Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PRAKTIKUM
Teknologi
Pengemasan dan
Pengawetan

MODUL 2
PENGAWETAN SEGAR
BUAH

ANASTHA IHZA TRIANDY


2041710005
KELOMPOK 4

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
GRESIK

16 OKTOBER 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal, fisik maupun masuknya mikroorganisme perusak.
Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas
dikonsumsi, secara tepat sulit dilaksanakan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial
ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap
tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas
mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan. Banyak cara yang
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti pemberian bahan-bahan kimia yang bertujuan
untuk membuat bahan makanan tersebut tahan lama.
Pengawetan buah-buahan, sayuran, dan makanan sangatlah penting untuk mempertahankan
dalam waktu yang lama tanpa ada penurunan kualitas produk. Beberapa proses teknologi yang
telah digunakan pada skala industri untuk menjaga produk makanan diantaranya adalah
pengalengan, pembekuan, dan dehidrasi. Proses pengawetan tersebut dapat dilakukan sesuai
dengan sifat fisik bahan yang ingin diawetkan
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. menjelaskan dan mempraktekkan cara-cara untuk mempertahankan kesegaran buah-buahan
dengan pendinginan, pelilinan, KmnO4, dan CaCl2, mengamati perubahan-perubahan selama
penyimpanan dan menjelaskan mekanisme menghambat kerusakanya
2. menjelaskan ciri-ciri terjadinya kerusakan chilling injury pada buah-buahan
3. menjelaskan prinsip pengawetan segar dengn cara controlled/ modified athmosphere

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pematangan Buah


Umumnya tahapan proses pertumbuhan hasil pertanian meliputi tahaptahap pembelahan sel,
pendewasaan sel, pembesaran sel (maturation), pematangan (ripening), kelayuan (senescence), dan
pembusukan (deterioration). Pada buah pembelahan sel terjadi setelah terjadinya pembuahan
kemudian diikuti dengan pembesaran dan pengembangan sel sampai mencapai volume maksimum.
Selanjutnya sel buah berturut-turut mengalami pendewasaan, pematangan, kelayuan, dan
pembusukan (Syarief dan Irawati, 1988).
Pematangan adalah proses perubahan susunan yang terjadi dari tingkat akhir pertumbuhan dan
perkembangan yang terus-menerus akan menyebabkan kelayuan dan menentukan kualitas, yang
ditandai dengan perubahan komposisi, warna, tekstur, dan sifat sensorik lainnya. Buah digolongkan
menjadi dua kelompok, yaitu : 1) buah yang tidak mengalami proses pematangan ketika sudah
dipetik, dan 2) buah yang dapat dipanen dalam keadaan optimal dan akan melanjutkan proses
pematangan ketika sudah dipetik. Pada kelompok pertama, buah akan memproduksi etilen dalam
jumlah yang sangat sedikit dan tidak merespon perlakuan terhadap etilen kecuali dalam proses
degreening (perombakan klorofil) sehingga harus dipanen dalam keadaan matang optimal yang
mentukan kualitas flavor. Sedangkan kelompok kedua, buah akan menghasilkan etilen dalam
jumlah yang besar untuk proses pematangannya dan perlakuan dengan etilen dapat mempercepat
pematangan (Kader,1999).

2.1.1 Buah Klimaterik


Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon
terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nanas.
Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada
tingkat pra-panen maupun pasca panen, contoh buahnya yaitu semangka, jeruk, nanas, anggur,
ketimun dan sebagainya (Pantastico, 1993).

2.1.2 Buah non Klimaterik


Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan,
sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. buah
klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra
klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. Contoh
buahnya meliputi pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan sebagainya
(Pantastico, 1993).
Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan
selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buahbuahan
tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali
dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan.
(Syarief dan Irawati, 1988).

3
2.2 Kerusakan Buah Segar
Proses biologis kegiatan mikroorganisme, berkembangnya hama gudang, Kerusakan
fisik/mekanis. Kerusakan yang terjadi pada hasil buah-buahan dapat mengakibatkan kehilangan
bobot, mutu, harga, keamanan pasar, dan kepercayaan. Kehilangan pasca panen buah-buahan segar
diperkirakan berkisar antara 25-80% (Pantastico, 1993).

2.2.1 Tomat
Tomat setelah masa panen umumnya disimpan dalam kulkas agar bertahan lama. Tomat
sendiri termasuk buah klimaterik, yaitu buah yang tetap mengalami peningkatan respirasi
setelah dipanen seiring dengan matang buah. Selama proses pematangan proses yang terjadi
antara lain peningkatan respirasi, kadar gula reduksi dan kadar air, sedangkan tingkat keasaman
turun dan tekstur buah menjadi lunak. Komponen tertinggi dalam tomat adalah air yaitu sekitar
93%, oleh sebab itu tomat termasuk bahan yang mudah rusak (Agustinisari, 2006).
kerusakan juga dapat disebabkan karena kandungan air, pH, suhu, mineral dan
kandungan oksigen ditempat penyimpanan dapat mempercepat kerusakan pada bahan pangan.
Kandungan air yang tinggi dapat 29 mengakibatkan daya simpan yang rendah, susut bobot
yang tinggi akibat penguapan, pernafasan, perubahan fisik (keriput) pertumbuhan mikroba,
serta perubahan fisikokimia buah menjadi cepat. Jika tidak disimpan dengan baik maka tomat
akan mudah mengalami kerusakan, besarnya kerusakan setelah pemanenan pada buah tomat
berkisar antara 20-50% (Dewanti dkk, 2010)
2.2.2 Anggur
Anggur merupakan komoditi yang memberikan nilai tambah. Artinya, bisa dikonsumsi
sebagai buah segar, jus anggur, minuman (wine), kismis dan lain-lain (Setiadi, 2005). Anggur
merupakan tanaman yang tumbuh memanjat, yang mempunyai keistimewaan yaitu
rantingrantingnya dapat mengeluarkan buah yang lebat. Anggur dapat tumbuh dan
dibudidayakan di daerah dingin, subtropis, maupun tropis. Tanaman anggur tumbuh pertama
kali di dataran Eropa, Amerika Utara, Islandia, daerah dingin yang dekat dengan Kutub Utara,
Greenland dan menyebar ke Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, anggur lokal dipandang
sebagai tanaman yang bernilai komersial (Setiadi, 2005).
Anggur yang dikenal oleh masyarakat Indonesia ada 2 yaitu: Vitis vinifera dan Vitis
labrusca. Vitis vinifera mempunyai varietas seperti Gross colman dan Muskaan d’alexandrie.
Varietas di Indonesia yaitu anggur Bali, Probolinggo Biru dan Probolinggo Putih. Vitis
labrusca mempunyai varietas seperti isabella, briliant, beacon, dan carman dan hanya varietas
isabella yang dapat tumbuh baik di Indonesia. Anggur Vitis vinifera dan Vitis labrusca kurang
dikenal oleh masyarakat karena masyarakat lebih mengenal adanya anggur merah, anggur
hitam, dan anggur putih (Setiadi, 2005).
2.2.3 Jeruk
Kualitas buah jeruk ditentukan oleh sifat fisik seperti ukuran buah, berat, diameter dan
volume serta kandungan komponen kimia buah seperti vitamin C dan kadar gula. Perbedaan
kandungan komponen kimia tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah dan
lingkungan tumbuhnya. Selain kualitas buah secara fisik dan kimia sangat perlu juga
diperhatikan masa simpan buah. Kualitas buah yang baik diawali pada saat pemanenan yaitu
4
dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah jeruk yang dipanen saat 10 belum masak
akan menghasilkan kualitas yang rendah terutama berkaitan dengan rasa. Sebaliknya,
pemanenan lewat waktu akan menyebabkan buah kehilangan aroma dan kualitas terbaiknya,
turunnya hasil pada periode berikutnya, meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan, dan
umur simpannya relatif singkat. Buah jeruk yang dipanen saat belum matang akan
menghasilkan mutu yang rendah sebaliknya, pemanenan lewat waktu akan menyebabkan buah
kehilangan 12 aroma dan mutu terbaiknya dan dapat menyebabkan penurunan hasil pada
periodeberikutnya, meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan serta umur simpan relatif
singkat (Qomariah et al., 2013).

2.2.4 Apel
Kerusakan (stress) yang dialami oleh komoditas buah apel dapat disebabkan oleh tiga
hal yaitu karena faktor fisik, kimiawi, dan biologis. Faktor fisik dapat berupa tekanan, suhu
yang terlalu rendah, suhu yang terlalu tinggi, dan komposisi gas atmosfer yang tidak sesuai
(anaerob). Sedangkan faktor kimiawi ialah disebabkan oleh polusi udara (ozon, sulfur dioksida,
dan lainlain) serta pestisida berlebihan. Adapun faktor mikrobiologis ialah disebabkan oleh
berbagai jenis virus, bakteri, dan jamur (Hyodo, 1991).
2.2.5 Strawberry
Stroberi merupakan buah yang mudah rusak (perishable). Stroberi harus segera dipanen
ketika matang penuh untuk memperoleh kualitas yang baik yang meliputi: penampilan visual
(kesegaran, warna dan kerusakan karena busuk atau kerusakan fisik), tekstur (kekerasan dan
kandungan air), flavour dan nilai gizi (vitamin, mineral, serat) (Hernandez, et al., 2008).
Stroberi memiliki periode panen yang pendek sehingga harus segera ditangani agar kualitasnya
terjaga. Proses penanganan pasca panen pada stroberi meliputi penyortiran, grading,
pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan.
2.2.6 Pisang
Buah pisang, seperti buah-buahan lain pada umumnya, merupakan komoditas yang
mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, fisik, dan mikrobiologis
serta fisiologis. Kerusakan mekanis yang sering terjadi antara lain karena lecet, terkelupas dan
memar. Kerusakan mikrobiologis terjadi akibat infeksi oleh adanya aktivitas mikroorganisme.
Kerusakan fisiologis disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam bahan yang terjadi secara
alamiah sehingga mengakibatkan terjadinya pembusukan. Kerusakan fisiologis setelah panen
dapat terjadi karena beberapa sebab, misalnya penguapan air (transpirasi), pernapasan
(respirasi), dan perubahan biologis lainnya. Masalah utama panen dan pascapanen sebagian
besar berkaitan dengan kerentanan buah terhadap kerusakan fisik dan busuk akibat cendawan
patogen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

2.3 Pelilinan/ Coating


Pelapisan lilin pada buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat
menghambat kelayuan dan laju reaksi enzimatis serta dapat mengkilapkan kulit buah sehingga
menambah daya tarik konsumen. Selain itu, luka atau goresan yang terdapat dipermukaan buah
5
akan tertutupi oleh lilin tersebut. Lilin yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau
beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan
untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena proses pencucian dan pembersihan serta
membantu mengurangi kehilangan air dan memberikan perlindungan dari mikroorganisme
pembusuk. Adapun cara pelapisan lilin adalah dengan teknik pembusaan (foaming), penyemprotan
(spraying), pencelupan (dipping), dan penyikatan (brushing) (Samad, 2006).

2.4 KMnO4
Penganganan pascapanen diusahakan tidak mempengaruhi produk buah dan sayur, salah
satunya adalah dengan KmnO4. Penyerapan etilen KmnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan
sehingga butuh bahan penyerap lainnya. Bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4
bersifat racun sehingga tidak boleh kontak langsung dengan produk. Penggunaan KMnO4
dianggap mempunyai potensi yang paling besar, karena KmnO4 bersifat tidak menguap dan tidak
menimbulkan kerusakan pada buah sehingga kualitas buah terjaga (Irine, 2013).

2.5 CaCl2

pemberian CaCl2 dapat membentuk ikatan silang antara Ca2+ dengan asam pektat dan
polisakarida-polisakarida lain sehingga membatasi aktivitas enzim–enzim pelunakan dan respirasi
seperti poligalakturonase, sehingga dapat menurunkan laju respirasi dan memperkecil degradasi
asam askorbat. CaCl2 eksogen selain harganya relatif murah, juga mudah diperoleh. Perlakukan
CaCl2 dengan pencelupan buah pasca panen tidak akan meninggalkan residu setelah buah dicuci
dengan air (Pantastico, 1993)

6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Pengawetan dengan Pelapisan Emulsi Lilin
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu :
1. Wadah plastik
2. Panci enamel
3. Pemanas
4. Keranjang kawat
5. Pengaduk
6. Refrigerator
7. Pengaduk magnetic
8. Chromameter
9. Refractometer
10. Mortar
11. Alat gelas untuk analisis total asam tertirasi (erlenmayer 250ml, buret,statif)

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Tomat
2. Lilin karnauba
3. Trietanolamine
4. Bahan kimia untuk analisis total asam tertitrasi (NaOH 0.1 N dan indikator PP)
5. Air bersih

3.1.3 Prosedur Kerja


Langkah-langkah yang dialkukan yaitu :
1. Panaskan lilin sampai cair (suhu 90-95ºC)
2. Masukkan asam oleat sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan sambil diaduk dengan
menggunakan pengaduk magnetic pada kecepatan 20-100 rpm
3. Tambahkan trietanolamine, terus diaduk dan suhu dipertahankan
4. Tambahkan air tidak sadah yang dipanaskan pada suhu 90-95ºC dengan perlahan-lahan sambil
terus diaduk. Dibuat 3 konsentrasi emulsi lilin, yaitu 5%, 10%, dan 12%.
5. Dinginkan dengan cepat menggunakan air mengalir
6. Masukkan buah tomat yang sudah ditiriskan ke dalam keranjang kawat, kemudian celupkan ke
dalam emulsi lilin sampai semuanya terendam selama 30-60 detik.
7. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembuskan udara kering agar pelapisannya
merata pada seluruh permukaan kulit dan tidak lengket
8. Simpan pada suhu refrigerator selama 1-2 minggu

3.2 Pengawetan dengan KMnO4

7
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu :
1. Wadah plastik
2. Keranjang kawat
3. Thermometer
4. Sterofoam
5. Wrapping plastic polietilen
6. Pengaduk
7. Refraktometer
8. Beaker glass 250 ml

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Pisang
2. KMnO4
3. Batu apung

3.2.3 Prosedur Kerja


Langkah-langkah yang dilakukan yaitu :
1. Buat larutan jenuh KMnO4
2. Celupkan batu apung pada larutan jenuh KMnO4 selama 30 menit
3. Tiriskan batu apung dan tempatkan pada sterefoam
4. Letakkan pisang (tua tapi belum matang) pada styrofoam yang sudah diisi batu apung berisi
KMnO4. Semua pisang yang digunakan harus berasal dari sisir yang sama sehingga memiliki
kematangan yang sama
5. Tutup styrofoam dengan wrapping plastic polietilen dan simpan pada suhu ruang selama 0,2,5,
dan 9 hari
3.3 Pengawetan dengan CaCl2
3.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu :
1. Wadah plastik
2. Pengaduk
3. Stopwatch
4. Desikator
5. Beaker glass 500 ml

3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Mangga
2. CaCl2

3.3.3 Prosedur Kerja


Langkah-langkah yang dilakukan yaitu :
1. Buat larutan CaCl2 4% dan 8%
8
2. Celupkan buah mangga ke dalam larutan CaCl2 selama 30-60 detik. Sebagai control adalah
buah mangga yang tidak dicelupkan ke dalam larutan CaCl2.
3. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara kering

Simpan pada suhu ruang selama 1 dan 2 minggu

9
DAFTAR PUSTAKA

Agustinisari, I. dan Sunarmani. 2006. Perubahan Mutu Pasta Tomat Medium Selama
Penyimpanan, Makalah disampaikan pada Diklat Fungsional Peneliti angkatan xxx tanggal 31
Agustus 2006.
Dewanti, T, dkk. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat dan Cabe. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Hernández, M., Almenar, E., Ocio, M. J., and Gavara, R. 2006. Effect of calcium dips and chitosan
coatings on post harvest life of strawberries (Fragaria x ananassa). Journal of Postharvest Biology
and Technology, 39: 247-253.
Hyodo, Tanaka.Characterization and induction of the activity of 1- aminocyclopropane of the
curcubita maxima.
Irine Ayu Febiyanti, Ahmad Suseno, Priyono Priyono, Pengaruh Konsentrasi Surfaktan CTAB
(Cetyltrimethylammonium bromide) pada Modifikasi Lempung dengan Oksida Besi sebagai
Pemilar, Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 16, 3, (2013) 79-83
Kader, A.A. 1999. Modified Atmosphere during Transport and Stronge. In Postharvest Tecnology
of Horticultura Crops (Kader). University of California, Devision of Agriculture and Natural
Recources, Publication No. 3311.
Pantastico, Er.B. 1993. Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan oleh Kamariyani; Editor Gembong
Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Qomariah, R., A. Hasbianto., S. Lesmayati., dan H. Hasan. 2013. Kajian Pra Panen Jeruk Siam
(Citrus suhuiensis Tan.) Untuk Ekspor. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013.
Rubatzky,V.E dan Yamaguchi. 1995. (Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi, alih bahasa
Catur Herison).ITB, Bandung
Setiadi, 2005, Bertanam Anggur, Jakarta : Penebar Swadaya.
Samad, M Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas
Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 8 No.1 April 2006 Hlm. 31-36
Syarief; R. dan Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta : M ediyatama
Sarana Perkasa.

10

Anda mungkin juga menyukai