Anda di halaman 1dari 17

Nisa Wulandari

240210120128
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Karbohidrat mempunyai sifat fungsional yang penting dalam proses

pengolahan makanan, seperti sebagai bahan pengisi, pengental, penstabil emulsi,


pengikat air, pembentuk flavor, aroma, dan tekstur (seperti sifat renyah, lembut,
dan pembentuk gel). Karbohidrat juga penting sebagai sumber pemanis alami,
bahan baku proses fermentasi, berperan dalam menentukan karakteristik rheologi
dari berbagai jenis bahan atau produk pangan, serta terlibat dalam reaksi
pencoklatan yang umum terjadi dalam proses pengolahan pangan (Andarwulan,
2011).
Berdasarkan struktur kimia, nilai gizi dan penggunaannya dalam tubuh,
karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat yang dapat dicerna
(digestible carbohydrate) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (nondigestible carbohydrate). Karbohidrat yang dapat dicerna adalah karbohidrat yang
dapat dipecah oleh enzim -amilase di dalam sistem pencernaan manusia dan
menghasilkan energi. Karbohidrat yang termasuk ke dalam kelompok yang dapat
dicerna adalah monosakarida (seperti glukosa dan fruktosa), disakarida (seperti
sukrosa, laktosa, dan maltosa), dan polisakarida (seperti pati dan dekstrin).
Karbohidrat yang tidak dapat dicerna sering juga dikelompokkan sebagai serat
makanan atau dietary fiber. Karbohidrat ini tidak dapat dipecah oleh enzim amilase yang ada di dalam tubuh manusia. Diantara karbohidrat yang termasuk
dalam kelompok yang tidak dapat dicerna adalah selulosa, hemiselulosa, lignin,
dan substansi pektat (Andarwulan, 2011).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya
karbohidrat dalam suatu bahan pangan antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik,
cara enzimatik atau biokimiawi, dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat
yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan
pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.
Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu
keadaan tertentu (Sudarmadji, 1989). Praktikum kali ini melakukan analisis
terhadap kadar gula pereduksi dan gula total, kadar pati, dan kadar serat kasar.
5.1.

Penentuan Kadar Gula Pereduksi dan Gula Total

Nisa Wulandari
240210120128
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya
berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Penentuan kadar
gula pereduksi dan gula total ini menggunakan cara Luff Schoorl, dimana metode
ini merupakan salah satu penentuan kadar karbohidrat dengan cara kimiawi
dengan oksidator kupri. Pada penentuan gula cara Luff Schoorl, yang ditentukan
bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida
dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan
sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya
dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Sampel
yang diuji pada penentuan kadar gula reduksi dan kadar gula total antara lain:
Good day, Buavita, Indomilk, Teh Pucuk, dan Sprite. Masing-masing sampel ini
diuji oleh dua kelompok.
Uji gula ini bersifat kuantitatif karena akan menghasilkan jumlah zat gula
dalam produk tersebut. Tahap awal yang dilakukan adalah menimbang sampel
sebanyak 2,5 gram dalam labu ukur 250 ml, sampel tersebut ditambah aquades 50
ml dan 5 ml Pb Asetat 5%, lalu dikocok kuat selama satu menit. Pb Asetat
ditambahkan untuk mereduksi kandungan lain selain karbohidrat yang terdapat
dalam sampel. Hal ini dikarenakan kandungan sampel tidak hanya karbohidrat,
banyak juga kandungan lain seperti protein, lemak, mineral, dan lain-lain. Selain
itu fungsi Pb Asetat adalah mengedapkan asam-asam organik dan protein yang
terdapat pada sampel. Setelah itu, ditambahkan Na Phospat 5% sebanyak 5 ml
kemudian kocok kuat kembali selama 1 menit. Larutan Na Phospat 5% berfungsi
menghilangkan timbal berlebih ketika proses sebelumnya. Timbal berlebih harus
dihilangkan karena akan bereaksi dengan I2 membentuk endapan dan
mempengaruhi titik akhir titrasi, sehingga akan mempengaruhi dalam perhitungan
kadar gula tersebut. Setelah itu, ditambahkan akuades sampai tanda batas, kocok
dan saring. Filtrat diambil 50 ml dan dievaporasi diatas hotplate sampai volume
filtrat menjadi setengahnya. Kemudian filtrat didinginkan hingga mencapai suhu
ruang. Filtrat dipindahkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan akuades sampai
tanda batas, dan dikocok hingga homogen. Filtrat ini merupakan bahan siap uji
gula pereduksi (larutan A).

Nisa Wulandari
240210120128
Larutan yang diuji untuk menentukan kadar gula total diperoleh dengan
memipet larutan A sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass.
Larutan tersebut ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4 N.
Tujuan dari penambahan HCl ini adalah untuk memberikan suasana asam dalam
sampel dan diharapkan dapat melarutkan protein yang terdapat dalam sampel
yang dikhawatirkan bila protein tidak terpisahkan dalam metode ini dapat
dianggap sebagai komponen gula pereduksi, sehingga analisa yang kita lakukan
akan mengalami kesalahan. Penambahan HCl juga berfungsi untuk menghidrolisis
semua gula sehingga semua gula berubah menjadi gula yang bersifat pereduksi
Setelah itu bahan dipanaskan 30 menit setelah itu bahan didinginkan hingga
mencapai suhu 20C lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml. Bahan
dinetralkan dengan NaOH 4N dan ditepatkan dengan akuades hingga tanda batas,
diperoleh larutan untuk diuji kadar gula totalnya (larutan B).
Kadar gula pereduksi dan gula total ditentukan dengan cara memipet
larutan A (untuk kadar gula pereduksi) dan larutan B (untuk kadar gula total)
sebanyak 15 ml. Larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian
dilakukan penambahan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml dan direfluks selama
15 menit. Tujuan dari penambahan pereaksi Luff Schoorl lalu di refluks ialah
untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO. Tahap selanjutnya
ialah menambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N. CuO akan bereaksi
dengan H2SO4 menghasilkan CuSO4 dan ketika dilakukan penambahan KI, CuSO4
akan bereaksi dengan KI membentuk CuI2. Kemudian dilakukan titrasi dengan
menggunakan natrium tiosulfat 0,087 N hingga berwarna kuning jerami. Ketika
warna sudah berubah menjadi kuning jerami, dilakukan penambahan indikator
amilum 1% sebanyak 2 ml dan titrasi dilanjutkan sehingga warnanya berubah
menjadi putih susu. Penambahan indikator amilum ditambahkan saat pertengahan
titrasi (bukan saat awal titrasi) karena penambahan amilum di awal dapat
mengakibatkan menutupi permukaan senyawa CuI sehingga hasil yang diperoleh
menjadi bias. Amilum juga dapat menyekap semua I 2 hasil reaksi sehingga nanti
akan mempengaruhi volume titrasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2SO4 + CuO

CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2KI

CuI2 + K2SO4

Nisa Wulandari
240210120128
2CuI2

Cu2I2 + I2

I2 + Na2S2O3

Na2S4O6 + NaI

Setelah mendapatkan volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan, maka


dilakukan penentuan kadar gula reduksi dan gula total.
a=

(Volume blankoVolume titrasi) x N Na 2 S2 O3


0,1

Nilai a tersebut diinterpolasi ke b dengan melihat tabel Luff Schroorl. Setelah


didapatkan nilai b kadar gula reduksi maupun gula total dapat dihitung
menggunakan rumus:
Kadar gula reduksi/total ( )=

b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )

Faktor pengenceran dapat dilihat dari penambahan akuades hingga tanda


batas dalam labu ukur yang volumenya berbeda dari tiap proses. Berdasarkan
perhitungan, didapatkan bahwa untuk menghitung kadar gula total faktor
pengenceran yang digunakan adalah 40. Sedangkan untuk menentukan kadar gula
pereduksi, faktor pengenceran yang digunakan adalah 20. Berikut ini merupakan
tabel Luff Schoorl:
Tabel 1. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan
**)
glukosa, fruktosa, gula
glukosa, fruktosa, gula
ml 0,1 N
ml 0,1 N
invert
invert
Thio *)
Thio *)
mg C6H12O6
mg C6H12O6

1
2,4
2,4
13
33,0
2,7
2
4,8
2,4
14
35,7
2,8
3
7,2
2,5
15
38,5
2,8
4
9,7
2,5
16
38,5
2,9
5
12,2
2,5
17
44,2
2,9
6
14,7
2,5
18
47,1
2,9
7
17,2
2,6
19
50,0
3,0
8
19,8
2,6
20
53,0
3,0
9
22,4
2,6
21
56,0
3,1
10
25,0
2,6
22
59,1
3,1
11
27,6
2,7
23
62,2
12
30,3
2,7
24
*) ml 0,1 N Thio = titrasi blanko-titrasi sampel
**) Analisa dengan metode Luff Schoorl

(Sumber: Sudarmadji, 1989)

Nisa Wulandari
240210120128
Pengertian dari kadar gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam
suatu bahan pangan (monosakarida maupun oligosakarida). Sedangkan kadar gula
reduksi adalah kandungan gula yang mampu mereduksi zat lain. Pada umumnya,
gula pereduksi berasal dari golongan monosakarida. Berikut ini merupakan hasil
pengamatan penentuan kadar gula reduksi dan gula total:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total

Ke
l

Sampel

Berat
Sampe
l (g)

Larutan A
Volume
Titrasi
(ml)

a (ml)

b (ml)

Kadar
Gula
Reduks
i (%)

Larutan B
Volume
Titrasi
(ml)

Good
day

2,5067

25,2

0,783

1,879
4

1,4995

23,2

Buavita

2,5473

20,9

4,524

11,010

8,6440

22,8

2,5963

24,5

1,392

2,5700

23,0

2,5557

25,3

0,696

1,2550

23,8

2,6386

22,6

3,5013

23,2

9,4691

22,8

3,1582

25,0

1,8300

23,9

2,4809

20,0

3
4

Indomil
k
Pucuk
Harum

Sprite

2,5322

24,5

1,392

Good
day

2,517

24,9

1,044

Buavita

2,5092

20,5

4,872

2,5123

24,2

1,653

2,5157

25,0

0,957

2,5248

24,6

1,305

8
9
10

Indomil
k
Pucuk
Harum
Sprite

3,354
0
1,670
4
3,340
8
4,406
4
11,880
3,967
2
2,297
0
3,132
0

Kadar
Gula
Total
(%)

a
(ml)
2,52
3
2,87
1
2,69
7
2,00
1
3,04
5
2,52
3
2,87
1
2,43
6
1,91
4
5,30
7

b (ml)
6,055

9,6621

6,8904

10,82

6,4928

9,9723

4,8024

7,5164

7,3125

11,5512

6,0552

9,6229

6,8964

10,5842

4,5492

14,48

4,39

6,98

12,736
8

20,1787

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)


Perhitungan kadar gula reduksi dan gula total sampel sprite kelompok 10:

Kadar gula reduksi


( Volume blanko Volume titrasi ) x N Na2 S2 O3
a=
0,1
a=

(26,124,6) 0,087
0,1

Nisa Wulandari
240210120128
a=1,305 ml

21,305 4,8b
=
1,3051 b2,4
b=3,132mg
Kadar gula reduksi ( )=

b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )

Kadar gulareduksi ( )=

3,132 20
100
2524,8

Kadar gula reduksi ( )=2,4809

Kadar gula total


( Volume blanko Volume titrasi ) x N Na2 S2 O3
a=
0,1
a=

(26,120)0,087
0,1

a=5,307 ml

65,307 14,7b
=
5,3075 b12,2
b=12,7368 mg
Kadar gula total ( )=

b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )

Kadar gulatotal ( )=

12,7368 40
100
2524,8

Kadar gula total ( )=20,1787


Berdasarkan tabel hasil pengamatan sampel yang memiliki kadar gula
reduksi yang paling besar adalah sampel Buavita sebesar 8,644% (kelompok 2)
dan 9,4691% (kelompok 7). Sedangkan sampel yang memiliki kadar gula reduksi
yang paling kecil adalah Teh Pucuk sebesar 1,6704% (kelompok 4) dan 1,83%
(kelompok 9).
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sampel Good day memiliki kadar gula
total dalam 1 ml sebesar 3,8545% (kelompok 1) dan 3,823% (kelompok 6).
Menurut kemasan Good day, sampel ini memiliki kadar gula total sebesar 0,03%
dalam 1 ml. Sampel Buavita berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula

Nisa Wulandari
240210120128
total dalam 1 ml sebesar 4,247% (kelompok 2) dan 4,377% (kelompok 7). Kadar
gula total yang tertera pada kemasan Buavita adalah sebesar 0,0464% dalam 1 ml
sampel. Sampel Indomilk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total
dalam 1 ml sebesar 3,8409% (kelompok 3) dan 5,7636% (kelompok 8). Kadar
gula total yang tertera pada kemasan Indomilk adalah 0,03047% dalam 1 ml
sampel. Sampel Tek Pucuk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total
dalam 1 ml sampel sebesar 2,941% (kelompok 4) dan 2,774% (kelompok 9).
Kadar gula total Teh Pucuk menurut kemasan adalah 0,03125% dalam 1 ml.
Sampel Sprite berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total dalam 1 ml
sampel sebesar 4,5617% (kelompok 5) dan 7,992% (kelompok 10). Kadar gula
total Sprite menurut kemasan adalah 0,0206% dalam 1 ml Sprite. Data yang
didapatkan saat praktikum semuanya berbeda dengan data pada kemasan sampel
tersebut. Perbedaaan ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain:
1. Tidak terendapkannya kelebihan Pb2+ dari Pb Asetat. Akibatnya Pb2+ akan
mengganggu proses reaksi yang terjadi. Seperti reaksi dengan I2 dan KI. Jika
Pb2+ tidak terendapkan maka dapat bereaksi dengan KI menjadi PbI2.
2. Kurang sempurnanya proses refluks. Akibatnya terdapat monosakarida yang
belum teroksidasi oleh larutan Luff.
3. Pada penetapan kadar gula setelah inversi, penetralan dengan NaOH 30%
kurang sempurna. Karena apabila dalam suasana asam CuO dapat larut
sehingga kehilangan fungsinya sebagai oksidator dan apabila dalam suasana
basa, akan terbentuk Cu(OH)2 sehingga terjadi kesalahan positif. (Riandari,
2010)
5.2.

Penentuan Kadar Pati


Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang diekstrak dari tanaman,

seperti beras, jagung, ketela pohon, ubi jalar, sagu, dan sebagainya. Pati juga
terdapat pada buah yang masih mentah, misalnya pisang dan sukun. Namun
semakin matang buah, kandungan patinya semakin menurun yang disebabkan
adanya hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang memberikan rasa manis.
Pati tersusun oleh dua kelompok makromolekul yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua makromolekul ini sangat berperan terhadap sifat fisik, kimia, dan
fungsional pati. Amilosa dan amilopektin disusun oleh monomer -D-glukosa

Nisa Wulandari
240210120128
yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosida. Perbandingan antara
amilosa dan amilopektin berbeda-beda untuk sumber pati yang berbeda. pada
umumnya, kandungan amilopektin lebih besar dibandingkan dengan amilosa (7080%) (Andarwulan, 2011).
Tiap

jenis

pati

tertentu

disusun

oleh

kedua

fraksi

tersebut

dalamperbandingan yang berbeda-beda. Pati pada beras dan sorgum sebagian


besar penyusunnya adalah amilopektin. Pemisahan antara fraksi amilosa dan
amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n-butanol atau thymol.
Amilopektin larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa
memberikan warna biru dengan larutan iodin dan amilopektin memberikan warna
merah violet (Sudarmadji, 1989).
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetri.
Total pati ditentukan dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi
glukosa. Untuk penentuan kadar pati dalam suatu bahan dapat dikerjakan dengan
menghidrolisis pati dengan asam atau enzim sehingga diperoleh gula reduksi.
(C6H10O5)m + m H2O
Pati
BM = 162 m

m C6H12O6
Glukosa
BM = 180 m

Setelah diketahui jumlah gula reduksi hasil hidrolisis pati tersebut maka
dapat dihitung jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi
sebesar 0,90. Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul pati
dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan (Sudarmadji, 1989).
Faktor konversi=

m BM pati
m BM gula reduksi

m162
m180

0.90

Sampel yang digunakan untuk ditentukan kadar patinya antara lain


cookies, mie instant, kentang, ubi, dan wafer. Masing-masing sampel tersebut
diuji oleh dua kelompok. Prosedur yang dilakukan untuk menentukan kadar pati
pada praktikum kali ini adalah menghaluskan sampel, sampel yang telah halus
kemudian dilakukan penimbangan sebanyak 3 gram. Sebanyak 30 ml akuades

Nisa Wulandari
240210120128
ditambahkan ke dalam sampel kemudian dilakukan pengadukan selama 1 jam.
Penambahan akuades ini berfungsi untuk menghilangkan kadar karbohidrat yang
terlarut. Pati bersifat tidak larut air, jika larutan berwarna keruh maka kandungan
amilosa lebih dominan dari amilopektin dan bersifat tidak lengket begitupun
sebaliknya. Sampel yang telah diaduk kemudian dilakukan penyaringan dan
endapan dibilas dengan 250 ml akuades. Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer
asah, ditambahkan HCl 2,5% sebanyak 200 ml, dilakukan refluks selama 2,5 jam,
dan didinginkan. Penambahan HCl berfungsi untuk menghidrolisa pati menjadi
gula reduksi. Tiga perlakuan yang dapat memotong rantai amilosa dan
amilopektin dalam pati adalah pemanasan, pemotongan dengan enzim, dan asam.
Refluks berfungsi untuk mempercepat reaksi. Prinsip kerja dari refluks adalah
menguapkan zat volatil tanpa mengurangi volume larutan. Larutan sampel yang
telah dingin ditambahkan indikator PP sebanyak 10 tetes dan dilakukan penetralan
dengan NaOH 4 N. Larutan sampel yang telah netral dipindahkan ke dalam labu
ukur 250 ml dan dilakukan penepatan dengan akuades. Larutan sampel tersebut
kemudian dikocok dan dilakukan penyaringan.
Sebanyak 15 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah
dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl lalu direfluks selama 15 menit,
setelah itu didinginkan. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml
H2SO4 6N. Asam sulfat berfungsi sebagai suasana asam pada saat terjadinya
oksidasi kalium iodida menjadi iodium. Iodium mudah menguap, sehingga
penambahan iodium pada analit dilakukan tepat pada saat titrasi akan dilakukan.
Jika setelah penambahan KI titrasi tidak langsung dilakukan menyebabkan ion
iodida yang terbentuk teroksidasi kembali menjadi I 2. Reaksi ini dikatalisis oleh
cahaya. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,093 N sampai larutan berwarna
kuning jerami lalu ditambahkan 2 ml amilum 1%. Indikator amilum berfungsi
untuk memperjelas terjadinya perubahan warna pada saat titik akhir titrasi,
kemudian dititrasi lagi sampai larutan berwarna putih susu.
Mula-mula kuproksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari
garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya
kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan amilum.

Nisa Wulandari
240210120128
Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah
selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penembahan
amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Jika I2 habis warna biru akan
hilang, sehingga titik akhir titrasi dinyatakan dengan warna putih susu.
Setelah didapatkan volume natrium tiosulfat dari hasil titrasi, maka kadar
pati yang terdapat pada masing-masing sampel dapat ditentukan. Penentuan kadar
gula total dirumuskan sebagai berikut:
a=

(Volume blankoVolume titrasi) x N Na 2 S2 O3


0,1

Nilai a yang didapat dipakai untuk penentuan nilai b dengan menggunakan


bantuan tabel Luff Schoorl. Setelah nilai b didapat, kadar gula total dapat
diketahui dengan menggunakan rumus:
Kadar gulatotal ( )=

b x Faktor pengenceran
x 100
berat ( mg )

Kadar pati dapat diketahui dengan mengalikan kadar gula total dengan
0.90 (faktor konversi). Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat
molekul pati dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan
(Sudarmadji, 1989).
Faktor konversi=

m BM pati
m BM gula reduksi

m162
m180

0.90

Kadar pati ( ) =Kadar gulatotal () 0.90


Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan penentuan kadar pati:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kadar Pati
Larutan Sampel
Berat Volum
Ke
e
Sampel
Sampe
a (ml) b (ml)
l
Titrasi
l (g)
(ml)
1
Cookies
3,0016
20,6
4,2780 10,395

Kadar
Gula
Total
(%)

Kadar
Pati (%)

34,630

31,170

Nisa Wulandari
240210120128
2

Mie
instant

3,0144

18,8

5,9520

Kentang

3,0063

10,5

13,671

4
5
6

Ubi
Wafer
Cookies
Mie
instant

3,0682
3,0371
3,0016

23,1
22,5
21,1

3,0144

18,2

Kentang

3,0663

10,25

7
8

9
Ubi
3,0682
22,4
10
Wafer
3,0371
22,5
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

14,580

43,531

11,420

10,278

1,9530
2,5110
3,8130

35,009
1
4,6872
6,0264
9,1512

15,2767
19,843
30,490

13,74903
17,8587
27,441

6,5100

15,975

52,99562

47,696

13,903
5
2,6040
2,5111

35,439
5
6,2496
6,0264

11,560

10,4041

20,370
19,843

18,330
17,8587

Perhitungan kadar pati sampel wafer kelompok 10:


Nilai a
a=

(Volume blankoVolume titrasi) x N Na 2 S2 O3


0,1

a=

(25,222,5) 0,093
0,1

a=2,511
Nilai b
32,511 7,2b
=
2,5112 b4,8
b=6,0264 mg

Kadar gula total


Kadar gula total ( )=

b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )

Kadar gula total ( )=

6,0264 100
100
3037,1

Kadar gula total ( )=19,843


Kadar pati
Kadar pati ( ) =Kadar gulatotal () 0.90
Kadar pati ( ) =19,843 0,90

48,367

Nisa Wulandari
240210120128
Kadar pati ( ) =17,8587
Berdasarkan hasil praktikum, sampel yang memiliki kadar pati terbesar
adalah mie instant (47,696%) dan sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi
(13,74903%). Berdasarkan literatur, ubi memiliki kadar pati antara 9,43517,175%. Mie instant terbuat dari bahan utama tepung terigu. Berdasarkan
literatur tepung terigu memiliki kadar pati sebesar 65-70%. Sehingga mie instant
pada saat pengujian memiliki kadar pati tertinggi dibandingkan dengan sampel
yang lain.
Tepung terigu relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya
serap yang terlalu tinggi. Komponen terbesar tepung terigu adalah pati. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Tepung terigu
(wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum saja (disebut wheat endosperm)
setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat
(disebut wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang
mengandung banyak vitamin dan mineral (disebut wheat germ). Dengan demikian
tepung terigu pada dasarnya merupakan sumber karbohidrat yang kandungan
patinya tinggi serta protein berbentuk gluten sama dengan tepung gandum.
5.3.

Penentuan Kadar Serat Kasar


Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan yang telah diperlakukan

dengan asam dan alkali mendidih, terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan
pentosa (Andarwulan, 2011). Di dalam analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa
encer dengan kondisi tertentu. Menurut Sudarmadji, langkah-langkah yang
dilakukan dalam analisa adalah:
1. Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan
dari pengaruh luar.

Nisa Wulandari
240210120128
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai, karena
penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena
terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan
yang mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim
proteolitik. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa
merupakan serat kasar yang mengandung 97% selulosa dan lignin, sisanya
adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti.
Sampel yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar pada
praktikum kali ini antara lain: kangkung, sawi, wortel, jamur, dan bayam. Masingmasing sampel tersebut dilakukan penentuan kadar serat kasarnya oleh dua
kelompok. Serat kasar dapat ditetapkan kadarnya secara gravimetri. Pertama,
contoh dihidrolisis dengan asam kuat encer. Sehingga karbohidrat, protein, dan zat
lain dalam contoh makanan terhidrolisis dan larut. Setelah itu, dilakukan
penyabunan dengan penambahan basa sehingga lemak tersabunkan dan dapat
larut. Namun serat kasar tidak ikut larut. Kemudian serat kasar disaring
menggunakan corong. Residu yang berupa serat kasar didinginkan dalam
desikator dan ditimbang hingga bobot konstan.
Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan
total (TDF atau Total Dietery Fiber) terdiri dari komponen serat makanan larut air
(Selulable Dietery Fiber atau SDF) dan serat makanan yang tidak larut air
(Insolulable Dietery Fiber). SDF adalah serat makanan yang dapat larut dalam air
hangat atau panas, serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan
1:4. Sedangkan IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air
panas atau dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural
tanaman, sedangkan yang tak larut adalah komponen non struktural. Serat yang
tidak larut air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacangkacangan. Serat yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin. Jumlah
serat makanan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20-35 gram/hari
atau 10-15 gram/1000 kkal menu (Winarno, 1997).
Prosedur penentuan serat kasar yaitu sebanyak 1,25 gram sampel yang
telah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah. Kemudian dilakukan

Nisa Wulandari
240210120128
penambahan H2SO4 0,255 N dan direfluks selama 30 menit. Proses refluks
bertuuan untuk mempercepat reaksi hidrolisa tersebut sehingga hanya tersisa
komponen serat pada sampel. Setelah direfluks, dilakukan penyaringan dalam
keadaan yang masih panas dan endapan di kertas saring dibilas dengan
menggunakan akuades panas hingga tidak asam (dilakukan uji lakmus). Residu
yang didapatkan dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian dilakukan
penambahan NaOH 0,313 N sebanyak 100 ml dan direfluks selama 30 menit.
Penambahan NaOH bertujuan untuk menghilangkan komponen non serat pada
sample sehingga yang tersisa hanya komponen seratnya saja. Tahap selanjutnya
adalah menyaring dengan menggunakan kertas saring konstan. Kemudian kertas
saring dicuci dengan menggunakan 7,5 ml K2SO4 10%, 25 ml akuades panas, dan
2,75 ml alkohol 95% secara berurutan. Penambahan alkohol adalah untuk
menselektifkan serat yang akan dianalisis dari komponen lainnya. Pencucian ini
dimaksudkan untuk menghilangkan lemak yang masih terikat pada sampel. Kertas
saring yang terdapat residu tersebut kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mendapatkan berat yang konstan.
Berikut ini merupakan hasil pengamatan penentuan kadar serat kasar:

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kadar Serat Kasar


Kelompo
k
1
2
3
4
5
6

Sampel
Kangkung
Sawi
Wortel
Jamur
Bayam
Kangkung

W1
(gram)

W2
(gram)

W3
(gram)

1,2554
1,275
1,2560
1,2494
1,2540
1,2493

0,4421
0,4672
0,4420
0,4486
0,4431
0,4368

0,4904
0,4991
0,4763
0,5045
0,4428
0,484

Kadar
Serat
Kasar
(%)
3,847
2,5019
2,7309
4,4741
-0,0239
3,7781

Nisa Wulandari
240210120128
7
Sawi
1,2535
8
Wortel
1,2580
9
Jamur
1,2911
10
Bayam
1,2681
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

0,4376
0,4481
0,4530
0,4456

0,4795
0,4927
0,5195
0,493

3,3426
3,5453
5,1506
3,7378

Berdasarkan hasil praktikum, sampel kangkung memiliki kandungan serat


kasar sebesar 3,847% (kelompok 1) dan 3,7781% (kelompok 6). Menurut Tabel
Komposisi Pangan Indonesia (TKPI), kangkung memiliki kandungan serat kasar
sebesar 2%. Sampel sawi berdasarkan hasil praktikum memiliki serat kasar
sebesar 2,5019% (kelompok 2) dan 3,3426% (kelompok 7). Menurut TKPI, sawi
memiliki kandungan serat kasar sebesar 1,2%. Sampel wortel berdasarkan hasil
praktikum memiliki kandungan serat kasar sebesar 2,7309% (kelompok 3) dan
3,5453% (kelompok 8). Menurut TKPI, wortel memiliki kandungan serat kasar
sebesar 1%. Berdasarkan hasil praktikum sampel jamur memiliki kadar serat kasar
sebesar 4,4741% (kelompok 4) dan 5,1506% (kelompok 9). Menurut TKPI, jamur
tidak memiliki serat kasar atau kandungan serat kasarnya 0%. Berdasarkan hasil
praktikum, sampel bayam memiliki kandungan serat kasar sebesar 3,7378%
(kelompok 10) dan sampel bayam kelompok 5 kadar serat kasarnya minus. Hal ini
dapat disebabkan karena salah perhitungan ataupun salah mencatat data.
Sampel yang memiliki kadar serat tertinggi menurut hasil praktikum
adalah jamur dan yang terendah adalah sawi. Hasil yang didapatkan saat
praktikum semuanya berbeda dengan literatur yang ada. Walaupun begitu hasilnya
hampir mendekati data pada literatur. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena
pada saat penetralan dengan akuades, pH yang didapatkan tidak netral sehingga
ada beberapa pati yang tidak terhidrolisis dan mengganggu analisis kadar serat.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain
itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan
kotiledon, dengan demikian presentase serat kasar dapat dipakai untuk
menentukan kemurnian bahan atau efisiensi dari suatu proses (Sudarmadji, 1989).

Nisa Wulandari
240210120128

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan
1. Sampel yang memiliki kadar gula reduksi yang paling besar
adalah sampel Buavita sedangkan sampel yang memiliki kadar
gula reduksi yang paling kecil adalah Teh Pucuk.
2. Sampel yang memiliki kadar gula total terbesar adalah Sprite
sedangkan sampel yang memiliki kadar gula total terkecil adalah
Teh Pucuk.

Nisa Wulandari
240210120128
3. Sampel yang memiliki kadar pati terbesar adalah mie instant dan
sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi.
4. Sampel yang memiliki kadar serat tertinggi adalah jamur dan
yang terendah adalah sawi.
5. Data yang didapatkan saat praktikum tidak sesuai dengan literatur
maupun data yang ada pada kemasan.
6.2. Saran
1. Praktikan mempelajari dengan baik materi praktikum agar saat
praktikum lebih mengerti tentang materi yang dipraktikumkan.
2. Alat yang digunakan untuk praktikum diperbanyak agar
praktikum menjadi lebih cepat dan data yang didapatkan lebih
akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., Herawati, D., dan Kusnandar, F. 2011. Analisis Pangan. Dian
Rakyat, Jakarta.
Riandari, Dwika. 2010. Analisis Proksimat. Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor, Bogor.
Sudarmadji, Slamet, Suhardi dan Bambang Haryono. 1989. Analisis Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti Yogyakarta, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai