Anda di halaman 1dari 9

STUDI LITERATUR PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LABORATORIUM

PENDIDIKAN SECARA KIMIA DENGAN METODE KOAGULASI


Alvira Alwa Setyorini1), Naufal Azmi Pradita2)
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang
Jl. Soekarno Hatta No. 9 Malang, Indonesia
alviraalwa@gmail.com, naufal457@gmail.com

1. Latar Belakang

Laboratorium merupakan tempat dilakukannya suatu pengujian untuk memperoleh


data hasil uji yang akurat dan valid. Data yang diperoleh dari hasil pengujian di
laboratorium dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Alur kegiatan pengujian
di laboratorium dimulai dari persiapan contoh sampai dengan pelaksanaan pengujian yang
membutuhkan bahan-bahan kimia utama dan pendukung. Jenis bahan kimia yang umum
dipakai, antara lain bahan kimia bersifat asam, basa, organik dan anorganik. Jenis bahan
kimia pendukung yang digunakan, seperti deterjen sebagai bahan pembersih. Bahan-bahan
kimia tersebut pada umumnya dibuang sehingga menghasilkan limbah yang kemudian
dikenal dengan limbah laboratorium.
Karakteristik air limbah laboratorium dapat dikategorikan sebagai limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Sebagian besar unsur-unsur berbahaya yang terdapat dalam
air limbah laboratorium adalah logam berat seperti Besi (Fe), Mangan (Mn), Krom (Cr),
dan Merkuri (Hg). Saat ini belum terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sehingga
dikhawatirkan beberapa tahun ke depan akan terjadi degradasi lingkungan akibat
pencemaran lingkungan dari air limbah laboratorium. Berdasarkan Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 menyebutkan, “Setiap industri ataupun kegiatan usaha
lainnya yang menghasilkan air limbah wajib mentaati dan tidak boleh melampaui baku
mutu air limbah yang sudah ditetapkan”.
Maka dari itu, diperlukan upaya untuk memaksimalkan pengolahan limbah ini.
Ada beberapa cara pengolahan limbah yang dapat dilakukan seperti koagulasi, flokulasi,
adsorpsi, evaporasi. Setiap metode masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan
bergantung dari jenis limbah yang diolah. Salah satu pengolahan limbah yang sering
digunakan oleh industri yaitu koagulasi. Hal ini dikarenakan pengolahan limbah metode
koagulasi praktis dan biaya pengoperasiannya murah.
2. Metode Penelitian
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas, pH meter,
spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer AAS, neraca analitik dan lain-lain. Bahan-
bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas dua kelompok variabel.
Variabel pertama yaitu variasi konsentrasi kogulan PAC (Poly Aluminum Chloride).
Sedangkan variabel kedua yaitu variasi jenis kogulan (PAC dan alum sulfat) dan
konsentrasi koagulan yang digunakan.
2.2 Metodologi
Pada variabel pertama, limbah laboratorium dipisahkan terlebih dahulu dari zat
pengotor yang berupa padatan dan minyak menggunakan kain saring dan corong pisah.
Limbah yang telah di pisahkan dari zat pengotor kemudian diuji untuk mengetahui
kondisi awal limbah. Analisa yang dilakukan yaitu pH, turbiditas, Chemical Oxygen
Demand (COD) dan kadar Cr(VI). Proses pengolahan limbah pada penelitian ini adalah
metode koagulasi. Metode koagulasi dilakukan dengan cara menambahkan koagulan
PAC (Poly Aluminum Chloride) dengan konsentrasi yang divariasikan sebesar 200
mg/l, 225 mg/l, 250 mg/l, 275 mg/l, 300 mg/l. Limbah yang telah ditambahkan
koagulan selanjutnya diaduk dengan kecepatan 120 rpm dalam waktu 1 menit,
kemudian diaduk lambat dengan kecepatan 30 rpm dalam waktu 20 menit dan dibiarkan
mengendap selama 15 menit. Air limbah selanjutnya di analisa karakteristiknya yaitu
pH, turbiditas, COD dan kadar Cr(VI).
Pada variabel kedua, pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu
uji pendahuluan dan uji lanjutan. Uji pendahuluan merupakan uji awal terhadap air
limbah laboratorium yang bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat dan karakteristik air
limbah laboratorium sedangkan uji lanjutan untuk mencari konsentrasi optimum zat
koagulan yang digunakan. Pada uji ini, jenis koagulan yang digunakan yaitu PAC dan
alum sulfat dengan variasi konsentrasi koagulan yang digunakan berkisar antara 0,5
gr/L s/d 10 gr/L dengan pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Analisa yang
dilakukan pada kondisi akhir air limbah setelah proses pengolahan, yaitu pengukuran
zat padat terlarut (TDS), analisa kandungan logam Fe, Mn, NH3, Cr dan pengukuran
pH.
3. Hasil dan Pembahasan
Pengolahan air limbah dengan variabel pertama
Hasil dari analisa limbah awal terhadap parameter adalah sebagai berikut: pH
sebesar 2,7, turbiditas sebesar 91 NTU, COD sebesar 36.451,61 mg/L, kadar Cr(VI)
sebesar 1,31 mg/L. Pengamatan warna secara fisik sebelum dan sesudah koagulasi tidak
banyak berubah. Kenampakan perubahan warna paling baik terlihat pada variabel
penggunaan koagulan dengan konsentrasi 250 mg/L. Kenampakan air limbah
pengolahan koagulasi keruh akibat penambahan koagulan. Berikut hasil analisis
terhadap air limbah setelah pengolahan dengan proses koagulasi.
Pengukuran pH

Sebelum dilakukan proses koagulasi, limbah ditambahkan NaOH sehingga pH


nya menjadi 7, PAC dapat digunakan pada rentang pH yang besar, yaitu pH 6-9.
Limbah hasil pengolahan metode koagulasi memiliki rentang pH antara 5,15-5,48 yang
ditunjukkan pada grafik diatas. Hasil tersebut dikarenakan koagulan PAC mampu
mengendapkan ion-ion OH- yang ada pada limbah sehingga kondisi pH yang awalnya
7 turun menjadi rentang antara 5,15-5,48. Baku mutu air limbah berdasarkan Permen
LH Nomor 5 tahun 2014 menetapkan pH limbah laboratorium sebesar 6-9. Hasil dari
metode koagulasi tidak sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan sehingga
tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan. Metode kombinasi dapat digunakan sebagai
alternatif untuk memperbaiki pH agar sesuai baku mutu.
Pengukuran Turbiditas
Pengukuran turbiditas didasarkan pada tingkat transparansi suatu sampel secara
visual. Semakin kecil nilai turbiditas maka semakin aman limbah untuk dibuang ke
lingkungan. Pada metode koagulasi, semakin besar dosis koagulan yang ditambahkan
maka semakin kecil pula nilai turbiditas. Turbiditas limbah pada rentang variasi dosis
koagulan ditunjukkan pada grafik. Penurunan paling besar adalah pada penambahan
koagulan PAC 250 mg/L, yaitu sebesar 89,12% dengan nilai turbiditasnya sebesar 9,9
NTU.
Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai COD pada variasi dosis koagulan metode koagulasi ditunjukkan grafik.
Nilai COD secara garis besar mengalami penurunan apabila dibandingkan kondisi
awal. Pada penambahan PAC 300 mg/L, terjadi kenaikan yang besar. Hal ini terjadi
karena penambahan koagulan yang terlalu tinggi dapat menjadi pengotor. Kondisi ini
menyebabkan kadar PAC berlebihan sehingga menghasilkan sisa reaktan yang terlalu
besar. Berdasarkan standar baku mutu air limbah yang diperoleh dari Permen LH
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 lampiran XLVII batas maksimum COD yang
diperbolehkan sebesar 300 ppm. Hasil dari metode koagulasi masih jauh diatas standar
baku mutu yang ditetapkan.
Pengukuran Kadar Anorganik (Kadar Cr(VI))

Pengukuran kadar anorganik menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis untuk


menentukan konsentrasi Cr(VI) yang ada dalam limbah. Kadar maksimum Cr(VI)
menurut PP No. 82 tahun 2001 untuk keperluan baku mutu air minum dan kegiatan
perikanan sebesar 0,5 ppm. Konsentrasi Cr(VI) limbah metode koagulasi pada variasi
penambahan koagulan ditunjukkan grafik. Metode koagulasi dapat menurunkan Cr(VI)
di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,5 ppm. Secara teoritis,
proses koagulasi dapat mengendapkan kandungan anorganik pada limbah laboratorium
namun tidak dapat mengendapkan kandungan organik.
Pengolahan air limbah dengan variabel kedua
Hasil penelitian awal terhadap air limbah laboratorium menunjukkan beberapa
parameter uji yang bermasalah seperti zat padat terlarut, logam-logam berat seperti Fe,
Mn, Cr dan unsur nitrogen dalam senyawa amoniak serta derajat keasaman (pH awal <
2). Efektifitas koagulan alum sulfat dan PAC dengan berbagai variasi konsentrasi
terhadap polutan terlarut dapat dilihat dalam grafik yang berikut ini.
Reduksi Zat Padat Terlarut (TDS)

Dari grafik terlihat bahwa penurunan zat padat terlarut pada air limbah
laboratorium dengan menggunakan koagulan alum sulfat rata-rata di atas 60%.
Penurunan zat padat terlarut yang optimal terdapat pada konsentrasi alum sulfat 1 gr/L.
Penurunan pada kondisi ini sangat tajam yaitu mencapai 80%. Hal ini menunjukkan
bahwa proses koagulasi berlangsung dengan sangat baik. Penggunaan zat PAC pada
proses koagulasi berkisar antara 20-60%. Efektifitas PAC masih jauh dibawah alum
sulfat. Penurunan zat padat terlarut yang optimal terdapat pada konsentrasi 4 gr/L yaitu
60,5%.
Pada grafik memperlihatkan perubahan bentuk grafik yang hampir sama yaitu
persen penurunan terus meningkat hingga mencapai nilai optimum. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak maka kesempatan zat aktif koagulan
untuk bertumbukan dan saling berinteraksi dengan partikel koloid dalam limbah akan
semakin besar. Banyaknya interaksi yang terjadi mengakibatkan stabilitas koloid
menurun karena muatannya ternetralisasi dan koloid akan cenderung bersatu
membentuk mikroflok dan kemudian mengendap.
Reduksi Logam Besi (Fe)

Secara keseluruhan efektifitas alum sulfat terhadap penurunan logam Fe di


dalam air limbah laboratorium berkisar antara 85-100%. Efektifitas penurunan logam
Fe tertinggi pada konsentrasi 1 gr/L yaitu hampir 100%. Hal ini menunjukkan terjadi
reaksi pengikatan yang baik antara alum sulfat dengan logam Fe. Kandungan logam Fe
di dalam air limbah biasanya bermuatan positif 3 setara dengan alum sulfat (Al2(SO4)3)
sehingga terjadi pertukaran ion yang baik antara Fe dan Al. Penurunan logam Fe saat
penambahan PAC cukup baik, berkisar antara 50-80%. Walaupun lebih rendah
dibandingkan dengan alum sulfat tetapi prosentase penurunan logam Fe stabil (sekitar
80%), tidak seperti alum sulfat yang terus mengalami penurunan. Efektifitas tertinggi
dicapai pada saat konsentrasi 4 gr/L yaitu 82%.
Reduksi Krom (Cr)

Kemampuan alum sulfat dalam menurunkan logam Cr dalam air limbah


laboratorium berbanding terbalik dengan PAC. Pada keadaan awal alum sulfat bereaksi
dengan baik tetapi setelah konsentrasinya lebih dari 1 gr/L, efektifitas alum sulfat
menurun. Hal ini berarti penggunaan koagulan alum sulfat yang berlebihan tidak
efektif. Sebaliknya, koagulan PAC terus mengalami kenaikan angka prosentase, berarti
reaksi penyerapan logam Cr berjalan efektif. Walaupun demikian, secara keseluruhan
alum sulfat lebih baik dibanding PAC karena dengan hanya sedikit penggunaan alum
sulfat (1 gr/L) maka penyerapan logam Cr sudah berjalan maksimal (98%).
Reduksi Logam Mangan (Mn)

Efektifitas penurunan konsentrasi logam Mn dalam air limbah laboratorium


dengan penggunaan alum sulfat berkisar antara 44-58%. Efektifitas terbesar diperoleh
pada konsentrasi optimum alum sulfat 1gr/L dengan prosentase penurunan mencapai
60%. Demikian pula halnya dengan koagulan PAC, prosentase penurunan tertinggi
pada konsentrasi 2 gr/L sebesar 58%. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas kedua
koagulan sama baiknya hanya pada konsentrasi rendah (0,5 dan 1 gr/L) tetapi koagulan
alum sulfat lebih baik. Pada konsentrasi awal, ikatan kimia antara koagulan dengan air
limbah belum berjalan dengan baik sehingga prosentase penurunan masih kecil. Setelah
itu, penurunan kandungan logam Mn berjalan efektif.
Reduksi Amoniak (NH3)

Kemampuan alum sulfat menurunkan konsentrasi amoniak dalam air limbah


laboratorium berkisar 0,3-25%. Efektifitas tertinggi terdapat pada konsentrasi alum
sulfat 1 gr/L. Setelah itu, efektifitas alum sulfat terus mengalami penurunan. Sedangkan
kemampuan PAC berkisar antara 0-62%. Kebalikan dari alum sulfat, efektifitas PAC
terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa koagulan PAC lebih efektif
untuk menurunkan zat amoniak dibandingkan dengan alum sulfat. Hal ini disebabkan
oleh ion-ion polimer dari PAC akan mengikat senyawa positif H+ dari amoniak dan
akan berubah menjadi monomer-monomer rantai pendek. Sedangkan bila amoniak
bereaksi dengan alum sulfat maka kedua senyawa akan mengalami kesulitan untuk
bereaksi.
Perubahan derajat keasaman (pH)

Secara keseluruhan derajat keasaman akan berubah secara drastis. Bila pada
analisa awal nilai pH < 2 maka setelah proses koagulasi pH menjadi 6. Hal ini
menunjukkan bahwa baik koagulan alum sulfat ataupun PAC dapat memperbaiki nilai
pH air limbah laboratorium.
4. Kesimpulan
Berdasarkan studi literatur pengolahan limbah cair laboratorium pendidikan
secara kimia dengan metode koagulasi dapat disimpulkan bahwa:
a. Koagulasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang dapat
dilakukan untuk mengurangi pengotor dalam air limbah.
b. Dari variabel pertama, konsentrasi optimum PAC untuk menurunkan pH,
turbiditas, kadar COD dan kadar logam krom berkisar antara 250-275 mg/L.
c. Secara umum, jenis koagulan alum sulfat lebih baik dibanding dengan PAC
dengan konsentrasi optimum alum sulfat yaitu 1 g/L.
d. Terjadi peningkatan nilai pH yang sangat signifikan yakni dari keadaan sangat
asam (pH < 2) hingga mendekati netral (pH = 6).

Daftar Pustaka

Audiana, Mia., Apriani, Isna., Kadaria, Ulli. 2012. Pengolahan Limbah Cair
Laboratorium Teknik Lingkungan Dengan Koagulasi Dan Adsorpsi Untuk
Menurunkan Cod, Fe, Dan Pb. Jurusan Teknik Sipil Universitas Tanjungpura.
Azamia, Mia. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Kimia Dalam
Penurunan Kadar Organik Serta Logam Berat Fe, Mn, Cr Dengan Metode
Koagulasi Dan Adsorpsi. Jurusan Kimia Universitas Indonesia.
Naryono, Eko., Mudhakoh, Ahmad Bagas., Kurniawan, Irvan Robby. 2017.
Perbandingan Metode Koagulasi dan Evaporasi pada Pengolahan Air Limbah
Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. Prosiding
Seminar Nasional Rekayasa Proses Industri Kimia, 1.
Said, Muhammad. 2009. Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan
Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC).
Jurnal Penelitian Sains.

Anda mungkin juga menyukai