Anda di halaman 1dari 7

PEMANFAATAN TEPUNG SORGUM UNTUK

PRODUK OLAHAN
Suarni
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Kotak Pos 1173 Makassar

ABSTRAK
Pemanfaatan biji sorgum menjadi berbagai produk pangan olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung
diversifikasi pangan. Pemanfaatan sorgum dalam bentuk tepung lebih menguntungkan karena praktis serta mudah
diolah menjadi berbagai produk makanan seperti cake, cookies, roti, dan mi. Nilai nutrisi sorgum cukup memadai
dengan kandungan protein 811%, namun protein pembentuk glutennya tidak dapat menyamai terigu. Masalah
dalam pemanfaatan sorgum untuk pangan adalah adanya senyawa tanin (antinutrisi) dalam biji, namun hal ini dapat
diatasi dengan menerapkan teknologi pengolahan yang tepat. Makalah ini membahas teknologi pemanfaatan
tepung sorgum sebagai bahan substitusi terigu yang dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan substitusi tepung sorgum terhadap tepung terigu cukup beragam, yaitu
untuk cookies 5075%, cake 3050%, roti 2025%, dan mi 1520%. Tekstur tepung sorgum belum dapat
menyamai tepung terigu. Olahan kerupuk tidak memerlukan gluten seperti olahan di atas, sehingga mempunyai
peluang untuk dikembangkan. Teknologi pengolahan sorgum cukup sederhana, murah, dan mudah dilakukan baik
oleh industri skala rumah tangga maupun industri kecil.
Kata kunci: Tepung sorgum, pangan olahan, pengolahan, nilai gizi

ABSTRACT
Utilization of sorghum flour for processed food
Sorghum utilization for various food products is an alternative way to support food diversification program.
Sorghum utilization as the flour form is more advantageous due to its practicality and easily to be processed into
various processed food products such as cake, cookies, bread, and noodle. Nutritional value of sorghum is quite good
with protein content 811%. One weakness of sorghum as a food source is its tannin content as antinutritional
compound. Tannin content can be reduced through appropriate processing technology. This paper discusses the
technology of sorghum flour utilization as wheat flour substitution. The results showed that the wheat flour can be
replaced by sorghum flour until 5075% in cookies, 3050% in cake, 2025% in bread, and 1520% in noodle.
The texture of sorghum flour is less proper than wheat flour. Crackers which require little gluten has a promising
opportunity to be developed. Sorghum processing technology is quite simple, easy, and cheap and it is available
either as household or small scale industries.
Keywords: Sorghum flour, processed foods, processing, nutritional value

asalah pangan di Indonesia tidak


terlepas dari beras dan terigu, di
samping bahan pangan lainnya seperti ubi
kayu, jagung, dan sagu. Salah satu alternatif pemecahan masalah kelangkaan
bahan pangan baik terigu maupun beras
adalah melalui substitusi dengan sorgum
(Colas 1994).
Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench) merupakan serealia sumber
karbohidrat. Nilai gizi sorgum cukup
memadai sebagai bahan pangan, yaitu
mengandung sekitar 83% karbohidrat,
3,50% lemak, dan 10% protein (basis
kering). Namun, pemanfaatannya sebagai
bahan pangan di Indonesia masih sangat
Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

terbatas. Sorgum juga mengandung


senyawa antinutrisi, terutama tanin yang
menyebabkan rasa sepat sehingga tidak
disukai konsumen.
Ahza (1998) menyatakan bahwa
biji sorgum dapat diolah menjadi tepung
dan bermanfaat sebagai bahan substitusi
terigu. Volume impor terigu cukup besar
dengan harga yang terus meningkat.
Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan
roti, dan kue kering terbesar di Indonesia
mencapai 20 t/tahun, sedangkan untuk
mi sekitar 1.000 t/tahun. Oleh karena itu,
pengembangan sorgum cukup prospektif dalam upaya menyediakan sumber
karbohidrat lokal. Hal ini didukung

dengan harga tepung sorgum yang


relatif murah (Rp1.3001.500/kg), umur
tanaman pendek (100110 hari), daya
adaptasi terhadap lahan tinggi, dan
biaya produksi rendah (Wijaya 1998).
Penggunaan tepung sorgum sebagai
campuran pada pembuatan makanan di
Indonesia belum banyak dilakukan. Untuk
meningkatkan kegunaan sorgum sebagai
sumber pangan, perlu diketahui batas
maksimal penambahan tepung sorgum ke
dalam adonan, sehingga masih dapat
menghasilkan produk olahan dengan
kualitas yang baik (Mudjisihono 1994;
Suarni dan Zakir 2000; Suarni dan Patong
2002). Makalah ini membahas hasil-hasil
145

penelitian tentang komposisi kimia atau


nilai nutrisi tepung sorgum, sifat
fisikokimianya, serta pemanfaatan tepung sorgum dalam berbagai produk
olahan (kue basah, kue kering, mi, dan
roti).

NILAI NUTRISI SORGUM


Komposisi kimia dan zat gizi sorgum mirip
dengan gandum dan serealia lain (Colas
1994). Rendahnya mutu tepung sorgum
disebabkan oleh tingginya kadar protein
prolamin sehingga nilai gizinya relatif
rendah (Suwelo 1998). Namun demikian,
belum ada bukti yang menunjukkan
bahwa prolamin bersifat merugikan
bila sorgum diolah dengan baik (Mudjisihono dan Damardjati 1987). Komposisi
kimia beberapa tepung serealia disajikan
pada Tabel 1 dan 2, sedangkan komposisi
asam amino penyusun protein pada Tabel
3.
Kadar asam glutamat tepung sorgum varietas UPCA-S1 berkisar 1,39%
dan Isiap Dorado 1,58%, lebih rendah
dibanding terigu yang mencapai 3,83%.
Asam glutamat termasuk asam amino
nonesensial, tetapi mempengaruhi uji
rasa olahan bahan makanan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
asam glutamat terhadap rasa roti tawar
yang dihasilkan. Kadar lisin terigu (0,38%)
relatif lebih tinggi dibanding tepung
sorgum (0,160,18%). Lisin termasuk asam
amino esensial dan mempengaruhi nilai
gluten tepung (Wall dan Ross 1970).
Asam amino tepung sorgum yang
kandungannya agak tinggi adalah leusin
yaitu 1,311,39%, sedangkan terigu
hanya 0,88%. Demikian juga alanin berkisar 0,820,85%, sedangkan terigu
hanya 0,49%. Hasil penelitian Dogget
dan Gomes (1984) menunjukkan, walaupun mutu protein sorgum tergolong
rendah terutama lisin, tetapi kandungan
leusinnya relatif tinggi.
Prolin pada terigu relatif tinggi
(1,51%) dibanding tepung sorgum yang
hanya 0,24% pada varietas UPCA-S1 dan
0,29% pada varietas Isiap Dorado.
Kandungan alanin tepung sorgum lebih
tinggi dibanding terigu. Kandungan
asam amino lainnya pada tepung sorgum
relatif mendekati terigu termasuk valin,
serin, dan asam aspartat. Kandungan
asam amino penyusun protein sangat
menentukan nilai gizi bahan pangan
(Winarno 1986).
146

Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa tepung serealia.


Kandungan nutrisi

Terigu

Sorgum

Beras

Jagung

Lemak (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Protein (%)
Pati (%)

2,09
1,92
1,83
14,45
78,74

3,65
2,74
2,24
10,11
80,42

1,88
1,05
1,52
9,28
86,45

5,42
4,24
1,35
11,02
79,95

Sumber: Suarni (2001).

Tabel 2. Perbandingan kandungan nutrisi tepung sorgum dan terigu.


Sorgum

Kandungan nutrisi
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Pati (%)
Serat kasar (%)

Terigu

UPCA-S1

Isiap Dorado

0,47
11,74
1,04
74,77
0,88

0,68
6,98
1,27
76,81
1,90

0,62
7,90
1,19
76,35
1,79

Sumber: Suarni (1999a).

Tabel 3. Komposisi asam amino penyusun protein tepung sorgum dan terigu.
Asam amino
Alanin (%)
Arginin (%)
Asam aspartat (%)
Asam glutamat (%)
Glisin (%)
Isoleusin (%)
Lisin (%)
Fenilalanin (%)
Prolin (%)
Serin (%)
Treonin (%)
Tirosin (%)
Valin (%)
Leusin (%)

Sorgum
UPCA-S1

Isiap Dorado

0,82
0,29
0,63
1,39
0,29
0,34
0,16
0,27
0,24
0,33
0,16
0,19
0,53
1,31

0,85
0,32
0,69
1,58
0,26
0,28
0,18
0,27
0,29
0,38
0,15
0,22
0,49
1,39

Terigu
0,49
0,73
0,56
3,83
0,56
0,43
0,38
0,61
1,51
0,32
0,36
0,39
0,55
0,88

Sumber: Suarni dan Patong (1999).

Kelebihan terigu dibanding tepung


sorgum adalah sifat fisikokimianya,
terutama kemampuan protein dalam
membentuk gluten. Sifat ini kurang dimiliki oleh tepung sorgum dan serealia
lainnya, apalagi komoditas nonserealia
(Winarno dan Pudjaatmaka 1989). Keistimewaan gluten terigu adalah memiliki
kandungan protein penyusun yang
seimbang, yaitu glutenin dan gliadin. Bila
ditambah air, gluten akan membentuk
sifat elastisitas yang tinggi. Sifat ini
sangat dibutuhkan dalam pembuatan mi
dan roti (Ahza 1998). Kadar gluten dan

sifat fisikokimia lainnya tepung sorgum


varietas UPCA-S1disajikan pada Tabel
4.
Nilai pengendapan menunjukkan
mutu gluten. Semakin besar nilai pengendapan pada kadar gluten yang sama,
semakin baik mutu gluten tepung tersebut. Nilai pengendapan tepung menurun seiring dengan turunnya kadar
gluten tepung. Kadar protein gluten yang
rendah menurunkan kemampuan protein
gluten untuk menahan turunnya partikel
pati, sehingga menurunkan nilai pengendapan tepung.
Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

hasil rancang bangun Balai Penelitian


Tanaman Serealia (Lando et al. 1995).
Alsin tersebut mempunyai silinder batu
gurinda dan alat penepung (Prastowo et
al. 1997).
Kandungan tanin dalam biji sorgum
dapat dihilangkan melalui penyosohan.
Suarni (2004) menyatakan bahwa kandungan tanin biji sorgum menurun drastis
setelah penyosohan, namun protein ikut
terbawa akibat bagian endosperm yang
dekat dengan aleuron banyak yang
terkikis. Penurunan kadar tanin relatif
tinggi pada keempat varietas atau galur
yang diuji, yaitu dari 1,71 3,98% sebelum
disosoh menjadi 0,301,72% setelah
disosoh (Tabel 5). Kadar protein turun
sekitar 0,521,38%, tertinggi pada varietas
Mandau dan terendah pada varietas
Manggarai (Selayar) karena tipisnya kulit
luar yang tersosoh.
Kandungan tanin biji sorgum cukup
tinggi dan beragam, berkisar 3,6710,66%.
Pada umumnya biji yang berwarna merah
sampai cokelat mengandung tanin lebih
tinggi dibanding biji putih (Suarni dan
Singgih 2002).

Tabel 4. Kadar gluten, nilai pengendapan, aktivitas diastatik, amilosa, dan


konsistensi gel campuran tepung terigu dan sorgum.
Substitusi (%)
terigu : sorgum
100
10 :
20 :
30 :
40 :
50 :

(kontrol)
90
80
70
60
50

Gluten
(%)

Nilai
Aktivitas diastatik
pengendapan
(mg maltosa/
(mm)
10 g tepung)

11,45
10,91
9,13
8,24
7,71
7

27,70
25,80
23,50
19,90
17,20
14,90

Konsistensi
gel (mm)

Amilosa
(%)

403
394
382
377
369
355

26,02
25,85
25,65
25,44
23,22
23,06

42,52
41,21
37,13
36,58
36,01
35,25

(sedang)
(sedang)
(sedang)
(sedang)
(sedang)
(sedang)

Sumber: Suarni dan Zakir (2000).

Aktivitas diastatik tepung terigu


menurun seiring dengan penambahan
tepung sorgum. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh banyaknya diastase
dalam tepung, yang salah satu kemungkinan disebabkan oleh tingginya
derajat sosoh biji sorgum.
Kadar amilosa tepung sorgum lebih
rendah dibanding terigu, sehingga makin
tinggi tingkat substitusi makin rendah
kandungan amilosa tepung campuran.
Konsistensi gel tepung terigu lebih
rendah dibanding tepung sorgum. Oleh
karena itu, makin tinggi penambahan
tepung sorgum, konsistensi gel semakin
rendah atau adonan mengeras. Tanpa
sorgum (100% terigu), konsistensi gelnya
45,52 mm dan adonan lebih elastis dan
kenyal.

Pembuatan tepung sorgum hampir sama


dengan tepung beras. Bahan direndam
dalam air agar cukup lunak, ditiriskan,
digiling, diayak kemudian dikeringkan.
Beras sorgum adalah biji sorgum
lepas kulit sebagai hasil penyosohan atau
penggilingan sehingga diperoleh sorgum
giling. Secara tradisional, penggilingan
dilakukan dengan membasahi biji sorgum
dengan air kemudian ditumbuk untuk
menghilangkan kulit bijinya. Namun, cara
ini menghasilkan banyak biji hancur dan
waktu prosesnya tidak efisien. Untuk
mengatasi masalah ini telah tersedia
teknologi pengolahan dengan menggunakan alat atau mesin (alsin) penyosoh

Tabel 5.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN
SORGUM
Produk Setengah Jadi

Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

Kemajuan teknologi pengolahan bahan


pangan yang didukung dengan tersedianya peralatan modern telah mendorong
berkembangnya industri makanan jadi

Komposisi kimia biji sorgum yang disosoh dan tidak disosoh.

Komponen

Air (%)
Tanin (%)

Teknologi pengolahan produk setengah


jadi dari sorgum yang diperlukan industri
pengolahan lanjutan telah banyak dihasilkan. Teknologi ini mencakup teknik
pembuatan beras sorgum, tepung, dan
ekstraksi pati.
Pengolahan sorgum menjadi tepung
lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung
lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(komposit), dapat diperkaya dengan zat
gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak
sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis (Damardjati et al. 2000).

Pengolahan Produk Jadi

Protein (%)
Lemak (%)
Serat (%)
Karbohidrat (%)
Abu (%)
Amilosa (%)

Varietas (galur)

Jenis
biji

UPCA

IS-3259

Mandau

Manggarai
(Selayar)

TS
S
TS
S
TS
S
TS
S
TS
S
TS
S
TS
S
TS
S

11,90
11,60
3,98
1,72
9,86
8,62
2,12
1,65
4,02
1,98
68,72
77,18
2,28
0,99
19,18
23,42

11,40
11,10
1,82
0,36
8,96
7,69
2,31
1,69
3,16
1,61
78,76
82,93
1,79
0,71
25,04
29,18

11,60
11,20
3,76
1,58
9,98
8,60
1,99
1,48
3,98
1,99
69,40
77,20
2,16
0,81
19,11
23,17

12,10
11,80
1,71
0,30
8,42
7,90
3,02
1,99
3,19
1,52
79,12
83,12
1,83
0,62
25,69
30,06

TS = sorgum tidak disosoh, S = sorgum disosoh.


Sumber: Suarni (2004).

147

selama dua dekade terakhir ini. Pergeseran


pola makan (Kuntowijoyo 1991) dan
gaya hidup modern yang serba praktis
serta keterbatasan waktu untuk menyiapkan makanan sehari-hari turut memacu
berkembangnya industri pengolahan
makanan jadi.

Kue kering (cookies)


Kue kering adalah salah satu jenis
makanan kecil yang sangat digemari
masyarakat baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Bentuk dan rasa kue kering
sangat beragam, bergantung pada bahan
tambahan yang digunakan. Salah satu
olahan tradisional dari beras yang sangat
diminati di pedesaan yaitu borasa. Bahan
dasar tepung beras pada olahan tersebut
dapat disubstitusi dengan tepung sorgum,
dengan bahan tambahan parutan kelapa
sangrai. Borasa cocok bagi penderita
alergi terhadap terigu (cealiac disease).
Olahan kue kering atau sejenisnya
sangat digemari masyarakat di kawasan
Timur Indonesia sebagai penganan minum
teh pada sore hari. Oleh karena itu,
modifikasi kue kering dapat memanfaatkan tepung sorgum sebagai bahan dasar,
dengan memakai substitusi gula aren
untuk menekan warna yang agak kurang
baik pada tepung sorgum.
Penelitian pembuatan kue kering
substitusi tepung sorgum dan terigu telah
dilakukan dengan menggunakan varietas
Isiap Dorado dan terigu berprotein 9
10%. Untuk membuat kue kering masih
diperlukan tepung maizena sebagai
bahan tambahan untuk perekat dan meningkatkan nilai kerenyahan.
Hasil pengujian organoleptik dengan
15 orang panelis terdiri atas 5 mahasiswa,
8 orang staf peneliti, dan 2 orang pengrajin
makanan skala rumah tangga disajikan
pada Tabel 6. Substitusi tepung sorgum
terhadap terigu 7080% dapat diterima
secara organoleptik.
Nilai tambah kandungan nutrisi kue
kering hasil substitusi terigu dengan
tepung sorgum adalah meningkatnya
kandungan mineral Fe, Ca, dan P (Tabel
7). Kekurangan terigu dibanding tepung
serealia lainnya adalah rendahnya
kandungan Ca, P, dan terutama Fe.

Kue basah (cake)


Kue basah (cake) telah lama dikenal
masyarakat pedesaan. Pembuatan kue
148

tersebut biasanya menggunakan mentega. Terigu dapat disubstitusi dengan


tepung sorgum dan mentega dengan
bahan lain yang ada dipedesaan. Tepung
sorgum yang digunakan berasal dari

varietas ICSH 110. Selain itu ditambahkan


pula tepung ubi kayu verietas lokal dan
kacang tunggak varietas lokal putih.
Volume kue basah dan hasil uji organoleptik disajikan pada Tabel 8.

Tabel 6. Hasil pengujian organoleptik kue kering pada berbagai tingkat


substitusi sorgum-terigu.
Substitusi (%)
terigu : tepung sorgum
100
20 :
30 :
40 :
50 :
60 :
70 :
80 :
0 :

(kontrol)
80
70
60
50
40
30
20
100

Nilai1
Tekstur

Aroma

Rasa

Warna

1,20
3,15
2,80
2,45
2,20
2,10
1,85
1,35
3,50

1,05
3,05
2,60
2,45
2,40
2,30
2,15
1,35
3,35

1,20
2,90
2,75
2,45
2,10
1,85
1,45
1,30
3,10

1,25
2,70
2,60
2,45
2,25
2,10
1,95
1,75
2,95

1
Nilai: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = biasa, 5 = tidak suka.
Sumber: Suarni (2000).

Tabel 7.

Kandungan nutrisi kue kering pada berbagai tingkat substitusi


tepung sorgum-terigu.

Substitusi (%)
terigu : sorgum

Protein
(%)

100 (kontrol)
20 : 80
30 : 70
40 : 60
50 : 50
60 : 40
70 : 30
80 : 20
0 : 100

16,12
11,88
12,35
12,98
13,42
13,78
14
15,26
11,09

Lemak
Serat
(%)
kasar (%)
3,12
6,18
5,99
5,01
4,76
4,39
4,18
4,06
7,88

2,18
3,22
3,01
3,09
3,14
3,21
3,39
3,66
2,55

Abu
(%)

Ca
(ppm)

Fe
(ppm)

1,98
1,37
1,51
1,54
1,62
1,71
1,88
1,91
1,42

599,10
622,80
621,90
618,70
615,80
912,50
611,60
608,90
627,30

29,70
54,50
52,80
50,90
48,70
46,80
45,90
38,90
57,80

P
(ppm)
1.277,50
1.296,40
1.289,80
1.281,20
1.276,70
1.271,10
1.268,30
1.261,70
1.308,80

Sumber: Suarni (2000).

Tabel 8. Volume kue basah dengan berbagai taraf substitusi tepung dan
hasil uji organoleptik.
Perlakuan 1

Volume (mm)

S:G:K 6:2:2
S:G:K 5:3:2
S:G:K 4:4:2
S:G:K 3:5:2
S:G:K 2:6:2
S:G:K 6:2:2
S:G:K 5:3:2
S:G:K 4:4:2
S:G:K 3:5:2
S:G:K 2:6:2
S:G 5:5

582.400
590.200
593.000
595.800
599.750
580.700
580.400
591.000
594.200
598.400
482.000

Nilai2
Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

3,90
3,40
2,80
2,90
3,10
4,10
3,50
3,20
3,10
3,20
3,50

3,20
2,10
2,50
2,70
2,90
3,60
3,70
3,10
3,40
2,90
3,20

2,90
1,80
2,20
2,30
2,50
2,90
3,20
3,10
3,30
3,50
3,60

2,80
2,10
2,30
2,40
3,10
2,60
3,10
2,90
2,80
2,50
4,20

Perlakuan: S = tepung sorgum, G = tepung gaplek, K = tepung kacang tunggak.


Nilai: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = biasa, 5 = tidak suka.
Sumber: Suarni dan Prastowo (1995).
1
2

Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

Pada umumnya warna kue basah


hasil substitusi tepung sorgum dengan
terigu kurang disukai. Namun, hal ini
dapat diantisipasi dengan menambahkan
zat pewarna yang diperbolehkan.
Pembuatan tepung campuran perlu
dilakukan sedemikian rupa sehingga
kandungan amilosa, gluten, dan protein
dapat terpenuhi. Tepung campuran
sorgum : gaplek : kacang tunggak dengan
perbandingan 5 : 3 : 2 paling disukai
panelis, baik rasa, aroma maupun tekstur
kue.
Ginting dan Kusbiantoro (1995) telah
membuat kue basah dengan bahan tepung
sorgum komposit dengan tepung ubi jalar
dan tepung jagung. Kandungan nutrisi
olahan yang dihasilkan disajikan pada
Tabel 9. Keenam perlakuan substitusi
menghasilkan olahan kue basah dengan
kandungan nutrisi termasuk protein dan
lemak relatif tidak berbeda. Perbedaan
hanya disebabkan oleh varietas sorgum
yang digunakan.

Roti tawar
Bahan dasar roti tawar adalah terigu,
namun terigu dapat disubstitusi dengan
tepung sorgum. Substitusi tepung sorgum 20% menghasilkan roti tawar
dengan volume adonan dan uji organoleptik yang mendekati terigu 100%. Pada
tingkat substitusi 30%, panelis masih
dapat menerimanya tetapi beberapa sifat
sensorisnya perlu diperbaiki. Substitusi
sorgum 40% belum dapat diterima terutama nilai rasa, tetapi warna dan aromanya
masih disukai.
Pembuatan roti tawar lebih mudah
bila menggunakan mixer khusus untuk
mengaduk adonan yang kenyal dan
memiliki elastisitas tinggi seperti pada
pembuatan mi dan roti. Adonan roti
memerlukan kandungan gluten tinggi,
sehingga taraf substitusi tepung sorgum
terhadap terigu hanya 1520%. Uji
organoleptik dan volume adonan roti
tawar dari tepung sorgum UPCA-S1 dan
Isiap Dorado disajikan pada Tabel 10.

Mi kering
Mi merupakan produk olahan sumber
karbohidrat yang diminati masyarakat
Indonesia. Walaupun bahan baku mi
adalah terigu, ternyata terigu dapat
disubstitusi dengan tepung sorgum.
Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


kemampuan substitusi tepung sorgum
terhadap terigu hanya mencapai 20%
(Tabel 11) akibat rendahnya kandungan
gluten dalam tepung sorgum. Nilai nutrisi
mi yang dihasilkan dengan komposisi

20% tepung sorgum dan 80% terigu


adalah kadar air 7,69%, protein 12,58%,
abu 1,02%, serat kasar 0,72%, dan pati
76,09% atau memenuhi standar mutu 1
(Departemen Perindustrian 1990).

Tabel 9. Kandungan nutrisi kue basah tepung sorgum komposit.


Perlakuan1

Abu
(%)

Protein
(%)

Lemak
(%)

Karbohidrat
(%)

Energi (kal)

A
B
C
D
E
F

1,53
1,75
2,18
2,08
1,92
1,79

8,72
8,59
7,61
9,10
9,05
9,77

28,31
27,70
25,70
28,60
29,74
30,19

61,43
62,09
64,51
60,23
59,29
58,25

523,85
520,42
510,38
522,70
528,17
530,50

1
Perlakuan: A = terigu : sorgum lokal Muneng = 50% : 50%, B = terigu : sorgum UPCA-S1
= 50% : 50%, C = terigu : sorgum ICSV 233 : jagung = 20% : 40% : 40%, D = terigu : sorgum
lokal Lamongan : ubi jalar = 20% : 40% : 40%, E = terigu : sorgum Isiap Dorado : jagung =
20% : 40% : 40%, F = terigu = 100% (kontrol).
Sumber: Ginting dan Kusbiantoro (1995).

Tabel 10. Uji organoleptik dan volume adonan roti tawar hasil substitusi
tepung sorgum dan terigu.
Substitusi (%) sorgum UPCASI : sorgum ID : terigu

Rasa

Warna

Aroma

Tekstur

Volume
adonan
(ml/g)

0
50
40
0
30
0
20
0
100
0
0

4,50
5
4,40
4,20
3,40
2
1,80
1,70
5,50
5,10
1,30

3,90
4,30
3,50
2,60
2,50
1,90
1,90
1,60
4,70
4,40
1,20

3,30
3,50
2,70
2,50
2,30
2
1,50
1,50
4,70
4,60
1,40

4
4
3,60
3,20
2,70
2,30
1,80
1,70
5,10
4,90
1,30

1,75
1,79
2,31
2,36
2,68
2,72
2,92
3,08
1,72
1,74
3,86

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

50
0
0
40
0
30
0
20
0
100
0

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

50
50
60
60
70
70
80
80
0
0
100

Nilai1

Nilai: 1 = amat sangat disukai, 2 = sangat disukai, 3 = disukai, 4 = biasa, 5 = tidak disukai,
6 = sangat tidak disukai, 7 = amat sangat tidak disukai.
Sumber: Suarni dan Patong (1999).
1

Tabel 11. Komposisi kimia mi kering substitusi tepung sorgum-terigu.


Substitusi (%)
tepung sorgum : terigu

Air

Abu

Komposisi (%)
Protein

0
10
20
30
40
50

: 100
: 90
: 80
: 70
: 60
: 50

7,62
7,46
7,69
7,76
7,82
7,91

0,92
0,99
1,02
1,17
1,21
1,32

13,78
12,75
12,58
11,86
11,78
10,95

74,89
75,68
76,09
76,26
76,69
76,88

0,32
0,61
0,72
0,99
1,02
1,14

Rata-rata

7,71

1,11

12,28

76,08

0,80

Pati

Serat kasar

Sumber: Suarni (2000).

149

Beberapa Olahan Sorgum Khas


Indonesia
Bentuk olahan lain dari sorgum yang
telah memasyarakat dengan resep hasil
pengetahuan empiris seperti layaknya
beras dari padi antara lain adalah:
z
Sorgum nonpulut (nonwaxy); diolah
sebagai nasi, nagasari, dan apem.
z
Sorgum pulut (waxy); dapat diolah
menjadi lemper, wajik, jadah, tapai,
krasikan, widaran, dodol, kue klepon,
getas, maduwongso, kue gapit dan lain
sebagainya.
Pengolahan sorgum yang telah lama
dikenal masyarakat yaitu biji sorgum
disosoh menjadi beras sorgum. Beras
sorgum dapat dimanfaatkan seperti beras
dari padi atau diolah menjadi tepung.
Beras sorgum direndam dalam air selama
24 jam, ditiriskan, kemudian ditepungkan.
Tepung yang dihasilkan dijemur untuk
mengurangi kandungan airnya, selanjutnya disimpan untuk berbagai bahan
olahan makanan tradisional.

kemasan kantong plastik, diikuti dalam


karung plastik, kantong kertas, dan
terendah daya simpannya adalah dalam
karung goni. Perubahan komposisi kimia
tepung sorgum selama penyimpanan
dalam kemasan kantong plastik disajikan
pada Tabel 12.

KESIMPULAN DAN SARAN


Tepung sorgum dapat digunakan sebagai
bahan substitusi terigu dalam pembuatan
kue kering hingga taraf 5080%. Substitusi perlu diikuti penambahan tepung
maizena sebagai bahan perekat dan
bumbu kue untuk menekan rasa sepat
pada tepung sorgum.
Pada pembuatan kue basah (cake),
substitusi tepung sorgum terhadap terigu
berkisar 4050%, sedangkan untuk
pembuatan roti dan sejenisnya berkisar
2025%, dan mi 1520%. Warna olahan
produk campuran tepung sorgum dan
terigu kurang disukai panelis atau

konsumen, namun masalah ini dapat


diatasi dengan menambahkan zat pewarna yang diperbolehkan Departemen
Kesehatan.
Daya simpan sorgum dalam bentuk
tepung lebih tinggi dibanding dalam
bentuk biji. Pengolahan biji sorgum
menjadi tepung dianjurkan karena lebih
efisien, fleksibel, dan mudah mengolahnya menjadi aneka makanan.
Tekstur tepung sorgum belum
dapat menyamai terigu. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik sifat fisik dan
komposisi kimia biji atau tepung sorgum
terutama varietas atau galur yang akan
dan telah dilepas, agar pemanfaatannya
lebih tepat.
Pembuatan kerupuk tidak memerlukan tepung dengan gluten tinggi seperti
pada mi, roti, cake, dan cookies. Hal ini
memberi peluang untuk diteliti lebih
lanjut. Produk ini sudah memasyarakat,
teknologi pengolahannya sederhana
dan harganya terjangkau oleh berbagai
lapisan masyarakat.

Daya Simpan Tepung Sorgum


Penyimpanan sorgum dalam bentuk biji
tidak dapat bertahan lama; hanya dalam
waktu 2 bulan biji sudah terserang
serangga Coleobrucbus calandra
(Nonci et al. 1999). Penyimpanan dalam
bentuk tepung dapat bertahan di atas 6
bulan dalam kemasan plastik. Komposisi
kimia tepung yang disimpan juga tidak
banyak mengalami perubahan begitu
pula kadar airnya masih di bawah 12%
(Suarni 1999b). Suarni et al. (2000) menyatakan penyimpanan tepung sorgum
dalam kemasan kantong plastik mampu
menekan serangan hama hingga penyimpanan 6 bulan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyimpanan
sorgum dalam bentuk tepung lebih
menguntungkan dibanding dalam bentuk
biji. Penyimpanan terbaik adalah dalam

Tabel 12. Komposisi kimia tepung sorgum selama penyimpanan dalam


kemasan kantong plastik.
Varietas/komposisi
kimia

Penyimpanan (bulan)
0

Isiap Dorado
Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Serat kasar (%)
Pati (%)

8,15
1,22
7,76
1,62
73,18

8,31
1,15
7,74
1,60
73,09

8,56
1,19
7,50
1,52
72,98

9,98
1,10
7,07
1,42
69,99

Lokal Jeneponto
Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Serat kasar (%)
Pati (%)

8,15
1,26
7,08
1,78
69,56

8,22
1,19
6,98
1,74
69,23

8,43
1,28
6,39
1,68
68,99

9,70
1,14
6,13
1,55
67,17

Sumber: Suarni (1999b).

DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A.B. 1998. Aspek pengetahuan material
dan diversifikasi produk sorgum sebagai
substitutor terigu/pangan alternatif. Dalam
Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum
sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT. ISM
Bogasari Flour Mills, Jakarta.
Colas, A. 1994. Defining flour quality according
to use. In B. Godon and C. Williem (Eds.).

150

Primary Cereal Processing. VCR, USA. p.


452517.

dan Pengembangan Tanaman Pangan. 24


hlm.

Damardjati, D.S., S. Widowati, J. Wargiono, dan


S. Purba. 2000. Potensi dan Pendayagunaan
Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia,
Umbi-umbian dan Kacang-kacangan untuk
Penganekaragaman Pangan. Pusat Penelitian

Departemen Perindustrian. 1990. Mi Kering.


Standar Industri Indonesia (S11.0178 90).
Departemen Perindustrian, Jakarta. 3 hlm.
Dogget, K.A. and A.A. Gomes. 1984. Statistical
Procedures and the Millets; Their Com-

Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

position and Nutrition Value. Academic


Press, New York.
Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Penggunaan tepung sorgum komposit sebagai
bahan dasar dalam pengolahan kue basah
(cake). Dalam Risalah Simposium Prospek
Tanaman Sorgum untuk Pengembangan
Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian (4): 256263.
Kuntowijoyo. 1991. Bergesernya pola pangan
pokok di Madura. Pangan 11(9): 2225.
Lando, T., M. Yamin, Suarni, dan B. Prastowo.
1995. Perancangan dan pembuatan penyosoh sorgum. Hasil Penelitian dan
Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian
Tahun XV. Balai Penelitian Tanaman Jagung
dan Serealia Lain. hlm. 5676.
Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987.
Prospek kegunaan sorgum sebagai sumber
pangan dan pakan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian VI(I): 15.
Mudjisihono, R. 1994. Studi pembuatan roti dari
campuran tepung jagung dan sorgum. Jurnal
Ilmu Pertanian 4(1): 16.
Nonci, N., Mappaganggang, dan Suarni. 1999.
Penurunan kualitas biji sorgum oleh hama
gudang. Prosiding Seminar Nasional Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru,
Palu 1011 Oktober 1999. hlm. 365372.
Prastowo, B., Suarni, Subhana, Suardi, dan Yamin.
1997. Rekayasa Teknologi Mesin Penepung
Sorgum dan Jewawut. Hasil Penelitian dan
Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian
Tahun XV. Balai Penelitian Tanaman Jagung
dan Serealia Lain. hlm. 7787.

Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004

Suarni dan B. Prastowo. 1995. Pemanfaatan


tepung sorgum untuk industri pembuatan kue
basah (cake). Dalam Risalah Simposium
Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri. Edisi Khusus Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian (4): 264272.
Suarni. 1999a. Studi Komposisi Kimia Tepung
Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu.
Tesis Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
Makassar. 88 hlm.
Suarni. 1999b. Studi penyimpanan tepung sorgum
untuk bahan industri makanan. Prosiding
Seminar Nasional Alih Teknologi Tepat
Guna dan Pengembangan Industri Skala Kecil
dan Menengah. PERTETA dan Universitas
Padjadjaran, Bandung. hlm. 113118.
Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan komposisi
asam amino tepung sorgum terhadap roti
tawar hasil substitusi terigu. Prosiding
Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 1011
Oktober 1999. hlm. 287292.
Suarni. 2000. Pembuatan mi tepung sorgum
sebagai bahan substitutor terigu alternatif.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat
Guna. Kerja Sama Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD, UPT
BPT Tepat Guna, LIPI, PERTETA Cabang
Bandung. hlm. 122127.
Suarni, Suardi, dan M.S. Saenong. 2000. Pengaruh
Serangan Sitophilus dan Beberapa Kemasan terhadap Kualitas Tepung Sorgum.
Makalah Disampaikan pada Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI, PPHI,
dan HPTI, BPTPH Wilayah IX Maros. hlm.
6469.

Suarni dan M. Zakir. 2000. Studi sifat fisikokimia


tepung sorgum sebagai bahan substitusi terigu.
Jurnal Penelitian Pertanian 20(2): 5862.
Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung,
dan Beras untuk Pembuatan Kue Basah
(cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia
Lain. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan
Serealia, Maros. Vol 6. hlm. 5560.
Suarni dan R. Patong. 2002. Tepung sorgum
sebagai bahan substitusi terigu. Jurnal
Penelitian Pertanian 21(1): 4347.
Suarni dan S. Singgih. 2002. Karakteristik sifat
fisik dan komposisi kimia beberapa varietas/
galur biji sorgum. Jurnal Stigma X(2): 127
130.
Suarni. 2004. Evaluasi sifat fisik dan kandungan
kimia biji sorgum setelah penyosohan. Jurnal
Stigma XII(1): 8891.
Suwelo, 1.S. 1998. Sorgum dalam penganekaragaman penyediaan pangan. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum
sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT ISM
Bogasari Flour Mills, Jakarta.
Wall, J.S. and W.M. Ross. 1970. Sorghum
Production and Utilization. The AVI
Publishing Co. Inc., Westport Connecticut.
p. 910.
Wijaya, B. 1998. Peluang dan prospek agribisnis/
agroindustri produk substitusi terigu. Dalam
Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum
sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT ISM
Bogasari Flour Mills, Jakarta.
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi.
PT Gramedia, Jakarta.
Winarno, F.G. dan A.H. Pudjaatmaka. 1989.
Gluten dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jilid 6. PT Cipta Adi Pustaka,
Jakarta. hlm. 184.

151

Anda mungkin juga menyukai