Anda di halaman 1dari 9

Rosaria Puspasari

2402101201119

V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Glikosida sianogenik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan

makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan
mengeluarkan hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi tersebut
dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Glikosida sianogenik
terdapat pada berbagai tanaman dengan nama senyawa yang berbeda seperti
amigladin pada biji almonds, aprikot dan apel, dhurin pada biji shorgum, dan
linamarin pada kara (lima bean) dan singkong. Nama kimia bagi amigladin adalah
glukosida benzaldehida sianohidrin; dhurin; glukosida p-hidroksida-benzaldehida
sianohidrin; linamarin; glukosida aseton sianohidrin (Winarno, 1991).
Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam
bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti
potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah
menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat
molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui
paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987).
Asam sianida dibentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor
(pembentuk racun) yaitu linamarin dan mertil linamarin. Linamarin dan mertil
linamarin akan bereaksi dengan enzim linamarase dari oksigen dari lingkungan yang
kemudian mengubahnya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida
bersifat cair, tidak berwarna dan larut dalam air. Didalam air, asam sianida akan
terurai menjadi ammonium formiat dan zat- zat amorf yang tak larut dalam air. Oleh
karenanya, salah satu cara untuk mengurangi kadar asam sianida dalam bahan pangan
perlu dilakukan perendaman atau pencucian.
Pelepasan asam sianida pada tanaman merupakan proteksi tanaman terhadap
gangguan/kerusakan. Asam sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. Tahap
pertama dari proses degradasi adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang dikatalis
oleh enzim glukosidase. Sianohidrin yang dihasilkan bisa berdissosiasi secara
nonenzimatis untuk melepaskan asm sianida dan sebuah aldehid atau keton, namun

Rosaria Puspasari
2402101201119

pada tanaman reaksi ini biasanya dikatalis oleh enzim. Jika sianida sudah masuk ke
dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi.
Praktikum kali ini mencoba menganalisa kadar asam siandia (HCN) dalam
berbagai macam bahan pangan. Uji yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu uji
kuantitatif dan uji kualitatif.
V.1. Uji Kualitatif
Uji kualitatif dilakukan terhadap sampel pete, daun singkong, jengkol, picung,
dan jengkol. Prinsip penentuan kadar HCN secara kualitatif sendiri yaitu dimana
keberadaan HCN dideteksi oleh asam pikrat jenuh dan Na2CO3 membentuk kompleks
dan berwarna merah.
Sampel yang akan diuji dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan
blender. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan asam sianida yang terdapat dalam
bahan. Sampel lalu ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Asam tartat 5 % ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml.
Fungsi dari asam tartrat ini adalah untuk mengekstrak HCN agar lebih mudah untuk
diuji. Penambahan asam tartat akan menghasilkan gas HCN, hal ini disebabkan oleh
hidrogen dari asam tartarat (H2.C4H4O6) beraksi dengan ion CN- yang terlarut dalama
air sehingga dihasilkanlah uap HCN. Reaksi yang berlangsung adalah
2CN- + 2H

2HCN

Kertas saring lalu digantungkan pada leher erlenmeyer tanpa menyentuh


sampel, erlenmeyer lalu ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Kertas saring
sebelum digantungkan dalam erlenmeyer harus dicelupkan ke dalam larutan asam
pikrat jenuh, diangin-anginkan hingga kering, dan kemudian dibasahi dengan larutan
Na2CO3 8%. Pencelupan kertas saring ke dalam asam pikrat jenuh dan Na 2CO3 8% ini
bertujuan agar kertas saring dapat bereaksi dengan HCN membentuk pikrosianat.
Erlenmeyer yang telah berisi sampel dan kertas saring lalu dipanaskan pada pemanas
air selama 15 menit pada suhu 50 oC. Pemanasan ini berfungsi untuk menguapkan
HCN agar dapat beraksi dengan asam pikrat jenuh dan Na2CO3 8% yang terdapat
dalam kertas saring Perubahan warna pada kertas saring diamati, dimana kertas saring

Rosaria Puspasari
2402101201119

yang berubah warnanya menjadi merah menandakan bahwa sampel mengandung


asam sianida. Hasil pengamatan yang diperoleh adalah
Tabel 1. Hasil pengamatan analisis kualitatif HCN
Kelompo
Sampel
Hasil Analisis
k
1
Petai
+
2
Picung
+
3
Daun Singkong
+
4
Jengkol
+
5
Leunca
6
Petai
+
7
Picung
+
8
Daun Singkong
+
9
Jengkol
+
10
Leunca
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2014)

Keterangan warna
Merah (++)
Merah (+)
Merah (+++++)
Merah (+)
Kuning
Merah (++)
Merah (+)
Merah (+++++)
Merah (+)
Kuning

Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang positif mengandung asam sianida


adalah daun singkong, jengkol, picung, dan petai, sedangkan pada sampel leunca
tidak terdapat asam sianida. Warna merah yang terdapat pada kertas saring
menunjukkan adanya reaksi antara HCN dengan larutan asam pikrat jenuh dan
Na2CO3 tersebut membentuk asam pikrosianat. Sampel yang memiliki kandungan
HCN terbesar adalah daun singkong, dan sampel yang mengandung HCN paling kecil
adalah picung.
Daun singkong mengandung racun yang dalam jumlah besar cukup
berbahaya. Racun singkong yang selama ini kita kenal adalah Asam biru atau Asam
sianida. Baik daun maupun umbinya mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya
suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN yang bersifat
sangat toksik (Sosrosoedirdjo, 1993).Besarnya racun dalam singkong setiap varietas
tidak konstan dan dapat berubah. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi, diantaranya keadaan iklim, keadaan tanah, cara pemupukan dan cara
budidayanya.
Sampel leunca mengandung hasil yang yang negatif karena senyawa yang
terkandung dalam sampel leunca bukanlah senyawa berbahaya. Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk menilai gizi tanaman leunca. Spesies ini merupakan sayuran

Rosaria Puspasari
2402101201119

bergizi. Daunnya mengandung cukup banyak protein, asam amino, mineral termasuk
kalsium, zat besi, fosfor, vitamin A dan C, lemak, serta metionin (Edmonds and
Chewya, 1997).
V.2. Uji Kuantitatif
Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode langsung
dan destilasi. Pengujian kuantitatif dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar HCN
yang terkandung dalam beberapa sampel yang terindikasi mengandung senyawa
HCN. Praktikum kali ini mencoba menghitung kadar HCN dalam sampel dengan
menggunakan metode destilasi
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 20 gram dalam labu
didih. Aquades lalu ditambahkan ke dalam labu didih hingga semua sampel terendam.
Larutan AgNO3 0,1 N ditambahkan 50 ml dan 1 ml HNO3 6 N. HNO3 berfungsi agar
tercipta kondisi asam, karena dalam kondisi basa Fe3+ pada FAS akan terhidrolisis dan
sebagai penstabil saat titrasi karena NH 4CNS merupakan basa lemah.

Larutan

AgNO3 berfungsi untuk menangkap HCN. Reaksi yang terjadi adalah:


HCN + AgNO3 AgCN + HNO3
Alat destilasi lalu dinyalakan hingga tercapai volume destilat sebanyak 150
ml. Alat destilasi yang digunakan adalah destilasi uap, sehingga hasil yang akan
digunakan merupakan uap dari sampel. Pipa panjang dalam rangkaian alat destilasi
yang tegak keatas berfungsi untuk mengatur tekanan agar uap air mengalir tidak
kembali lagi kesampel melainkan ke dalam tabung. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan tekanan dimana tekanan di lingkungan lebih besar dibandingkan tekanan
ditabung. Bila tidak ada pipa ini saat sampel dilakukan pemanasan maka uap yang
terkondesasi akan kembali lagi kesampel
Volume destilat yang telah mencapai 150 ml lalu disaring ke dalam
erlenmeyer dengan menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh lalu
dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml, lalu ditambahkan aquades hingga tanda
batas. Larutan yang terdapat dalam labu ukur lalu dipipet sebanyak 50 ml ke dalam
erlenmeyer. Indikator FAS (Ferri Ammonium sulfat) ditambahkan sebanyak 1 ml ke

Rosaria Puspasari
2402101201119

dalam erlenmeyer yang berfungsi untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Larutan
lalu dititrasi dengan NH4CNS hingga berwarna merah. Reaksi yang terjadi adalah
NH4CNS (aq) + AgNO3 sisa (aq) AgCNS (s) + NH4NO3 (aq)
Warna merah yang timbul ketika titik akhir titrasi, diakibatkan adannya
ammonium ferisulfat yang bereaksi dengan NH4CNS membentuk senyawa Fe(CNS)2yang membuat larutan berubah warna menjadi merah.
Fe 3+ +CNS- FeCNS2- (merah)
Kadar HCN dalam sampel dapat diketahui dari volume NH 4CNS yang
digunakan dalam tirtasi. Kadar HCN dalam sampel dapat dihitung dengan rumus
Per h itungan=

( VblankoVtitrasi ) NAgNO3 BM HCN fp


W sampel(mg)

Berikut merupakan hasil pengamatan yang diperoleh


Tabel 2. Hasil pengamatan analisis kuantitatif HCN
Kel.

Sampel

Berat
(mg)
20377,9
20122,0
20069,0
20073,2

1&6
Pete
2&7
Picung
3&8 Daun Singkong
4&9
Jengkol
5&1
Leunca
20134,2
0
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

V titrasi
(ml)
0,05
3,5
2,4
0,05

Kadar HCN
(%)
0,121
0,0295
0,0591
0,1224

Literatur
(%)
0,1-0,5%
0,24-0,28%
0,011%
1-2%

4,3

0,00805

0,015%

Sampel yang telah diuji menghasilkan hasil positif yang menunjukkan bahwa
pada sampel mengandung asam sianida. Sampel leunca merupakan tanaman yang
dapat menyebabkan keracunan baik disebabkan oleh buahnya maupun pada daunnya.
Dimana pada daun leunca terdapat glikoalkaloid solanin sedangkan pada buahnya
mengandung alkaloid yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, leunca
mengandung kadar HCN yang paling rendah, yaitu sebesar 0,00805%. Hasil yang
didapat sedikit berbeda dengan literature, dimana pada literatir kadar HCN leunca
adalah 0,015 %
Sampel yang mengandung kadar HCN paling tinggi berdasarkan percobaan
adalaha sampel jengkol yang mengandung HCN sebesar 0,01224. Hal ini cukup

Rosaria Puspasari
2402101201119

sesuai karena berdasarkan literatur, jengkol mengandung kadar HCN paling tinggi
dibanding sampel-sampel lainnya. Jengkol merupakan bahan pangan yang
mengandung suatu senyawa yang termasuk senyawa sianida yang dinamakan dengan
asam jengkolat.Asam jengkolat merupakan senyawa yang strukturnya mirip dengan
asam amino namun tidak dapat dicerna. Apabila mengkonsumsi asam jengkolat atau
asam sianida secara berlebihan maka akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti
sakit pinggang, nyeri perut, muntah, sakit ketika buang air kecil, buang air kecil
beraroma jengkol dan bercampur darah serta gagal ginjal yang akut. Racun jengkol
dapat dikurangi dengan cara perebusan, perendaman dengan air, atau membuang mata
lembaganya karena kandungan racun terbesar ada pada bagian ini. Umumnya jengkol
menghasilkan kadar HCN sebesar 1-2%

Gambar 1. Struktur Asam Jengkolat


(sumber : wikipedia, 2008)
Kadar HCN pada sampel pete adalah sebesar 0,121 %, sedangkan menurut
literatur adalah 0,1%-0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil percobaan yang
diperoleh sesuai dengan literatur yang ada. Picung berdasarkan pengamatan memiliki
kadar HCN sebesar 0,0295%, hasil yang didapat lebih kecil dibandingkan dengan
literatur dimana pada lileratur adalah sebesar 0,24%-0,28%. Asam sianida terdapat
dalam semua bagian dari tanaman picung. Sianida merupakan racun yang paling
cepat reaksinya dalam tubuh, sehingga pemakian picung haruslah berhati-hati.
Kandungan tertinggi terdapat dalam biji, diikuti oleh buah, daun, batang dan akar.Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi tanah, musim dan struktur bijinya. Biji dengan struktur
daging dan kulit yang keras mengandung sianida cukup tinggi yaitu rata-rata 2.000
ppm, sebaliknya biji dengan struktur daging dan kulit lunak mempunyai kandungan
rata-rata 1000 ppm. Dalam pengupasan buah picung tua (kulit buah berwarna hijau
kecoklatan dan keras), disarankan untuk memakai masker (penutup hidung) untuk
menghindari bau yang menyengat dan dapat menyebabkan sakit kepala (pusing)

Rosaria Puspasari
2402101201119

sebagai akibat dari sianida. Biji picung sering dipakai sebagai bumbu dapur, namun
biji picung sangat beracun jika dikonsumsi secara mentah karena mengandung asam
sianida dalam konsentrasi tinggi. Efek samping memakan biji picung mentah adalah
pusing, mabuk dan muntah).Biji picung juga sering dipakai sebagai racun untuk mata
panah.Biji picung aman dikonsumsi jika sudah direbus dan direndam terlebih dahulu.
Daun singkong yang diuji menghasilkan kadar HCN sebesar 0,0591 %. Hasil
yang didapatkan saat praktikum lebih tinggi dibandingkan dengan literatur. Perbedaan
tersebut dapat disebabkan karena tanaman singkong mengandung sianida yang
bervariasi tergantung pada kondisi tanah, musim dan jenis tanamannya. Selain itu
dapat disebabkan karena daun singkong yang dianalisis kebanyakan merupakan daun
singkong muda, kandungan sianida pada daun singkong muda lebih tinggi
dibandingkan dengan daun singkong tua. Menurut Sutrisno dan Keman (1981)
kandungan sianida pada daun singkong muda berkisar antara 560-620 ppm, dan daun
tua antara 400-530 ppm.
Pemasakan

yang

sempurna

untuk

mengurangi

kadar

sianida

dibutuhkan dalam beberapa jenis bahan pangan, selain itu menurut Irmansyah
(2005)bahwa dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam
dalamair, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untuk mengurangi
kadarHCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup,
sangatampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun, pencucian efektif
untuk mengurangi racun sianida karena asam sianida mudah terlepas ke dalam air
rendaman, sementara cara pengeringan dapat menguapkan senyawa itu. Selain itu
kadar HCN dapat dikurangi dengan cara fermentasi. Proses penjemuran sendiri pada
sinar matahari dapat menguraikan HCN 80%. Pengupasan kulit perlu dilakukan
karena justru dalam kulit ini terdapat HCN dengan konsentrasi mencapai 15 kali lebih
besar dari konsentrasi HCN di dalam daging umbinya.

Rosaria Puspasari
2402101201119

VI.

PENUTUP

VI.1.Kesimpulan
1. Sampel dengan kadar HCN paling tinggi adalah jengkol dengan kadar HCN
sebesar 0,1224%
2. Sampel dengan kadar HCN paling rendah adalah leunca dengan kadar HCN
sebesar 0,00805%.
3. Hasil yang diperoleh sedikit berbeda dengan literatur, karena ketika proses
destilasi selesai ada kemungkinan sampel tidak langsung dititrasi sehingga
asam sianida ada yang menguap
4. Kandungan HCN dalam bahan pangan dapat dikurangi dengan cara
melakukan proses pemasakan pengupasan kulit, pembersihan bagian-bagian
bahan pangan, dan fermentasi sebelum dilakukan pengonsumsian
VI.2.Saran
1. Praktikan melakukan praktikum dengan hati-hati agar praktikum dapat
berjalan lancar
2. Penambahan alat destilator sangat diharapkan demi terlaksananya
praktikum yang lancar dan efisien

DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. CV Yasaguna, Jakarta.

Rosaria Puspasari
2402101201119

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sutrisno, D dan S. Keman. 1981. Nilai makanan hijauan segar ketela pohon untuk
ternak sapi dan kerbau. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Winarno, F.G. 2002. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai