Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

Pengamatan Chilling Injury pada Buah Pisang serta


Pencegahannya Menggunakan CaCl2

(Kelompok 6)

Disusun Oleh :

1. Embun Dini Nur Annisa 14/363158/TP/10833

2. Dionesia Bella Rosari 14/363998/TP/10969

3. Niken Tyas Kusumaningrum 14/364051/TP/10977

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

Pengamatan Chilling Injury pada Buah Pisang serta


Pencegahannya Menggunakan CaCl2

I. LATAR BELAKANG
Buah buahan dan sayuran termasuk dalam perishable food, yaitu komoditi yang
mudah rusak karena berbagai faktor. Kerusakan ini salah satunya dapat dihambat dengan
penyimpanan di suhu yang rendah. Respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung
meskipun sudah dipanen, sampai buah dan sayuran tersebut menjadi busuk. Proses
respirasi berlangsung pada suhu optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisme
termasuk respirasi dapat berlangsung dengan sempurna. Pada suhu di atas atau di bawah
suhu optimum maka metabolisme akan berlangsung kurang sempurna atau bahkan
berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu ekstrim. Penyimpanan pada suhu rendah
dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena
aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan
dingin tidak membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat aktivitasnya, oleh karena itu
setiap bahan pangan yang akan didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu.

Ekspose komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan
fisiologis yang salah satunya dapat berupa chilling injury. Chilling injury umum pada
produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan di antara 5-15 oC tergantung
sensitivitas komoditi. Chilling injury ini merupakan kerusakan utama pada buah dan
sayur saat disimpan pada suhu rendah.

Chilling injury pada buah dan sayur dapat dicegah dengan penambahan CaCl2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Scott (1984) diketahui bahwa Kalsium
klorida (CaCl2) dapat memperpanjang umur simpan buah. Shear dan Faust (1975)
menyatakan buah dengan kandungan kalsium tinggi akan mempunyai laju respirasi
yang lebih lambat dan umur simpan yang lebih lama daripada buah dengan
kandungan kalsium yang rendah.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Buah Pisang

Pisang tergolong buah klimakterik, ditandai dengan peningkatan CO 2 secara


mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimakterik adalah suatu periode
mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, di mana selama proses tersebut
terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan
etilen. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief dan
Irawati, 1988).

Buah pisang, seperti buah-buahan lain pada umumnya, merupakan komoditas


yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, fisik, dan
mikrobiologis serta fisiologis. Kerusakan mekanis yang sering terjadi antara lain
karena lecet, terkelupas dan memar. Kerusakan mikrobiologis terjadi akibat infeksi
oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Kerusakan fisiologis disebabkan oleh reaksi
metabolisme dalam bahan yang terjadi secara alamiah sehingga mengakibatkan
terjadinya pembusukan. Kerusakan fisiologis setelah panen dapat terjadi karena
beberapa sebab, misalnya penguapan air (transpirasi), pernapasan (respirasi), dan
perubahan biologis lainnya. Masalah utama panen dan pasca panen sebagian besar
berkaitan dengan kerentanan buah terhadap kerusakan fisik dan busuk akibat
cendawan patogen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

Mutu buah pisang yang baik ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan
penampakannya. Buah yang dipanen pada umur muda bermutu jelek, tapi ketahanan
simpannya relatif lama. Sebaliknya, buah yang bermutu baik memiliki ketahanan
simpan yang relatif singkat (Suhardiman, 1997).

Tingkat kematangan buah selain dapat menentukan mutu buah pisang di


antaranya akan mempengaruhi kandungan kimia dan gizi dalam buah. Tingkat
ketuaan buah dapat dilihat secara fisik atau dapat ditentukan dari umurnya. Secara
fisik lebih mudah dilihat karena tanda-tanda ketuaan mudah diamati. Salah satu
perubahan fisik yang dapat dilihat adalah warna kulit buah pisang (Satuhu dan
Supriyadi, 2004).

Pisang yang dibiarkan masak di pohon akan memiliki cita rasa (flavor) yang
lebih baik dibandingkan buah pisang yang matang karena diperam. Pisang biasanya
dipanen sewaktu masih hijau, tetapi sudah cukup tua secara fisiologis. Kematangan
pisang berkaitan dengan perubahan warna kulit, yaitu dari hijau, kuning, sampai
timbulnya bercak-bercak cokelat. Pisang sudah mencapai kematangan optimum ketika
seluruh kulitnya berwarna kuning. Proses sudah selesai dan memasuki pembusukan
ketika bercak cokelat muncul. Terakhir, bila bintik cokelat sudah merata, berarti
pisang mulai membusuk.
B. Chilling Injury

Chilling injury adalah kerusakan membran sel atau kematian sel dalam
jaringan tanaman yang peka terhadap suhu dingin sebagai akibat terakumulasinya
metabolit toksis seperti asetal dehid, etanol, oksaloasetat dan lain-lain. Suhu pemicu
chilling injury buah-buahan tropis antara 5-15oC (Kader,1992).

Berbagai gejala chilling injury adalah luka pada permukaan (bercak-bercak


coklat dan berlubang), nekrosis, water soaking, witling, perubahan warna pada
permukaan dan bagian dalam, kehilangan air dan berkerut, kerusakan tekstur dan
flavor, memperpendek umur simpan, peluruhan (decay) meningkat karena kebocoran
metabolit dan mendorong pertumbuhan mikroorganisme khususnya jamur,
mempercepat senesensi dan produksi etilen akibat peroksidasi lipida serta buah gagal
matang setelah keluar dari pendingin (Bagus,dkk, 2009).

Pada suhu rendah, aktifitas metabolisme termasuk pernafasan buah tersebut


menjadi lambat, sehingga proses pematangan buah juga menjadi lebih lambat. Oleh
sebab inilah mengapa sayuran atau buah-buahan yang disimpan di dalam lemari
pendingin (kulkas) menjadi tahan lama disimpan. Meskipun demikian, ternyata cara
pendinginan tidak dapat dilakukan terhadap semua jenis sayuran atau buah-buahan.
Sering kita temukan bahwa buah-buahan yang kita simpan di dalam lemari pendingin
menjadi berbintik-bintik cokelat dan rasanya pun menjadi tidak enak. Inilah yang
dikenal sebagai kerusakan dingin (chilling injury), dan apabila hal ini berlanjut maka
yang akan terjadi adalah kebusukan.

Produk buah kupas siap saji pada umumnya mudah rusak sehingga mempunyai
umur simpan relatif pendek. Upaya memperpanjang umur simpan produk buah kupas
siap saji dapat dilakukan dengan beberapa cara agar mempunyai nilai keunggulan dan
manfaat. Perlakuan dimaksud pada prinsipnya ditujukkan untuk mengendalikan
proses fisiologis seperti laju respirasi, produksi etilen dan menghambat aktivitas
mikroorganisme (Daryanti, dkk, 2004). Permasalahan yang dihadapi buah kupas siap
saji adalah cepat lunak, tekstur lembek dan penyimpanan dingin dapat menyebabkan
cacat suhu dingin atau chilling injury.

C. Pencegahan Chilling Injury dengan Garam Mineral CaCl2


Chilling Injury dapat dicegah dengan beberapa cara, salah satunya ialah dengan
penambahan garam kalsium. Penggunaan garam kalsium seperti CaCl 2 dapat
menghambat pelunakan tekstur serta mempertahankan kualitas baik pada buah dan
sayuran utuh maupun terolah minimal seperti pada buah apel, apel iris, strawberry
utuh dan iris, wortel iris, melon iris, green bean kaleng, wortel kaleng (Perez-Gago et
al., 2003).

Ion Ca dapat berikatan dengan pektin membentuk kalsium pektat pada dinding
sel dan lamela tengah, sehingga membran sel menjadi stabil (Guzman et al., 2000).
Garam kalsium khususnya CaCl2 sering digunakan untuk memperbaiki tekstur buah.

Perlakuan CaCl2 dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya adalah


perendaman pada kondisi kamar (tekanan atmosfer), perendaman dengan tekanan
hipobarik, metode temperature gradient, mengurangi tegangan permukaan, atau
pemakaian surfaktan.

Perendaman buah pada kondisi kamar tidak menghasilkan perbedaan yang nyata
antara buah yang diberi perlakuan dan yang tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan
karena penetrasi Ca tidak dapat masuk ke dalam daging buah tetapi hanya menutupi
permukaan buah saja.

Penetrasi Ca yang sempurna adalah apabila menggunakan perendaman dalam


kondisi udara hampa (tekanan vakum). Pada saat diberi tekanan vakum, tekanan
osmotik dalam buah lebih tinggi dari sekelilingnya sehingga sebagian cairan dan
udara yang terdapat dalam sel terdesak keluar. Selanjutnya terjadi penyerapan Ca ke
dalam daging buah.

Tidak semua jenis buah mempunyai respon yang positif terhadap perlakuan
CaCl2. Buah yang tidak tahan terhadap perlakuan CaCl 2 akan mengalami Ca-injuri.
Tanda-tanda buah yang mengalami Ca-injuri adalah warna kulit buah menjadi cokelat
kehitaman dan proses kematangnnya menjadi tidak sempurna. Sebagian buah menjadi
matang dengan tekstur lunak dan sebagian lagi tidak menjadi matang dan tektur
buahnya keras.

Buah-buahan yang memiliki respon positif terhadap perlakuan CaCl 2 dapat


dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Respon buah terhadap perlakuan CaCl2

III. METODE PERCOBAAN

Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah dua buah pisang yang
berwarna kuning agak hijau dengan berat masing-masing 8,5 dan 10 gram. Bahan lain
yang digunakan adalah CaCl2 dan air. Mula-mula percobaan dilakukan dengan cara
melarutkan 5 gram CaCl2 ke dalam 500 ml air untuk memperoleh konsentrasi CaCl 2
sebesar 1%. Setelah CaCl2 larut di dalam air, satu buah pisang direndam ke dalam
larutan tersebut selama 1 jam. Kemudian angkat buah, tiriskan, dan simpan pada
lemari pendingin. Buah pisang lainnya tidak dilakukan perendaman dengan CaCl 2
namun langsung disimpan dalam lemari pendingin. Selanjutnya dilakukan
pengamatan setiap 24 jam dan dilihat perbedaan fisiologis antara buah pisang yang
mengalami perlakuan pendahuluan dengan perendaman menggunakan CaCl2 dan
tanpa perendaman menggunakan CaCl2.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan terhadap penyimpanan buah pisang pada suhu rendah


yang dilakukan selama 5 hari, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut.
Hari ke-0 Hari ke-3

Hari ke-1 Hari ke-4

Hari ke-2 Hari ke-5

Keterangan :
Kiri buah pisang tanpa perendaman CaCl2

Kiri buah pisang dengan perendaman CaCl2

Dari percobaan tersebut, dapat dilihat bahwa buah pisang yang disimpan pada
suhu rendah akan mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses
metabolisme secara normal. Kerusakan ini disebut chilling injury. Kerusakan dingin
pada buah pisang ditandai dengan seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak
kecoklatan pada permukaan buah. Selain itu terjadi penyimpangan warna di bagian
dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin.
Setelah dilakukan pengamatan selama 5 hari, buah pisang yang tidak mendapat
perlakuan perendaman sebelum penyimpanan menghasilkan bercak kecoklatan pada
permukaan yang lebih banyak dibandingkan buah pisang yang direndam dengan
CaCl2. Hal ini dikarenakan kalsium dapat menghambat proses pematangan buah
sehingga memperpanjang masa simpan suatu buah. Ramadani et al (2013)
menyebutkan bahwa mekanisme kerja Ca dalam menghambat proses pematangan
berkaitan dengan penyusunan komponen dinding sel dan enzim yang berperan dalam
proses pematangan buah. Ion kalsium dapat menyebabkan pengikatan kalsium dengan
asam pektat membentuk Ca-pektat pada dinding sel sehingga mengurangi laju
respirasi dan transpirasi.

Selama penyimpanan terjadi peningkatan proses pemasakan dan penuaan buah


yang menyebabkan menurunnya kondisi fisik, sehingga meningkatkan kelunakan dan
mengurangi nilai penampakan buah. Kerusakan pada kedua buah pisang tidak
menunjukan perbedaan secara nyata antara pisang yang direndam CaCl2 dan tidak
direndam CaCl2. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pengunaan konsentrasi
CaCl2 sebesar 1% sehingga belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam
menunda kematangan buah pisang. Sedangkan pada penelitian Ramadani et al (2013)
disebutkan bahwa perlakuan perendaman buah pepaya pada konsentrasi CaCl 2
sebanyak 6% selama 60 menit menghasilkan menghasilkan penundaan kematangan
buah papaya paling lama. Pada saat proses pematangan buah proses transpirasi akan
berjalan lebih cepat sehingga akan mempercepat pula proses menurunnya kadar air
suatu buah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan percobaan, perendaman dengan CaCl2 pada buah pisang sebelum


dilakukan penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi kerusakan buah (chilling
injury). Namun, penggunaan CaCl2 dengan konsentrasi 1% kurang efektif, sehingga
sebaiknya konsentrasi CaCl2 yang digunakan perlu ditingkatkan untuk memberikan
hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Ida, dkk., 2009. Pengaruh CaCl dan Edible Film Terhadap Penghambatan Chilling
Injury Buah Nangka Kupas. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol XX No. 1.
Yogyakarta.

Daryanti S Raharjo dan Suparmo. 2004. Upaya Menghambat Pelunakan Tekstur Buah
Nangka Siap Santap dengan Perlakuan Pemanasan Ringan dan CaCl 2. Agrosains, Vol
17 (3). p 369-377.

Guzman IL, Cantwell M and Barrett MD. 1999. Fresh-cut cantaloupes : effect of CaCl2 Dips
and Heat Treatments on Firmness and Metabolic Activity. Postharvest Biology and
Technology. Vol 17. 1999. p: 201-213.

Kader, A. A. 1922. Modified Atmosphere and Low-Pressure Syrnterms during Transport and
Storage. University f California, USA.

Perez-Gago MB, Serra M, Alonso M, Mateos M, and Del Rio MA. 2003. Effect of Solid
Content and Lipid Content of Whey Protein Isolate-Beeswax Edible Coatings on Color
Change of Fresh-cut Apples. J FoodSci Vol. 69 (7), p: 2186-2191.

Ramadani, M., Linda, R dan Mukarlina. 2013. Penggunaan Larutan Kalsium Klorida
(CaCl2) dalam Menunda Pematangan. Jurnal Protobiont. Volume 2 (3). 161-166.

Rubatzky, E.V., dan M. Yamaguchi. 1995. SayuranDunia 1: Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB
Bandung.

Sabari. 1988. Laporan Proyek ACIAR. Sub Balai Penelitian Horikultura Pasar Minggu.

Satuhu, S dan A. Supriyadi. 2004. Pisang, Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya, cetakan ke-4. Jakarta.

Scott, K. J. 1984. Methods of Delaying the Ripening of Fruits. ASEAN Holticultural Produce
Handling Workshop Report. Bureau. Kuala Lumpur. p. 43-47.

Shear, C.B. dan Faust. 1975. Preharvest Nutrition and Post Harvest Physiology of Apples.
AVI Publ. Co., Inc. Westport, Connecticut, USA. p. 35-42.

Suhardiman, P. 1997. Budidaya Pisang Cavendish. Kanisius. Yogyakarta.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai