Anda di halaman 1dari 5

METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A

Secara umum pengujian vitamin A dalam bahan pangan terdiri atas 4 tahap
yaitu: tahap saponifikasi, tahap ektraksi, tahap pemekatan atau penguapan pelarut
organik dan tahap pengukuran menggunakan instrumen. Saponifikasi dilakukan
dengan menggunakan kalium hidroksida dengan pelarut campuran etanol dan air,
penambahan zat anti oksidan (asam askorbat, pirogalol, butil hidroksi toluena) dan
pemanasan pada suhu 6080oC (Eitenmiller, 2008). Tahap ekstraksi dilakukan
menggunakan pelarut organic seperti petroleum eter (Eitenmiller, 2008); eter,
campuran etanol dengan tetra hidrofuran (USP Convention 2008). Selanjutnya
dilakukan pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organik yang digunakan,
lalu dilarutkan kembali dengan pelarut lainnya seperti metanol atau etanol dan
selanjutnya siap untuk ditetapkan kadarnya menggunakan instrumen seperti:
spektrofotometri atau kromatografi cair kinerja tinggi. Metode penetapan kadar
vitamin A menggunakan instrumen akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Spektrofotometri
a. Pengukuran secara langsung
Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A asetat
mempunyai absorbsi maksimal pada panjang gelombang antara 325
sampai 328 nm dalam berbagai pelarut. Larutan vitamin A dalam
isopropanol absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimal
dan pada dua titik, yaitu satu disebelah kanan maks dan satunya pada
sebelah kiri maks. Absorbansi pada maks dikoreksi terhadap
senyawa pengganggu dengan menggunakan formula koreksi
karenasenyawa-senyawa ini akan ikut menyerap pada daerah UV.
Beberapa pengganggu terutama pada minyak ikan adalah vitamin A2,
kitol, anhidro vitamin A dan asam polien. Pada vitamin A sintetik
senyawa pengganggunya adalah senyawa-senyawa antara (Rohman dan
Sumantri, 2007).
b. Pengubahan retinol atau akseroftol menjadi anhidroakseroftol
Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol dengan
bantuan sejumlah kecil asam mineral atau asam organik kuat. Metode
Budowski dan Bondi, akseroftol diubah menjadi anhidroakseroftol
dalam pelarut benzen dengan katalisator asam toluen-p-sulfonat pada
temperatur kamar. Kenaikan absorbansi pada 399 nm merupakan hasil
dehidrasi yang berbanding langsung dengan jumlah akseroftol yang
terkandung. Reaksi ini dapat dihentikan dengan penambahan alkali.
Pengukuran absorbansi pada 358 nm, 377 nm dan 399 nm dalam benzen
merupakan cara yang baik untuk mengetahui kemurnian akseroftol yakni
dengan melihat bahwa A399 nm/A377 nm sebesar 0,868 dan A358
nm/A377 nm sebesar 0,692 (Rohman dan Sumantri, 2007).
c. Metode maleat anhidrat untuk isomer vitamin A
Maleat anhidrat bereaksi dengan all-trans dan 9-cis isomer vitamin
A menghasilkan senyawa yang tidak memberikan warna biru ketika
diuji dengan menggunakan antimon (III) klorida. Potensi kehilangan
terhadap all-trans dan 9-cis isomer dapat terjadi, sehingga perlu
dilakukan dua kali pengukuran nilai antimon (III) klorida, pertama untuk
isomer campuran dan setelah penghilangan kedua isomer tersebut. Dari
perbedaan nilai pengukuran ini, maka komposisi isomer dalam
campuran dan potensi biologisnya dapat ditentukan.
d. Penentuan secara simultan retinol (vitamin A1) dan dehidroretinol
(vitamin A2)
Prinsip dari metode ini adalah perbedaan panjang gelombang
maksimum dan nilai ekstinsi dari masing-masing vitamin A1 dan A2.
Vitamin A1 mempunyai panjang gelombang maksimum pada 326 nm
sedangkan vitamin A2 mempunyai panjang gelombang maksimum pada
351 nm.

2. Metode Kolorimetri
a. Metode Carr-Price
Metode Carr-Pierce mencakup perlakuan vitamin A dengan
antimon (III) klorida; warna biru yang timbul memberikan serapan
maksimum pada panjang gelombang 620 nm dan mematuhi hukum
Lambert-Beer. Antimon (III) klorida yang digunakan sebagai reagen
penghasil warna bersifat korosif, dan membutuhkan penanganan secara
khusus dan kadang-kadang menyebabkan kerusakan terhadap peralatan
spektrofotometer. Dilihat dari formasi antimon (III) klorida, zat ini sulit
untuk untuk dibersihkan dari kuvet dan juga peralatan preparasi. Warna
biru yang timbul sangat tidak stabil dan pengukuran absorbansi harus
dilakukan antara 5-10 detik dari penambahan reagen (Rohman dan
Sumantri, 2007).
b. Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan asam
trifluoro asetat
Asam trifluoro asetat bereaksi dengan vitamin A dan turunannya
sehingga mengasilkan warna biru yang memberikan serapan maksimum
pada panjang gelombang 616 nm. Reaksi warna yang terjadi mematuhi
hukum Lambert-Beer pada kisaran konsentrasi vitamin A sebesar 10-6
dan 10-5M (Libman, 1966).
c. Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan gliserol
diklorohidrin aktif
Gliserol diklorohidrin aktif bereaksi dengan vitamin A dalam
kloroform untuk menghasilkan warna ungu yang stabil dan mempunyai
serapan maksimum pada panjang gelombang 555 nm. Reaksi warna
yang terjadi mematuhi hukum Lambert-Beer pada kisaran yang lebar.
Intensitas warna yang timbul 1/3 jika dibandingkan dengan intensitas
warna biru dari metode Carr-Pierce yang menggunakan antimon(III)
klorida. Reaksi bergantung pada suhu pengujian dan disarankan
pembuatan kurva kalibrasi dan analisis sampel dilakukan pada suhu
yang sama (Libman, 1966).
d. Pengukuran dengan menggunakan asam fosfotungstat
Vitamin A dalam kloroform bereaksi dengan asam fosfotungstat
dalam etil asetat dengan adanya asetat anhidrat maka menghasilkan
warna biru dan memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang 620 nm. Reaksinya mematuhi hukum Lambert-Beer. Pada
pemanasan dengan suhu 50C menggunakan penangas air, warna biru
yang ada akan berubah menjadi biru keunguan, ungu, dan akhirnya
menjadi merah dan mempunyai serapan maksimum pada 530 nm.
Warna merah yang timbul juga mematuhi hukum Lambert-Beer dan
cocok untuk pengujian vitamin A, akan tetapi metode ini kurang sensitif
untuk bahan dengan kadar vitamin A rendah (Libman, 1966).
e. Pengukuran secara kolorimetri dengan aluminium klorida
Metode ini mencakup reaksi larutan jenuh aluminium klorida
dalam kloroform anhidrat dengan vitamin A. Warna yang timbul
mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 618 nm dan
mematuhi hukum Lambert-Beer (Libman, 1966).
f. Pengukuran menggunakan asam fosfomolibdat
Metode ini melibatkan reaksi vitamin A dengan asam
fosfomolibdat; warna biru yang timbul memberikan serapan maksimum
pada panjang gelombang 700 serta mematuhi hukum Lambert-Beer
(Libman, 1966).

3. Metode Spektrofluorometri
Berdasarkan sifat vitamin A yang dapat memberikan flourosensi,
maka vitamin A dalam bahan pangan yang telah diekstrasi dapat diukur
menggunakan spektrofluorometer pada panjang gelombang eksitasi 330 nm
dan emisi 480 nm. Pengukuran dengan metode spektrofluorometri lebih
spesifik dibandingkan cara spektrofotometri, karena banyak senyawa yang
memberikan serapan pada daerah UV, namun tidak memberikan sifat
flourosensi (Angustin dkk 1985).

4. Metode Kromatografi
a. Pengukuran dengan kromatografi lapis tipis
Vitamin A dapat dipisahkan dengan komponen lainnya secara
kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase
gerak campuran siklo heksana dan eter dengan perbandingan 4:1, noda
yang telah terpisah dideteksi menggunakan asam fosfomolibdat dan
bercak biru hijau yang terjadi menunjukkan adanya vitamin A. Perkiraan
harga Rf vitamin A dalam bentuk alkohol, asetat dan palmitat berturut-
turut adalah 0,1; 0,45 dan 0,7 (Depkes 1995). Untuk mendeteksi noda
vitamin A dapat juga digunakan larutan antimon(III) klorida yang akan
memberikan warna biru (Depkes 1979) atau menggunakan UV pada
pada panjang gelombang 254 nm (CE 2007). Sebagai fase gerak selain
menggunakan campuran siklo heksana dan eter, juga dapat digunakan
campuran siklo heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1
(Libman 1966).
b. Pengukuran dengan kromatografi cair kinerja tinggi
Vitamin A dapat ditetapkan kadarnya menggunakan KCKT
menggunakan kolom fase normal atau kolom fase terbalik. Dengan
menggunakan kolom fase normal, vitamin A ditetapkan kadarnya
menggunakan fase diam kolom silika, fase gerak n-heksana dan
dideteksi menggunakan UV 325-nm (USP Convention 2008). Sebagai
fase gerak dapat juga digunakan campuran heptana dan diisopropil eter,
95:5; heksana dan dietil eter 98:2; 1-5 % 2-propanol dalam heptana;
heksana dan metil etil keton, 90:10 (Nollet 2000). Dengan kolom fase
terbalk, vitamin A ditetapkan kadarnya menggunakan fase diam kolom
C18, fase gerak campuran metanol dan air dengan perbandingan
860:140 dan dideteksi menggunakan UV 328-nm atau 313-nm (AOAC
International, 2005). Sebagai fase gerak dapat juga digunakan campuran
asetonitril dengan air 90:10 (Eitenmiller, 2008); campuran asetonitril
dengan air, 90:10 atau campuran metanol dengan air, 80:20 (Augustin
dkk 1985). Persiapan sampelnya terdiri atas proses saponifikasi,
ekstraksi, pemekatan dan melarutkan kembali menggunakan pelarut
yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai