

2.2.5 Jeruk
Jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.
Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak
ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik
secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di
Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan
jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali (Deptan, 2012).

Buah jeruk manis (citrus aurantium l.) yang memang manis rasanya
semakin banyak diminati oleh masyarakat umum disamping karena banyak
manfaatnya jeruk manis bisa dikonsumsi oleh siapa saja tua muda bahkan oleh
bayi sekalipun. Hal ini semakin mendorong petani untuk mengembamgkan
usaha menanam buah jeruk manis. Hasilnya, jumlah panen dari buah jeruk manis
di Kecamatan Dau, Malang bisa berton– ton (Lita, 2014).

Kurniawan E., Perancangan Sistem Sorting Buah Jeruk . . . 93 Untuk


memudahkan pemrosesan di tahap berikutnya seringkali buah jeruk dipilah-
pilah antara buah jeruk yang sudah matang dan yang setengah matang. Sejauh
ini petani melakukannya masih secara manual, yaitu dipilih satu persatu buah
jeruk itu berdasarkan warna, aroma tekstur kulit atau tanda-tanda lain yang dapat
ditangkap oleh indranya. Untuk jumlah yang sedikit cara manual masih sangat
dimungkinkan, namun tidak demikian halnya jika jumlahnya sudah sangat
banyak. Cara manual mempunyai beberapa permasalahan yang mendasar,
diantaranya tingkat kecepatan yang rendah, tingkat ketahanannya yang mudah
lelah, tingkat produktivitasnya yang rendah, tingkat keajegan/kekonsistenan
yang rendah, sehingga semakin banyak buah jeruk yang dipilah semakin tinggi
tingkat kesalahannya. Perubahan warna kulit merupakan salah satu tanda yang
bisa dipakai untuk menandai apakah buah itu sudah matang atau belum, begitu
pula yang dialami buah jeruk manis (Wachida dkk, 2012). Warna dasar buah
jeruk manis adalah hijau. Ketika warna itu berubah menjadi warna kuning
pertanda buah jeruk sudah matang. Perubahan itu berlangsung secara alamiah,
sehingga akan dialami oleh semua buah jeruk manis dan hasilnya nyaris
sempurna. Dengan menggunakan teknologi Image processing akan dicoba
dirancang sebuah metoda pemilahan jeruk berbasiskan warna kulit jeruk.
Dengan berbantukan sebuah kamera teknologi ini akan mendeteksi bagian tepi
kulit buah jeruk dan selanjunya akan menganalisa seberapa banyak perbedaan
jumlah warna kuning terhadap warna hijau. Jika warna hijau mendominansi
keseluruhan warna kulit buah jeruk maka pertanda buah jeruk belum matang dan
jika sebaliknya pertanda buah jeruk sudah matang. Diharapkan dengan metoda
ini tingkat kesalahan proses pemilahan buah jeruk dapat ditekan sedang tingkat
produktivitasnya dapat ditingkatkan.

2.3 Pelilinan / Coating


Edible coating merupakan lapisan tipis yang diaplikasikan dan
dibentuk secara langsung pada permukaan bahan pangan. Edible coating
diaplikasikan dalam bentuk cair langsung pada permukaan makanan yang
berfungsi sebagai pengawet. Pelilinan (waxing) untuk menambah lapisan
lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah
kilap buah. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada
permukaan buah. Edible coating dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu
hidrokoloid, lemak dan campuran keduanya. Hidrokoloid dapat dibuat dari
polisakarida seperti selulosa, pati, karagenan dan golongan protein seperti
kolagen, gelatin dan putih telur. Edible coating dari campuran lipid dan
hidrokoloid tersebut mampu menutupi kelemahan masing masing (Skurtys,
et al. 2011).

2.4 KMnO4
KMnO4 merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai oksidator
yang kuat terhadap etilen di dalam buah. Namun, kontak langsung antara
kristal KMnO4 dengan buah tidak dianjurkan, karena dapat merusak buah.
Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan penyerap KMnO4 agar dapat
digunakan sebagai bahan pengoksidasi etilen tetapi tidak merusak dan
mencemari buah. Zat kimia seperti kalium permanganat (KMnO4) yang
dikombinasikan dengan bahan penyerap dapat diaplikasikan untuk
memperpanjang masa simpan buah-buahan (Baskara, 2010).

2.5 CaCl2
Kalsium Klorida (CaCl2) merupakan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang mempunyai toksisitas sangat rendah, berdasarkan data (kimia,
biokimia, toksikologi dan data lainnya) dan telah mendapat Izin dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013
tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah
mengevaluasi BTP kalsium klorida yang diperlakukan pada buah kalengan,
tunggal atau campuran dengan pengeras dinyatakan aman atau generally
recognize as safe (GRAS) dengan batas maksium penggunaan 350g/kg
(Garcia J.M., 2009).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Pengawetan dengan Pelapisan Emulsi Lilin


3.1.1 Alat
 Wadah plastik  Pengaduk matic
 Panci enamel  Chromameter
 Pemanas  Refractometer
 Keranjang kawar  Mortar
 Pengaduk  Alat gelas untuk analisis
 Refrigerator total asam titrasi

3.1.2 Bahan
 Buah (Tomat, jeruk, dll)  Bahan kimia untuk analisis
 Lilin karnauba total asam titrasi
 Trietolamin  Air bersih

3.1.3 Prosedur Kerja


1. Panaskan lilin sampai cair (suhu 90-950C)
2. Masukkan asam oleat sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan sambil
diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetic pada kecepatan 20-
100 rpm
3. Tambahkan trietanolamine, terus diaduk dan suhu dipertahankan tetap
4. Tambahkan air yang sudah dipanaskan pada 90-950C dengan perlahan-
lahan sambil terus diaduk. Dibuat 3 konsentrasi emulsi lilin, yaitu 5%,
10%, dan 12%
5. Dinginkan dengan cepat menggunakan air mengalir
6. Masukkan buah tomat yang sudah ditiriskan ke dalam keranjang kawat,
kemudian celupkan ke dalam emulsi lilin sampai semuanya terendam
selama 30-60 detik
7. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembuskan udara
kering agar pelapisannya merata pada seluruh permukaan kulit dan
tidak lengket
8. Simpan pada suhu refrigerator selama 1-2 minggu
3.2 Pengawetan dengan KMnO4
3.2.1 Alat
 Wadah plastik  Keranjang kawat
 Thermometer
 Sterofoam
 Wrapping plastik polietilen
 Pengaduk
 Refraktometer
 Beaker glass 250 ml
3.2.2 Bahan
 Buah (Apel, Anggur, dll)
 KMnO4
 Batu Apung
3.2.3 Prosedur Kerja
1.Buat larutan jenuh KMnO4
2.Celupkan batu apung pada larutan jenuh KMnO4 selama 30 menit
3.Tiriskan batu apung dan tempatkan pada styrofoam
4.Letakkan buah (tua tapi belum matang) pada styrofoam yang sudah diisi
batu apung berisi KMnO4. Semua buah yang digunakan harus berasal
dari sisir yang sama sehingga memiliki tingkat kematangan yang sama
5. Tutup styrofoam dengan wrapping plastik polietilen dan simpan pada
suhu ruang selama 2,4 dan 6 hari

3.3 Pengawetan dengan Pencelupan dalam Larutan CaCl 2


 Wadah plastik
 Pengaduk
 Stopwatch
 Desikator
 Beaker glass 500 ml

3.3.2 Bahan
 Pisang
 CaCl2
3.3.3 Prosedur Kerja
1.Buat larutan CaCl2 4%dan 8%
2.Celupkan buah ke dalam larutan CaCl2 selama 30-60 detik. Sebagai
control adalah buah mangga yang tidak dicelupkan ke dalam larutan
CaCl2
3. Angkat, tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara kering
4. Simpan pada suhu ruang selama 1 dan 2 minggu
RANCANGAN KERJA

3.1 Pengawetan dengan Pelapisan Emulsi Lilin

Lilin

Panaskan lilin 90 − 95℃

Memasukkan asam oleat

Menambahkan
trietanolamine

Menambahkan air tidak


sadah sambil diaduk

Mendinginkan dengan air


mengalir

Meniriskan buah jeruk,


mencelupkan, merendam
ke dalam emulsi lilin 30-
60 detik

Mengangkat dan
meniriskan pada rak
penirisan

Menyimpan pada suhu


refrigerator 1-2 minggu

Jeruk lapisan
emulsi lilin
3.2 Pengawetan dengan KMnO4

Larutan jenuh
KMnO4

Mencelupkan batu apung


selama 30 menit

Meniriskan batu apung


pada styrofoam

Meletakkan jeruk pada


styrofoam dan batu
apung berisi KmnO4

Menutup styrofoam
dengan wrapping plastic
polietilen

Menyimpan pada suhu


suhu ruang selama 2,4, 6
hari

Jeruk dengan
pengawetan
KMnO4
3.3 Pengawetan dengan Pencelupan dalam Larutan CaCl 2

Larutan CaCl2

Mencelupkan buah jeruk


30-60 detik

Mengangkat dan
meniriskan pada rak
penirisan

Menyimpan pada suhu


ruang 1-2 minggu

Jeruk dengan
pengawetan
CaCl2
DAFTAR PUSTAKA

Absulio. 2012. Kajian Pola Penyerapan Etilen dan Oksigen untuk Penyimpanan
Buah Segar.IPB. Bogor.

Anggraeni, Adisty C. (2012). Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta.

Baskara, Medha. 2010. Pengembangan Konsep Agropolitan Sebagai Potensi


Wisata Agro. Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Optimalisasi
Pengembangan Wisata Agro di Jawa Timur, Hotel Selecta Kota Batu.
Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur.

Behar, A. E. Jurkevitch. And B. Yuval. 2008. Bringing back the fruit into fruit fly–
bacteria interactions. Molecular Ecology 17, 1375–1386.

Deptan. 2012. Kajian Umum Mengenai Tanaman Jeruk Avaliable at


http://ditlin.hortikultura.go.id/jeruk_cv pd/jeruk01.htm diakses 3 Juni 2012.

Febrianto. 2009. Pengkajian Penyimpanan Buah Segar dengan Modified


Atmosphere dalam Kemasan Film. Tesis. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Garcia J.M., Ballesteros M.J., dan M. A. Albi. 2009. Effect of Foliar Applications
of CaCl2 on Tomato Stored at Different Temperature. Journal agric. Food
Chemistry. Vol. 43 No. 9: 12

Histifarina, D., Adetiya Rachman, Didit Rahadian, dan Sukmaya. 2012. Teknologi
pengeolahan tepung dari berbagai jenis pisang menggunakan cara
pengeringan matahari dan mesin pengering. Agrin Vol. 16, No.2, Oktober
2012 ISSN: 1410-0029

Peter. 2008. Fisiologi Pasca Panen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. 68 hlm.

Skurtys, O. Acevedo, Cpedreschi, F. Enrione, J. Osorio dan F. Aguilera. 2011. Food


Hydrocolloid Edible Films and Coatings. Universidad de Santiago de Chile.

Susanto, W. H., Setyohadi, B. R., 2011, Pengaruh varietas apel (Malus sylvestris)
dan lama fermentasi oleh khamir Saccharomyces cerivisiae sebagai
perlakuan pra-pengolahan terhadap karakteristik sirup, JTP-UB. 12(3): 135-
142.

Xia X, Ling W, Ma J, & Xia M., 2010, An Anthocyanin-Rich Extract From Black
Rice Enhances Atherosclerotic Plaque Stabilization In Apolipoprotein E-
Deficient Mice, J. Nutr., 136: 2220-2225.

Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman; Solusi Perbanyakan Tanaman Budi


Daya.Jakarta:Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai