Anda di halaman 1dari 23

PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN INOVASI PENAMBAHAN

SARI BUAH ALPUKAT

Disusun oleh:

Kelompok 3
Fadhilah Dyah Ekawati (4401415050)
Diah Eri Sulistiyowati (4401415076)
Kenya Luthfia Nur Shabrina (4401415083)
Kelompok 4
Afrinda Mukaromah (4401415057)
Ella Septiana A.G (4401415063)
Annastesia Berliyan Utami (4401415077)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2017
A. JUDUL
Nata De Coco dengan Inovasi Sari Buah Alpukat

B. TUJUAN
Mengetahui pengaruh sari buah Alpukat pada nata de coco

C. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kelapa
Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae .
Tumbuhan ini di manfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga
dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Kelapa (Cocos Nucifera L) secara alami
tumbuh di pantai dan mencapai ketinggian 30 m (Palungkun,1992). Buah kelapa
adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp berupa serat-serat
kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali dan
lain-lain. Tempurung atau batok bagian endocarp digunakan sebagai bahan bakar,
wadah minuman, bahan baku kerajinan dan arang aktif. Endosperma buah kelapa
yang berupa cairan serta endapannya yang melekat didinding dalam batok (daging
buah kelapa) adalah sumber penyegar yang mengandung beraneka enzim dan
memiliki khasiat penetral racun dan memberikan efek penyegar
(Palungkun,1992). Air kelapa mengandung air 91,5 %, protein 0,14%, lemak 1,5
%, karbohidrat 4,6%, serta abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung berbagai
nutrisi seperti sukrosa, destrosa, fruktosa serta vitamin B kompleks yang terdiri
dari asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflafin dan asam folat.
Air kelapa banyak terbuang sebagai limbah yang belum dimanfaatkan,
menurut Atih ( 1979 ) menyatakan bahwa air kelapa yang dihasilkan di Indonesia
mencapai 900 juta liter / tahun. Air kelapa tersebut dapat dimanfaatkan untuk
dibuat menjadi bahan makanan tambahan yang disebut dengan nata de coco.
Kandungan nutrisi yang terdapat didalam air kelapa seperti sukrosa, dekstrosa,
fruktosa dan vitamin B kompleks (Onifade, 2003) mendukung pertumbuhan
baktkeri Acetobacter xylinum pada saat berlangsungnya fermentasi untuk
membentuk nata.

3.2 Alpukat ( Persea Americana Mill)


Buah Alpukat (Persea Americana Mill) merupakan buah eksotik yang
paling banyak digemari konsumen dalam dan luar negeri. Buah Alpukat (Persea
Americana Mill) biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Buah Alpukat (Persea
Americana Mill) memiliki daging buah berwarna kuning atau kuning kehijauan,
tidak manis, beraroma lembut, berserat dan mempunyai cita rasa yang tinggi.
Buah Alpukat (Persea Americana Mill) mengandung 300 kalori dan 88
persen di kontribusi sebagai lemak. Buah Alpukat (Persea Americana Mill)
mampu memberikan lubrikasi (pemberian minyak) secara alami pada tulang-
tulang persendian tubuh seperti leher, siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut dn
pergelangan kaki (Surtarminingsih,2004). Kedudukan buah Alpukat (Persea
Americana Mill) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea Americana Mill
Zat besi dan tembaga yang berlimpah membuat buah Alpukat (Persea
Americana Mill) berperan dalam pembentukan sel darah merah dan mencegah
anemia. Paduan antara vitamin C, vitamin E, Kalium dan Mangan menjadikan
buah Alpukat (Persea Americana Mill) baik untuk menjaga kesehatan rambut.
Dan dengan adanya Asam Folat dan vitamin B, buah Alpukat (Persea Americana
Mill) berperan dalam pembentukan tulang. Buah Alpukat (Persea Americana
Mill) kaya akan mineral kalium tetapi rendah kandungan mineral natriumnya.
Perbandingan ini mendorong suasana basa didalam tubuh kita. Berkurangnya
keasaman tubuh akan menekan munculnya penyakit akibat kondisi tubuh terlalu
asam seperti alergi, pusing, panik, gangguan pernafasan dan gangguan
pencernaan.
Buah Alpukat (Persea Americana Mill) memiliki senyawa fitokimia non
gizi yang berkhasiat yaitu glutation. Glutation merupakan antioksidan kuat
pengusir beragam penyakit kanker, khususnya penyakit kanker mulut dan
tenggorokan serta mencegah serangan jantung (Harry, 2002).

3.3 Nata de Coco


Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Nata diambil dari nama
tuan Nata yang berhasil menemukan nata de coco dan mulai diperkenalkan secara
luas ke masyarakat. Di Indonesia nata de coco mulai dikenal tahun 1973 dan
dikembangkan tahun 1975. Namun demikian nata de coco mulai kenal oleh
masyarakat secara luas dipasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih, 2004).
Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi Puslitbang Biologi LIPI, didalam 100
gr nata de coco terkandung nutrisi kalori 146 kal, lemak 0,2 %, karbohidrat 36,1
mgr, kalsium 12 mgr, pospor 2 mgr, besi 0,5 mgr dan air sekitar 80 %. Produk
nata de coco aman dikonsumsi oleh siapa saja karena nata de coco tidak akan
menyebabkan kegemukan sehingga sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang
diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan. Keunggulan lain dari produk
nata de coco karena memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Nata de coco
yang diperlukan dari hasil permentasi mempunyai sifat fisik yang unggul daripada
selulosa yang diperoleh secara alami seperti poli fungsional, hidrofilik dan
biokompatibel (Yuniarti, 2010). Pada proses permentasi ini bakteri Acetobacter
xylinum mengubah glukosa membentuk selulosa melalui jalur pentosa posfat
(Lehninger, 1975).
Dari jalur diagram diatas dapat dilihat bahwa glukosa dimetabolisme oleh
berbagai inzim yang ada dalam struktur air kelapa membentuk polimer selulosa,
UDP glukosa pirofosforilase dan prekursor sintesis selulosa. Dan polimerisasi
glukosa ini terjadi dalam media ekstraseluler dari sentesis selulosa (Yuniarti,
2010).

3.4 Acetobacter Xylinum


3.4.1 Morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek atau
kokus, bersifat gram negative, aerob, mempunyai panjang 2 mikron dengan
permukaan dinding yang berlendir. (Moat, 1986 ; Forng et al 1989). Bakteri ini
biasa membentuk rantai pendek dengan 6 8 sel. Bakteri ini membentuk
endospora maupun pigmen. Pada kultur yang masih muda, individu sel sendiri-
sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai
gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium
cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan nata dan dapat dikembang
biakkan dengan menggunakan jarum oase (Pambayun, 2002).

3.4.2 Taksonomi
Kedudukan Acetobacter xylinum berdasarkan taksonomi adalah
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
Order : Rhodospirilles
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Subspecies : Xylinum
Scientific name : Acetobacter xylinum (Tomoyuki,1996).

D. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Alat-alat gelas
2. Neraca analisis ohaus
3. Oven
4. Inkubator
5. Thermometer
6. Indikator universal
7. Bunsen
8. Statif
9. Alat penyuling
10. Kertas saring
11. Alat pengaduk

Bahan :
1. Air kelapa
2. Sari buah alpukat (Persea americana mill)
3. Asam asetat
4. Urea
5. Sukrosa
6. Bibit Acetobacter xylinum
7. Aquadest

E. CARA KERJA
Sebanyak 500 ml air kelapa hasil penyaringan dimasukkan kedalam beaker
glass, ditambahkan 100 gram gula pasir, 10 gram urea dan sari buah alpukat
(Persea americana mill) 500 ml di aduk dan di panaskan sampai mendidih.
Kemudian tambahkan asam asetat 10 ml, ditutup dan dinginkan hingga suhu
kamar. Tambahkan starter sebanyak 100 ml dan difermentasikan selama 10 14
hari pada suhu kamar air kelapa dengan sari buah alpukat (Persea americana mill)
yang digunakan dengan variasi volume 50 : 50 ( dalam satuan ml). Lapisan nata
de coco yang terbentuk dicuci dengan aquades kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 70 800c.

F. HASIL
Dalam medium air kelapa setelah penambahan sari buah Alpukat (Persea
Americana Mill) difermentasikan hingga 14 hari terbentuk lapisan nata de coco
yang mengambang pada permukaan media.

G. PEMBAHASAN
Nilawati et all (1997) menyatakan bahwa kandungan nutrisi yang tersedia
didalam medium seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin-vitamin
mempengaruhi pembentukan selulosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Analisis
kadar Protein yang dilakukan dengan proses Kjedhal, kadar Lemak menggunakan
metode Soxhletasi dan serat dengan metode Deffating dan Digestion
di peroleh data sebagai berikut:

Peningkatan jumlah sari buah Alpukat (Persea Americana Mill)


menyebabkan semakin bertambahnya kandungan nutrien yang terdapat pada
medium fermentasi. Salah satu nutrien yang terdapat pada sari buah Alpukat
(Persea Americana Mill) tersebut adalah protein yang digunakan sebagai sumber
nitrogen tambahan setelah nitrogen yang berasal dari urea dan dari air kelapa.
Kelengkapan nitrogen yang berasal dari sari buah Alpukat (Persea Americana
Mill), air kelapa dan urea sangat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Semakin tinggi kadar nutrien semakin
tinggi kesempatan bakteri Acetobakter xylinum untuk melakukan reproduksi
sehingga populasi bakteri Acetobakter xylinum semakin banyak. Hal ini
menyebabkan metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh bakteri Acetobacter
xylinum berupa benang-benang selulosa semakin meningkat dan protein yang
berasal dari bakteri Acetobakter xylinum terperangkap diantara susunan benang-
benang selulosa (nata de coco) (Pambayun,2002).

Uji Organoleptik Produk kesatu dengan perbandingan 50 : 50 (air kelapa :


sari alpukat)

Pada penelitian pembuatan nata de coco, diperlukan uji organoleptik. Uji


dilakukan dengan penilaian inderawi menggunakan uji skoring dengan kriteria
semakin tinggi angka maka mutunya semakin baik. Penilaian dilakukan dengan
20 orang panelis yang semi terlatih. Ada 4 ( empat) parameter organoleptik yang
diujikan yaitu warna, tekstur, rasa dan aroma
1. Uji Warna
Warna hijau yang terbentuk setelah penambahan sari buah Alpukat atau
Persea americana, hal ini terjadi karena pigmen yang dihasilkan akan
terperangkap kuat diantara jaringan selulosa pada Nata de coco. Sehingga dalam
proses pengolahan seperti pemanasan dalam air mendidih dan perendaman
kestabilan warna akan tetap terjaga. Perubahan warna bisa saja terjadi, namun
tidak berpengaruh signifikan terhadap penampakan warna Nata de coco. Hal ini
yang membedakan antara pewarna alami dengan sintetik, dimana pewarna sintetik
apabila air yang digunakan dalam proses perendaman diganti maka nata akan
menjadi putih kembali. Pada proses perendaman dengan air, larutan media
berwarna yang terperangkap dalam nata mengalami difusi, sehingga warna nata
dan larutan perendam yang digunakan sama. Penilaian warna oleh panelis dengan
instrumen skoring (Sihmawati,et al., 2014). Hasil yang did apat, nata berwarna
putih dengan sedikit kehijauan karena penambahan sari alpukat.
2. Uji Tekstur
Tekstur yang baik untuk nata de coco adalah kenyal dan tidak keras.
Namun, hasil yang didapat adalah tekstur yang keras.
3. Uji Rasa
Menurut Winarno (1996),rasa pangan merupakan sifat makanan dan
minuman yang dirasakan di bagian mulut dan diklasifikasikan oleh beraneka
ragam senyawa dan larutan. Rasanya sama seperti Nata de coco pada umumnya
hanya saja terdapat rasa alpukat, ini dikarenakan penambahan sari alpukat.
4. Uji Aroma
Aroma yang baik untuk nata de coco adalah tidak asam. Nata de coco yang
baru jadi berbau sangat asam, setelah di rendam selama empat hari aroma asam
menghilang dan beraroma seperti nata pada umumnya.
Uji Organoleptik Produk Kedua dengan perbandingan 70 : 30 (air kelapa :
sari alpukat)

Pada penelitian pembuatan nata de coco, diperlukan uji organoleptik. Uji


dilakukan dengan penilaian inderawi menggunakan uji skoring dengan kriteria
semakin tinggi angka maka mutunya semakin baik. Ada 4 ( empat) parameter
organoleptik yang diujikan yaitu warna, tekstur, rasa dan aroma
1. Uji Warna
Warna hijau yang terbentuk setelah penambahan sari buah Alpukat atau
Persea americana, hal ini terjadi karena pigmen yang dihasilkan akan
terperangkap kuat diantara jaringan selulosa pada Nata de coco. Sehingga dalam
proses pengolahan seperti pemanasan dalam air mendidih dan perendaman
kestabilan warna akan tetap terjaga. Perubahan warna bisa saja terjadi, namun
tidak berpengaruh signifikan terhadap penampakan warna Nata de coco. Hal ini
yang membedakan antara pewarna alami dengan sintetik, dimana pewarna sintetik
apabila air yang digunakan dalam proses perendaman diganti maka nata akan
menjadi putih kembali. Pada proses perendaman dengan air, larutan media
berwarna yang terperangkap dalam nata mengalami difusi, sehingga warna nata
dan larutan perendam yang digunakan sama. Penilaian warna oleh panelis dengan
instrumen skoring (Sihmawati,et al., 2014). Hasil yang didapat, nata berwarna
putih dengan sedikit kehijauan karena penambahan sari alpukat.
2. Uji Tekstur
Tekstur yang baik untuk nata de coco adalah kenyal dan tidak keras. Hal
ini sesuai dengan hasil nata de coco yang di dapat, yaitu tekstur nata yang kenyal
dan tidak keras.
3. Uji Rasa
Menurut Winarno (1996),rasa pangan merupakan sifat makanan dan
minuman yang dirasakan di bagian mulut dan diklasifikasikan oleh beraneka
ragam senyawa dan larutan. Rasanya sama seperti Nata de coco pada umumnya
hanya saja terdapat rasa alpukat, ini dikarenakan penambahan sari alpukat.
4. Uji Aroma
Aroma yang baik untuk nata de coco adalah tidak asam. Nata de coco yang
baru jadi berbau sangat asam, setelah di rendam selama empat hari aroma asam
menghilang dan beraroma seperti nata pada umumnya.
H. KESIMPULAN
Pengaruh penambahan variasi sari buah Alpukat (Persea Americana Mill)
pada perbandingan 50 : 50 menghasilkan protein 0,0243 %, lemak 4,4797 %, dan
serat 6,4564 %. Untuk perbandingan 70 : 30 menghasilkan protein 0,0164 %,
lemak 3,5081 %, dan serat 5,5916 %. Jadi, untuk menghasilkan kadar protein,
lemak, dan serat yang semakin besar pada penambahan 50% sari buah Alpukat
tetapi untuk uji organoleptik didapatkan hasil yang baik pada kadar 70 : 30.
DAFTAR PUSTAKA

Atih, SH. 1979. Pengolahan Air Kelapa, Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan Indonesia Bogor. Bogor: Penelitian Kimia.

Harry, Apriadji. 2002. Good Mood Food. Jakarta: Gramedia.

Lehninger, A.L. 1975. Principles of Biochemistry, Worth Publisher. Inc, New York.
Owen,

Moat, A.G, 1979. Microbial Physiologi, Jhon Wiley and Sons, New York, 600p.

Nilawati, K. Hariyanto, L.Halimah. 1997. Pengaruh Lama Penyimpanan Limbah


Cair Tahu dan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Nata de Soya. Banda Aceh:
Buletin HPI, Balai Industri Banda Aceh, Vol x : 01-02.

Onifade, A, Agboola, K. 2003. Effec of Fungal Infection Proximate Nutrient,


Composition of Coconut Agriculture and Environment.

Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Tujuh. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata De Coco. Yogyakarta: Kanisius.

Putriana, Indah & Siti Aminah. 2013. Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat
Organoleptik Nata de Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi Physical
quality, Dietary Fiber and Organoleptic Characteristic from Nata de Cassava
Based time of Fermentation Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 04 No. 07.
Sihmawati, Rini Rahayu dkk. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco dengan
Penambahan Sari Buah Mangga Jurnal Teknik Industri HEURISTIC Vol 11
No 2.
Sutarminingsih, Lilis, 2004, Peluang Usaha Nata De Coco, Yogyakarta: Kanisius.

Tomoyuki, Y, Asakura, T and Toda, K. 1996. Cellulose Production by Acetobacter


Pateurianus on Silicone Membrane. Journal of Fermentation an Enggenering, vol
81.

Yuniarti, Yusak. 2010. Inkorporasi Asam Askorbat pada Pembentukan Selulosa Bakteri
dengan Menggunakan Acetobacter xylinum, Disertasi, Medan: Fakultas MIPA
USU.
PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN INOVASI PENAMBAHAN
SARI BUAH ALPUKAT

Disusun oleh:

Kelompok 4
Afrinda Mukaromah (4401415057)
Ella Septiana A.G (4401415063)
Annastesia Berliyan Utami (4401415077)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2017
A. JUDUL
Nata De Coco dengan Inovasi Sari Buah Alpukat

B. TUJUAN
Mengetahui pengaruh sari buah Alpukat pada nata de coco

C. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kelapa
Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae .
Tumbuhan ini di manfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga
dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Kelapa (Cocos Nucifera L) secara alami
tumbuh di pantai dan mencapai ketinggian 30 m (Palungkun,1992). Buah kelapa
adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp berupa serat-serat
kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali dan
lain-lain. Tempurung atau batok bagian endocarp digunakan sebagai bahan bakar,
wadah minuman, bahan baku kerajinan dan arang aktif. Endosperma buah kelapa
yang berupa cairan serta endapannya yang melekat didinding dalam batok (daging
buah kelapa) adalah sumber penyegar yang mengandung beraneka enzim dan
memiliki khasiat penetral racun dan memberikan efek penyegar
(Palungkun,1992). Air kelapa mengandung air 91,5 %, protein 0,14%, lemak 1,5
%, karbohidrat 4,6%, serta abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung berbagai
nutrisi seperti sukrosa, destrosa, fruktosa serta vitamin B kompleks yang terdiri
dari asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflafin dan asam folat.
Air kelapa banyak terbuang sebagai limbah yang belum dimanfaatkan,
menurut Atih ( 1979 ) menyatakan bahwa air kelapa yang dihasilkan di Indonesia
mencapai 900 juta liter / tahun. Air kelapa tersebut dapat dimanfaatkan untuk
dibuat menjadi bahan makanan tambahan yang disebut dengan nata de coco.
Kandungan nutrisi yang terdapat didalam air kelapa seperti sukrosa, dekstrosa,
fruktosa dan vitamin B kompleks (Onifade, 2003) mendukung pertumbuhan
baktkeri Acetobacter xylinum pada saat berlangsungnya fermentasi untuk
membentuk nata.

3.2 Alpukat ( Persea Americana Mill)


Buah Alpukat (Persea Americana Mill) merupakan buah eksotik yang
paling banyak digemari konsumen dalam dan luar negeri. Buah Alpukat (Persea
Americana Mill) biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Buah Alpukat (Persea
Americana Mill) memiliki daging buah berwarna kuning atau kuning kehijauan,
tidak manis, beraroma lembut, berserat dan mempunyai cita rasa yang tinggi.
Buah Alpukat (Persea Americana Mill) mengandung 300 kalori dan 88
persen di kontribusi sebagai lemak. Buah Alpukat (Persea Americana Mill)
mampu memberikan lubrikasi (pemberian minyak) secara alami pada tulang-
tulang persendian tubuh seperti leher, siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut dn
pergelangan kaki (Surtarminingsih,2004). Kedudukan buah Alpukat (Persea
Americana Mill) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea Americana Mill
Zat besi dan tembaga yang berlimpah membuat buah Alpukat (Persea
Americana Mill) berperan dalam pembentukan sel darah merah dan mencegah
anemia. Paduan antara vitamin C, vitamin E, Kalium dan Mangan menjadikan
buah Alpukat (Persea Americana Mill) baik untuk menjaga kesehatan rambut.
Dan dengan adanya Asam Folat dan vitamin B, buah Alpukat (Persea Americana
Mill) berperan dalam pembentukan tulang. Buah Alpukat (Persea Americana
Mill) kaya akan mineral kalium tetapi rendah kandungan mineral natriumnya.
Perbandingan ini mendorong suasana basa didalam tubuh kita. Berkurangnya
keasaman tubuh akan menekan munculnya penyakit akibat kondisi tubuh terlalu
asam seperti alergi, pusing, panik, gangguan pernafasan dan gangguan
pencernaan.
Buah Alpukat (Persea Americana Mill) memiliki senyawa fitokimia non
gizi yang berkhasiat yaitu glutation. Glutation merupakan antioksidan kuat
pengusir beragam penyakit kanker, khususnya penyakit kanker mulut dan
tenggorokan serta mencegah serangan jantung (Harry, 2002).

3.3 Nata de Coco


Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Nata diambil dari nama
tuan Nata yang berhasil menemukan nata de coco dan mulai diperkenalkan secara
luas ke masyarakat. Di Indonesia nata de coco mulai dikenal tahun 1973 dan
dikembangkan tahun 1975. Namun demikian nata de coco mulai kenal oleh
masyarakat secara luas dipasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih, 2004).
Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi Puslitbang Biologi LIPI, didalam 100
gr nata de coco terkandung nutrisi kalori 146 kal, lemak 0,2 %, karbohidrat 36,1
mgr, kalsium 12 mgr, pospor 2 mgr, besi 0,5 mgr dan air sekitar 80 %. Produk
nata de coco aman dikonsumsi oleh siapa saja karena nata de coco tidak akan
menyebabkan kegemukan sehingga sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang
diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan. Keunggulan lain dari produk
nata de coco karena memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Nata de coco
yang diperlukan dari hasil permentasi mempunyai sifat fisik yang unggul daripada
selulosa yang diperoleh secara alami seperti poli fungsional, hidrofilik dan
biokompatibel (Yuniarti, 2010). Pada proses permentasi ini bakteri Acetobacter
xylinum mengubah glukosa membentuk selulosa melalui jalur pentosa posfat
(Lehninger, 1975).
Dari jalur diagram diatas dapat dilihat bahwa glukosa dimetabolisme oleh
berbagai inzim yang ada dalam struktur air kelapa membentuk polimer selulosa,
UDP glukosa pirofosforilase dan prekursor sintesis selulosa. Dan polimerisasi
glukosa ini terjadi dalam media ekstraseluler dari sentesis selulosa (Yuniarti,
2010).

3.4 Acetobacter Xylinum


3.4.1 Morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek atau
kokus, bersifat gram negative, aerob, mempunyai panjang 2 mikron dengan
permukaan dinding yang berlendir. (Moat, 1986 ; Forng et al 1989). Bakteri ini
biasa membentuk rantai pendek dengan 6 8 sel. Bakteri ini membentuk
endospora maupun pigmen. Pada kultur yang masih muda, individu sel sendiri-
sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai
gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium
cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan nata dan dapat dikembang
biakkan dengan menggunakan jarum oase (Pambayun, 2002).

3.4.2 Taksonomi
Kedudukan Acetobacter xylinum berdasarkan taksonomi adalah
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
Order : Rhodospirilles
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Subspecies : Xylinum
Scientific name : Acetobacter xylinum (Tomoyuki,1996).

D. ALAT DAN BAHAN


Alat :
12. Alat-alat gelas
13. Neraca analisis ohaus
14. Oven
15. Inkubator
16. Thermometer
17. Indikator universal
18. Bunsen
19. Statif
20. Alat penyuling
21. Kertas saring
22. Alat pengaduk

Bahan :
8. Air kelapa
9. Sari buah alpukat (Persea americana mill)
10. Asam asetat
11. Urea
12. Sukrosa
13. Bibit Acetobacter xylinum
14. Aquadest

E. CARA KERJA
Sebanyak 700 ml air kelapa hasil penyaringan dimasukkan kedalam beaker
glass, ditambahkan 100 gram gula pasir, 10 gram urea dan sari buah alpukat
(Persea americana mill) 300 ml di aduk dan di panaskan sampai mendidih.
Kemudian tambahkan asam asetat 10 ml, ditutup dan dinginkan hingga suhu
kamar. Tambahkan starter sebanyak 100 ml dan difermentasikan selama 10 14
hari pada suhu kamar air kelapa dengan sari buah alpukat (Persea americana mill)
yang digunakan dengan variasi volume 70 : 30 ( dalam satuan ml). Lapisan nata
de coco yang terbentuk dicuci dengan aquades kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 70 800c.

F. HASIL
Dalam medium air kelapa setelah penambahan sari buah Alpukat (Persea
Americana Mill) difermentasikan hingga 14 hari terbentuk lapisan nata de coco
yang mengambang pada permukaan media.

G. PEMBAHASAN
Nilawati et all (1997) menyatakan bahwa kandungan nutrisi yang tersedia
didalam medium seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin-vitamin
mempengaruhi pembentukan selulosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Analisis
kadar Protein yang dilakukan dengan proses Kjedhal, kadar Lemak menggunakan
metode Soxhletasi dan serat dengan metode Deffating dan Digestion
di peroleh data sebagai berikut:

Peningkatan jumlah sari buah Alpukat (Persea Americana Mill)


menyebabkan semakin bertambahnya kandungan nutrien yang terdapat pada
medium fermentasi. Salah satu nutrien yang terdapat pada sari buah Alpukat
(Persea Americana Mill) tersebut adalah protein yang digunakan sebagai sumber
nitrogen tambahan setelah nitrogen yang berasal dari urea dan dari air kelapa.
Kelengkapan nitrogen yang berasal dari sari buah Alpukat (Persea Americana
Mill), air kelapa dan urea sangat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Semakin tinggi kadar nutrien semakin
tinggi kesempatan bakteri Acetobakter xylinum untuk melakukan reproduksi
sehingga populasi bakteri Acetobakter xylinum semakin banyak. Hal ini
menyebabkan metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh bakteri Acetobacter
xylinum berupa benang-benang selulosa semakin meningkat dan protein yang
berasal dari bakteri Acetobakter xylinum terperangkap diantara susunan benang-
benang selulosa (nata de coco) (Pambayun,2002).

Uji Organoleptik Produk dengan perbandingan 70 : 30 (air kelapa : sari


alpukat)

Pada penelitian pembuatan nata de coco, diperlukan uji organoleptik. Uji


dilakukan dengan penilaian inderawi menggunakan uji skoring dengan kriteria
semakin tinggi angka maka mutunya semakin baik. Ada 4 ( empat) parameter
organoleptik yang diujikan yaitu warna, tekstur, rasa dan aroma
1. Uji Warna
Warna hijau yang terbentuk setelah penambahan sari buah Alpukat atau
Persea americana, hal ini terjadi karena pigmen yang dihasilkan akan
terperangkap kuat diantara jaringan selulosa pada Nata de coco. Sehingga dalam
proses pengolahan seperti pemanasan dalam air mendidih dan perendaman
kestabilan warna akan tetap terjaga. Perubahan warna bisa saja terjadi, namun
tidak berpengaruh signifikan terhadap penampakan warna Nata de coco. Hal ini
yang membedakan antara pewarna alami dengan sintetik, dimana pewarna sintetik
apabila air yang digunakan dalam proses perendaman diganti maka nata akan
menjadi putih kembali. Pada proses perendaman dengan air, larutan media
berwarna yang terperangkap dalam nata mengalami difusi, sehingga warna nata
dan larutan perendam yang digunakan sama. Penilaian warna oleh panelis dengan
instrumen skoring (Sihmawati,et al., 2014). Hasil yang didapat, nata berwarna
putih dengan sedikit kehijauan karena penambahan sari alpukat.
2. Uji Tekstur
Tekstur yang baik untuk nata de coco adalah kenyal dan tidak keras. Hal
ini sesuai dengan hasil nata de coco yang di dapat, yaitu tekstur nata yang kenyal
dan tidak keras.
3. Uji Rasa
Menurut Winarno (1996),rasa pangan merupakan sifat makanan dan
minuman yang dirasakan di bagian mulut dan diklasifikasikan oleh beraneka
ragam senyawa dan larutan. Rasanya sama seperti Nata de coco pada umumnya
hanya saja terdapat rasa alpukat, ini dikarenakan penambahan sari alpukat.
4. Uji Aroma
Aroma yang baik untuk nata de coco adalah tidak asam. Nata de coco yang
baru jadi berbau sangat asam, setelah di rendam selama empat hari aroma asam
menghilang dan beraroma seperti nata pada umumnya.
H. KESIMPULAN
Pengaruh penambahan variasi sari buah Alpukat (Persea Americana Mill)
pada perbandingan 70 : 30 menghasilkan protein 0,0164 %, lemak 3,5081 %, dan
serat 5,5916 %. Untuk uji organoleptik didapatkan hasil yang baik pada kadar 70 :
30.
DAFTAR PUSTAKA

Atih, SH. 1979. Pengolahan Air Kelapa, Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan Indonesia Bogor. Bogor: Penelitian Kimia.

Harry, Apriadji. 2002. Good Mood Food. Jakarta: Gramedia.

Lehninger, A.L. 1975. Principles of Biochemistry, Worth Publisher. Inc, New York.
Owen,

Moat, A.G, 1979. Microbial Physiologi, Jhon Wiley and Sons, New York, 600p.

Nilawati, K. Hariyanto, L.Halimah. 1997. Pengaruh Lama Penyimpanan Limbah


Cair Tahu dan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Nata de Soya. Banda Aceh:
Buletin HPI, Balai Industri Banda Aceh, Vol x : 01-02.

Onifade, A, Agboola, K. 2003. Effec of Fungal Infection Proximate Nutrient,


Composition of Coconut Agriculture and Environment.

Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Tujuh. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata De Coco. Yogyakarta: Kanisius.

Putriana, Indah & Siti Aminah. 2013. Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat
Organoleptik Nata de Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi Physical
quality, Dietary Fiber and Organoleptic Characteristic from Nata de Cassava
Based time of Fermentation Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 04 No. 07.
Sihmawati, Rini Rahayu dkk. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco dengan
Penambahan Sari Buah Mangga Jurnal Teknik Industri HEURISTIC Vol 11
No 2.
Sutarminingsih, Lilis, 2004, Peluang Usaha Nata De Coco, Yogyakarta: Kanisius.

Tomoyuki, Y, Asakura, T and Toda, K. 1996. Cellulose Production by Acetobacter


Pateurianus on Silicone Membrane. Journal of Fermentation an Enggenering, vol
81.

Yuniarti, Yusak. 2010. Inkorporasi Asam Askorbat pada Pembentukan Selulosa Bakteri
dengan Menggunakan Acetobacter xylinum, Disertasi, Medan: Fakultas MIPA
USU.

Anda mungkin juga menyukai