Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PROSES PRODUKSI MINUMAN BERKARBONASI (COCA COLA)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Minat Keahlian II

Disusun Oleh :

Kelompok 5/3A D-IV Teknologi Kimia Industri

1. Afifatul Wardah (1841420073)


2. Amanda Dewi Amalia (1841420093)
3. Firdausya Pramada Putri (1841420091)
4. Imelda Nur Aqnivia (1841420042)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................3

1.3 Tujuan.............................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4

2.1 Minuman Berkarbonasi.................................................................................................4

2.1 Bahan Baku Minuman Berkarbonasi...........................................................................5

2.2 Alat Produksi.................................................................................................................7

2.3 Pemasaran Produk.......................................................................................................26

2.4 Analisa dan Sampling Minuman Berkarbonasi........................................................27

BAB III PENUTUP................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini perkembangan industri minuman ringan saat ini semakin meningkat,
hal ini dikarenakan kebutuhan konsumen yang semakin beragam. Keragaman minuman
dalam kemasan ini memudahkan konsumen untuk mencari berbagai jenis minuman
ringan dengan rasa dan merek yang sesuai dengan kebutuhannya. Minuman ringan
semacam ini banyak dijumpai mulai dari pasar swalayan, restoran cepat saji, sampai
pedagang di pinggir jalan. Pembagian pasar industri minuman dalam kemasan adalah air
mineral (40%), teh dalam kemasan (30%), minuman ringan berkarbonasi (20%), lain-lain
seperti jus (10%).

Minuman ringan merupakan salah satu produk olahan dalam bentuk cair yang
mengandung bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam
kemasan siap untuk dikonsumsi yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol.
Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu minuman ringan dengan karbonasi
(Carbonated Soft Drink) dan minuman ringan tanpa karbonasi (Non Carbonated Soft
Drink). Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan
mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam minuman ringan tersebut.

Karbonasi merupakan efek penginjeksian gas CO 2(karbondioksida) ke dalam


minuman, sehingga memiliki penampakan bergelembung-gelembung yang menyuguhkan
kesan segar. Komposisi soft drink(minuman berkarbonasi) sangat sederhana, yaitu terdiri
atas 90 persen air. Sisanya kombinasi pemanis buatan, gas CO 2, pencita rasa (esens),
pewarna, asamfosfat, kafein, dan beberapa mineral terutama aluminium (Bilal, 2010).
Minuman berkarbonasi yang mengandung gelembung-gelembung CO2 membuat perut
terasa penuh dan menurunkan keinginan untuk makan, sehingga tubuh akan vitamin,
mineral, dan makanan sebagai sumber energi (Nurlatifah, 2013). Hal tersebut merupakan
salah satu faktor para remaja gemar mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi
dibandingkan minuman ringan non karbonasi.

2
Salah satu penghasil minuman berkarbonasi di Indonesia yaitu PT Coca-Cola
Bottling Indonesia Central Java yang telah memproduksi berbagai macam produk Coca-
Cola. Selain itu, PT Coca-Cola Distribution Indonesia juga menerima maupun mengirim
berbagai macam varian produk Coca-Cola dari berbagai daerah di Indonesia, hal tersebut
untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Salah satu produk dari PT Coca Cola Bottling
Indonesia adalah minuman berkarbonasi yaitu Coca Cola.

Maka dari itu makalah ini dituliskan terkait dengan proses produksi minuman
berkarbonasi khususnya coca-cola mulai dari bahahn baku, peralatan produksi, hingga
skema pembuatan. Sehingga penulis memberikan yang terbaik kepada pembaca yang
bertujuan untuk memberikan indormasi kepada masyarakat sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud minuman berkabonasi?
2. Apa saja bahan baku produksi minuman berkarbonasi?
3. Bagaimana proses produksi minuman berkarbonasi?
4. Bagaimana proses sampling dan analisa produk minuman berkarbonasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian minuman berkarbonasi
2. Mengetahui bahan baku minuman berkarbonasi
3. Mengetahui proses produksi minuman berkarbonasi
4. Mengetahui proses sampling dan analisa produk minuman berkarbonasi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Berkarbonasi

Minuman berkarbonasi adalah adalah minuman yang mengandung gula rafinasi (gula
sukrosa murni) dan konsentrat yang dicampurkan dengan air karbonat lalu ditambahkan
dengan gas CO2. Gas CO2 memberikan sensasi menyegarkan sekaligus sebagai bahan
pengawet untuk produk. Karbonasi merupakan efek penginjeksian gas CO 2 (karbon
dioksida) ke dalam minuman, sehingga memiliki penampakan bergelembung-gelembung
yang menyuguhkan kesan segar. Ketika dituang minuman berkarbonasi akan
mrnghasilkan buih, karena gas CO2 yang keluar dari dalam cairan.

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk menyusun strategi
dan taktik bisnis. Persaingan yang ketat terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat
mengimplementasikan proses penciptaan produk secara lebih murah, kualitas lebih baik,
dan lebih cepat dibandingkan dengan pesaing bisnisnya. Faktor utama yang
mempengaruhi peningkatan biaya dalam sistem manufaktur maupun non manufaktur
yaitu tentang persediaan. Meskipun demikian, persediaan tetap diperlukan karena kondisi
nyata dari kebutuhan (permintaan) pasar dapat bersifat tidak pasti. Menetapkan jumlah
persediaan yang terlalu sedikit juga berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan apabila permintaan apabila permintaan nyata melebihi permintaan yang
diperkirakan.

Gambar 1.1 Target dan Realisasi Penjualan Minuman Coca Cola Tahun 2008 - 2012

4
Dari data tersebut, presentase dari realisasi penjualan dan target penjualan dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan yang pesat. Dari 5 periode yang tertera pada tabel, target
penjualan yang ditetapkan tercapai dengan hasil yang memuaskan bagi perusahaan.

Gambar 1.2 Pola Penjualan Coca Cola periode tahun 2015

Pada Gambar 1.2 terlihat pola penjualan bulanan produk Coca-Cola pada tahun 2015
mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Penjualan tertinggi produk Coca-Cola 200 ml
terjadi pada bulan September yaitu sebanyak 22.495 botol, penjualan terendah terjadi
pada bulan Juli yaitu sebanyak 6.022 botol, dan rata-rata penjualan bulanan dari produk
ini yaitu sebanyak 11.767 botol.

2.1 Bahan Baku Minuman Berkarbonasi


2.1.1 Air
Air sebagai bahan baku utama produksi di PT Coca-Cola Amatil Indonesia
Central Java. Sumber air berasal dari PDAM Sarana Tirta Ungaran dari Rawa
Pening dan air sumur (deep well) berkedalaman 90-110 meter. Dari 11 sumur,
digunakan 4 sumur terbaik yaitu sumur nomor 3, 4, 8, dan 9. Sisa sumur yang
tidak digunakan sebagi bahan baku digunakan untuk cleaning, pengisian boiler,
dan pencucian botol. PT Coca-Cola Amatil Central Java Indonesia memiliki
Surat Izin Pengambilan Air untuk mengambil air pada kedalaman 80-100 meter
dari permukaan tanah. Selain dari kedua sumber utama tersebut, air juga

5
diperoleh dengan mengolah air hujan atau Storm Water yang ketersediaanya
tidaklah stabil tergantung dari intensitas hujan.
2.1.2 Gula
Gula digunakan dalam proses produksi terutama dalam mebuat sirup dan
menentukan rasa manis tiap produk. Gula yang digunakan murni dan telah
dirafinasi serta kristalnya harus berwarna putih bersih. Jenis gula yang digunakan
PT CocaCola Amatil Indonesia Central Java adalah gula rafinasi R1. Gula ini
disaring dengan 3 tahap sehingga berwarna putih, berkristal dan tidak adanya
penggumpalan. Gula disupply oleh PT Labinta, Lampung yang harus memenuhi
standar kualitas gula dalam pembuatan sirup.
2.1.3 Konsentrat
Konsentrat adalah bahan penentu flavor dan warna produk minuman yang dibuat.
Konsentrat biasa memiliki kandungan sodium benzoat, asam sitrat, aromatic
chemical, essential oil, serta tanaman cola itu sendiri. Konsentrat cair disimpan
dalam cool room dalam suhu antara 4-100C demi menjaga kualitas. Ada dua jenis
konsentrat yang digunakan oleh PT Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java,
yaitu konsentrat bubuk yang mengandung asam sitrat dan natrium benzoat
sebagai pengawet. Konsentrat cair sebagai pewarna, aroma serta flavor.
Konsentrat bubuk dan cair dibuat oleh PT Coca-Cola Indonesia (CCI) Jakarta
dengan bahan baku diimport dari Atlanta, Amerika Serikat.
2.1.4 CO2 (Karbon dioksida)
CO dibeli dari PT Samator Gas. Gas ini berguna sebagai pengkarbonasi produk
minuman berkarbonasi. CO2 diterima PT Coca-Cola Amatil Indonesia memiliki
kemurnian 99,9% dan berbentuk liquid. Selain CO2 menjadi penyegar, CO2 juga
dapat berperan sebagai pengawet mikroorganisme karena karbondioksida bersifat
antimikrobia yang menciptakan lingkungan anaerob serta dapat merusak
permeabilitas membrane sel karena adanya CO2 yang terakumulasi (Nilsson et al.,
2000). Standar PT Coca-Cola Amatil Indonesia untuk CO 2 antara lain adalah
masih memiliki segel pada CO2 cock bagian samping kiri mobil truk pembawa
CO2, kenampakan dalam air yang jernih, kemurnian 99,9%, serta bebas bau asing.
2.1.5 Bahan Penunjang
Bahan Penunjang Beberapa bahan penunjang proses produksi seperti bahan
pengemas yang meliputi botol plastik dan botol kaca, crown (tutup mahkota
kemasan RGB), tutup botol, kaleng dan tutup kaleng,
6
2.1.6 Bahan Pelengkap
Bahan pelengkap yang meliputi karbon aktif, filter aid, garam, resin, pasir silika,
Ca(OH)2, ferisol, klorin, caustic soda (NaOH), divo ultra, glikol, amonia (NH3).

2.2 Alat Produksi


2.1.7 Sand Filter Tank
PT. CCBI Central Java memiliki 3 tangki sand filter dengan kapasitas setiap
tangkinya sebesar 35 m3 /jam. Sand filter berfungsi sebagai penyaring partikel
yang berukuran besar dengan menggunakan pasir silika. Pada tangki sand filter
ini dilakukan pengujian Free Chlorine, pH, dan Turbidity tiap 4 jam.

Gambar 2.1 Sand Filter Tank


2.1.8 Cation exchanger
Alat yang digunakan untuk menurunkan kadar kesadahan air menggunakan resin
dengan cara menukar ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) dengan
natrium (Na+).

7
Gambar 2.2 Cation Exchanger
2.1.9 Carbon Purifier Tank
Alat yang didalamnya terdapat karbon aktif sebagai penyaring klorin, bau, rasa
dan mineral yang tidak diinginkan.

Gambar 2.3 Carbon Purifier Tank

2.1.10 Reservior Tank


Alat penampungan air

Gambar 2.4 Reservior Tank

2.1.11 Buffer Tank


Tangki buffer berkapasitas 5 m3 berfungsi sebagai penampung output carbon filter
dan membuat aliran air sebelum masuk ke Reverse Osmosis (RO) menjadi stabil.

8
Gambar 2.5 Buffer Tank

2.1.12 Belt Conveyor


Alat yang digunakan untuk memindahkan barang secara horizontal maupun miring
bukan vertikal.

Gambar 2.6 Belt Conveyor


2.1.13 Injection Blow  molder
Injection blow molder biasanya digunakan untuk membuat bagian–bagian kecil yang
membutuhkan tingkat volume produksi tinggi dan kontrol dimensi yang lebih baik

Gambar 2.7 Injection Bow molder


2.1.14 Filling Machine
Suatu mesin yang berfungsi sebagai pengisi minuman ke dalam kemasan.

9
Gambar 2.8 Filling Machine
2.2 Proses Produksi
2.2.1 Pengolahan Bahan Baku
2.2.1.1 Air
2.2.1.1.1 Raw Water
Air mentah atau Raw Water berasal dari sumur terbaik yang telah ditentukan dan
Sarana Tirta Ungaran (STU) kemudian air diolah menjadi air olahan dan air
olahan yang telah melaui proses pelunakan, dimanfaatkan dalam cleaning,
pengairan toilet, dan cleaning mesin yang tidak bersentuhan langsung dengan
produk minuman. Air kemudian dialirkan dalam reservoir tank dan ditampung
dapat mengendapkan kotoran yang tersisa pada air. Pada reservoir tank
ditambahkan Ca(OCl)2 dengan kadar 1–3 ppm untuk menjaga kondisi air bebas
dari mikroorganisme karena klorin berperan sebagai desinfektan yang merupakan
tahap awal pengolahan.

2.2.1.1.2 Soft Water (Air Lunak)


Air ini telah melalui proses pengolahan dan dihilangkan ion-ion bikarbonat
sehingga dapat menurunkan tingkat kesadahan air tersebut. Soft water terbagi atas
chlorinated soft water dan nonchlorinated soft water. Pada chlorinated soft water,
adanya penambahan klorin sebesar 1-3 ppm dan biasa digunakan untuk pencucian
Returnable Glass Bottle (RGB) agar terbebas dari mikroorganisme seperti bakteri
atau jamur yang masih tersisa dan untuk mencuci kaleng (can), sedangkan non-
chlorinated soft water digunakan dalam boiler, cooling tower frestea dan
conveyor lubricant. Air lunak non-chlorinated soft water ini mengandung 0 ppm
klorin yang bertujuan agar tidak menimbulkan kerak pada tangki boiler yang
dapat memperlambat proses produksi. Kesadahan dalam air tersebut disebabkan
oleh ion-ion Ca2+, Mn2+, Mg2+, dan Fe2+ serta kation lain yang bermuatan 2+
.
Keberadaan ion-ion tersebut akan menyebabkan pembentukan kerak oleh adanya
endapan kalsium karbonat (CaCO3). Proses pengolahan soft water terdiri atas
beberapa tahap yaitu:
1. Penampungan di Buffer Tank dan Aeration Tank
Air dari deep well dipompa dan dicampur sebagai blending well selanjutnya
dialirkan dan ditampung dalam buffer tank, kemudian dipompa menuju ke

10
tangki aerasi. Pada tangki aerasi air ditampung dan terus diarasi sebelum
kemudian masuk ke tahap penyaringan sand filter.
2. Penyaringan dengan Sand Filter
Pada tahap ini menggunakan media pasir silika untuk penyaringan untuk
memisahkan air dari kotoran yang masih terdapat dalam air.

3. Pelunakkan air dengan Cation Exchanger


Pada tahap ini dilakukan pelunakan air menggunakan resin (zeolit R-Na)
sebagai penukar kation. Alat yang digunakkan adalah cation exchanger dapat
dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.9 Rangkaian Cation


Exchanger

Prinsip pelunakkan air yaitu menururnkan kadar kesadahan air menggunakan


resin dengan cara menukar ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+)
dengan natrium (Na+).
Reaksi: CaCO3 + R-Na → R-Ca + NaCO3
R-Ca + NaCl → R-Na + CaCl2
Jika resin penukar ion telah menukarkan semua ion Na+ yang dimilikinya,
resin mengalami kejenuhan dengan ciri total hardness > 30 mg/L dan harus
diregenerasi menggunakan larutan NaCl 15% yang dilewatkan pada tangki
cation exchanger dengan cara backwash kemudian dilanjutkan dengan proses
rinsing sehingga total hardness < 30 mg/L.
Reaksi: R-Ca + NaCl → CaCl2 + R-Na
R-Mg + NaCl → MgCl2 + R-Na
4. Penampungan dalam Soft Water Tank
5. Polishing
Tahap polishing digunakan untuk menghilangkan sisa-sisa partikel yang masih
terbawa dalam air.

11
2.2.1.1.3 Treated Water
Treated water adalah air yang dihasilkan melalui berbagai proses pengolahan
untuk mendapatkan air yang berkualitas tinggi sebagai bahan baku proses
produksi. Treated water dimanfaatkan pada proses produksi minuman karbonasi
seperti pembuatan sirup, sanitasi dan pemurnian CO 2. Tahap-tahap pengolahan
treated water antara lain:
1. Penampungan dalam Tangki Reservoir
Air ditampung pada tangki reservoir, ditambahkan dengan klorin sebagai
bahan desinfektan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang
merugikan sebanyak 1-3 ppm. Reservoir tank dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2.10 Reservoir Tank

2. Filtrasi menggunakan Sand Filter


Air disaring dengan pasir silika berdiameter 0,45–0,55 mm. Apabila debit air
masuk dan keluar dari tangki tidak sama dengan standard (> 0.5∆p), adanya
perlakuan backwash untuk mengaktifkan pasir silica. Tangki sand filter
tersebut berkapasitas 38,5 m3 per jam dengan menggunakan pompa
berkapasitas 60 m3 per jam. Sand filter tank dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2.11 Sand Filter Tank

12
3. Purifikasi dalam Carbon Purifier
Air pada carbon purifier tank disaring dengan menggunakan karbon aktif
sebagai penyaring klorin, bau, rasa dan mineral yang tidak diinginkan. Active
carbon yang digunakan dalam penyaringan adalah jenis NORIT GAC 1240
W. Air yang bebas dari klorin akan memperlancar proses purifikasi ketika air
di lewatkan ke reserve osmosis (RO). Ketika air yang mengandung klorin
(Cl2) dilewatkan ke RO jenis Thin Film Composite (TFC) maka akan
mempercepat proses kerusakan membran. Apabila kadar klorin dalam air yang
telah melewati carbon purifier tank melebihi 0 ppm maka peranan karbon
aktif akan mengalami penurunan. Perlunya dilakukan pemanasan dengan suhu
80 - 90˚C selama 2 jam dan proses backwash untuk sterilisasi karbon aktif
sehingga peranan karbon akan efektif kembali. Apabila karbon tidak bekerja
dengan baik maka harus diganti. Carbon purifier tank dapat dilihat di bawah
ini:

Gambar 2.12 Carbon Purifier Tank

4. Penampungan dalam Buffer Tank


Air dari proses carbon purifier dialirkan ke buffer tank dengan kapasitas 5 m3
untuk distabilkan aliran airnya sebelum masuk kedalam Reserve Osmosis
(RO) system. Air yang ditampung dalam buffer tank kemudian dipompa oleh
feed pump untuk disaring ke dalam cartridge filter. Cartridge filter merupakan
penyaring dengan ukuran 5 mikron, tujuannya untuk menyaring padatan yang
ukurannya lebih dari 5 mikron seperti serpihan karbon dan perlakuan tersebut
dapat mengurangi kerja RO. Yang digunakan memiliki bahan penyusun Melt
Blown Polypropylene Catridge. Setelah disaring menggunakan cartridge
filter, air dipompa menggunakan high pressure pump dengan kapasitas 30 m3
per jam menuju membrane RO. Buffer tank dapat dilihat di bawah ini:

13
Gambar 2.13 Buffer Tank
5. Penjernihan Air menggunakan Reverse Osmosis (RO) Filter
Reverse osmosis system adalah sistem penyaringan air dengan membran
semipermeabel berukuran 0.0001 mikron untuk menghilangkan mikroba dan
mineral air. Selama penyaringan didalam RO, dibantu menggunakan anti
scallant (AS) maksimal 10 ppm. Fungsi anti scallant ini untuk mencegah
terjadinya kerak karena kotoran atau padatan lain dibagiar terluar membran
RO sehingga RO tidak akan mengalami blocking pada saat pemisahan ion.
Selama proses, air bersih yang tersaring sempurna atau permeate water akan
masuk ketengah-tengah membran RO. Air tersebut kemudian dipompa dengan
tekanan 20 m3 per jam dan dialirkan ke dalam storage tank dengan kapasitas
50 m3. Air yang tidak tersaring oleh membran RO kemudian dialirkan ke
dalam reject tank yang memiliki kapasitas 110 m3. Air yang masuk ke dalam
reject tank akan dialirkan kembali ke dalam reservoir tank dan akan
mengulangi proses pengolahan air dari awal. Hal ini dikarenakan air tersebut
masih memiliki total padatan yang tinggi walaupun secara penampakan sudah
terlihat baik dan jernih. Air dari reject tank juga dimanfaatkan untuk
menyiram tanaman, washing diarea produksi dan untuk toilet. Reverse
osmosis filter dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2.14 Reverse Osmosis Filter

6. Penyimpanan air pada Storage Tank


Storage tank merupakan tangki penyimpanan treated water. Treated water
dalam tangki tersebut dialirkan ke setiap line production untuk bahan

14
pembuatan produk minuman maupun pembuatan sirup. Di samping storage
tank terdapat tabung UV lamp. Air treated harus dialirkan pada tabung
tersebut untuk menghilangkan mikroorganisme merugikan. Storage tank dapat
dilihat di bawah ini:

Gambar 2.15 Storage Tank


7. Sirkulasi dengan UV Lamp
Pada tahap ini penggunaan UV Lamp dapat membunuh mikroorganisme
berbahaya dalam air. Panjang electromagnetic wave UV lamp pada tahap ini
adalah 250–260 nm sehingga sangat baik untuk memusnahkan bakteri atau
mikroorganisme berbahaya karena bakteri dapat terbunuh dengan rentang
panjang gelombang tersebut selama sekitar 2 menit (Sembiring, 2008). Air di
dalam storage tank selanjutnya disirkulasi atau dilewatkan pada UV Lamp
dengan panjang gelombang 250 nm–260 nm, tujuannya untuk mendapatkan
air yang bebas dari mikroorganisme. Terdapat 4 buah UV Lamp yang
digunakan dalam proses sterilisasi, 1 diantaranya untuk proses sirkulasi dalam
storage tank ketika kebutuhan produksi tercukupi. Namun, ketika proses
produksi membutuhkan banyak air, air dalam storage tank akan dilewatkan
pada 3 UV Lamp. Air akan diolah lagi apabila tidak memenuhi standard air
2.2.1.1.4 Soft Treated Water (Air Olah Lunak)
Air ini merupakan air olahan yang sudah mengalami pelunakan atau telah
diturunkan lebih lanjut tingkat kesadahannya. Untuk mendapatkan air olah lunak
ini digunakan metode yang sama dengan treated water, namun terdapat
pengolahan tambahan yaitu dilewatkan pada cation exchanger tank dimana akan
mendapatkan total hardness < 2 ppm. Air olah lunak ini digunakan pada proses
produksi minuman non karbonasi dengan suhu yang relatif tinggi sehingga
15
mencegah terjadinya pengendapan pada produk akhir dan mengurangi timbulnya
kerak pada peralatan proses produksi.
2.2.1.2 Karbondioksida (CO2)
CO2 yang diterima oleh PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java belum tentu
memiliki tingkat kemurnian 99,9%, maka perlu diproses lebih lanjut agar mencapai
kemurnian yang telah ditentukan. Pemurnian bertujuan agar tidak mempengaruhi rasa
(taste) dan bau (odor) dari minuman juga CO2 tersebut ketika digunakan dalam proses
produksi. Alat yang digunakan dalam pemurnian CO2 adalah Domnick Hunter
menggunakan catridge saringan berukuran 0,01 mikron, kemudian di dalamnya
terdapat Gas Phase Purifier. Berikut adalah penjelasan mengenai proses pemurnian
CO2:
1. Container
Di dalam kontainer ini CO2 yang akan digunakan untuk keperluan produksi
Disimpan terlebih dahulu untuk tahap pemurnian yang pertama. Penyimpanan ini
dilakukan di dalam tangki milik supplier/manufaturer yang menyuplai CO2
tersebut. CO2 yang disimpan di dalam tangki masih berbentuk cairan (liqiud).
2. Evaporation
Proses penguapan ini terjadi dengan mengubah CO2 yang awalnya masih
berbentuk cairan menjadi CO2 yang sudah berbentuk gas. Tahap berikutnya mulai
dilakukan pemurnian CO2 menggunakan sistem pemurnian yang disebut P CO 2
Domnick Hunter yang memiliki beberapa tahapan, yaitu:
a. Pre Filter
Tahap awal yang dilakukan adalah menyaring partikel dengan ukuran
cartridge 0,01 mikron kemudian menghilangkan Non-Volatile Organic
Residue (NVOR) lalu menurunkan cemaran lainnya hingga mencapai angka
0,01 ppm. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah Oil-X-Evolution.
b. CO2 Purifier
Tahap ini menggunakan alat yang dinamakan PCO2 Gas Phase Purifier yang
terdiri dari tiga lapiran penyerap yang berguna untuk menyerap bahan
pencemar yang berpotensial. Tahapan yang berlangsung ini adalah tahap 2,
tahap 3 dan tahap 4. Tahap 2 merupakan tahap untuk menghilangkan
kandungan uap air dan menghilangkan sebagian dari hidrokarbon. Tahap 3
adalah tahap utama yang berguna untuk menghilangkan senyawa hidrokarbon
seperti halnya Benzena, Asetildehid, Toluen dan senyawa yang lainnya
16
sedangkan tahap 4 merupakan tahap untuk menghilangkan komponen sulfur
(COS, H2S, DMS dan lainnya).
c. Post Filter
Tahap ini merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menyaring partikel
dengan ukuran 0,01 mikron.

2.2.2 Proses Pembuatan Sirup


Sirup merupakan suatu komponen yang sangat penting di dalam proses produksi di
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java, karena sirup merupakan bahan yang
akan menentukan cita rasa, aroma dan kualitas produk. Dalam proses pembuatan
sirup, dilakukan pelarutan gula, air dan konsentrat pada konsentrasi tertentu.
Pembuatan sirup disesuaikan dengan jumlah produk minuman yang akan dihasilkan.
Hal tersebut dapat mempengaruhi penggunaan konsentrasi dari air, gula serta
konsentrat yang diperlukan. Pembuatan sirup melalui dua tahap yaitu pembuatan
simple syrup dan pembuatan finish syrup.

2.2.2.1 Pembuatan Simple Syrup


Simple syrup merupakan proses pelarutan gula dengan treated water pada konsentrasi
tertentu. Sebelum melarutkan gula tangki harus dipastikan bersih dengan melakukan
proses sanitasi, yaitu dibilas dengan treated water. Simple syrup dapat dibuat dalam 3
tangki yang masing-masing memiliki volume 10.000 liter. Proses pembuatan simple
syrup ini dimulai dari pencampuran gula sebanyak 6500 kg (130 sak) dengan 4400
Liter air dalam tangki yang memiliki kapasitas 8000 Liter. Setelah tercampur
sempurna (± 1 jam) dilakukan pengecekan meliputi tes warna, rasa, pH dan brix
supaya larutan gula sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh The Coca-Cola
Company. Brix merupakan standar untuk padatan terlarut yang dinyatakan di dalam
persen w/w yang ada di dalam air. Brix yang dituju dalam pembuatan simple syrup
adalah 59,50 Brix. Selanjutnya dilakukan proses pembuatan simple finish syrup.
Simple Finish Syrup merupakan simple syrup yang telah melewati berbagai proses
filtrasi dan sterilisasi. Proses filtrasi ini bertujuan untuk memisahkan padatan yang
tidak terlarut dari larutan sirup. Larutan simple syrup akan dilewatkan pada bag filter
dengan ukuran 100 mikron dan cartridge dengan ukuran 10 mikron. Simple syrup
17
yang telah dilakukan proses penyaringan kemudian di sterilisasi dengan mengalirkan
sirup ke tabung sterilisasi UV lamp yang telah dihidupkan terlebih dahulu selama 10
menit. Hal tersebut memiliki tujuan untuk memusnahkan mikroorganisme yang
terkandung dalam larutan sirup. Proses sterilisasi dengan menggunakan lampu UV
dengan jumlah 48 buah dan memiliki panjang gelombang (λ) 36.000 µm. Larutan
yang telah di saring dan disterilisasi ditampung dalam tangki buffer sebelum dibuat
finish syrup.

2.2.2.2 Pembuatan Finish Syrup


Finish syrup merupakan simple syrup yang sudah dihomogenisasikan dengan air
olahan (treated water) dan konsentrat. Tangki finish syrup memiliki kapasitas 8000–
10.000 liter per tangki. Jumlah tangki yang ada alah sebanyak 8 tangki. Finish syrup
dibuat dengan proses pencampuran simple syrup beserta konsentrat pada mixer
concentrate tank dengan durasi 1 jam. Kemudian finish syrup dipindahkan pada
mixing tube untuk dicampurkan dengan air olahan. Finish syrup yang sudah
ditambahkan dengan treated water dinamakan beverage. Penambahan treated water
memiliki tujuan memperoleh kadar brix yang sesuai dengan standar serta jenis produk
yang akan di produksi. Tahapan pembuatan finish syrup adalah sebagai berikut:
a. Persiapan pembuatan simple syrup
Simple syrup yang sudah dilakukan suatu proses akan dimasukkan dalam tangki
untuk diuji kadar brix. Penggunaan simple syrup dikalkulasi dengan
menyesuaikan flavor serta jumlah finish syrup dengan rumus perhitungan:

kg gula per unit × jumlah unit


Volume penampungan = Brix
Density

b. Pemeriksaan kembali
Pengecekan kembali pada jumlah unit serta flavor concentrate dilakukan sesaat
setelah tahapan menghitung volume simple syrup yang ditampung serta
diperlukan dalam pembuatan finish syrup. Konsentrat padatan dilarutkan dalam
tangki. Setelah itu dihomogenisasikan selama kurang lebih 15 menit. Tangki
finish syrup dijalankan serta larutan tersebut kemudian ditambahkan dalam tangki

18
dengan proses penyaringan 100 mesh. Konsentrat yang sudah homogen akan
dilakukan uji brix serta pengujian volume finish syrup. Setelah itu ditambahkan
dengan air olahan dari hasil perhitungan.

volume sirup awal × awal ×density


Volume finish syrup akhir = Brix sasaran
Density sasaran

Air yang ditambahkan = vol. finish syrup akhir – vol. finish syrup awal

2.2.3 Proses Pembotolan


Di dalam PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java terdapat 4 line produksi
untuk proses pembotolan produk minuman. Setiap line memiliki spesifikasi,
keuntungan dan kerugian masing-masing untuk kebutuhan produksi. Penggunaan
setiap line disesuaikan dengan kebutuhan produksi (jumlah botol), varian produk yang
akan diproduksi, kemampuan mesin (Carbonated atau Non-carbonated) dan jenis
kemasan (PET, can atau RGB). Berikut adalah penjelasan mengenai line produksi di
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java. Skema proses pembotolan sebagai
berikut:

Tata Letak Produksi Line 8 dalam PT Coca-Cola Bottling Indonesia

2.2.3.1.1 Gudang Empties


Merupakan tempat penyimpan terbuka untuk botol-botol kaca kosong di dalam
krat tersusun di dalam pallet-pallet yang siap digunakan untuk proses produksi.
Botol-botol kosong tersebut di sortasi terlebih dahulu secara manual oleh petugas
dan di angkut menggunakan forklift.
2.2.3.1.2 Depalletizer

19
Alat ini berguna untuk memindahkan case yang berisi botol kosong yang
ditransfer menggunakan rolling conveyor. Depalletizer dapat bergerak sesuai arah
gerakan yang telah disesuaikan yaitu maju-mundur dan gerakan naik-turun.
Depalletizer ini dilengkapi dengan sensor yang berfungsi untuk mengatur gerakan
naik-turun sehingga gripper dapat mengambil case dari berbagai ketinggian yang
berbeda-beda. Gripper ini berguna untuk mengangkut case sebanyak satu demi
satu tingkat. Gripper berbeda dengan depalletizer yang digerakkan dengan motor
namun gripper digerakkan berdasarkan sistem pneumatik yaitu menggunakan
tekanan udara. Gerakan maju-mundur digunakan untuk memindahkan case ke atas
konveyor yang akan digunakan pada proses selanjutnya menggunakan motor
listrik. Sensor ataupun tekanan udara di dalam depalletizer ini diatur dengan PLC
(Programmable Logic Controller) yang diprogram menggunakan komputer.
2.2.3.1.3 Uncaser
Setelah pallet diangkat menggunakan depalletizer kemudian selanjutnya pallet
akan masuk ke dalam proses uncaser di mana proses ini di awali dengan pallet
yang masuk ke dalam Case Position Depalletizer (CPD). Di dalam proses ini
semua pallet yang masuk akan diubah posisinya sesuai dengan yang diinginkan
sehingga pallet akan tersusun dengan rapi saat masuk ke dalam proses uncaser.
Uncaser ini merupakan alat yang berfungsi untuk memindahkan botol-botol dari
dalam case. Alat ini memiliki gripper yang berada pada ujungnya yang
dihubungkan dengan semacam katup yang disesuaikan dengan diameter botol
yang akan diangkat. Saat katup ini menempel pada tutup botol, tekanan yang ada
pada botol dibuat vakum dengan cara menghisap udara yang ada di dalam botol
sehingga botol-botol dapat terangkat. Setelah itu krat yang sudah kosongkan
dibawa dengan konveyor ke dalam mesin case washer yang akan mencuci krat-
krat kosong tersebut menggunakan raw water.
2.2.3.1.4 Pre Inspection
Sebelum memasuki proses yang selanjutnya maka terlebih dahulu harus diadakan
pemeriksaan terhadap botol-botol yang telah dipindahkan dari case. Pemeriksaan
ini dilakukan secara manual oleh inspektor yang bertugas untuk memeriksa setiap
botol sebelum dicuci. Botol yang lolos dalam pemeriksaan ini diharuskan dalam
keadaan yang baik, terbebas dari kotoran yang mungkin masih tersisa di dalam
botol seperti halnya sedotan ataupun plastik. Kemudian apabila ada botol dengan
merk lain yang terbawa maka akan langsung dimusnahkan. Dipastikan juga botol
20
yang ada tidak pecah ataupun berkarat. Adapun klasifikasi botol yang tidak lolos
dalam tahap ini yaitu botol scuffing, botol pecah, logo pada botol sudah memudar,
mulut pada botol sumbing, botol dengan noda cat, botol kotor, botol retak dan
botol yang berkarat.
2.2.3.1.5 Case Washer
Setelah botol di pisahkan dari krat (case), krat di bersihkan dari kotoran dengan di
semprot dengan air bertekanan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi
silang dari kotoran yang menempel pada case, selain itu untuk menjaga case agar
tetap terlihat bersih.
2.2.3.1.6 Bottle Washer
Tahap selanjutnya yaitu botol memasuki bottle washer untuk dicuci dengan
beberapa proses yang dimaksudkan agar botol yang tersedia benar-benar bersih
dan terbebas dari mikroorganisme yang merugikan. Proses pencucian dibagi
dalam beberapa tahap yaitu:
a. Pre Rinse
Merupakan proses penyemprotan botol dengan menggunakan soft water. Botol
yang akan disemprotkan harus dalam keadaa terbalik sehingga kotoran yang
mungkin masih tersisa akan keluar dari botol. Selain itu, tujuan dari keadaan
botol yang terbalik adalah supaya dapat meningkatkan efesiensi pencucian dan
dapat memperpanjang umur karena menggunakan larutan pencuci yaitu
caustic soda. Dalam tahap ini digunakan tekanan sebesar 1,0 – 2,0 kg/cm2
dengan temperatur minimal 45°C dimana terdapat empat jalur nozzle inside
dan dua jalur nozzle outside.
b. Compartment I dan II
Compartment dalam tahap pencucian botol dibagi menjadi dua bagian yaitu
compartment I dan II yang digunakan untuk merendam botol. Pada
compartment I bahan yang digunakan yaitu caustic dengan kadar minimal
1,5% dengan temperatur yang digunakan minimal 70°C dengan contact time
selama 2,32 menit. Sementara untuk compartment II bahan yang digunakan
adalah caustic dengan kadar minimal 2,0% dengan temperatur minimal 75°C
dan contact time yang digunakan selama 5,6 menit. Kedua tahap ini
merupakan teknik penyemprotan dan perendaman botol dengan tujuan untuk
membunuh mikroba dan kuman-kuman yang masih terdapat di dalam botol.
c. Post Caustic
21
Dalam tahap ini digunakan temperatur minimal 60°C yang berfungsi untuk
merendahkan konsentrasi caustic yang berasal dari tahap sebelumnya hingga
mencapai 2% dengan menggunakan tekanan 0,5–1,2 kg/cm2.
d. Warm Water I dan II
Pada warm water I dilakukan penyemprotan dengan temperatur 50°C
sedangkan pada warm water II menggunakan temperatur 45°C. Di dalam
kedua tahap ini digunakan tekanan sebesar 0,5 – 1,0 kg/cm 2 dengan tujuan
untuk menghilangkan residu caustic dari proses sebelumnya dan untuk
menurunkan temperatur botol.

e. Semifinal Rinse
Di dalam tahap ini digunakan larutan Divo AI yang berguna untuk
mengendalikan pH hingga berada antara 7,0 – 8,0 dan larutan Divo LE yang
berguna untuk menghilangkan logam berat dengan konsentrasi 25 – 30 ppm.
Di dalam tahap ini dibutuhkan tekanan sebesar 1,0 – 2,0 kg/cm 2 serta
membutuhkan waktu selama kurang lebih 2,5 menit.
f. Final Rinse
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pencucian botol yang menggunakan
klorin sebesar 1-3 ppm dan soft water dengan suhu kurang dari 30°C. Waktu
yang diperlukan untuk mencuci botol ketika memasuki mesin washing hingga
keluar dari mesin yaitu kurang lebih 22 menit.
2.2.3.1.7 Post Inspection
Setelah botol selesai dicuci tahap selanjutnya adalah pemeriksaan ulang yang
berguna untuk memastikan ada tidaknya botol yang cacat yang masih bisa lolos
dari pencucian serta untuk dapat memastikan pula botol yang dicuci benar-benar
sudah bersih. Klasifikasi botol yang tidak lolos dari pemeriksaan ini antara lain
botol scuffing, logo botol yang memudar serta botol yang masih kotor.
2.2.3.1.8 Electronic Bottle Inspection (EBI)
Mesin EBI ini menggunakan sensor agar dapat mendeteksi botol-botol yang
kosong. Sistem yang digunakan untuk mendeteksi terdiri dari empat sensor
sebagai berikut :
a. Caustic Detection
22
Sensor ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya cairan kaustik yang masih
tertinggal di dalam botol. Adapun botol yang masih mengandung kaustik akan
menyebabkan perubahan pada sinyal receiver sehingga apabila semakin
banyak high frequency yang diterima akan menyebabkan botol dilempar
kembali untuk dicuci ulang dengan bantuan back conveyor.
b. Residual Liquid Detection
Sensor selanjutnya yang terdapat di dalam mesin EBI yaitu berguna untuk
mendeteksi adanya sisa cairan yang ada di dalam botol selain caustic, seperti
halnya minyak atau air. Sistem deteksi ini menggunakan infrared dimana
sinyal penerima akan mengukur jumlah cahaya yang ditransmisikan. Apabila
jumlah cahaya inframerah yang diterima kurang dari standar maka botol yang
lewat akan segera dilempar kembali ke dalam mesin pencuci untuk di cuci
ulang.
c. Base Inspection
Sensor ini berupa kamera yang terletak dibagian bawah botol serta berfungsi
untuk mendeteksi defect khususnya pada bagian bawah botol. Kecacatan yang
terjadi dapat berupa cacat fisik maupun kotoran yang masih menempel di
dasar botol. Kemudian, botol yang cacat selanjutnya akan dibuang ke tempat
sampah oleh swing pusher.
d. Neck Finish Inspection
Mesin EBI dapat mendeteksi kecacatan tidak hanya pada bagian bawah botol
namun juga pada bagian permukaan botol. Prinsip kerja yang dilakukan
berdasarkan base inspection dimana botol yang cacat akan langsung dibuang.
2.2.3.1.9 Mixing
Proses ini merupakan proses untuk mencampur treated water dengan finish syrup
serta menginjeksikan CO2 didalam mesin pencampur (mixer). Treated water yang
telah ditampung di dalam deaeration tank kemudian dibuat dalam kondisi vaccum
dengan menghilangkan kandungan oksigen dan di ganti dengan karbondioksida.
Tujuan karbondioksida dalam deaeration tank agar air lebih mudah terikat dengan
CO2 dalam proses mixing. Kemudian, air tersebut dialirkan menuju static mixer
untuk selanjutnya dicampur dengan finish syrup. Setelah tercampur, larutan
tersebut didinginkan dengan dilewatkan dalam plate heat exchanger yang berisi
glycol. Pendinginan ini dilakukan pada suhu 4°C, tujuannya agar karbondioksida
dapat terikat sempurna dengan air. Suhu diatur rendah dikarenakan sifat CO 2 cair
23
yang stabil bila di dalam suhu yang rendah sedangkan bila ditempatkan dalam
suhu yang tinggi maka CO2 ini akan lebih cenderung berbentuk gas. Larutan yang
telah di dinginkan kemudian di injeksikan dengan gas CO 2 dalam injector dan
dialirkan kedalam carbonation tank. Di dalam carbonation tank terjadi
pencampuran antara gas CO2 dengan air sirup yang akan menjadi beverage, gas
CO2 yang tidak terikat sempurna dengan air akan dialirkan ke deaeration tank
untuk di proses kembali. Setelah proses mixing selesai, beverage akan alirkan
kedalam filler.
2.2.3.1.10 Filler
Setelah botol dicuci dengan bersih kemudian botol-botol tersebut akan diisi
menggunakan mesin filler. Botol yang akan diisi harus dipastikan sudah lolos
inspeksi dari mesin EBI pada proses sebelumnya. Proses pengisian ini dibagi ke
dalam beberapa tahapan yaitu:

a. Tahap Pre Setter


Di dalam bowl terdapat sensor guna pengaktifan cam yang akan dipergunakan
jika ada botol yang masuk. Kemudian, botol yang sudah memasuki bowl cam
digerakkan dengan silinder pneumatic yang berfungsi sebagai penahan
butterfly. Setelah itu butterfly akan menggerakan arm ke atas sehingga akan
mengangkat needle.
b. Tahap Counter Pressure
Di dalam tahap ini CO2 dimasukkan dari bowl bertekanan ke dalam botol
sehingga akan terbentuk tekanan yang sama di dalam kemasan botol. Apabila
proses ini tidak berjalan dengan lancar maka proses filling tidak akan
sempurna sehingga mengakibatkan botol tidak akan terisi sesuai dengan
takaran yang telah disesuaikan dan akan berdampak pada pecahnya botol.
c. Tahap Filling
Terbentuknya tekanan yang sama di dalam botol akan menyebabkan spring di
dalam filling valve station mengendur serta beverage needle akan naik
sehingga beverage dapat keluar melalui sela-sela needle dan akan masuk ke
dalam botol. Botol akan terisi dengan beverage hingga mencapai batas
panjang vent tube. Setelah itu, CO2 counter pressure yang ada di dalam botol
akan kembali ke dalam bowl tank melalui vent tube.
d. Tahap Settling
24
Tahap ini merupakan suatu proses untuk mengatur serta menstabilkan kondisi
beverage setelah proses pengisian berlangsung sehingga busa yang terbentuk
akan berkurang. Pada tahap ini juga terjadi proses leveling atau proses
penyamaan filling height dan juga proses penutupan filling valve.
e. Tahap Snifting
Tahap pembuangan sisa gas tekanan CO2 yang masih terdapat di dalam botol
melalui snift valve. Hal ini menyebabkan produk yang keluar tidak akan ada
busa yang masih tertinggal dikarenakan adanya perbedaan tekanan.
f. Tahap Blow Out
Tahap pembersihan vent tube dari sisa-sisa beverage yang tertinggal setelah
proses snifting.

2.2.3.1.11 Crowner
Botol yang telah selesai diisi kemudian akan keluar dan menuju unit crowner.
Crowner ini berguna untuk pemasangan tutup botol (crown) sehingga botol akan
tertutup dengan standar kerapatan yang telah ada. Di dalam mesin ini, penutup
botol akan ditutup sesuai dengan jenis produk yang diproduksi. Crown yang akan
digunakan harus di sterilisasi terlebih dahulu menggunakan lampu UV. Kapasitas
crowner setiap putaran adalah 19 crown.
2.2.3.1.12 Date Coder
Date coding ini bertujuan untuk mencetak tanggal produksi, lokasi produksi serta
best before minuman pada leher botol. Terdapat 2 macam sensor di dalam mesin
date coding mengetahui ini yang masing-masing berfungsi untuk mendeteksi ada
tidaknya botol di depan print head dan encoder serta untuk mendeteksi apakah
konveyor berjalan atau tidak.
2.2.3.1.13 Checkmat
Checkmat merupakan unit inspeksi yang berbeda dengan mesin EBI namun
memiliki fungsi yang sama. Alat ini berguna untuk menginspeksi botol setelah
proses pengisian, sedangkan mesin EBI digunakan sebelum pengisian
berlangsung. Inspeksi yang dilakukan sebagai berikut:
a. Inspeksi Level Pengisian

25
Berguna untuk menginspeksi level ketinggian permukaan cairan menggunakan
sinar X kemudian pancaran sinar X ini akan ditangkap oleh receiver.
b. Inspeksi Tutup Botol
Inspeksi ini bertujuan untuk memastikan apakah tutup botol sudah terpasang
dengan benar atau belum. Inspeksi ini memerlukan gelombang ultrasonik
untuk mendeteksi tutup botol yang miring dan detector untuk mendeteksi
botol yang tidak ada tutupnya. Jika terdapat tutup botol miring melebihi 1,5°
maka akan langsung terdeteksi dan apabila ada botol yang tidak memiliki
tutup maka akan langsung dibuang oleh swing pusher menuju ke rejection
conveyor dan dinyatakan sebagai produk gagal.
c. Inspeksi Logo
Berguna untuk memastikan logo yang tercetak pada botol apakah masih dalam
keadaan yang baik. Inspeksi ini menggunakan reflector.

2.2.3.1.14 Caser dan Palletizer


Mesin caser merupakan alat untuk memasukkan botol yang telah terisi dengan
beverage ke dalam case. Alat ini memiliki prinsip yang sama dengan mesin
uncaser tetapi dengan cara kerja yang berlawanan. Setelah masuk ke dalam case
kemudian botol-botol tersebut dimasukkan ke dalam pallet lalu pallet tersebut
akan diteruskan oleh rolling conveyor hingga ujung. Kemudian di ujung
konveyor, pallet-pallet ini akan diambil menggunakan forklift menuju gudang
penyimpanan sementara atau langsung di kirim ke tempat pemasaran sesuai
dengan pesanan.

2.3 Pemasaran Produk


Produk dipasarkan dengan menggunakan alat distribusi berupa mobil truk yang memiliki
kapasitas muatan hingga ribuan botol. Mobil truk ini mendistribusikan produk dari
distribution center ke gudang-gudang yang sudah ditetapkan. Kemudian produk akan
didistribusikan lagi ke sales center, swalayan maupun toko-toko kecil hingga akhirnya
sampai ke tangan konsumen. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java menggunakan
dua jenis distribusi yaitu sistem direct dan sistem indirect. Sistem direct menjual produk
secara langsung ke outlet-outlet melalui sales office yang terdapat pada setiap regional.

26
Sedangkan untuk sistem indirect, bekerja sama dengan distributor pihak pertama untuk
mendistribusikan produknya. Pusat pemasaran produk PT Coca-Cola Amatil Indonesia
Central Java tersebar di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Madiun dan
didukung oleh 11 area distribusi yang memiliki kurang lebih 75.000 pengecer. Area
distribusi PT Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java terbagi atas tiga regional, yaitu
regional selatan, timur dan utara. Pada setiap regional memilki sales center yang berperan
dalam pendistribusian di setiap wilayah yang kemudian didistribusikan kepada konsumen
di wilayah masing-masing. Berikut merupakan pembagian sales center berdasarkan
regionalnya:
a. Sales center yang terdapat di regional selatan, yaitu Yogyakarta; Purwokerto,
membawahi stock point di daerah Kebumen; dan Bawen, membawahi stock point di
daerah Magelang.
b. Sales center yang terdapat di regional timur, yaitu Surakarta; Kudus, membawahi
stock point di daerah Rembang; dan Madiun, membawahi stock point di daerah
Ponorogo.
c. Sales center yang terdapat di regional utara, yaitu Semarang Barat, Semarang Timur,
Tegal, dan Pekalongan.

2.4 Analisa dan Sampling Minuman Berkarbonasi

2.4.1 Pengendalian Mutu Air


Air merupakan bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi minuman
sehingga air yang digunakan harus diolah sebaik mungkin sehingga sesuai dengan
kriteria yang telah berlaku yaitu KORE. Pada setiap cabang PT Coca-Cola Amatil
Indonesia memiliki tempat pengolahan air (Water Treatment Plant / WTP) yang
memiliki tujuan utama untuk menurunkan tingkat alkalinitas dan tingkat kesadahan
serta untuk mengurangi kandungan mineral yang tidak diperlukan tubuh. Tempat
pengolahan air tersebut memiliki standar yang tinggi dalam menghasilkan air dengan
kualitas terbaik.

Pengujian pada air, rutin dilakukan setiap proses pengolahan untuk memantau
perubahan selama empat jam sekali. Adanya pengendalian mutu air dalam industri
pengolahan pangan sangat penting, karena rasa atau bau yang tidak semestinya pada
air akan mempengaruhi rasa akhir produk. Selain itu, kesadahan karbonat yang tinggi

27
(alkalinitas) dapat menyebabkan minuman asam menjadi tidak lezat dan rasanya
menjadi tawar. Komponen lain yang terlarut dalam air seperti padatan, zat besi, sisa
klorin, dan mikroorganisme perlu dikendalikan agar tidak membahayakan konsumen.
Pengujian yang dilakukan dalam menentukan kualitas air antara lain:

2.4.1.1 Pengujian Kadar Sulphate

a. Sebanyak 2,5 ml sampel diambil menggunakan pipet volume, kemudian


dimasukkan kedalam tabung reaksi yang ditambahkan dengan 2 tetes SO4 1A,
kemudian ditambahkan 1 tetes SO4 2A dan dipanaskan didalam waterbath
pada suhu 400C selama 5 menit.
b. Sampel ditambahkan dengan 2,5 ml SO4 3A, kemudian ditambahkan 4 tetes
SO4 4A dan dipanaskan didalam waterbath pada suhu 400C selama 7 menit.
c. Sampel dipindahkan kedalam cuvet.
d. Kadar sulfat diukur dengan menggunakan alat spectroquant nova 60 dan
hasilnya dibandingkan dengan standar mutu yang ditetapkan.

Sulphate adalah koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan saat koagulasi.
Standar kandungan sulphate pada air yang digunakan dalam proses produksi
pengolahan minuman karbonasi adalah < 250 ppm. Apabila air yang digunakan dalam
proses produksi melebihi standar yang telah ditentukan akan menyebabkan
pembentukan gumpalan dan flock.

2.4.1.2 Pengujian Kadar Chloride

a. Sebanyak 50 ml sampel diambil dan ditambahkan dengan KCrO4.


b. Larutan dititrasi dengan AgNO3 0,0282N sampai larutan berubah warna
menjadi merah bata.

Rumus : Chloride = volume AgNO3 x 20 (satuan ppm)

28
2.4.1.3 Pengujian Total Dissolved Solid (TDS)

a. Sebanyak 50 ml sampel dimasukkan kedalam beaker glass.


b. Pengukuran dilakukan dengan alat TDS meter dengan cara mencelupkan alat
pada sampel didalam beaker glass.
c. TDS meter dibilas menggunakan aquades.

TDS menunjukkan padatan yang terlarut dalam air. Standar TDS pada air yang akan
digunakan dalam proses minuman berkarbonasi adalah < 500 ppm. Apabila air yang
digunakan melebihi standar TDS yang ditentukan maka akan menyebabkan kualitas
air tidak baik dan menimbulkan reaksi pada air.

2.4.1.4 Pengujian Free Chlorine dan Total Chlorine


a. Pengukuran dilakukan dengan alat disk comparator yang memiliki 2 cell tube.
b. Cell tube pertama diisi dengan 5 ml aquades dan cell tube lain diisi dengan 5 ml
sampel.
c. Kemudian disk comparator diarahkan kesumber cahaya dan membandingkan
antara kedua sampel.
d. Jika warna sampel sama dengan warna aquades maka sampel tersebut bebas
chlorine.

Chlorine berfungsi sebagai disinfektan guna membunuh bakteri pathogen dalam


proses pengolahan air. Standar chlorine pada air yang digunakan dalam proses
produksi minuman karbonasi adalah 0 ppm. Apabila chlorine yang digunakan dalam
pembuatan minuman karbonasi melebihi standar yang telah ditentukan dapat memicu
terjadinya korosi pada mesin dan peralatan dalam proses produksi.

29
2.4.1.5 Pengujian Total Hardness

a. Sebanyak 50 ml sampel diambil dan ditambahkan dengan 3-4 tetes HBS dan
3-4 tetes TH indikator.
b. Larutan dititrasi dnegan EDTA 0,01 N dengan titik akhir titrasi warna ungu
berubah menjadi biru.

Rumus : Total hardness = volume EDTA x 20 (satuan ppm)

Hardness berkaitan dengan kadar keasamaan pH, jika air asam umumnya
menunjukkan reaksi lunak dan air biasa umumnya merupakan air sadah (keras).
Tingkat kesadahan air ditentukan oleh banyaknya kandungan kalsium karbonat dalam
air. Standar total hardness dalam air yang digunakan dalam proses produksi minuman
karbonasi adalah <100 ppm. Apabila total hardness kurang dari standar yang telah
berakibat timbulnya kerak pada pipa-pipa atau tangki maupun botol. Adanya kerak
mengakibatkan proses penghantaran panas menjadi rendah sehingga biaya produksi
menjadi meningkat.

2.4.1.6 Pengujian Alkalinity

a. Sebanyak 50 ml sampel diambil dan ditambahkan dengan 3-4 tetes T. Solution


dan 3-4 tetes indikator PP (jika tidak ada perubahan warna maka P alkalinity = 0).
b. Kemudian larutan tersebut ditambahkan 3-4 tetes indikator MR. Mix dan warna
berubah menjadi biru.
c. Sampel dititrasi menggunakan larutan H2SO4 hingga berubah warna menjadi
kuning.

Rumus :

P -Alkalinity = volume titrasi 1 × 20 (satuan ppm)

M -Alkalinity = volume titrasi 2 × 20 (satuan ppm)

A - Alkalinity = 2P - M (satuan ppm)

30
Alkalinity menunjukkan konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam
air. Standar alkalinity pada air yang akan digunakan dalam proses produksi adalah <
85 ppm, alkalinity ini mempengaruhi kesadahan dan menjaga kestabilan pH. Jika
alkalinity pada air melebihi standar yang ditentukan maka air tidak mudah
dikarbonasi dan rasa yang ingin dicapai menjadi tidak sesuai.

2.4.1.7 Pengujian pH
a. Sebanyak 50 ml sampel dimasukkan kedalam beaker glass.
b. Pengukuran dilakukan dengan alat pH meter dengan cara mencelupkan alat
pada sampel didalam beaker glass.
c. pH meter dibilas menggunakan aquades.

pH atau derajat keasaman menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki
oleh suatu larutan. Standar pH pada air yang akan digunakan dalam proses produksi
minuman berkarbonasi adalah > 4,9. Jika pH air kurang dari standar yang telah
ditentukan maka akan menyebabkan korosi pada alat-alat produksi yang dilalui air.

2.4.1.8 Pengujian Turbidity


a. Pengukuran dilakukan dengan alat turbidity meter.
b. Sampel dimasukkan kedalam cell tube dan hasilnya dibandingkan dengan
standar mutu yang berlaku.

Turbidity menunjukkan tingkat kekeruhan pada air yang ditimbulkan oleh adanya
bahan-bahan anorganik dan bahan organik dalam air. Standar turbidity pada air yang
digunakan dalam proses pembuatan minuman karbonasi adalah <0,3 NTU.

31
2.4.1.9 Pengujian Mikrobiologi
a. Pengambilan Sampel
Draining air dilakukan pada pipa Sample Cock.
Kapas dinyalakan dangan menggunakan api yang terpasang pada Cruser
Tang (sebelum direndam dengan alkohol) untuk memanasi Sample Cock.
Draining pada air dikran dilakukan kembali untuk mengkondisikan suhu
kamar pada Sample Cock.
Api didekatkan pada Sample Cock untuk mensterilkan lingkungan sample.
Botol steril di siapkan dan di dekatkan dengan Sampel Cock.
Tutup botol dibuka kemudian air dari Sample Cock ditampung lalu di tutup
kembali.

b. Uji Mikrobiologi

Setelah Sampel di dapatkan, kemudian petridish berisi pad diisi dengan


media ± 1,5 ml dalam Laminar Air Flow.

Membran Filter di letakkan ke dalam Filter Holder steril secara aseptis pada
Laminar Air Flow.

Sample (air) dituang ke dalam Filter Holder steril yang berisi Membran
Filter sebanyak 25 ml dengan menggunakan Scoop (untuk TPC) dan 100 ml
untuk Coliform dan E. coli kemudian di tutup dan di hisap dengan
menggunakan Vacuum Pump.

Membran Filter tersebut dibilas dengan air steril ± 20 ml kemudian di hisap


dengan menggunakan Vacuum Pump.

Funnel dibuka dan Membran Filter diambil lalu di masukkan ke dalam


Petridisc yang berisi media.

Labeling dilakukan pada Petridisc dan diinkubasi dalam incubator dengan


posisi Petridisc terbalik.

32
Pengamatan dilakukan setiap 48 jam, 72 jam untuk uji Total Count dan 24
jam untuk Coliform dan E. coli.

Hasil pengujian dicatat pada form yang tersedia dengan benar.

Pengambilan sampel pada pengujian mikrobiologi dilakukan pada sample cock yaitu:

Sample Cock Raw Water

Sample Cock Flow Mix Water

Sample Cock Carbon Purifier

Sample Cock Polisher

Sample Cock Supply water syrup room

Sample Cock Softener Water

Sample Cock Softtreated Water

Sample Cock Cooling Water

Sample Cock Can Warmer

Pengujian mikrobiologi dilakukan setiap 1 hari (24 jam). Sample cock adalah keran
yang terpasang pada setiap tangki pada proses pengolahan air.

Tabel 2.1 Standar Mutu Air


No Parameter Ketentuan Persyaratan SNI
1 Taste Normal Normal
2 Odor / Appearance Normal Normal
3 Turbidity < 0.3 NTU < 1,5 NTU

4 M - Alkalinity < 85 mg/L -


5 Total Chlorine < 0 mg/L < 250 mg/L
6 Total Hardness < 100 mg/L -
7 Total Dissolved Solid (TDS) < 500 mg/L < 500 mg/L
8 pH 4.9 6,0 – 8,5
9 Sulphate (SO4) < 250 mg/L < 200 mg/L

33
10 Aluminium (Al) < 0.20 mg/L -
11 Timbal (Pb) < 0.01 mg/L < 0,005 mg/L
12 Besi (Zn) < 3.00 mg/L -
13 Mikrobiologi

Total Count < 25 / mL < 100 Koloni / mL

Coliform Count < 1 / 100 mL < 2 / 100 mL

E. Coli < 1 / 100 mL < 2 / 100 mL

2.4.2 Pengendalian Mutu Gula


2.6.2.1 Pengujian Visual
Pengujian visual dilakukan untuk mengamati kondisi kemasan, appearance dan
foreign pada bahan baku oleh operator QA.

2.6.2.2 Pengujian Sensoris

Pengujian sensoris dilakukan untuk mengidentifikasi rasa dan bau pada bahan baku
gula oleh operator QA.
2.6.2.3 Pengujian Warna
a. Larutan gula dengan kadar 50 Brix diambil
0

b. Pengukuran warna dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan gula 500Brix


ke alat DMA. Kemudian, angka yang tertera pada display DMA brix dan
density actual dibandingkan dengan standar mutu yang ditentukan.
c. Pengukuran absorban pada alat spectrophotometer dilakukan dengan panjang
gelombang 420 nm.
2.6.2.4 Pengujian Sedimentasi
a. Membran filter 8 mikron ditimbang dengan neraca analisis.
b. 300 gram gula dilarutkan dalam 300 ml aquades yang dipanaskan pada suhu 800C.

c. Larutan tersebut dimasukkan kedalam filter holder yang telah dipasang membrane
filter, kemudian ditarik menggunakan vaccum pump.

d. Setelah disaring, membrane filter dibilas dengan aquades yang dipanaskan hingga
gula terlarut dan tersaring.

e. Membrane filter diambil dan dikeringkan di oven pada suhu 1050C selama 1 jam.

34
f. Membrane filter ditimbang dengan neraca analisis.

g. Kandungan sedimentasi dihitung


Tabel 2.2 Standar Mutu Gula
No Parameter Spesifikasi Persyaratan
. SNI
1 Purity Min. 99,99% (100% Sucroce) -

2 Odor No off-odor Normal


3 Taste Typically sweet with no off taste Normal
4 Ash Max. 0,015% -

5 Colour Max. 35 ICUMSA Units (IU) 81 – 200 IU


6 Invert Sugar Max. 0,040% -
7 Loss on drying Max. 0,04% < 0,1%
(Moisture)
8 Floc potential No floc formation present -
9 Mesophilic Total Count Max. 200 CFU/10gr -

10 Quaternary Ammonium Max. 5,0 mg/L -


Compound (QAC)

11 Sulphur dioxide (SO2) Max. 2,5 mg/L < 30 mg/kg

12 Absorbance Ratio (AR) Max. 10 mg/L -

13 Sedimentation Max. 7 mg/kg -


14 Turbidity < 20 ICUMSA Units (IU) -

15 Arsenic (As) < 0,1 mg/kg < 1 mg/kg

16 Copper (Cu) < 1,0 mg/kg < 2 mg/kg

2.6.3 Pengendalian Mutu Konsentrat

Konsentrat merupakan kunci atau bumbu rahasia yang memberikan cita rasa berbagai
produk Coca-Cola. PT Coca-Cola Amatil Indonesia tidak memproduksi konsentrat
sendiri, melainkan disuplai dari PT Coca-Cola Indonesia yang merupakan perwakilan
dari The Coca-Cola Company yang merupakan pemilik merek dagang. Karena
konsentrat adalah bahan baku yang sifatnya rahasia dan tidak diproduksi sendiri oleh

35
PT Coca-Cola Amatil Indonesia, maka pemeriksaan konsentrat saat penerimaan bahan
baku (incoming metrial) hanya dilakukan secara visual. Pemeriksaan konsentrat
meliputi kecocokan antara surat penerimaan barang dengan jenis, flavor dan jumlah
konsentrat yang diterima; kondisi, segel, label maupun kode produksi pada kemasan.
Konsentat tersebut akan ditambahkan dengan simple finish syrup yang dicampur
untuk menjadi finish syrup. Pada produk Coca-Cola, terdapat 2 macam konsentrat
yaitu part 1 (berbentuk cairan yang memberikan warna dan pengawet) dan part 2
(berbentuk cairan yang memberikan aroma dan flavor). Secara umum, konsentrat
memiliki kandungan seperti natrium benzoat, bahan kimia aromatik, minyak
essensial, asam sitrat dan vegetable plant. Konsentrat cair disimpan dalam cool room
pada suhu 4 – 10ºC untuk menjaga kualitas konsentrat. Sedangkan, untuk konsentrat
padat atau serbuk disimpan pada ruangan dengan suhu sekitar 20ºC. Konsentrat
ditambahkan dalam kadar tertentu untuk memperbaiki rasa, warna, cita rasa serta
memperpanjang umur simpan dari minuman.

2.6.4 Pengendalian Mutu Karbondioksida (CO2)

Karbonasi adalah suatu proses memasukkan gas karbondioksida kedalam air atau
kedalam baverage. Dalam industri minuman ringan, CO2 biasanya diperoleh dari
pabrik yang dikemas dalam tabung bertekanan tinggi. Dibawah tekanan tinggi, sekitar
50 atmosfer, gas CO2 akan berbentuk cair, dan akan mudah larut dalam air pada suhu
20 °C. Karbondioksida akan memberikan sensasi menggigit atau sensasi sparkling
pada mulut. Untuk mengukur kadar CO2 dalam botol atau mengukur banyaknya
volume gas pada baverage perlu dilakukan pengukuran tekanan serta suhu dalam
botol. Berdasarkan prinsip gas, volume atau berat CO 2 yang terkandung dapat
dihitung menggunakan table konversi gas volume. Gas CO 2 merupakan bahan baku
yang digunakan untuk keperluan minuman carbonated soft drink seperti Coca-Cola,
Fanta dan Sprite. Karbondioksida didatangkan dari PT. Aneka Gas Industri Tbk,
dengan kemurnian 99,99%, tak berbau, tak berasa serta dalam bentuk cairan.

Gas CO2 merupakan salah satu komponen yang penting di dalam pembuatan minuman
berkarbonasi dimana gas ini berfungsi sebagai penyegar dan bahan pengawet serta
dapat memperkuat flavor dari produk Coca-Cola, Fanta maupun Sprite. Pada tekanan

36
yang lebih tinggi dari atmosfer gas CO2 ini dapat memiliki sifat mengawetkan. Gas ini
disuplai dalam bentuk cairan kemudian diproses sedemikian rupa sehingga menjadi
uap. Gas yang disuplai belum tentu sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu
99,9%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi selama pendistribusian bahan
baku. Oleh karena itu, diperlukan proses pemurnian CO2 dari supplier mendapatkan
CO2 yang sesuai dengan standar yang ditentukan dengan cara melalui proses
pemurnian yaitu 99,9%. Pengendalian mutu CO2 dilakukan secara sensoris dengan
melihat rasa, bau, kenampakan di dalam air dan kemurniannya menggunakan Zahm
CO2 purity tester. Standar mutu yang ditetapkan PT. Coca-Cola Bottling Indonesia
Central Java sangat baik, dilihat dari standar yang ditetapkan Indonesia (SNI) hanya
menetapkan kemurnian CO2 hanya 50 – 90%.

Tabel 2.3 Standar Mutu Karbon Dioksida (CO2)


No Parameter Spesifikasi Persyaratan SNI
1 Purity Min. 99,99% Min. 99,9%
2 Moisture Max. 20 mg/L Max. 20 mg/L

3 Total Sulphur Max. 100 mg/m3 -

4 Sulphur Dioxide (SO2) Max. 1000 mg/m3 Max. 1 mg/L


5 Hydrogen Sulfide Max. 100 mg/m3 Max. 0,1 mg/L

6 Total Volatile Hydrocarbon (as Max. 50 mg/L Max. 50 mg/L


Methane)
7 Aromatic Hydrocarbon (as Max. 20 mg/m3 Max. 0,02 mg/L
Benzene)
8 Acetaldehyde Max. 0,2 mg/L Max. 0,2 mg/L
9 Nitrogen Dioxide (NO2) Max. 2,5 mg/L -
10 Nitrogen Oxide (NO + NO2) Max. 5,0 mg/L -

11 Ammonia (NH3) Max. 2,5 mg/L -


12 Carbon Monoxide Max. 10 mg/L Max. 10 mg/L

13 Methanol (MeOH) Max. 10 mg/L -

14 Odor and taste No foreign taste or Tidak berbau dan


odor in water tidak berasa

37
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Minuman berkarbonasi adalah minuman yang mengandung gula rafinasi (gula sukrosa
murni) dan konsentrat yang dicampurkan dengan air karbonat lalu ditambahkan dengan
gas CO2.

2. Bahan baku minuman berkarbonasi berasal dari air, gula, konsentrat, karbon dioksida
(CO2), bahan pendukung, dan bahan penunjang

3. Proses produksi pembuatan minuman berkarbonasi terdiri dari:

- Pengolahan bahan baku

- Karbon dioksida (CO2)

- Pembuatan sirup

- Proses pembotolan

4. Analisa dan sampling pada minuman berkarbonasi terdiri dari:

- Pengendalian mutu air

- Pengendalian mutu gula

- Pengendalian mutu konsentrat

- Pengendalian mutu karbon dioksida (CO2)

38
DAFTAR PUSTAKA

Bilal, Moch. 2010. Bahaya Soft Drink. http://bilal.student.umm.ac.id/2010/02/10/bahaya-


soft-drink/ Diakses pada tanggal 8 Juni pukul 19.41 WIB

Chance, M. J. (2017). Quality Control Air Produk Minuman Berkarbonasi Fanta


Stawberry

RGB 295 ml secara mikrobiologi di PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java.
Semarang: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata.

Darmayanti, Ni Ade dkk. (2016). Model Perencanaan Produksi untuk Memenuhi


Perminta-

an Pasar dan Pengendalian Persediaan Produk Jadi pada Perusahaan Penghasil


Minuman Ringan. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), September 2016,
Vol 4 No. 2

Kuncoro, J. S. (2017). Pengendalian Mutu Terhadap Bahan Baku Produk Minuman

Karbonasi Pada Line 8 PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java. Semarang:
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata.

Nurlatifah, A. 2013. Dibalik Nikmatnya Minuman Bersoda. Bandung: Universitas


Padjadjaran.

39
40

Anda mungkin juga menyukai