Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

SUSU ULTRA HIGH TEMPERATURE (UHT)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Minat Keahlian II (Teori)

Dosen Pengampu:
Dyah Ratna Wulan, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh:
Kelompok 1 – 3A D-IV Teknologi Kimia Industri
1. Alya Putri Ramadhanty (1841420044)
2. Nadya Feranika (1841420101)
3. Olivia Julia Paramitha (1841420049)
4. Tiara Nur Azizah (1841420005)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1. Latar Belakang 3
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan 4
1.4. Manfaat 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
BAB III 9
PEMBAHASAN 9
3.1. Proses Produksi 9
3.2. Uji dan Analisa 15
3.3. Pemasaran Produk Susu UHT di Indonesia 30
BAB IV 34
PENUTUP 34
4.1. Kesimpulan 34
4.2. Rekomendasi 34
DAFTAR PUSTAKA 35

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Susu merupakan salah satu kebutuhan pangan yang dibutuhkan oleh


manusia yang bisa dikonsumsi dari segala usia. Di Indonesia sendiri, susu tersedia
dalam kondisi siap minum maupun siap pakai untuk memasak. Susu dihasilkan
dari berbagai jenis hewan mamalia, seperti sapi, kambing, domba, dan kuda.
Meninjau perkembangan zaman, tingkat konsumsi susu juga meningkat tiap
tahunnya. Peningkatan konsumsi susu dan produk-produk olahannya dipengaruhi
secara umum oleh meningkatnya kelas menengah, meningkatnya kesadaran
masyarakat tentang pengaruh susu terhadap kesehatan, dan peningkatan sektor
pengolahan pangan. Bank Dunia melaporkan bahwa kelas menengah Indonesia
meningkat sekitar 7% per tahun, diperkirakan saat ini sudah mencapai 60% dari
populasi Indonesia. Hal ini mendorong pula meningkatnya konsumsi hasil ternak,
sehingga diperkirakan tingkat konsumsi susu per-kapita orang Indonesia akan
terus meningkat dalam jangka panjang. Data menunjukkan konsumsi susu per
kapita per tahun orang Indonesia saat ini sudah meningkat dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya, tetapi masih yang terendah di antara negara-negara ASEAN
(Foodreview Indonesia, 2019).
Sementara itu, kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN)
untuk susu olahan dalam negeri saat ini sekitar 3,3 juta ton per tahun, dengan
pasokan bahan baku susu segar dalam negeri 690 ribu ton per tahun (21%) dan
sisanya sebesar 2,61 juta ton (79%) masih harus diimpor dalam bentuk skim milk
powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder dari berbagai negara seperti
Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Lokadata, 2018).
Permasalahan ini menghambat penyediaan susu bagi masyarakat
Selain kebutuhan bahan baku susu yang kurang memenuhi, kualitas susu
yang dihasilkan juga belum cukup baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal.
Manajemen pemerahan sapi perah yang kurang baik akan menyebabkan
menurunnya kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu, kondisi peternakan,

3
pemberian pakan, dan pengolahan susu yang meliputi kehigienisan dan sanitasi
juga berpengaruh sangat besar terhadap kualitas susu (Cybex Pertanian, 2021).
Karena kualitas susu yang belum cukup baik, tak jarang produk-produk susu
yang beredar di pasaran pun diragukan oleh masyarakat. Masyarakat cenderung
merasa kurang yakin ketika akan membeli susu setelah adanya pengalaman orang
lain yang mengatakan bahwa produk tertentu kurang baik dari segi kualitasnya.
Biasanya, susu yang diterima bercampur dengan kontaminan, tidak steril, berbau,
hingga kemasannya yang rusak. Sehingga, hal-hal ini akan menyulitkan
masyarakat dalam memilih produk susu dan juga merugikan perusahaan produsen
susu yang terkait (EBPangan, 2006).
Oleh karena itu, untuk pemenuhan kebutuhan produk susu yang berkualitas,
dibutuhkan penanganan susu yang baik, mulai dari peternak hingga
pemasarannya. Untuk mengupayakan hal tersebut, bisa dilakukan pengolahan
susu dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk mendapatkan kualitas susu yang
baik yaitu melalui rekayasa pengolahan susu dengan menggunakan metode ultra
high temperature processing (UHT). Diharapkan melalui pengolahan dengan
metode UHT ini, upaya produksi susu yang berkualitas dapat tercapai dengan
baik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dapat diuraikan


sebagai berikut:
1. Bagaimana cara produksi susu UHT yang baik sesuai dengan standar mutu SNI
3950:2014?
2. Bagaimana analisis dan pengujian produk susu UHT beserta kemasannya
sesuai standar mutu SNI 3950:2014?
3. Bagaimana bentuk dan cara pemasaran susu UHT di Indonesia?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menjelaskan cara produksi susu UHT yang baik sesuai dengan standar mutu
SNI 3950: 2014.

4
2. Menjabarkan analisis dan pengujian produk susu UHT beserta kemasannya
sesuai standar mutu SNI 3950:2014.
3. Menjelaskan bentuk dan cara pemasaran susu UHT di Indonesia.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu untuk memperdalam pengetahuan
mengenai cara produksi susu UHT, uji dan analisa sesuai standar SNI 3950:2014,
serta bentuk dan cara pemasaran produk susu UHT yang baik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia adalah sebuah negara yang dinilai kurang dalam hal konsumsi susu
per kapita jika dibandingkan dengan berbagai negara di dunia. Bahkan, di wilayah
Asia Tenggara, Indonesia tetap menjadi urutan terbawah terkait dengan konsumsi
susu masyarakatnya. Estimasi konsumsi susu per kapita Indonesia hanyalah
sebesar 11,7 liter per tahun. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan
Filipina dengan 22 liter dan Thailand dengan 31 liter. Konsumsi produk susu per
kapita per minggu tahun 2015 – 2019 disajikan pada tabel berikut ini berdasarkan
jenis produk susu yang tersedia.

Tahun
Produk Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Susu segar liter - - 0,006 - -
Susu cair pabrik 250 ml 0,046 0,057 0,068 0,089 0,109
Susu kental manis 397 g 0,069 0,079 0,089 0,088 0,072
Susu bubuk kg 0,018 0,018 0,017 0,018 0,017
Susu bubuk bayi 400 g 0,013 0,013 0,013 0,013 0,013
Keju 0,1 kg - - 0,005 0,026 0,026
Produk lain 0,1 kg - - 0,005 0,026 0,026

Sumber data: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 – 2019 dalam Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2020, Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Sedangkan untuk data per kapita per tahun 2015 – 2019 ditampilkan pada tabel
dibawah ini:

Produk Satuan Tahun

6
2015 2016 2017 2018 2019
Susu segar liter - - 0,313 - -
Susu cair pabrik 250 ml 2,398 2,972 3,546 4,640 5,683
Susu kental manis 397 g 3,598 4,119 4,640 4,588 3,754
Susu bubuk kg 0,939 0,939 0,886 0,939 0,886
Susu bubuk bayi 400 g 0,678 0,678 0,678 0,678 0,678
Keju 0,1 kg - - 0,261 1,356 1,356
Produk lain 0,1 kg - - 0,261 1,356 1,356
Sumber data: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 – 2019 dalam Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2020, Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Semakin naiknya konsumsi per kapita per tahun maupun konsumsi per kapita
per minggu dari produk susu cair pabrik menunjukkan bahwa semakin tinggi pula
permintaan masyarakat terhadap produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Permintaan konsumen mengenai produk susu UHT ini akan terus meningkat
seiring berjalannya waktu dengan mengingat semakin banyak orang yang sadar
akan pentingnya minum susu karena nutrisi yang terkandung di dalamnya serta
mudahnya produk tersebut untuk dibawa-bawa dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Selain itu, produk susu UHT dalam kemasan yang semakin menjangkau
berbagai pelosok negeri akan terus meningkatkan permintaan terhadap produk
susu UHT ini.

Beberapa industri yang bergerak di bidang pengolahan susu menjadi sebuah


produk susu UHT meyakini bahwa pada beberapa tahun kedepan, permintaan
produk susu akan semakin meningkat dan meningkat. Adanya kenaikan konsumsi
produk susu dari 11 liter per kapita per tahun menjadi 16 liter per kapita per tahun
adalah salah satu contoh dari akan naiknya permintaan terhadap produk susu,
terlebih lagi produk susu UHT.

Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) menyebutkan


industri susu di Indonesia mulai mengalami kenaikan permintaan dengan angka
lebih dari 10% per tahun dikarenakan adanya perubahan kenaikan populasi serta

7
perubahan kebiasaan konsumen. Berdasarkan laporan yang diunggah oleh
Foreign Agricultural Service milik United States Department of Agriculture,
diperkirakan adanya kenaikan permintaan akibat semakin tingginya konsumsi
produk susu sebesar 15% pada tahun 2017.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Proses Produksi


3.1.1 Bahan Baku Produksi Susu UHT
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi susu UHT antara
lain:
1. Susu sapi segar
2. Air
3. Gula
Gula ditambahkan untuk membuat rasa susu dalam kemasan
menjadi manis sehingga menarik perhatian konsumennya. Gula
yang digunakan dapat merupakan gula alami, seperti gula tebu,
maupun gula buatan, seperti sakarin, siklamat, maupun aspartam.
4. Susu bubuk skim
Susu bubuk skim ditambahkan apabila susu segar yang didapatkan
tidak mencukupi kebutuhan untuk produksi.
5. Perisa identik alami susu
6. Penstabil
Bahan penstabil digunakan untuk menstabilkan tekstur dan
viskositas produk pangan dengan pembentukan gel yang dapat
terjadi karena kemampuan bahan penstabil untuk berikatan dengan
air. Bahan penstabil yang dapat digunakan adalah gelatin yang
berasal dari kedelai maupun CMC (carboxyl methyl cellulose).
7. Vitamin A, D3 (mengandung antioksidan tokoferol), E, B1, dan B6
3.1.2 Peralatan Produksi Susu UHT
Proses produksi yang dijelaskan di bawah ini menggunakan proses UHT
direct steam injection, dimana uap dikontakkan secara langsung dengan susu
untuk proses sterilisasinya.

9
Gambar 3.1.2.1 Alat dan alur proses produksi susu UHT

Gambar 3.1.2.2 Keterangan peralatan tambahan pada proses produksi PT.


Nandhi Murni

Gambar 3.1.2.3. Diagram alir proses pengolahan susu UHT

10
1. Cooling Unit (Tanki Penyimpanan)
Fungsi: Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan susu segar
dalam kondisi dingin (4 – 7oC), tertutup, dan tidak tembus cahaya. Alat
ini dilengkapi dengan thermostat, display suhu susu di dalam cooling
unit, pengaduk, tombol operasi alat.
2. Storage Tank
Tangki penyimpanan terbuat dari stainless steel dan berfungsi untuk
menyimpan dan mencegah kerusakan susu sebelum memasuki tahap
berikutnya. Alat ini dilengkapi dengan agitator berbentuk baling-baling
dengan daya 0,75 HP.
3. Mixing Tank
Alat ini berfungsi untuk mencampur serta melarutkan bahan pembantu
yang berbentuk padar/bubuk seperti gula, garam, skim, emulsifier,
stabilizer, dan lain sebagainya. Bahan pembantu dilarutkan dengan
pelarut (susu), disaring, kemudian dialirkan ke tangki pencampur
melalui pipa penghubung.
4. Pasteurisasi
Unit pasteurisasi susu tipe ini cocok digunakan untuk UKM/KUD yang
pasar produknya sekitar 3000 – 10.000 cup/hari. Spesifikasi peralatan
pasteurisasi pada dasarnya juga tidak berbeda dengan peralatan tipe II,
yaitu terdiri atas:
i. Tubular/Plate Pasteurizer: kapasitas 250 - 500 liter/jam, bahan
SS 304, terdiri atas 3 segmen: heater, cooler, dan chiller. Media
Pemanas: Air panas atau elemen listrik. Media pendingin: air
sumur dan air es.
ii. Automatic Cup Filler & Sealer: Fully automatic cup filler &
sealer, kapasitas 1200 – 1500 cup/jam; 1100 watt.
iii. Display cooler: Untuk penyimpanan susu pasteurisasi, kapasitas
100 – 200 liter, air tight-glass panel door.
iv. Chest Freezer: Kapasitas 200 – 300 liter, kapasitas beku 14
kg/24 jam, inside temperature: - 200C.

11
v. Peralatan Utilitas:
a) Hot water system: bahan SS 304; kapasitas 1.000 lt;
pemanas elemen listrik 5.000 watt, lengkap dengan pompa
sirkulasi air panas.
b) Unit air es: bahan SS 304; kapasitas 1.000 lt; condensing
unit 1 PK, lengkap dengan pompa sirkulasi air pendingin.
5. Homogenizer
Alat ini berfungsi untuk memecah globula lemak, sehingga lemak susu
akan tersebar merata di dalam cairan susu dan tidak mudah memisah.
6. Sterilisasi (mean heater)
Proses pindah panas dari steam ke susu pada proses sterilisasi ini terjadi
melalui tubular heat exchanger (THE) yang berbentuk pipa stainless
steel berlapis tiga. Susu yang disterilisasi mengalir pada pipa yang di
tengah, sedangkan steam mengalir pada lapisan pipa terluar dan
terdalam. Arah aliran steam dan susu adalah berlawanan (counter
current), sehingga proses pemanasan lebih cepat.
7. Cooler
Cooler ini berfungsi untuk mendinginkan susu setelah dilakukannya
sterilisasi dan homogenisasi. Pendinginan dengan cooler ini dilakukan
dengan menggunakan air pendingin dari menara pendingin (cooling
tower). Cooling tower ini berguna untuk melakukan pendinginan awal
susu yang telah dipasteurisasi dalam heat exchanger. Setelah
didinginkan dengan cooler, produk susu UHT dialirkan ke dalam mesin
aseptic filling.
8. Aseptic Filling Machine dan Packager
Aseptic filling machine terbuat dari stainless steel. Alat ini digunakan
untuk mengisi dan mengemas susu UHT yang sudah jadi. Pengisian dan
pengemasan susu UHT dilakukan dengan cara aseptik. Oleh karena itu
menuntut kondisi susu, bahan pengemas, dan juga mesin pengemas
dalam keadaan aseptik.

12
3.1.3 Cara Produksi Susu UHT
Proses produksi susu UHT berdasarkan beberapa industri-industri yang
sudah ada di Indonesia meliputi:
1. Penerimaan bahan baku
2. Pencampuran
Proses pencampuran dilakukan untuk mencampurkan susu dengan bahan-
bahan penunjangnya, seperti tambahan vitamin, penstabil, dan bahan-
bahan pemberi warna dan rasa. Beberapa rasa yang banyak ditemukan
pada produk susu adalah coklat dan strawberry. Kedua varian rasa
tersebut tidak hanya didukung dengan adanya penambahan rasa pada
bahan susu segar tetapi juga dilakukan penambahan pewarna untuk
meningkatkan tampilan dari produk itu sendiri.
3. Terminasi
Proses terminasi adalah proses lanjutan dari proses mixing dimana
dilakukan pemanasan awal terhadap susu dengan emnggunakan suhu
yang rendah dalam waktu singkat (hitungan detik) sebelum dilakukannya
proses pasteurisasi.
4. Pasteurisasi
Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 80 –
90oC dalam waktu yang singkat. Proses ini bertujuan untuk menurunkan
jumlah total mikroba yang dapat merugikan untuk kesehatan serta
membantu memperpanjang daya simpan produk tersebut.
5. Homogenisasi
Proses homogenisasi dilakukan pada tekanan tertentu untuk
menyeragamkan besarnya globula lemak susu. Globula akan dikecilkan
hingga mencapai ukuran yang sangat kecil dan akan didistribusikan
secara seragam. Proses ini dilakukan dengan tekanan yang sangat tinggi.
6. Sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan dengan proses Ultra High Temperature
(UHT) dimana bahan baku dipanaskan dalam suhu yang tinggi (mencapai
140oC) dengan waktu yang singkat (2 – 4 detik). Proses ini dilakukan
untuk mengeliminasi seluruh bakteri yang mungkin bersifat patogen.

13
Dilakukannya pemanasan singkat ini bertujuan untuk meminimalisir
hilangnya kandungan nutrisi dan menjaga kesegarannya.
Pada tahap ini, susu yang sudah homogen dikontakkan dengan uap
(untuk proses direct steam injection) atau dilewatkan ke dalam plate heat
exchanger (untuk proses indirect heating) untuk dipanaskan. Proses
pemanasan ini menyebabkan beberapa vitamin dan nutrisi menjadi
hilang, seperti vitamin C, asam folat, dan vitamin B12. Sehingga, perlu
ditambahkan vitamin dalam produk untuk menjaga supaya kandungan
nutrisinya tetap terjaga. Selain itu, adanya proses denaturasi protein akan
menyebabkan produk susu berwarna lebih putih.

7. Regenerasi
Proses regenerasi adalah proses pendinginan yang dilakukan setelah
proses sterilisasi. Proses ini dilakukan untuk menurunkan suhu susu
hingga mencapai suhu 28oC atau suhu ruangan.

8. Aseptic filling
Pengemasan aseptik dilakukan dalam sebuah kemasan yang terdiri dari 6
lapisan karton yang terdiri dari lapisan plastik polietilena, alumunium
foil, dan kertas yang akan melindungi susu dari sinar UV, udara, dan
bakteri yang berpotensi menjadi kontaminan. Salah satu jenis kemasan
yang memiliki lapisan-lapisan ini adalah TetraPak.

Gambar 3.1.2.4. Kemasan yang digunakanuntuk susu UHT

14
3.2. Uji dan Analisa
Tujuan analisa produk susu UHT yaitu untuk mengetahui kualitas produk
secara menyeluruh sebelum terjun ke pasaran dan sampai di tangan konsumen.
Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi fisis, kimiawi, maupun
biologis di dalam produk tersebut, sehingga diharapkan produk bisa aman untuk
dikonsumsi.
3.2.1. Uji Bahan Baku
Uji bahan baku dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku susu sebelum
diolah menjadi produk. Adapun pengujian bahan baku ini didasarkan pada standar
SNI 3950:2014 dan data dari PT. Frisian Flag Indonesia (Mawarda, 2008).
3.2.1.1. Uji Kuantitatif
1. Pengecekan Suhu
Suhu susu yang diterima di lokasi pabrik harus berada di
bawah 8oC. Suhu susu segar akan mempengaruhi laju aktivitas
mikroba. Semakin rendah suhu susu segar, maka laju aktivitas
mikroba akan semakin lambat sehingga dapat mencegah
kerusakan susu akibat mikroorganisme.
2. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH susu segar harus berada pada pH 6,6 – 6,89.
Pengecekan pH menggunakan pH meter. Keasaman susu juga
dapat diketahui dengan menggunakan titrasi NaOH dan indikator
PP. Standar keasaman susu segar yang diterima oleh perusahaan
yaitu maksimal 17,5oN. Nilai keasamannya setara dengan
banyaknya volume NaOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk
menetralkan 10 ml sampel susu segar.
Faktor yang mempengaruhi keasaman susu adalah garam-
garam mineral seperti garam-garam fosfat dan sitrat yang terdapat
dalam susu. Pengaruh suhu lebih besar dalam merubah derajat
keasaman susu daripada pengaruh adanya larutan-larutan
anorganik. Oleh karena itu, pH susu yang didinginkan akan
berbeda dengan pH dari susu yang sama pada suhu ruang. Hal ini
dapat terjadi karena perubahan kelarutan dari kalsium fosfat.
Selain itu, keasaman susu juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas

15
mikroorganisme apabila susu tidak ditangani secara benar.
Adapun metode analisisnya yaitu:
1. Pipet 10 ml susu murni kedalam 100 ml flask.
2. Tambah 1ml Phenolphthalein solution.
3. Titrasi dengan NaOH 0,1N sampai warnanya sama dengan
standard colour, yang dibuat sebagai berikut: 10ml susu
murni dengan 0,5 ml Cobalt II Sulfate solution
Perhitungan:

3. Kadar Total Padatan


Total padatan adalah jumlah keseluruhan dari jumlah
padatan terlarut dan jumlah padatan tersuspensi di dalam air.
Penetapan total padatan ditentukan dengan dua cara yaitu manual
dengan metode gravimetri dan dengan alat milkoscan. Adapun
caranya yaitu:
1. Sampel ditimbang 2 – 5 gram.
2. Panaskan sampel di oven pada suhu 105ºC selama setengah
jam.
3. Timbang bobot tetapnya. Perhitungan:

4. Uji Kadar Protein


Protein dalam susu paling banyak terdapat dalam bentuk
kasein. Kasein murni berwarna kuning keputih-putihan, tidak
berbau dan tidak berasa. Di dalam susu, kasein memberikan
warna putih. Kasein dalam susu terdapat dalam bentuk kaseinat,
yaitu dalam keadaan terikat dengan kalsium. Kadar protein
ditentukan dengan dua cara yaitu manual dengan metode kjeldahl
dan dengan alat milkoscan. Adapun dengan menggunakan
kjeldahl, metodenya sebagai berikut:

16
1. Siapkan tabung kjeltec yang diisi dengan 2 buah kjeltabs
2. Timbang sampel 2,5gram
3. Destruksi dengan menambahkan 20 ml H2SO4
4. Panaskan sampai suhu 200ºC, dijaga suhunya selama 1 jam
5. Setelah 1 jam suhu dinaikkan hingga 410ºC, suhu dijaga
selama 2 jam
6. Dinginkan, setelah dingin ditambahkan 50 ml aquades
7. Destilasi dengan alat Foss, sampel ditambahkan NaOH
secara otomatis, lalu dititrasi dengan HCl, dengan
penampung nya asam borat 3%
8. Bila sudah titik akhir kadar protein akan terbaca pada alat
foss
5. Uji Kadar Lemak
Lemak dapat memberikan energi lebih besar daripada protein
maupun karbohidrat. Lemak merupakan penyusun yang penting
dalam air susu, karena:
- Mempunyai arti ekonomi yang penting, karena dapat
digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan
mentega. Usaha-usaha seleksi sapi perah kadang-kadang
ditujukan untuk menghasilkan air susu yang kadar
lemaknya tinggi.
- Lemak mempunyai nilai gizi tinggi, atas dasar jumlah kalori
yang dikandungnya. Selain itu lemak juga mengandung
nutrien lain yang penting seperti vitamin-vitamin dan asam-
asam lemak esensial.
- Lemak memegang peranan dalam menentukan rasa, bau dan
tekstur.
- Lemak merupakan konstituen yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia. Kadar lemak ditentukan dengan dua
cara yaitu dengan metode Mojonnier dan milkoscan.
Adapun cara dengan menggunakan metode Mojonnier yaitu:

17
1. Timbang sampel sebanyak 5 gram ke dalam tabung
mojonnier, tambahkan aquades 5 ml dan dilarutkan
2. Untuk ekstraksi pertama, Tambahkan 2 ml ammonia 20%
dan kocok perlahan
3. Tambahkan 10 ml alkohol 96%, 2-3 tetes pp dan kocok
perlahan
4. Tambahkan 20 ml ethyl ether, masukkan sumbat dan kocok
dengan shaker selama 30 detik
5. Tambahkan 20ml petroleum benzene, masukkan sumbat
dan kocok dengan shaker selama 30 detik
6. Masukkan ke dalam centrifuge selama 3 menit dengan
kecepatan 600 rpm
7. Pindahkan lapisan ether dan petroleum benzene ke dalam
aluminium dish yang telah diketahui beratnya (sebelumnya
petridish dipanaskan dulu pada oven 105ºC selama 10
menit, dinginkan ke dalam desikator selama 20 menit, lalu
timbang)
8. Untuk ekstraksi kedua, tambahkan 5 ml alkohol 96%, dan
kocok perlahan
9. Tambahkan 20 ml ethyl ether, masukkan sumbat dan kocok
dengan shaker selama 30 detik
10. Tambahkan 20ml petroleum benzene, masukkan sumbat
dan kocok dengan shaker selama 30 detik
11. Masukkan ke dalam centrifuge selama 3 menit dengan
kecepatan 600 rpm
12. Pindahkan lapisan eter dan petroleum benzene ke dalam
aluminium dish yang telah diketahui beratnya
13. Untuk ekstraksi ketiga, tambahkan 15 ml ethyl eter dan 15
ml petroleum benzene.
14. Uapkan larutan lemak di atas hot plate, keringkan dish
dalam vacuum oven selama 5 menit, dinginkan pada
temperatur ruang selama 30 menit

18
15. Timbang aluminium dish.

Perhitungan kadar lemak berdasarkan metode Mojonnier


dilakukan dengan rumus berikut:

6. Uji Bobot Jenis Susu


Susu normal mempunyai bobot jenis rata-rata 1,028 – 1,032.
Variasi bobot jenis terjadi karena perbedaan besarnya kandungan
lemak, laktosa, protein, dan garam-garam mineral. Bobot jenis
susu ditera dengan alat laktometer.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pengukuran berat
jenis susu, yaitu:
- Susu yang ditera berat jenisnya sebaiknya merupakan susu
yang masih benar-benar segar, yaitu susu yang baru 3 jam
diperoleh dari pemerahan.
- Berat jenis susu dapat bervariasi menurut lamanya susu
dibiarkan. Berat jenis susu dekat pada saat pemerahan lebih
kecil daripada berat jenis susu jauh dari saat pemerahan.
Hal tersebut terjadi antara lain disebabkan oleh memadatnya
lemak, sedangkan lemak padat mempunyai berat jenis yang
lebih daripada yang berbentuk cair. Disamping itu juga
disebabkan adanya penguapan gas-gas yang terdapat dalam
susu sehingga memperbesar berat jenisnya.
Adapun langkah-langkah analisis berat jenis susu yaitu:
1. Sampel dipanaskan sampai suhu 40ºC, kemudian
dinginkan suhunya sampai 20ºC.
2. Contoh dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml
sebanyak 250 ml
3. Alat Laktometer dimasukkan ke dalam gelas ukur

19
4. Ditunggu sampai alat laktometer stabil, lalu dibaca
berat jenisnya pada skala yang terdapat pada alat
tersebut.

3.2.1.2. Uji Kualitatif


1. Uji Alkohol
Uji alkohol merupakan metode untuk memeriksa dengan cepat
derajat keasaman susu segar dan juga untuk menunjukkan kualitas
dari protein susu. Kestabilan sifat koloidal protein-protein susu
tergantung pada selubung air yang menyelimutinya, terutama
pada kasein. Bila susu dicampur dengan alkohol yang mempunyai
sifat dehidrasi, maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga
susu tersebut akan pecah. Semakin tinggi derajat keasaman susu
yang diperiksa, maka akan semakin rendah jumlah alkohol
dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan
susu dengan volume yang sama. Susu murni yang masih baik
mutunya, proteinnya tidak akan menggumpal jika ditambahkan
alkohol 70%. Hal ini dikarenakan alkohol bersifat mengikat air,
sehingga kestabilan emulsi susu terganggu.
Adapun uji alkohol yaitu:
1. Pipet 2 ml susu murni ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2 ml alkohol 77%, lalu dikocok
3. Homogenkan, dan diamati apakah terjadi koagulasi atau
tidak
4. Jika terjadi koagulasi hasilnya adalah positif, maka diuji
kembali dengan alkohol 70%.
5. Standar: Hasil Negatif
2. Uji Peroksida
Uji ini dilakukan dengan cara mencelupkan kertas indikator ke
dalam sampel susu segar. Adapun caranya yaitu:
1. Ambil 3 ml sampel susu, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi

20
2. Masukkan kertas indikator berwarna putih
3. Hasil: kertas indikator harus tetap berwarna putih.
3. Uji Kanji
Uji kanji adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada atau
tidaknya penambahan air beras ke dalam susu murni. Uji ini
berdasarkan reaksi spesifik antara kanji dengan iod yang akan
membentuk warna biru. Apabila terdapat pati dalam susu segar,
maka hal tersebut membuktikan bahwa telah terjadi tindakan
pemalsuan susu. Adapun caranya yaitu:
1. Pipet 2 ml sampel susu ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2 ml larutan iodin 10%
3. Amati perubahan yang terjadi, apabila terdapat kanji maka
akan terbentuk warna biru
4. Standar: hasil negatif.
4. Uji Sukrosa
Uji sukrosa ini dilakukan untuk mendeteksi adanya
penambahan sukrosa atau gula pasir ke dalam susu segar sehingga
dapat menyebabkan peningkatan berat jenis susu. Selain itu,
adanya pemalsuan dengan penambahan sukrosa juga bertujuan
untuk menambah tingkat kemanisan dari susu segar tersebut. Uji
sukrosa adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada atau tidaknya
penambahan sukrosa ke dalam susu murni. Uji ini berdasarkan
reaksi spesifik antara fruktosa hasil hidrolisis sukrosa dengan
larutan Schiliwanof yang akan membentuk endapan merah.
Adapun langkah-langkahnya yaitu:
1. 2 ml susu segar dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
tambah 2,5 ml larutan Schliwanof, kocok dan panaskan di
atas api Bunsen.
2. Tidak boleh terjadi warna merah ketika dipanaskan di atas
api Bunsen.

21
Larutan Schliwanof: 500 ml HCl p.a ditambah 500 ml
aquades, ditambah 0,5 gram Resorcin p.a kemudian diaduk
simpan dalam botol coklat tertutup.
5. Uji Karbonat
Uji karbonat adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada atau
tidaknya penambahan sodium karbonat yang dapat menaikkan pH
ke dalam susu murni. Natrium karbonat yang bersifat basa
berfungsi sebagai pengawet untuk menetralkan susu yang telah
masam atau rusak. Uji ini berdasarkan reaksi spesifik antara ion
karbonat dengan asam rosilat yang akan memberikan warna
merah.
1. 3 ml susu segar dimasukkan ke dalam test tube, ditambah 3
ml alkohol 75%, kocok dan tambah 2-3 tetes para rosalic
acid 1%.
2. Hasil positif bila menunjukkan warna agak merah atau
merah. Hasil negatif bila menunjukkan warna tetap oranye.
3. Standar: hasil negatif
Pembuatan larutan para rosalic acid 1%:
1. Timbang 1g para rosalic acid
2. Larutkan dengan alkohol 70% dalam labu ukur 100 ml
3. Paskan sampai tanda batas, kocok, simpan dalam botol
coklat.
6. Uji Mikrobiologi
Mutu mikrobiologis dari suatu produk pangan ditentukan oleh
jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan
simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh
mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme
ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat di
dalamnya. Jadi kemampuan untuk mengukur secara tepat jumlah
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan dan jumlah
organisme spesifik yang berada dalam bahan pangan merupakan

22
dasar yang penting bagi mikrobiologi pangan. Analisis kuantitatif
mikrobiologi pada susu segar ini banyak dilakukan dengan
metode hitungan cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan ini
adalah jika sel mikroorganisme yang masih hidup ditumbuhkan
pada medium agar maka sel tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Dalam metode
hitungan cawan, susu yang diperkirakan mengandung lebih dari
300 sel mikroorganisme per ml memerlukan perlakuan
pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam
cawan petri. Larutan yang digunakan untuk pengenceran adalah
dilution water atau larutan fisiologis yang dibuat dari campuran
antara pepton dengan garam yang dilarutkan dengan aquades.
1. Uji TPC (Total Plate Count)
a. Buat pengenceran sampel susu segar dari 10 -1 sampai
dengan pengenceran 10-5.
b. Media PCMA yang telah diberi indikator TTC 0,5 %
dituangkan sebanyak ±10 ml ke dalam petri dish yang
berisi sampel susu segar dengan pengenceran 10-4, 10-5
dan 10-6 masing-masing 1 ml kemudian digoyangkan
sampai merata dan dibiarkan beku.
c. Inkubasi pada suhu 30 – 32oC selama 3 x 24 jam
dengan posisi petri dibalik.
d. Koloni-koloni bakteri setelah diinkubasikan akan
tumbuh dan dapat dihitung dengan colony counter.
2. Uji Enterobacteriaceae
a. Sampel susu segar dipipet ke petridish masing-masing
1 ml dengan pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6.
b. Media VRBDA dituangkan ke dalam petridish ±10 ml
dan digoyang hingga merata dan dibiarkan membeku.
Setelah membeku, dituangkan kembali VRBDA pada

23
permukaan media hingga merata agar terbentuk lapisan
kedua.
c. Inkubasi pada suhu 37oC selama 18 – 24 jam dengan
posisi petri dibalik.
d. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Colony counter.
3. Uji Escherichia coli
a. Pipet 1 ml sampel susu segar
b. Masukkan ke dalam tabung yang berisi media BGB dan
tabung durham
c. Inkubasi pada 30 – 32oC selama 2 x 24 jam
d. Amati gelembung atau gas yang terbentuk pada tabung
durham.
4. Uji Pseudomonas
a. Tuangkan media PAB yang telah diberi supplement
CFC SR 103 (oxoid) 1 ml untuk 250 ml media ke
dalam petri. Digoyang hingga merata dan dibiarkan
membeku.
b. Pipet 1 ml sampel susu segar dengan pengenceran 10 -3
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah
berisi media PAB yang telah membeku.
c. Sampel diratakan dengan menggunakan batangan gelas
melengkung yang telah difiksasi.
d. Inkubasi pada 25oC selama 2 x 24 jam dengan posisi
petri dibalik.
e. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Colony counter.
5. Uji mesophilic spore
a. Pipet 10 ml sampel susu segar ke dalam tabung steril
dan ditutup.
b. Tabung dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 80oC
selama 10 menit.
c. Angkat dan didinginkan dengan air kran
d. Pipet 1 ml dari larutan tersebut ke dalam petri dish.

24
e. Tuangkan media PCMA ke dalam petri tersebut, diaduk
dan digoyangkan sampai merata kemudian dibiarkan
hingga membeku.
f. Inkubasi pada suhu 37oC selama 2 x 24 jam dengan
posisi petri dibalik.
g. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Colony counter.
6. Uji thermophilic spore
a. Pipet 10 ml sampel susu segar ke dalam tabung steril
dan ditutup.
b. Tabung dipanaskan dalam waterbath dengan suhu
100oC selama 30 menit.
c. Angkat dan didinginkan dengan air kran.
d. Pipet 1 ml dari larutan tersebut ke dalam petridish.
e. Tuangkan media DTA yang bersuhu 40 – 50oC ke
dalam petri tersebut, diaduk dan digoyangkan sampai
merata kemudian dibiarkan hingga membeku.
f. Bungkus dengan kantung plastik.
g. Inkubasi pada suhu 55oC selama 2 x 24 jam dengan
posisi petri dibalik.
h. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Colony counter.
7. Uji extrim spore
a. Pipet 1 ml sampel susu segar yang sudah dipanaskan
100oC selama 30 menit dan sudah didinginkan,
kemudian dimasukkan ke dalam petri.
b. Media PCMA tanpa indikator dituangkan ke dalam
petri tersebut dan diaduk hingga merata, kemudian
dibiarkan membeku.
c. Inkubasi pada suhu 37oC selama 2 x 24 jam dengan
posisi petri dibalik.
d. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Colony counter.
8. Uji antibiotik
a. Siapkan ampul Delvotest yang akan dipakai.

25
b. Penutup dibuka dengan hati-hati.
c. Pipet 0,1 ml sampel susu memakai pipet disposable,
kemudian dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
ampul.
d. Ampul ditempatkan ke dalam Block heater dengan
suhu 64oC selama 3 jam.
e. Warna yang terbentuk diamati.
3.2.2. Analisa Produk Susu UHT
Syarat mutu meliputi; warna, bau, rasa sesuai label; protein; lemak;
pewarna tambahan; cemaran logam, dan; cemaran arsen maksimal = 0,1
mg/kg.

Gambar 3.2.3.1. Syarat mutu susu UHT


Penentuan syarat mutu tersebut dilakukan dengan melakukan sebuah uji
organoleptik terhadap produk susu. Menurut Soekarto (1990), uji
organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas
dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata, hidung,
mulut, dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran

26
subjektif karena didasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukur.
Pengujian dilakukan terhadap beberapa hal dibawah ini:
1. Uji warna
Warna merupakan salah satu parameter fisik suatu bahan pangan yang
penting. kesukaan konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan
oleh warna pangan tersebut. Warna suatu bahan pangan dipengaruhi oleh
cahaya yang diserap dan dipantulkan dari bahan itu sendiri dan juga
ditentukan oleh faktor dimensi yaitu warna produk, kecerahan, dan
kejelasan warna produk.
Ke dalam tabung reaksi, dimasukkan kurang lebih 5 ml susu,
kemudian dilihat dengan latar belakang putih. Diamati warna susu dan
kemungkinan adanya kelainan pada warna susu. Pengamatan dilakukan
oleh 10 orang panelis, warna susu normal (putih kekuningan) diberi skor
2 sedangkan warna susu yang menyimpang diberi skor 1.
2. Uji rasa
Rasa merupakan atribut mutu yang paling penting dalam menentukan
tingkat penerimaan terhadap suatu produk makanan. Rasa didefinisikan
oleh DeMan (1997) sebagai perasaan yang dihasilkan oleh sesuatu yang
dimasukkan ke mulut kemudian dirasakan oleh indera perasa pada suhu
mulut.
Susu dituangkan sedikit ke gelas sloki kemudian dicicipi dan rasakan
susu tersebut. Rasa susu yang menyimpang seperti rasa pahit (adanya
kuman-kuman pembentuk pepton), rasa tengik (disebabkan oleh kuman
asam mentega), rasa sabun (disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei)
rasa lobak (disebabkan oleh kuman coli), rasa anyir/amis (disebabkan
oleh kuman tertentu pada mastitis) diberi skor 1. Sedangkan rasa susu
normal, sedikit manis dan sedikit asin, diberi skor 2. Uji rasa dilakukan
oleh 10 orang panelis.
3. Uji aroma
Aroma merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
mutu suatu bahan pangan. Aroma suatu bahan pangan disebabkan oleh
adanya komponen yang mempunyai sifat volatil.

