Anda di halaman 1dari 7

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR GULA PEREDUKSI, TOTAL DAN PATI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
Vina Fitriani Pratiwi (240210140088)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: pvinafitriani@yahoo.co.id
ABSTRAK
Jenis karbohidrat penyusun makanan menentukan tekstur makanan tersebut. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk menganalisis kadar gula pereduksi, gula total dan pati di
dalam sampel. Sampel yang digunakan untuk analisis kadar pati adalah tepung ketan, tepung
pisang, sementara untuk analisis kadar gula total dan pereduksi adalah minuman coca-cola,
teh botol, dan sirup. Metode yang digunakan pada analisis karbohidrat ini adalah metode
Luff School. Hasil analisis menunjukkan rata-rata kadar pati adalah sebesar 40,632% pada
sampel tepung pisang dan 67,025% pada sampel tepung ketan. Hasil rata-rata gula total adalah
5,73% pada sampel coca-cola, 10,006% pada sampel teh botol, 93,84% pada sampel sirup.
Hasil analisis tersebut dibandingkan dengan yang tertera dalam kemasan serta literatur.
Keywords : kadar pati, gula total, gula pereduksi, Luff Schoorl

PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan komponen
bahan pangan yang merupakan sumber
energi utama dan serat makanan yang
memengaruhi proses fisiologis tubuh.
Karbohidrat memiliki sifat fungsional yang
penting dalam proses pengolahan makanan,
seperti sebagai bahan pengisi, pengental,
penstabil emulsi, pengikat air, pembentuk
flavor, aroma, dan tekstur. Karbohidrat juga
penting sebagai sumber pemanis alami,
bahan baku proses fermentasi, berperan
dalam menentukan karakteristik reologi
dari berbagai jenis bahan atau produk
pangan, serta terlibat dalam reaksi
pencoklatan yang umum terjadi dalam
proses pengolahan pangan (Andarwulan,
2011).
Percobaan kali ini mengenai
pengujian kadar gula pereduksi, gula total
dan pati. Gula pereduksi merupakan
golongan gula (karbohidrat) yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima
elektron, contohnya adalah glukosa dan
fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi
adalah ujung yang mengandung gugus
aldehida atau keton bebas. Semua

monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa)


dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali
sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk
sebagai gula pereduksi. Sedangkan gula
total merupakan campuran gula reduksi dan
non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa
pati. Pengujian kadar gula total dan gula
reduksi menggunakan metode Luff-schroll
(Winarno, 2008).
Starch atau pati merupakan
polisakarida hasil sintesis dari tanaman
hijau melalui proses fotosintesis. Pati
memiliki bentuk kristal bergranula yang
tidak larut dalam air pada temperatur
ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk
tergantung pada jenis tanamannya. Pati
digunakan sebagai pengental dan penstabil
dalam makanan. (Fortuna, Juszczak, and
Palansinski, 2001). umumnya pati tidak
terdapat dalam keadaan murni, tetapi
tercampur dengan zat-zat lain. Oleh
karenanya di dalam analisa kimia kadar
pati, zat-zat lain itu harus dipisahkan agar
analisanya sempurna. Prinsip analisanya
yaitu hidrolisa pati oleh asam atau enzim
sehingga diperoleh kadar pati. (Apriyantono
,et all, 1989)

akuades hingga tanda batas. Larutan ini


disebut larutan A.
Persiapan Sampel Analisis Gula Total
METODOLOGI

Bahan dan alat


Bahan
yang digunakan untuk
penentuan kadar gula pereduksi dan gula
total adalah sirup, minuman coca-cola, teh
botol, akuades, larutan Pb asetat 5%,
larutan Na-fosfat 5%, larutan HCl 4 N,
larutan NaOH 4N, larutan luff schoorl,
larutan KI 30%, larutan H2SO4 6 N, larutan
Na Thiosulfat 0,1 N, dan indikator amilum
1%. Alat yang digunakan adalah labu ukur,
gelas ukur, volume pipet, pipet tetes
erlenmeyer, corong, alat pemanas, alat
refluks, gelas kimia, spatula, neraca analitis
dan buret.
Bahan yang digunakan untuk
penentuan kadar pati adalah tepung ketan,
tepung pisang, akuades, larutan HCl 2,5%,
larutan NaOH 4 N, indicator phenolftalein
1%, metil orange, larutan luff schoorl,
larutan KI 30%, larutan asam sulfat 6 N,
larutan Na Thiosulfat 0,1 N, dan indicator
amilum 1%. Alat yang digunakan adalah
labu ukur, gelas ukur, volume pipet, pipet
tetes erlenmeyer, erlenmeyer asah, corong,
saringan alat pemanas, alat refluks, gelas
kimia, spatula, neraca analitis dan buret.
Persiapan
Pereduksi

Sampel

Analisis

Gula

Sampel ditimbang sebanyak 2,5


gram dan dimasukkan kedalam labu ukur
250 ml. Kemudian ke dalam labu ukur
tersebut ditambahkan 50 ml akuades, 5 ml
Pb-asetat 5% (kocok dengan kuat selama 1
menit), dan 5 ml Na posfat 5% (kocok
dengan kuat selama 1 menit). Lalu
ditambahkan akuades hingga tanda batas
kemudian dikocok lalu disaring. Ambil
filtrat hasil penyaringan sebanyak 50 ml
dan evaporasi hingga 25 ml lalu
didinginkan, kemudian dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan

Larutan A dimasukkan sebanyak 50


ml ke dalam beaker glass 100 ml kemudian
ditambahkan 5 tetes metil orange dan 20 ml
larutan HCL 4 N. Setelah itu larutan
tersebut dipanaskan selaa 30 menit dari
mendidih kemudian didinginkan. Setelah
dingin larutan dimasukkan kedalam labu
ukur berukuran 100 ml, lalu ditambahkan
larutan NaOH 4 N hingga larutan berwarna
kuning muda. Setelah itu, larutan ditambah
akuades
hingga
tanda
batas
lalu
dihomogenkan. Larutan ini disebut larutan
B.
Analisis Kadar Gula Total dan Gula
Pereduksi Metode Luff Schoorl
Larutan A (untuk analisis kadar
gula pereduksi) dan larutan B dipipet
sebanyak 25 ml. Khusus untuk sampel
sirup, sebelum dipipet larutan A/B
diencerkan hingga 1:10. Setelah itu
ditambahkan larutan luff schoorl sebanyak
25 ml dan diberi perlakuan refluks selama
15 menit dari mendidih. Kemudian, larutan
tersebut didinginkan dan ditambahkan 10
ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat 6
N lalu kemudian dititrasi dengan NaTiosulfat 0,1 N hingga berwarna jerami
muda.
Prodedur
selanjutnya
yaitu
ditambahkan 2 ml amilum 1% dan dititrasi
hingga berwarna putih susu. Prosedur ini
dilakukan pula pada blanko. Kadar gula
total dan gula pereduksi dapat dicari dengan
rumus berikut:
Kadar % gula =
Dimana a =

b fb
100
W sampel

V blankoVsampel
N
0,1

Nilai a yang didapat dipakai untuk


penentuan nilai b dengan menggunakan
bantuan tabel Luff Schrool.
Analisis Kadar Pati Metode Luff Schoorl

Sampel ditimbang sebanyak 3 gram


dan ditambahkan akuades sebanyak 30 ml.
Kemudian sampel diaduk dengan interval
diaduk 6x dan berhenti kemudian diaduk
kembali 6x selama 1 jam. Sampel lalu
disentrifugasi hingga terpisah antara
endapan dengan cairan. Endapan yang
terbentuk dicuci dengan akuades sebanyak
250 ml dan residu dipindahkan ke dalam
erlenmeyer asah lalu ditambahkan 200 ml
HCl 2,5% kemudian di refluks selama 1
jam.
Prosedur
selanjutnya
larutan
dinetralkan
dengan
NaOH
serta
ditambahkan indikator PP 1%. Larutan
tersebut dipindahkan kedalam labu ukur
250 ml lalu ditepatkan hingga tanda batas.
Larutan tersebut kemudian dikocok dan
disaring. Larutan tersebut diambil sebanyak
25 ml lalu ditambahkan larutan luff school
sebanyak 25 ml dan diberi perlakuan
refluks selama 15 menit dari mendidih.
Kemudian, larutan tersebut didinginkan dan
ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25
ml asam sulfat 6 N lalu kemudian dititrasi
dengan Na- Tiosulfat 0,1 N hingga
berwarna
jerami
muda.
Prodedur
selanjutnya yaitu ditambahkan 2 ml amilum
1% dan dititrasi hingga berwarna putih
susu. Kadar pati dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut :
Kadar % pati =

Dimana a =

b fb 0,9
100
W sampel

V blankoVsampel
N
0,1

dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ dan


kelebihan Cu2+ dapat dititrasi dengan
metode iodometri (tidak langsung). Metode
iodometri digunakan karena kita akan
menganalisa I2 untuk dijadikan sebagai
dasar penetapan kadar. Dimana proses
iodometri adalah proses titrasi terhadap
iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila
terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4)
dalam larutannya yang bersifat netral atau
sedikit asam penambahan ion iodida
berlebih akan membuat zat oksidator
tersebut tereduksi dan membebaskan I 2
yang setara jumlahnya dengan dengan
banyaknya oksidator (Winarno, 2008).
Prinsip dari metode ini adalah
mereduksikan gula pereduksi dengan CuO
dalam larutan Luff Schroll yang akan
bereaksi dengan karbohidrat pereduksi
membentuk Cu2O, persamaan reaksinya
adalah
R-COH + CuO

Cu2O

+ R-COOH

CuO yang masih tersisa setelah


reaksi selesai, akan bereaksi dengan asam
sulfat dan membentuk kupri (II)sulfat.
Kupri (II) sulfat akan mengoksidasi ion I dalam suasana asam menjadi I 2. I2 akan
dititrasi dengan tiosulfat dan menggunakan
indikator amilum, hingga titik akhir
berwarna putih susu. Reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut
H2SO4 + CuO
CuSO4 + 2KI
2CuI2
I2 + Na2S2O3

CuSO4 + H2O
CuI2 + K2SO4
Cu2I2 + I2
Na2S4O6 + NaI

Analisis kadar gula pereduksi


Nilai a yang didapat dipakai untuk
penentuan nilai b dengan menggunakan
bantuan tabel Luff Schrool.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian kadar gula total dan gula
reduksi Metode Luff Schoorl
Pengujian kadar gula total dan gula
reduksi menggunakan metode Luff-schroll.
Prinsip metode ini yaitu hidrolisis
karbohidrat menjadi monosakarida yang

Fungsi penabahan Pb-asetat pada


persiapan sampel larutan A adalah sebagai
penjernih
sehingga
menghilangkan
kekeruhan larutan dan tujuan penambahan
larutan Na-fosfat adalah untuk mengikat
Pb. Penyaringan pada persiapan sampel
larutan A dilakukan untuk memisahkan
residu yang memiliki ukuran partikel besar.
Perlakuan evaporasi hingga volumenya
berkurang setengah dari volue awal adalah
untuk menghilangkan zat-zat yang bukan
karbohidrat.

Penambahan larutan luff schroorl


berguna untuk untuk mereduksi gula
sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO.
Perlakuan refluks sampel selama 15 menit
bertujuan untuk mencegah penguapan yang
berlangsung pada sampel, sehingga volume
yang dimiliki tidak akan berubah atau tetap.
Tujuan penambahan larutan KI 10
% sebanyak 10 ml dan 25 ml H2SO4 6 N
adalah untuk mereaksikan Cu2O yang masih
bersisa dengan KI, sehingga menghasilkan
CuI. Penambahan indikator amilum
ditambahkan saat pertengahan titrasi
dikarenakan apabila dilakukan pada awal
titrasi maka amilum dapat membungkus
iod dan mengakibatkan warna titik akhir
menjadi tidak terlihat tajam. Amilum dapat
menyekap semua I2 hasil reaksi sehingga
nanti akan mempengaruhi volume titrasi.
Berdasarkan
hasil
pengaatan
diperoleh data sebagai berikut:

Hal inilah yang menyebabkan rendahnya


kadar gula pereduksi yang dimilik sampel
teh botol. Sementara kandungan gula
pereduksi
pada
sampel
coca-cola
dikarenakan sejak tahun 1980, coca cola
telah dibuat dengan sirup jagung tinggi
fruktosa (HFCS).

Analisis Kadar Gula Total


Penambahan HCl pada persiapan
sampel larutan B dimaksudkan untuk
menghidrolisis
karbohidrat.
Polimer
karbohidrat sulit untuk bereaksi sehingga
dengan penambahan asam, polimer akan
terpecah menjadi monomer-monomer yang
akan lebih mudah untuk bereaksi dengan
senyawa lain.

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi


Wsampe
Ke
VNaTio
Sampel
l
N Natio
l
(ml)
(gr)
11 Coca Cola 2,5727
20
16 Coca Cola 2,5372
20
13 Teh Botol
2,5945
25,3
17 Teh Botol
2,5273
0,09531 25,2
15 Sirup
2,55
22,9
19 Sirup
2,52
23,2
Berdasarkan hasil pengamatan pada
Tabel 1, terlihat bahwa sampel dengan gula
pereduksi paling besar adalah sampel sirup.
Hal ini dikarenakan komposisi sirup
tersebut mengandung konsentrat buahbuahan (sari buah). Menurut Satuhu (2004)
sari buah merupakan larutan daging buah
yang diencerkan. Jenis karbohidrat yang
dominan pada buah seperti glukosa dan
fruktosa merupakan salah satu jenis dari
gula pereduksi, sehingga sampel sirup
memiliki kadar gula pereduksi yang tinggi.
Sampel
dengan
kadar
gula
pereduksi paling rendah yaitu teh botol. Teh
mengandung karbohidrat yang penting
diantaranya sukrosa, glukosa, dan fruktosa
Sukrosa bukan gula pereduksi, sedangkan
fruktosa dan glukosa adalah gula pereduksi.

Kadar Gula Pereduksi


(%)
9,955
10,092
0,353
0,353
43,862
41,76

RataRata
(%)
10,023
0,448
42,808

Penambahan larutan NaOH pada


persiapan sampel larutan B dimaksudkan
untuk
menetralkan
larutan.
Dalam pengujian
karbohidrat
dengan
metode luff schrool ini pH larutan harus
diperhatikan dengan baik. pH yang terlalu
rendah (terlalu asam) akan menyebabkan
hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari
sebenarnya karena terjadi reaksi oksidasi
ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I- + 4H -> 2I2 + 2H2O
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi
(terlalu basa), maka hasil titrasi akan
menjadi lebih rendah daripada sebenarnya,
karena pada pH tinggi akan terjadi resiko
kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I 2 yang
terbentuk dengan air (hidrolisis). Kadar

gula total dengan metode luff school


dilakukan prosedur yang sama dengan
menentukan kadar gula pereduksi. Berikut
adalah hasil perhitungan kadar gula total
dalam sampel.

karena pada pH tinggi akan terjadi resiko


kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I 2 yang
terbentuk dengan air (hidrolisis).
Berdasarkan hasil pengamatan
sampel teh botol memiliki kadar gula total
10,006% (lebih tinggi dari seharusnya).
Sementara pada kemasan kadar gula total

Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Gula Total


Ke
l

Sampel

11
16
13
17
15
19

Coca Cola
Coca Cola
Teh Botol
Teh Botol
Sirup
Sirup

Wsampe
l
(gr)
2,5727
2,5372
2,5945
2,5730
2,5500
2,5200

N Natio

0,09531

Berdasarkan hasil pengamatan pada


tabel 2, terlihat bahwa sampel yang
mengandung kadar gula total paling tinggi
adalah sampel sirup yaitu sebesar 93,840%.
Sementara menurut Satuhu (2004) kadar
gula dalam sirup terlalu tinggi yaitu 55% 65%. Menurut SNI 01-3544-1994, Kadar
gula minimum sirup untuk mutu I adalah
minimal 65%. Kandungan gula dalam sirup
ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan literature namun masih sesuai
dengan SNI. Komposisi gula pada sirup ini
adalah gula sukrosa. Menurut Haryoto
(1998) kadar gula dalam sirup akan
menentukan kualitas sirup. Kekentalan dari
sukrosa
berbanding
lurus
dengan
konsentrasi dan berbanding terbalik dengan
suhu. Semakin tinggi konsentrasi sukrosa
dalam larutan, kekentalannya akan semakin
meningkat, sedangkan semakin tinggi
temperatur, kekentalan akan semakin turun
(Nicol, 1982).
Sampel yang paling sedikit kadar
gula totalnya yaitu sampel coca-cola.
Berdasarkan kemasan kadar gula total pada
coca cola adalah sebesar 8,97%. Perbedaan
hasil analisis ini diperkirakan karena pada
saat praktikum, pH larutan sampel yang
terlalu tinggi (basa). Maka hasil titrasi akan
menjadi lebih rendah daripada sebenarnya,

VNaTio
(ml)
23,9
23,9
24,1
24,1
24,2
24,2

Kadar Gula Total (%)


5,691
5,760
9,848
10,137
93,289
94,400

RataRata
(%)
5,730
10,006
93,840

teh botol adalah sebesar 7,42%. Perbedaan


hasil analisis ini diperkirakan karena pada
saat praktikum, pH larutan sampel yang
terlalu rendah (terlalu asam) sehingga
menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih
tinggi dari sebenarnya karena terjadi reaksi
oksidasi ion iodide menjadi I2.
Analisis Kadar Pati
Prosedur pengadukan sampel pati
dalam akuades dikarenakan pati tidak larut
dalam air, sehingga harus dilakukan
pengadukan dengan tujuan agar zat-zat
selain pati dapat larut sempurna dalam air.
Penyaringan dilakukan guna mendapaatkan
residu pati sementara penambahan larutan
HCL berfungsi untuk menghidrolisa pati
yang terdapat dalam sampel. Penambahan
larutan NaOH dilakukan guna menetralkan
larutan asam tersebut. Berikut adalah hasil
pengamatan kadar pati pada sampel setelah
dititrasi dengan NaTiosulfat 0,09531%
dilakukan perhitungan.
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Pati

Kel

Sampel

12
18
14
20

Tepung
Ketan
Tepung
Pisang

Wsampel
(gr)

3,0091
3,0096
3,0068
3,0137

VNatio

Kadar
% pati

RataRata
(%)

Berdasarkan hasil
pengamatan
pada
65,92
67,025
tabel
3,
terlihat
0,095 68,15
bahwa rata-rata kadar
31
32,15
40,632
% pati yang paling
49,11
besar adalah pada
sampel tepung ketan yaitu sebesar
67,025%. Sementara berdasarkan hasil
penelitian Immaningsih (2012) menyatakan
bahwa kadar pati tepung ketan adalah
sebesar 63,31%. Tepung ketan memiliki
viskositas yang tinggi dikarenakan
kandungan pati nya yang tinggi.( Widian,
Harijono, 2015). Pati dominan yang
terkandung pada tepung beras adalah
amilopektin. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Briggs (2007), tepung ketan
memiliki kandungan amilopektin yang
lebih besar dibandingkan dengan tepungtepung lainnya sehingga lebih pulen. Kadar
pati hasil penelitian dengan literatur tidak
jauh berbeda. Perbedaan diperkirakan
dipengaruhi oleh jenis sampel yang
digunakan
serta
ketelitian
dalam
menimbang dan titrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan
pada tabel 3, sampel tepung pisang
memiliki kadar pati 40,632%. Sementara
berdasarkan hasil penelitian Betty, dkk
(2012) Kadar pati tepung pisang perlakuan
tanpa pemanasan otoklaf yaitu 65,98 70,29% . Berdasarkan hasil penelitian
Triono (2010), kadar pati tepung pisang
adalah sebesar 73,57%. Berdasarkan hasil
penelitian Histifarina, dkk (2012), kadar
pati tepung pisang nangka adalah 50,25%.
Tepung pisang yang digunakan adalah
tepung pisang nangka. Perbedaan antara
hasil dengan literature dikarenakan
perbedaan jenis tepung pisang yang
digunakan, tingkat kematangan pisang yang
digunakan,
serta
ketelitian
dalam
menimbang dan titrasi.
(ml)

KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
praktikum
didapat rata-rata kadar gula pereduksi
adalah 10,023% pada sampel coca cola,
0,448% pada sampel teh botol, dan

42,808% pada sampel sirup. Kadar gula


pereduksi paling besar adalah pada sampel
sirup,
Berdasarkan
hasil
praktikum
didapat rata-rata kadar gula total adalah
5,730% pada sampel coca cola, 10,006%
pada sampel teh botol dan 93,840% pada
sampel sirup. Kadar gula total terbesar
adalah pada sampel sirup. Berdasarkan
hasil praktikum didapat rata-rata kadar pati
adalah 67,025% pada sampel tepung ketan
dan 40,632% pada sampel tepung pisang.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis
Dian Rakyat: Jakarta
Apriyantono, A., D. Fardiaz,
Puspitasari, Sedarnawati,
Budiyanto. 1989. Analisis
IPB-Press, Bogor

Pangan.
N. L.
dan S.
Pangan.

Betty, et al. 2012. Fermentasi Kultur


Campuran Bakteri Asam Laktat
Dan Pemanasan Otoklaf Dalam
Meningkatkan Kadar Pati Resisten
Dan Sifat Fungsional Tepung
Pisang Tanduk (Musa paradisiaca
formatypica). Jurnal Pasca Panen 9
(1) 2012: 18-26
Briggs,

J., 2007. Final Report on


Development of an Emergency
Food Product. Natic Soldier
Research,
Development
and
Engineering Center

Fortuna, Juszczak, dan Palansinski. 2001.


Properties of Corn and Wheat
Starch Phosphates Obtained From
Granules Segregated According of
Their Size. EJPAU. Vol 4.
Haryoto, 1998, Sirup Jambu Biji, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Histifarina,
et,al.
2012.
Teknologi
Pengolahan Tepung Dari Berbagai
Jenis Pisang Menggunakan Cara

Pengeringan Matahari dan Mesin


Pengering
Immaningsih,
Nelis.
2012.
Profil
Gelatinisasi Beberapa Formulasi
Tepung-Tepungan
Untuk
Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal
Penelitian
Gizi
Makanan
2012,35(1):1 13-22
Satuhu S, Supriyadi A. 2004. Pisang
Budidaya, Pengolahan, dan Prospek
Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya
Triyono,
Agus.2010.
Pengaruh
Maltodekstrin
dan
Substitusi
Tepung Pisang (Musa paradisiaca)
Terhadap Karakteristik Flakes.
Jurnal Pengembangan Teknologi
Kimia Untuk Pengeolahan Sumber
Daya Alam Indonesia. ISSN 16934393
Widian Dharma, Harijono.2015. Pengaruh
Substitusi Proporsi Tepung Beras
Ketan Dengan Pada Pembuatan
Wingko Kentang. Jurnal Pangan
dan Agroindustri Vol. 3 No. 4 p.
1573-1583
Winarno, F.G. 2008. Kima Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai