240210120128
V.
Nisa Wulandari
240210120128
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya
berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Penentuan kadar
gula pereduksi dan gula total ini menggunakan cara Luff Schoorl, dimana metode
ini merupakan salah satu penentuan kadar karbohidrat dengan cara kimiawi
dengan oksidator kupri. Pada penentuan gula cara Luff Schoorl, yang ditentukan
bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida
dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan
sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya
dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Sampel
yang diuji pada penentuan kadar gula reduksi dan kadar gula total antara lain:
Good day, Buavita, Indomilk, Teh Pucuk, dan Sprite. Masing-masing sampel ini
diuji oleh dua kelompok.
Uji gula ini bersifat kuantitatif karena akan menghasilkan jumlah zat gula
dalam produk tersebut. Tahap awal yang dilakukan adalah menimbang sampel
sebanyak 2,5 gram dalam labu ukur 250 ml, sampel tersebut ditambah aquades 50
ml dan 5 ml Pb Asetat 5%, lalu dikocok kuat selama satu menit. Pb Asetat
ditambahkan untuk mereduksi kandungan lain selain karbohidrat yang terdapat
dalam sampel. Hal ini dikarenakan kandungan sampel tidak hanya karbohidrat,
banyak juga kandungan lain seperti protein, lemak, mineral, dan lain-lain. Selain
itu fungsi Pb Asetat adalah mengedapkan asam-asam organik dan protein yang
terdapat pada sampel. Setelah itu, ditambahkan Na Phospat 5% sebanyak 5 ml
kemudian kocok kuat kembali selama 1 menit. Larutan Na Phospat 5% berfungsi
menghilangkan timbal berlebih ketika proses sebelumnya. Timbal berlebih harus
dihilangkan karena akan bereaksi dengan I2 membentuk endapan dan
mempengaruhi titik akhir titrasi, sehingga akan mempengaruhi dalam perhitungan
kadar gula tersebut. Setelah itu, ditambahkan akuades sampai tanda batas, kocok
dan saring. Filtrat diambil 50 ml dan dievaporasi diatas hotplate sampai volume
filtrat menjadi setengahnya. Kemudian filtrat didinginkan hingga mencapai suhu
ruang. Filtrat dipindahkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan akuades sampai
tanda batas, dan dikocok hingga homogen. Filtrat ini merupakan bahan siap uji
gula pereduksi (larutan A).
Nisa Wulandari
240210120128
Larutan yang diuji untuk menentukan kadar gula total diperoleh dengan
memipet larutan A sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass.
Larutan tersebut ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4 N.
Tujuan dari penambahan HCl ini adalah untuk memberikan suasana asam dalam
sampel dan diharapkan dapat melarutkan protein yang terdapat dalam sampel
yang dikhawatirkan bila protein tidak terpisahkan dalam metode ini dapat
dianggap sebagai komponen gula pereduksi, sehingga analisa yang kita lakukan
akan mengalami kesalahan. Penambahan HCl juga berfungsi untuk menghidrolisis
semua gula sehingga semua gula berubah menjadi gula yang bersifat pereduksi
Setelah itu bahan dipanaskan 30 menit setelah itu bahan didinginkan hingga
mencapai suhu 20C lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml. Bahan
dinetralkan dengan NaOH 4N dan ditepatkan dengan akuades hingga tanda batas,
diperoleh larutan untuk diuji kadar gula totalnya (larutan B).
Kadar gula pereduksi dan gula total ditentukan dengan cara memipet
larutan A (untuk kadar gula pereduksi) dan larutan B (untuk kadar gula total)
sebanyak 15 ml. Larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian
dilakukan penambahan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml dan direfluks selama
15 menit. Tujuan dari penambahan pereaksi Luff Schoorl lalu di refluks ialah
untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO. Tahap selanjutnya
ialah menambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N. CuO akan bereaksi
dengan H2SO4 menghasilkan CuSO4 dan ketika dilakukan penambahan KI, CuSO4
akan bereaksi dengan KI membentuk CuI2. Kemudian dilakukan titrasi dengan
menggunakan natrium tiosulfat 0,087 N hingga berwarna kuning jerami. Ketika
warna sudah berubah menjadi kuning jerami, dilakukan penambahan indikator
amilum 1% sebanyak 2 ml dan titrasi dilanjutkan sehingga warnanya berubah
menjadi putih susu. Penambahan indikator amilum ditambahkan saat pertengahan
titrasi (bukan saat awal titrasi) karena penambahan amilum di awal dapat
mengakibatkan menutupi permukaan senyawa CuI sehingga hasil yang diperoleh
menjadi bias. Amilum juga dapat menyekap semua I 2 hasil reaksi sehingga nanti
akan mempengaruhi volume titrasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2SO4 + CuO
CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI
CuI2 + K2SO4
Nisa Wulandari
240210120128
2CuI2
Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3
Na2S4O6 + NaI
b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )
1
2,4
2,4
13
33,0
2,7
2
4,8
2,4
14
35,7
2,8
3
7,2
2,5
15
38,5
2,8
4
9,7
2,5
16
38,5
2,9
5
12,2
2,5
17
44,2
2,9
6
14,7
2,5
18
47,1
2,9
7
17,2
2,6
19
50,0
3,0
8
19,8
2,6
20
53,0
3,0
9
22,4
2,6
21
56,0
3,1
10
25,0
2,6
22
59,1
3,1
11
27,6
2,7
23
62,2
12
30,3
2,7
24
*) ml 0,1 N Thio = titrasi blanko-titrasi sampel
**) Analisa dengan metode Luff Schoorl
Nisa Wulandari
240210120128
Pengertian dari kadar gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam
suatu bahan pangan (monosakarida maupun oligosakarida). Sedangkan kadar gula
reduksi adalah kandungan gula yang mampu mereduksi zat lain. Pada umumnya,
gula pereduksi berasal dari golongan monosakarida. Berikut ini merupakan hasil
pengamatan penentuan kadar gula reduksi dan gula total:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total
Ke
l
Sampel
Berat
Sampe
l (g)
Larutan A
Volume
Titrasi
(ml)
a (ml)
b (ml)
Kadar
Gula
Reduks
i (%)
Larutan B
Volume
Titrasi
(ml)
Good
day
2,5067
25,2
0,783
1,879
4
1,4995
23,2
Buavita
2,5473
20,9
4,524
11,010
8,6440
22,8
2,5963
24,5
1,392
2,5700
23,0
2,5557
25,3
0,696
1,2550
23,8
2,6386
22,6
3,5013
23,2
9,4691
22,8
3,1582
25,0
1,8300
23,9
2,4809
20,0
3
4
Indomil
k
Pucuk
Harum
Sprite
2,5322
24,5
1,392
Good
day
2,517
24,9
1,044
Buavita
2,5092
20,5
4,872
2,5123
24,2
1,653
2,5157
25,0
0,957
2,5248
24,6
1,305
8
9
10
Indomil
k
Pucuk
Harum
Sprite
3,354
0
1,670
4
3,340
8
4,406
4
11,880
3,967
2
2,297
0
3,132
0
Kadar
Gula
Total
(%)
a
(ml)
2,52
3
2,87
1
2,69
7
2,00
1
3,04
5
2,52
3
2,87
1
2,43
6
1,91
4
5,30
7
b (ml)
6,055
9,6621
6,8904
10,82
6,4928
9,9723
4,8024
7,5164
7,3125
11,5512
6,0552
9,6229
6,8964
10,5842
4,5492
14,48
4,39
6,98
12,736
8
20,1787
(26,124,6) 0,087
0,1
Nisa Wulandari
240210120128
a=1,305 ml
21,305 4,8b
=
1,3051 b2,4
b=3,132mg
Kadar gula reduksi ( )=
b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )
Kadar gulareduksi ( )=
3,132 20
100
2524,8
(26,120)0,087
0,1
a=5,307 ml
65,307 14,7b
=
5,3075 b12,2
b=12,7368 mg
Kadar gula total ( )=
b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )
Kadar gulatotal ( )=
12,7368 40
100
2524,8
Nisa Wulandari
240210120128
total dalam 1 ml sebesar 4,247% (kelompok 2) dan 4,377% (kelompok 7). Kadar
gula total yang tertera pada kemasan Buavita adalah sebesar 0,0464% dalam 1 ml
sampel. Sampel Indomilk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total
dalam 1 ml sebesar 3,8409% (kelompok 3) dan 5,7636% (kelompok 8). Kadar
gula total yang tertera pada kemasan Indomilk adalah 0,03047% dalam 1 ml
sampel. Sampel Tek Pucuk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total
dalam 1 ml sampel sebesar 2,941% (kelompok 4) dan 2,774% (kelompok 9).
Kadar gula total Teh Pucuk menurut kemasan adalah 0,03125% dalam 1 ml.
Sampel Sprite berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total dalam 1 ml
sampel sebesar 4,5617% (kelompok 5) dan 7,992% (kelompok 10). Kadar gula
total Sprite menurut kemasan adalah 0,0206% dalam 1 ml Sprite. Data yang
didapatkan saat praktikum semuanya berbeda dengan data pada kemasan sampel
tersebut. Perbedaaan ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain:
1. Tidak terendapkannya kelebihan Pb2+ dari Pb Asetat. Akibatnya Pb2+ akan
mengganggu proses reaksi yang terjadi. Seperti reaksi dengan I2 dan KI. Jika
Pb2+ tidak terendapkan maka dapat bereaksi dengan KI menjadi PbI2.
2. Kurang sempurnanya proses refluks. Akibatnya terdapat monosakarida yang
belum teroksidasi oleh larutan Luff.
3. Pada penetapan kadar gula setelah inversi, penetralan dengan NaOH 30%
kurang sempurna. Karena apabila dalam suasana asam CuO dapat larut
sehingga kehilangan fungsinya sebagai oksidator dan apabila dalam suasana
basa, akan terbentuk Cu(OH)2 sehingga terjadi kesalahan positif. (Riandari,
2010)
5.2.
seperti beras, jagung, ketela pohon, ubi jalar, sagu, dan sebagainya. Pati juga
terdapat pada buah yang masih mentah, misalnya pisang dan sukun. Namun
semakin matang buah, kandungan patinya semakin menurun yang disebabkan
adanya hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang memberikan rasa manis.
Pati tersusun oleh dua kelompok makromolekul yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua makromolekul ini sangat berperan terhadap sifat fisik, kimia, dan
fungsional pati. Amilosa dan amilopektin disusun oleh monomer -D-glukosa
Nisa Wulandari
240210120128
yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosida. Perbandingan antara
amilosa dan amilopektin berbeda-beda untuk sumber pati yang berbeda. pada
umumnya, kandungan amilopektin lebih besar dibandingkan dengan amilosa (7080%) (Andarwulan, 2011).
Tiap
jenis
pati
tertentu
disusun
oleh
kedua
fraksi
tersebut
m C6H12O6
Glukosa
BM = 180 m
Setelah diketahui jumlah gula reduksi hasil hidrolisis pati tersebut maka
dapat dihitung jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi
sebesar 0,90. Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul pati
dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan (Sudarmadji, 1989).
Faktor konversi=
m BM pati
m BM gula reduksi
m162
m180
0.90
Nisa Wulandari
240210120128
ditambahkan ke dalam sampel kemudian dilakukan pengadukan selama 1 jam.
Penambahan akuades ini berfungsi untuk menghilangkan kadar karbohidrat yang
terlarut. Pati bersifat tidak larut air, jika larutan berwarna keruh maka kandungan
amilosa lebih dominan dari amilopektin dan bersifat tidak lengket begitupun
sebaliknya. Sampel yang telah diaduk kemudian dilakukan penyaringan dan
endapan dibilas dengan 250 ml akuades. Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer
asah, ditambahkan HCl 2,5% sebanyak 200 ml, dilakukan refluks selama 2,5 jam,
dan didinginkan. Penambahan HCl berfungsi untuk menghidrolisa pati menjadi
gula reduksi. Tiga perlakuan yang dapat memotong rantai amilosa dan
amilopektin dalam pati adalah pemanasan, pemotongan dengan enzim, dan asam.
Refluks berfungsi untuk mempercepat reaksi. Prinsip kerja dari refluks adalah
menguapkan zat volatil tanpa mengurangi volume larutan. Larutan sampel yang
telah dingin ditambahkan indikator PP sebanyak 10 tetes dan dilakukan penetralan
dengan NaOH 4 N. Larutan sampel yang telah netral dipindahkan ke dalam labu
ukur 250 ml dan dilakukan penepatan dengan akuades. Larutan sampel tersebut
kemudian dikocok dan dilakukan penyaringan.
Sebanyak 15 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah
dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl lalu direfluks selama 15 menit,
setelah itu didinginkan. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml
H2SO4 6N. Asam sulfat berfungsi sebagai suasana asam pada saat terjadinya
oksidasi kalium iodida menjadi iodium. Iodium mudah menguap, sehingga
penambahan iodium pada analit dilakukan tepat pada saat titrasi akan dilakukan.
Jika setelah penambahan KI titrasi tidak langsung dilakukan menyebabkan ion
iodida yang terbentuk teroksidasi kembali menjadi I 2. Reaksi ini dikatalisis oleh
cahaya. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,093 N sampai larutan berwarna
kuning jerami lalu ditambahkan 2 ml amilum 1%. Indikator amilum berfungsi
untuk memperjelas terjadinya perubahan warna pada saat titik akhir titrasi,
kemudian dititrasi lagi sampai larutan berwarna putih susu.
Mula-mula kuproksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari
garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya
kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan amilum.
Nisa Wulandari
240210120128
Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah
selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penembahan
amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Jika I2 habis warna biru akan
hilang, sehingga titik akhir titrasi dinyatakan dengan warna putih susu.
Setelah didapatkan volume natrium tiosulfat dari hasil titrasi, maka kadar
pati yang terdapat pada masing-masing sampel dapat ditentukan. Penentuan kadar
gula total dirumuskan sebagai berikut:
a=
b x Faktor pengenceran
x 100
berat ( mg )
Kadar pati dapat diketahui dengan mengalikan kadar gula total dengan
0.90 (faktor konversi). Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat
molekul pati dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan
(Sudarmadji, 1989).
Faktor konversi=
m BM pati
m BM gula reduksi
m162
m180
0.90
Kadar
Gula
Total
(%)
Kadar
Pati (%)
34,630
31,170
Nisa Wulandari
240210120128
2
Mie
instant
3,0144
18,8
5,9520
Kentang
3,0063
10,5
13,671
4
5
6
Ubi
Wafer
Cookies
Mie
instant
3,0682
3,0371
3,0016
23,1
22,5
21,1
3,0144
18,2
Kentang
3,0663
10,25
7
8
9
Ubi
3,0682
22,4
10
Wafer
3,0371
22,5
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
14,580
43,531
11,420
10,278
1,9530
2,5110
3,8130
35,009
1
4,6872
6,0264
9,1512
15,2767
19,843
30,490
13,74903
17,8587
27,441
6,5100
15,975
52,99562
47,696
13,903
5
2,6040
2,5111
35,439
5
6,2496
6,0264
11,560
10,4041
20,370
19,843
18,330
17,8587
a=
(25,222,5) 0,093
0,1
a=2,511
Nilai b
32,511 7,2b
=
2,5112 b4,8
b=6,0264 mg
b x Faktor pengenceran
x 100
berat sampel ( mg )
6,0264 100
100
3037,1
48,367
Nisa Wulandari
240210120128
Kadar pati ( ) =17,8587
Berdasarkan hasil praktikum, sampel yang memiliki kadar pati terbesar
adalah mie instant (47,696%) dan sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi
(13,74903%). Berdasarkan literatur, ubi memiliki kadar pati antara 9,43517,175%. Mie instant terbuat dari bahan utama tepung terigu. Berdasarkan
literatur tepung terigu memiliki kadar pati sebesar 65-70%. Sehingga mie instant
pada saat pengujian memiliki kadar pati tertinggi dibandingkan dengan sampel
yang lain.
Tepung terigu relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya
serap yang terlalu tinggi. Komponen terbesar tepung terigu adalah pati. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Tepung terigu
(wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum saja (disebut wheat endosperm)
setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat
(disebut wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang
mengandung banyak vitamin dan mineral (disebut wheat germ). Dengan demikian
tepung terigu pada dasarnya merupakan sumber karbohidrat yang kandungan
patinya tinggi serta protein berbentuk gluten sama dengan tepung gandum.
5.3.
dengan asam dan alkali mendidih, terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan
pentosa (Andarwulan, 2011). Di dalam analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa
encer dengan kondisi tertentu. Menurut Sudarmadji, langkah-langkah yang
dilakukan dalam analisa adalah:
1. Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan
dari pengaruh luar.
Nisa Wulandari
240210120128
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai, karena
penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena
terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan
yang mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim
proteolitik. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa
merupakan serat kasar yang mengandung 97% selulosa dan lignin, sisanya
adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti.
Sampel yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar pada
praktikum kali ini antara lain: kangkung, sawi, wortel, jamur, dan bayam. Masingmasing sampel tersebut dilakukan penentuan kadar serat kasarnya oleh dua
kelompok. Serat kasar dapat ditetapkan kadarnya secara gravimetri. Pertama,
contoh dihidrolisis dengan asam kuat encer. Sehingga karbohidrat, protein, dan zat
lain dalam contoh makanan terhidrolisis dan larut. Setelah itu, dilakukan
penyabunan dengan penambahan basa sehingga lemak tersabunkan dan dapat
larut. Namun serat kasar tidak ikut larut. Kemudian serat kasar disaring
menggunakan corong. Residu yang berupa serat kasar didinginkan dalam
desikator dan ditimbang hingga bobot konstan.
Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan
total (TDF atau Total Dietery Fiber) terdiri dari komponen serat makanan larut air
(Selulable Dietery Fiber atau SDF) dan serat makanan yang tidak larut air
(Insolulable Dietery Fiber). SDF adalah serat makanan yang dapat larut dalam air
hangat atau panas, serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan
1:4. Sedangkan IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air
panas atau dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural
tanaman, sedangkan yang tak larut adalah komponen non struktural. Serat yang
tidak larut air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacangkacangan. Serat yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin. Jumlah
serat makanan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20-35 gram/hari
atau 10-15 gram/1000 kkal menu (Winarno, 1997).
Prosedur penentuan serat kasar yaitu sebanyak 1,25 gram sampel yang
telah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah. Kemudian dilakukan
Nisa Wulandari
240210120128
penambahan H2SO4 0,255 N dan direfluks selama 30 menit. Proses refluks
bertuuan untuk mempercepat reaksi hidrolisa tersebut sehingga hanya tersisa
komponen serat pada sampel. Setelah direfluks, dilakukan penyaringan dalam
keadaan yang masih panas dan endapan di kertas saring dibilas dengan
menggunakan akuades panas hingga tidak asam (dilakukan uji lakmus). Residu
yang didapatkan dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian dilakukan
penambahan NaOH 0,313 N sebanyak 100 ml dan direfluks selama 30 menit.
Penambahan NaOH bertujuan untuk menghilangkan komponen non serat pada
sample sehingga yang tersisa hanya komponen seratnya saja. Tahap selanjutnya
adalah menyaring dengan menggunakan kertas saring konstan. Kemudian kertas
saring dicuci dengan menggunakan 7,5 ml K2SO4 10%, 25 ml akuades panas, dan
2,75 ml alkohol 95% secara berurutan. Penambahan alkohol adalah untuk
menselektifkan serat yang akan dianalisis dari komponen lainnya. Pencucian ini
dimaksudkan untuk menghilangkan lemak yang masih terikat pada sampel. Kertas
saring yang terdapat residu tersebut kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mendapatkan berat yang konstan.
Berikut ini merupakan hasil pengamatan penentuan kadar serat kasar:
Sampel
Kangkung
Sawi
Wortel
Jamur
Bayam
Kangkung
W1
(gram)
W2
(gram)
W3
(gram)
1,2554
1,275
1,2560
1,2494
1,2540
1,2493
0,4421
0,4672
0,4420
0,4486
0,4431
0,4368
0,4904
0,4991
0,4763
0,5045
0,4428
0,484
Kadar
Serat
Kasar
(%)
3,847
2,5019
2,7309
4,4741
-0,0239
3,7781
Nisa Wulandari
240210120128
7
Sawi
1,2535
8
Wortel
1,2580
9
Jamur
1,2911
10
Bayam
1,2681
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
0,4376
0,4481
0,4530
0,4456
0,4795
0,4927
0,5195
0,493
3,3426
3,5453
5,1506
3,7378
Nisa Wulandari
240210120128
VI.
Nisa Wulandari
240210120128
3. Sampel yang memiliki kadar pati terbesar adalah mie instant dan
sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi.
4. Sampel yang memiliki kadar serat tertinggi adalah jamur dan
yang terendah adalah sawi.
5. Data yang didapatkan saat praktikum tidak sesuai dengan literatur
maupun data yang ada pada kemasan.
6.2. Saran
1. Praktikan mempelajari dengan baik materi praktikum agar saat
praktikum lebih mengerti tentang materi yang dipraktikumkan.
2. Alat yang digunakan untuk praktikum diperbanyak agar
praktikum menjadi lebih cepat dan data yang didapatkan lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., Herawati, D., dan Kusnandar, F. 2011. Analisis Pangan. Dian
Rakyat, Jakarta.
Riandari, Dwika. 2010. Analisis Proksimat. Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor, Bogor.
Sudarmadji, Slamet, Suhardi dan Bambang Haryono. 1989. Analisis Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti Yogyakarta, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.