27
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan kurang lebih 5 ml susu,
kemudian dicium baunya. Pengamatan dilakukan oleh 10 orang panelis.
Bau susu normal: khas bau susu diberi skor 2 sedangkan bau yang
menyimpang diberi skor 1.
4. Uji protein
Cara uji kadar protein sesuai dengan SNI 01-2891-1992, cara uji
makanan dan minuman, butir 7.1, yaitu menggunakan metoda semi
mikro Kjeldhal dengan prinsip senyawa nitrogen diubah menjadi
amonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dengan NaOH. Amonia yang dibebaskan diikat dengan asam
borat dan kemudian dititrasi dengan larutan baku asam.
Contoh uji didestruksi dengan H2SO4 menggunakan CuSO4.5H2O
sebagai katalis dan K2SO4 untuk meningkatkan titik didihnya bertujuan
melepaskan nitrogen dari protein sebagai garam ammonium. Garam
amonium tersebut diuraikan menjadi NH3 pada saat destilasi
menggunakan NaOH. NH3 yang dibebaskan diikat dengan asam borat
menghasilkan ammonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan
larutan baku asam sehingga diperoleh total nitrogen. Kadar protein susu
diperoleh dari hasil kali total nitrogen dengan 6,38 (N x 6,38).
5. Uji kadar lemak
Cara uji kadar lemak susu sesuai dengan SNI 01-2891-1992, cara uji
makanan dan minuman, butir 8.4, yaitu menggunakan metoda ekstraksi
langsung dengan alat Soxhlet atau menggunakan metoda Gerber dengan
prinsip contoh direaksikan dengan H2SO4 dan amil alkohol, kemudian
kadar lemaknya langsung dibaca dari butirometer standar.
Uji ini dapat juga dilakukan dengan cara hidrolisis lemak yang
terkandung di dalam contoh dengan amonia dan alkohol kemudian
diekstraksi dengan eter. Ekstrak eter yang diperoleh kemudian diuapkan
sampai kering dalam pinggan aluminium dan kadar lemak dihitung
secara gravimetri.
6. Total padatan tanpa lemak

28
Total padatan tanpa lemak dihitung sebagai bobot contoh yang tersisa
setelah pemanasan dalam oven pada suhu 100°C (suhu konstan) selama 4
jam dikurangi kadar lemak.

7. Cemaran logam
Pengujian untuk menentukan cemaran logam-logam kadmium, timbal,
timah, dan merkuri/raksa yang terkandung dalam produk dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

- Penetapan cemaran kadmium (Cd) dan timbal (Pb)


Peleburan contoh sampel susu UHT yaitu dengan cara pengabuan
kering pada 500°C yang dilanjutkan dengan pelarutan dalam
larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
- Penetapan Timah (Sn)
Contoh sampel susu uht didestruksi dengan HNO 3 dan HCl
kemudian tambahkan KCl untuk mengurangi gangguan. Timah
dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada
panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi
N2O-C2H2.
- Penetapan Merkuri (Hg)
Reaksi antara senyawa merkuri dengan NaBH 4 atau SnCl2 dalam
keadaan asam akan membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang
terbentuk sebanding dengan absorbansi Hg yang dibaca
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala
pada panjang gelombang maksimum 253,7 nm.
8. Cemaran arsen (As)
Contoh sampel susu UHT didestruksi dengan asam menjadi larutan
arsen. Larutan As5+ direduksi dengan KI menjadi As3+ dan direaksikan
dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk AsH3 yang kemudian
dibaca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang
gelombang maksimal 193,7 nm.
9. Aflatoksin

29
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin
yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi
manusia dan hewan.
Aflatoksin mempunyai kurang lebih 20 macam derivat, akan tetapi
yang paling toksik adalah aflatoksin B1. Aflatoksin B1 dan B2 dapat
menghasilkan metabolit aflatoksin M1 dan M2 melalui hidroksilasi,
dimana keduanya dihasilkan jika sapi atau hewan ruminansia lainnya
memakan pakan yang terkontaminasi oleh aflatoksin B1 atau B2.
Aflatoksin M1 dan M2 ini kemudian akan diekskresikan melalui susu
yang dihasilkan sapi tersebut dan bisa saja mengkontaminasi produk dari
susu seperti keju dan yoghurt.
Pada prinsipnya, aflatoksin M1 dipisahkan dengan diekstraksi secara
selektif menggunakan Immuno Affinity Column (IAC) yang mengandung
antibodi spesifik. Antibodi akan secara selektif mengikat aflatoksin M1
(antigen) yang terkandung dalam ekstrak untuk membentuk kompleks
antibodiantigen. Komponen lainya dicuci dari kolom dengan
menggunakan air. Aflatoksin M1 dari kolom dielusi dengan asetonitril,
setelah eluat dijadikan konsentrat, jumlah aflatoksin M1 ditetapkan
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor
fluorometrik.
10. Cemaran mikroba
Cemaran mikroba adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari
mikroba yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Pada prinsipnya pertumbuhan bakteri mesofil aerob dilihat setelah
contoh sampel UHT diinkubasikan dalam pembenihan yang sesuai
selama 72 jam pada suhu 30 ± 1°C.
11. Angka lempeng total
Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga Total Plate Count (TPC)
adalah jumlah mikroba aerob mesofilik per gram atau per mililiter contoh
yang ditentukan melalui metode standar.
ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan pangan
namun kadang bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa

30
simpan/waktu paruh, kontaminasi dan status higienis pada saat proses
produksi.
Menghitung angka lempeng total dalam 0,1 mL contoh sampel susu
UHT yaitu dengan cara mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan
Petri dengan faktor pengenceran yang digunakan.
3.2.3. Uji Kemasan Produk Susu
Pengujian yang dilakukan terhadap kemasan produk susu ini
didasarkan pada kajian pustaka yang dilakukan oleh Puspitasari dan Maligan
(2019). Adapun pengujian kemasan produk susu ini adalah sebagai berikut:
1. Uji Destruktif
Uji destruktif pada kemasan dilakukan untuk mendeteksi adanya
seal yang lemah pada kemasan dengan melakukan perusakan atau
pembukaan terlebih dahulu pada kemasan.
- Uji menggunakan penetrasi tinta pada seal
Pengujian dengan menggunakan tinta dilakukan dengan
mengamati penetrasi tinta pada seal yang telah terbentuk. Bagian
seal yang telah terbentuk direndam dengan tinta berwarna merah
kemudian sisa tinta diambil sehingga tidak terjadi kesalahan
analisa. Kemudian, seal yang menempel dilepas untuk diamati.
Apabila terdapat tinta merah pada bagian penempelan seal maka
kemasan mengalami kebocoran karena tidak mampu menahan
rembesan tinta.
- Uji menggunakan larutan elektrolit
Uji dengan menggunakan larutan elektrolit mendeteksi
kebocoran pada permukaan kemasan maupun pada seal.
Pengujian ini dilakukan dengan membuka kemasan dan mengisi
bagian dalam dengan larutan elektrolit dan mencelupkan sebagian
kemasan ke dalam larutan elektrolit. Alat yang digunakan dalam
uji ini adalah amperemeter untuk mendeteksi adanya arus, bagian
ujung diletakkan pada bagian dalam kemasan dan bagian yang
lain diletakkan pada larutan elektrolit pada wadah pengujian.
Dimana apabila terdeteksi adanya arus atau perpindahan elektron

31
antara bagian dalam dengan bagian luar yang disebabkan oleh
adanya kebocoran pada kemasan.
- Uji menggunakan penarikan seal
Pengujian dengan penarikan seal dilakukan untuk menguji
kekuatan mekanik seal untuk menahan produk dalam kemasan.
Pengujian ini dilakukan dengan menarik seal ke arah yang
berlawanan sehingga diperoleh kekuatan seal yang diujikan. Seal
yang lemah akan mudah rusak dan tidak menempel dengan erat
sehingga apabila produk dalam kemasan diberi tekanan seperti
saat dilakukannya penumpukan selama distribusi atau
penyimpanan akan mudah mengalami kebocoran.
Pengujian destruktif dapat diterapkan dengan mudah selama
produksi untuk mengawasi kinerja tiap line mesin. Pengujian
destruktif lebih mudah untuk dilakukan karena alat yang mudah
ditemukan dan hasil dapat diperoleh dengan cepat. Namun,
pengujian destruktif memiliki kelemahan yaitu tidak mampu
mendeteksi kebocoran berukuran mikro.
2. Uji Non-Destruktif
Uji non-destruktif adalah metode pengujian yang dilakukan pada
kemasan tanpa melakukan perusakan atau pembukaan pada kemasan.
Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi adanya kebocoran berukuran
mikro maupun seal lemah. Metode ini dapat dilakukan dengan
pengamatan secara visual, maupun pengukuran melalui pendekatan
perpindahan gas. Kombinasi dari beberapa teknik dapat dilakukan
untuk memberikan hasil yang maksimal. Penggunaan teknik bergantung
pada kesediaan alat dan kemampuan personil operasi untuk
melaksanakan pengujian pada kemasan.
Sebagian besar pengujian non-destruktif pada kemasan
menggunakan pendekatan dengan mengukur perpindahan massa gas
antara bagian dalam dengan luar kemasan. Kemasan yang diujikan
dimasukkan ke dalam chamber pada alat dalam kondisi barometrik,
kemudian udara dalam chamber dihilangkan sehingga diperoleh kondisi

32
vakum. Kebocoran besar pada kemasan diujikan terlebih dahulu pada
menit pertama. Kemasan yang mengalami kebocoran mikro akan
terdeteksi karena adanya perpindahan volume gas yang berada di atas
ambang batas dari dalam kemasan ke dalam chamber yang vakum pada
menit kedua. Sedangkan, kemasan yang tidak mengalami kebocoran
memiliki debit perpindahan gas yang lebih rendah dibandingkan
ambang batas. Contoh dari hasil pengujian untuk mendeteksi kebocoran
mikro dengan menggunakan pendekatan perpindahan gas.
Kemasan dengan integritas yang baik akan memiliki permeabilitas
yang rendah, dimana perpindahan gas antara bagian dalam kemasan
dengan luar kemasan seminimal mungkin. Pengujian permeabilitas
dapat dilakukan dengan menggunakan kondisi yang mendorong untuk
terjadinya perpindahan massa, antara lain perbedaan relative humidity
(RH) pada bagian dalam kemasan dengan chamber pengujian sehingga
dapat mendeteksi adanya perpindahan air dari dalam sampel uji keluar
atau sebaliknya dengan mengamati perubahan massa pada awal
pengujian hingga akhir. Adanya celah atau kebocoran pada kemasan
akan memungkinkan bakteri atau gas yang dapat mempengaruhi
kualitas susu untuk masuk ke dalam produk. Kemasan yang mengalami
kebocoran akan menggembung dalam jangka waktu tertentu karena
susu terkontaminasi oleh bakteri sehingga terjadi penumpukan gas
dalam kemasan. Hal ini dapat dideteksi secara visual setelah produk
telah disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Keunggulan dari pengujian non-destruktif ini adalah kemampuan
deteksi hingga kebocoran yang berukuran mikro dimana hal ini dapat
mencegah adanya kerusakan produk akibat investasi mikroorganisme
ke dalam kemasan. Mikroorganisme mampu mempenetrasi kemasan
karena adanya kebocoran berukuran 0.2µm – 80µm. Namun, pengujian
dengan menggunakan metode non-destruktif memerlukan alat khusus
dan operator yang terlatih dalam melakukan pengujian. Oleh karena itu,
penggunaan kombinasi metode pengujian non-destruktif dapat
memberikan hasil yang sensitif dengan teknik yang cenderung mudah.

33
3.3. Pemasaran Produk Susu UHT di Indonesia
Perusahaan umumnya memakai tenaga penjual (salesman) untuk menjual
barang-barangnya pada distributor, pedagang besar (grosir), pedagang eceran
(retailer), atau langsung pada pengguna akhir (end user). Ini semuanya dikenal
dengan saluran distribusi. Salah satu saluran distribusi yang sangat strategis dan
penting adalah outlet retailer. Perusahaan pengecer (retailer) bukan lagi sebagai
lokasi penampungan bagi produk-produk yang dihasilkan produsen (principal)
sebaliknya sekarang bertindak sebagai perwakilan dari para pelanggan.
Pengecerlah yang sekarang menjadi penentu dalam memilih barang-barang
(product) apa yang paling tepat dan dapat memuaskan para konsumennya.
Berikut ini adalah contoh studi kasus penyaluran distribusi dari 3 perusahaan
penghasil susu UHT:
A. Pemasaran Ultrajaya Milk
Kekuatan utama PT Ultrajaya terletak pada visi pemasaran yang
terfokus – terus menerus membangun merek yang kuat dan memperlebar
ragam produk makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan
konsumen Indonesia.
Untuk melaksanakan hal ini, PT Ultrajaya telah melakukan investasi
yang signifikan dalam aktivitas pemasaran, teknologi, pengembangan
produk dan yang paling penting, distribusi.
Perusahaan ini termasuk salah satu perusahaan di Indonesia yang
memiliki jaringan distribusi yang paling luas, mencakup seluruh daerah
Indonesia, mulai dari Sumatera di ujung barat hingga Papua di ujung
timur. Hal ini dapat dicapai oleh adanya sistem distribusi yang terdiri dari
2.500 grosir yang bersama-sama melayani lebih dari 25.000 toko ritel
(toko modern dan tradisional), hotel dan pelanggan komersial.
Jaringan distribusi ini juga didukung oleh jaringan penjualan PT
Ultrajaya yang terdiri dari lebih 300 tenaga penjual, lebih dari 100
kendaraan, serta 9 depo dan kantor cabang di kota-kota besar, ditambah
lagi oleh beberapa distributor lokal.
Pasar utama PT Ultrajaya adalah Indonesia dengan populasi 200 juta
orang yang memiliki tingkat daya beli yang meningkat. Pasar domestik
mencapai 90 persen dari total produksi perusahaan ini. Namun sejak 1988,

34
perusahaan ini mulai aktif memasuki pasar ekspor ke negara-negara
tertentu.
B. Pemasaran Greenfields
PT. GREENFIELD INDO dalam melakukan pemasaran produk-
produknya di luar negeri dan di dalam negeri bekerjasama 2 distributor
besar, yaitu PT. So Good Food dan PT. Austasia Food by order sehingga
pihak PPIC dan logistik bisa melaksanakan produksi.
Infrastruktur distribusi untuk produk dairy. Keseluruhan peternakan
sapi di Indonesia berlokasi di pulau Jawa (36% di Jawa Timur, 32% di
Jawa Barat, dan 12% di Jawa Tengah), hal tersebut membuat proses
distribusi untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa menghadapi kesulitan
yang disebabkan karena buruknya infrastruktur seperti sistem pendinginan,
transportasi, dan jalur distribusi. 70% dari produksi produk-produk dairy
hanya tersedia dan dikonsumsi oleh daerah-daerah yang tersebar di pulau
Jawa, sedangkan 30% sisanya sangat terbatas pada daerah tertentu dengan
harga yang jauh lebih mahal yang disebabkan karena proses distribusi
yang panjang.
Syahbantha Sembiring, Indonesia Country Head Sales & Marketing
PT. Austasia Food menyebutkan Greenfields merupakan pemimpin pasar
untuk kategori susu segar. Ia mengklaim Greenfields meraih market share
sebesar 57,1% untuk kategori susu segarnya. “Saat ini, Greenfileds
memiliki 13 distributor yang akan terus bertambah ke daerah-daerah yang
potensial,” kata Syahbantha kepada Marketeers.
Selain masuk ke modern channel, Greenfields masuk ke food service,
seperti restoran, coffee shop, hingga bakery. Kanal utama yang disasar
adalah yang memiliki rak pendingin. Inilah yang menjadi kendala bagi
produk susu segar untuk masuk ke daerah.
Syahbantha menambahkan Greenfields memiliki peternakan sapi yang
berada di Malang, Jawa Timur. Hal ini menjadi diferensiasi Greenfields
dibanding merek susu lain. Peternakan sapi Greenfields di Malang
menghasilkan sekitar 120 ribu liter per hari.

35
“Saat ini, kami sudah mengekspor produk ke sejumlah negara, antara
lain Singapura, Vietnam, Hongkong, dan Malaysia. Sejauh ini, porsi untuk
pasar domestik masih 80% dan ekspor 20%,” tambahnya.
Untuk target market, sambung Syahbantha, awalnya Greenfields
menyasar kelas A dan B. Namun, melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang semakin membaik, Greenfields pun membidik kelas ekonomi C.
Komunikasi yang digunakan ke kalangan tersebut masih menggunakan
komunikasi yang fundamental, yaitu susu Greenfields baik untuk
dikonsumsi semua orang.
C. Pemasaran Frisian Flag
PT. Frisian Flag dalam memasarkan produknya melalui distributor-
distributor yang tersebar di seluruh Indonesia, kemudian distributor tersebut
mendistribusikan produknya melalui berbagai saluran (channel), mulai dari
general trade atau pasar tradisional seperti second dealer atau wholesaler,
retailer, out of home atau food service, kemudian channel modern trade
seperti hyper, super, dan mini market, serta channel lainnya seperti medical
(bidan, apotik).
Dalam menjalankan bisnisnya, Frisian Flag Indonesia menggunakan
distributor sebagai perpanjangan tangan dalam mendistribusikan produk
susu Frisian Flag. Perwakilan masing-masing distributor akan menangani
area coverage yang telah ditentukan oleh Frisian Flag Indonesia. Sebagai
perpanjangan tangan Frisian Flag dalam melakukan pendistribusian produk
susu, Frisian Flag bekerja sama dengan distributor di setiap cabangnya.
Untuk area Gresik dan Lamongan, Frisian Flag menunjuk PT. Multi Jaya
Sentosa (MJS) sebagai distributor untuk cabang Gresik. PT. Multi Jaya
Sentosa berkantor pusat di Surabaya dan memiliki kantor cabang di Gresik
dan Sidoarjo, hanya cabang Gresik yang bekerja sama dengan Frisian Flag
sedangkan cabang lain tidak. Multi Jaya Sentosa sendiri telah bekerja sama
dengan Frisian Flag Indonesia selama delapan tahun dalam pendistribusian
susu di area Gresik. Dengan kurun waktu delapan tahun tersebut, Multi Jaya
Sentosa dipandang sebagai distributor yang berpengalaman dalam
mendistribusikan produk Frisian Flag.

36
PT. Frisian Flag Indonesia dalam memasarkan produknya melalui
distributor, kemudian distributor melalui tim penjualan yang ada
memasarkan produk ke seluruh channel hingga sampai ke tangan
konsumen, tidak terkecuali melalui channel ritel itu sendiri.
Saluran ritel untuk PT. Frisian Flag mempunyai peran yang penting,
selain sebagai perantara juga untuk memperoleh informasi, promosi,
negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan risiko, pemilikan fisik,
pembayaran, serta hak milik. Distributor memiliki tugas yang penting dalam
mendistribusikan seluas dan semerata mungkin dalam memasarkan produk,
terutama melalui channel ritel termasuk dalam hal ini adalah single store
retail. Dengan melakukan distribusi produk secara merata dan luas, tentunya
perusahaan akan memiliki keunggulan bersaing artinya semakin tersedia
produk di saluran distribusinya, maka semakin memiliki peluang produk
untuk dibeli oleh konsumen disamping produk tersebut dapat mensubstitusi
produk pesaing.

37
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, kesimpulan yang dapat diambil
yaitu:
1. Tahapan proses produksi susu UHT yaitu penerimaan bahan baku,
pencampuran, terminasi, pasteurisasi, homogenisasi, sterilisasi, regenerasi
dan aseptic filling.
2. Adapun uji dan analisa produk susu UHT dilakukan secara menyeluruh pada
bahan baku, produk, dan kemasan baik segi fisik, kimiawi, dan biologi.
3. Sistem pemasaran produk susu UHT berbeda-beda tergantung produsen
(perusahaan) yang memasarkannya. Dengan pemasaran yang
memperhatikan kualitas dan kenyamanan konsumen.
4.2. Rekomendasi
Diharapkan pembaca bisa memperoleh manfaat dari makalah ini. Namun,
perlu ditekankan supaya pembaca juga membaca pengetahuan mengenai produksi,
uji dan analisa, serta pemasaran susu UHT tidak hanya dari makalah ini.
Sehingga, ilmu yang didapat bisa lebih maksimal.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Tugas Perancangan Pabrik I: Perancangan Pada Pabrik Plain UHT
Milk ”Milky Way – PT Dairy Farm Indonesia.” Program Studi Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anonim. 2016. Indonesia 2016 Dairy and Products Annual Report. Amerika
Serikat: Foreign Agricultural Service United States Department of
Agriculture.

Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2014. Standar Nasional Indonesia


3950:2014, Susu UHT (Ultra High Temperature). Jakarta, Indonesia: Badan
Standardisasi Nasional.

Cybex Pertanian. 2021. Peningkatan Kwalitas Susu Sapi Perah (pertanian.go.id)


(Diakses pada Sabtu, 29 Mei 2021 pukul 12.36 WIB)

DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung, Indonesia: Penerbit ITB.

Dian Pramesthi, A. 2015. Tesis Eksplorasi Strategi Peningkatan Penjualan Susu


Kental Manis pada Distributor Frisian Flag Indonesia Cabang Gresik.
Perpustakaan Universitas Airlangga, Program Magister Manajemen,
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga 2015

Dinda Pramestya, F. 2019. Analisa Sakarin pada Berbagai Macam Merk Susu
UHT di Pasar Pucang. Surabaya, Indonesia: Universitas Muhammadiyah
Surabaya.

EBPangan. 2006. Hazard Analysis and Critical Control Point Industri Susu UHT.

Lokadata. 2019. Konsumsi susu masih rendah, tapi produksi pun tak cukup
(lokadata.id) (Diakses pada Sabtu, 29 Mei 2021 pukul 16.24 WIB)

Mawarda. 2008. Uji Kualitas Susu Murni sebagai Bahan Baku untuk Produk Jadi
di PT Frisian Flag Indonesia. Depok: Universitas Indonesia

39
Prabandari, W. 2011. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Bahan Penstabil
terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Yoghurt Jagung.
Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Puspitasari, A., Maligan, J. M., 2019. Uji Integritas Kemasan pada Produk Susu
UHT: Kajian Pustaka. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan 2020
13(2): 64-70, Desember 2019

Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor,


Indonesia: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soekarto, S.T., 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi mutu Pangan.


Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Departemen Pendidikan dan
kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi 1nstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Staf Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020. Statistik


Peternakan dan Kesehatan Hewan 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik
Indonesia

Staf Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture. -. Indonesia Dairy. Jakarta,


Indonesia: Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro)

Sukma, Ramadhan. 2014. Tugas Akhir – TI091324: Pemodelan Sistem Industri


Pengolahan Susu KUD Nandhi Murni. Surabaya, Indonesia: Jurusan Teknik
Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Taufik, E. 2019. Rancangan Induk Industri Susu, Peluang dan Tantangannya.


FoodReview Indonesia Vol. 17 No. 6.

40

Anda mungkin juga menyukai