Anda di halaman 1dari 7

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

MASALAH ASCARIASIS PADA AYAM


BERIAJAYA1, ENY MARTINDAH2 dan IMAS SRI NURHAYATI2

1
Balai Besar Penelitian Veteriner
Jl. RE. Martadinata No 30 Bogor
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Jl. Raya Pajajaran Kav E - 59 Bogor

ABSTRAK

Ascariasis adalah penyakit cacing yang menyerang unggas dan disebabkan oleh Ascaridia galli. Cacing
ini terdapat di usus dan duodenum hewan unggas. Pada ternak ayam sering menyerang baik tipe pedaging
maupun tipe petelur, sedangkan pada ayam buras kemungkinan tertular lebih besar karena sistem
pemeliharaan yang bebas berkeliaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi cacing A. galli
diantaranya adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca.
Untuk melakukan pencegahan terhadap cacing ini maka harus diketahui faktor yang mempengaruhi infeksi
tersebut. Unggas muda harus dipisahkan dari unggas dewasa dan tempat unggas berkeliaran harus
mempunyai saluran air yang baik sehingga tidak terjadi penumpukan cairan di tanah dan tanah tidak menjadi
lembab. Tempat unggas dilepas harus sering dirotasi. Secara periodik litter di tempat pakan dan minum harus
sering dicampur dengan litter yang kering dari tempat lain. Infeksi yang berat dari cacing A. galli umumnya
terjadi pada kandang litter yang dalam dan sangat lembab. Setiap akan memasukkan ayam baru dalam
kandang litter, maka litter harus dibiarkan selama beberapa hari untuk penyuci hamaan dan pemanasan
sehingga diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung larva infektif juga ikut mati. Secara
berkala obat cacing dapat diberikan tergantung derajat infeksinya.
Kata kunci: Ascaridia galli, unggas, litter

PENDAHULUAN dunia. Unggas ini kemungkinan tertular cacing


ascariasis lebih besar apabila unggas ini tidak
Komoditas ternak unggas memegang dikandangkan. Selain itu iklim tropis dan
peranan yang sangat penting dalam penyediaan kelembaban yang tinggi memberi kondisi yang
protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 menguntungkan bagi perkembangan telur
produksi daging unggas diperkirakan mencapai cacing dan ketahan hidup larva dan telur
1.164,40 ribu ton akan memberi kontribusi infektif di alam. Cacing ini merupakan cacing
sebanyak 60,29 persen terhadap produksi nematode yang ukurannya paling besar
daging secara nasional. Ayang pedaging diantara jenis cacing pada unggas. Cacing
merupakan produsen utama daging unggas jantan berukuran 50-76 mm, sedang yang
yaitu mencapai 67,04 persen disusul berturut- betina 72-112 mm, mempunyai 3 bibir yang
turut ayam kampung, ayam petelur yang sudah besar. Telurnya berbentuk oval, berukuran 73-
diafkir dan itik sebesar 27,01; 4,04 dan 1,91 92 sampai 45-57 (SOULSBY, 1982).
persen. Selain itu unggas juga memberi
kontribusi yang sangat berguna dalam bentuk
PREVALENSI
telur. Produksi telur pada tahun 2004
diperkirakan mencapai 666,40 ribu ton akan
memberi kontribusi sebanyak 63,38 persen dari Faktor yang menyebabkan unggas
total produksi telur secara nasional yaitu mudah tercemar infeksi cacing A. galli adalah
unggas yang dibiarkan bebas berkeliaran.
mencapai 1051,40 ribu ton (DEPTAN, 2004).
Ascariasis adalah penyakit cacing yang Beberapa data menunjukkan bahwa di daerah
menyerang unggas dan disebabkan oleh cacing Zimbabwe, prevalen pada ayam yang bebas
berkeliaran adalah 48% pada yang muda dan
Ascaridia galli (SCHRANK, 1788) dengan
sinonim A. lineata, A. perspicillum. Cacing ini 24% pada yang dewasa (PERMIN et al., 2002).
Data yang hampir sama juga dilaporkan di
terdapat di usus dan duodenum semua jenis
Tanzania, prevalen pada yang muda adalah
unggas, Guinea fowl, Turkey, angsa dan
beberapa jenis burung liar di semua bagian di 69% dan pada yang dewasa 29% (MAGWISHA

194
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

et al., 2002). Selain itu pemeriksaan pasca menelan telur berembrio. Larva 4 dapat
mati pada 456 ayam kampung dari beberapa memasuki jaringan mukosa usus pada hari
kota di Kenya menunjukkan infeksi oleh pertama dan menetap sampai hari ke 8-17
cacing A. galli sebesar 10% (IRUNGU et al., (RUFF dan NORTON, 1997). Pada ayam yang
2004). Data ini menunjukkan walau angka berumur kurang dari 3 bulan setelah larva
prevalennya lebih rendah tetapi tidak berarti memasuki duodenum kemudian mengalami
ayam tersebut sehat karena ayam yang sama perubahan (moulting) menjadi larva 3 dan larva
juga terinfeksi dengan beberapa jenis cacing 4 serta berkembang menjadi dewasa lebih
yang lain. Data tahun 1994/1995 pada kurang 5-6 minggu setelah telur tertelan ayam,
peternakan ayam di Denmark juga sedangkan pada ayam yang berumur lebih dari
menunjukkan bahwa ayam dewasa terinfeksi 3 bulan periode tersebut sedikit lebih lama.
cacing A. galli sebesar 63.8% (PERMIN et al.,
1999). Data ini menunjukkan bahwa resiko
terbesar terhadap infeksi cacing terdapat pada GEJALA KLINIS
peternakan ayam dengan sistem dilepas
dipekarangan, tetapi resiko yang besar juga Gejala yang terutama dari infeksi cacing ini
terdapat pada sistem kandang litter yang terlihat selama masa prepaten, ketika larva
dalam. Kejadian akut ascaridiosis merupakan berada di dalam mukosa dan menyebabkan
problema pada peternakan ayam yang dapat enteritis yang kataral, tetapi pada infeksi berat
menimbulkan kerugian yang cukup besar dapat terjadi hemoragi (URQUHART et al.,
(GHOSH dan SINGH, 1994; AKOSO, 1993). 1987; SOULSBY, 1982). Unggas akan menjadi
anaemia, diare, lesu, kurus, kelemahan secara
umum dan produksi telur menurun. Selain itu
SIKLUS HIDUP infeksi berat juga dapat menyebabkan
kematian karena terjadi penyumbatan usus
Telur dikeluarkan melalui tinja dan (URQUHART et al., 1987). Pada pemeriksaan
berkembang di dalam udara terbuka dan pasca mati terlihat peradangan usus yang
mencapai dewasa dalam waktu 10 hari atau hemoragik dan larva yang panjangnya 7 mm
bahkan lebih. Telur kemudian mengandung ditemukan dalam mukosa usus. Selain itu
larva kedua yang sudah berkembang penuh dan kadang-kadang ditemukan parasit yang sudah
larva ini sangat resisten terhadap kondisi berkapur dalam bagian albumin dari telur.
lingkungan yang jelek. Telur tersebut dapat
tetap hidup selama 3 bulan di dalam tempat
yang terlindung, tetapi dapat mati segera PATOGENESISS
terhadap kekeringan, air panas, juga di dalam
tanah yang kedalamannya sampai 15 cm yang Unggas muda lebih peka terhadap infeksi
kena sinar matahari. Infeksi terjadi bila unggas dibanding unggas dewasa atau unggas yang
menelan telur tersebut bersama makanan atau pernah menderita infeksi cacing A. galli
minuman. Cacing tanah dapat juga bertindak sebelumnya. Defisiensi beberapa vitamin
sebagai vektor mekanis dengan cara menelan seperti A dan B terutama vitamin B 12,
telur tersebut dan kemudian cacing tanah terbut beberapa mineral dan protein merupakan
dimakan oleh unggas. Telur yang mengandung predisposisi terhadap infeksi yang berat.
larva dua kemudian menetas di proventrikulus Pemberian mangan (Mn) yang berlebih akan
atau duodenum unggas. Setelah menetas, larva meningkatkan bobot badan dan level Mn dalam
3 hidup bebas di dalam lumen duodenum darah tetapi tidak berpengaruh terhadap
bagian posterior selama 8 hari. Kemudian larva mortalitas dan banyaknya cacing A. galli dalam
3 mengalami ekdisis menjadi larva 4, masuk ke usus ayam (GABRASHANSKA et al., 1999).
dalam mukosa dan menyebabkan hemoragi. Selain itu pemberian Cobalt (Co) yang berlebih
Larva 4 akan mengalami ekdisis menjadi larva dalam dosis yang kecil akan meningkatkan
5. Larva 5 atau disebut cacing muda tersebut bobot badan dan menurunkan mortalitas
memasuki lumen duodenum pada hari ke 17, terhadap ascariasis (GABRASHANSKA et al.,
menetap sampai menjadi dewasa pada waktu 2002). Pemberian kombinasi antara Zn-Co-Mn
kurang lebih 28-30 hari setelah unggas akan menurunkan jumlah cacing sebesar 20.4%
dibanding ayam yang terinfeksi cacing tanpa

195
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

pemberian kombinasi tersebut KEPEKAAN AYAM


(GABRASHANSKA et al., 2004a). Pemberian
kombinasi tersebut juga akan mempengaruhi Kepekaan ayam terhadap infeksi cacing
rasio kelamin cacing dimana cacing jantan ascaris sangat dipengaruhi oleh umur
menjadi lebih banyak, penurunan daya (SOULSBY, 1982), jenis ayam (PERMIN dan
estabilishment larva cacing, peningkatan daya RANVIG, 2001; GAULY et al., 2001, 2002;
hidup ayam dan berat badan (GABRASHANSKA SCHOU et al., 2003), dosis infeksi (IKEME,
et al., 2004b). TEODOROVA dan 1971a), tipe kandang (SOULSBY, 1982), nutrisi
GABRASHANSKA (2002) dalam penelitian (IKEME, 1971c; SOULSBY, 1982; PERMIN et al.,
membandingkan antara pemberian ketiga 1998), sistem pemeliharaan (PERMIN dan
elemen Cu, Co dan Mn menyimpulkan bahwa RANVIG, 2001) dan cuaca (KUMARI dan
terapi yang optimal berisi bentuk garam murni THAKUR, 1999). Ayam yang lebih mudah lebih
dari Cu (Cu2(OH)3 Cl) dan ikatan organik dari rentan terhadap infeksi cacing A. galli
Mn (2Gly.MnCl2.2H2O) untuk memperbaiki dibandingkan ayam yang dewasa atau yang
defisiensi mineral dan perubahan patologi, telah mendapat infeksi sebelumnya (SOULSBY,
serta mengurangi angka kematian dan 1982; HE, 1990). Ayam yang berumur diatas 3
meningkatkan berat badan. bulan dianggap lebih resisten terhadap infeksi
Ayam yang berumur lebih dari 3 bulan dan hal ini berhubungan dengan peningkatan
lebih resisten terhadap infeksi dan ini jumlah sel-sel goblet di dalam mukusa usus
kemungkinan dihubungkan dengan peningkat- (SOULSBY, 1982). Hal yang bertolak belakang
an yang sangat nyata dari sel-sel goblet di menunjukkan bahwa umur ayam hanya
dalam mukosa saluran pencernaan (TIURA et sebagian kecil mempengaruhi terhadap
al., 2000). Selain itu kemungkinan ada zat resistensi terhadap A. galli karena ada juga
mucin dari duodenum yang menghambat ayam yang berumur muda tetapi mengandung
perkembangan larva cacing. Ayam yang sedikit cacing (IDI et al., 2004). Hal yang sama
terinfeksi cacing A. galli kemungkinan juga juga menunjukkan bahwa umur tampaknya
menjadi vektor yang potensial untuk tidak mempunyai pengaruh yang besar
penyebaran Salmonella enterica pada ayam terhadap resistensi terhadap infeksi cacing A.
(CHADFIELD et al., 2001). Selain itu infeksi galli pada ayam petelur (GAULY et al., 2005).
cacing A. galli juga mengganggu program HE (1990) menghubungkan pengaruh umur
vaksinasi terhadap Newcatle disease (ND). terhadap kekebalan alamiah dengan fenomena
Unggas yang diberi vaksin ND dan dibiarkan polimerisasi jaringan ikat sehingga jaringan
terinfeksi cacing A. galli akan menyebabkan ikat menjadi terlalu keras untuk dipenetrasi
penurunan titer antibodi setelah ditantang oleh larva cacing.
dengan virus ND (HORNING et al., 2003). Oleh Penelitian untuk membandingkan resistensi
karena itu dalam program vaksinasi ND terhadap infeksi A. galli dilakukan pada ayam
sebaiknya ayam dalam kondisi sehat dan tidak Lohman Brown (LB) dan Danish Landrace
terinfeksi cacing. (DL). Jumlah cacing dewasa dan telurnya lebih
Kebalikan efek terlihat antara Plasmodium banyak terlihat pada DL dibandingkan pada
gallinaceum dan A. galli pada ayam. Bila ayam ayam LB selama infeksi primer. Ini
sudah terinfeksi P. gallinaceum maka infeksi menunjukan bahwa breeding untukk mencari
oleh cacing A. galli jadi berkurang dan galur ayam yang resisten terhadap A. galli
menurun daya establishnya (JUHL dan PERMIN, mungkin dapat dilakukan (PERMIN dan
2002). Negatif interaksi juga terlihat antara RANWIG, 2001). GAULY et al (2002)
Pasturella multocida dan A. galli. Ayam yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah telur
terinfeksi A. galli akan menjadi peka terinfeksi cacing tiap gram tinja (TTGT) lebih tinggi
kolera unggas yang disebabkan oleh P. pada ayam Lohman putih dibanding Lohman
multocida (DAHL et al., 2002) coklat dimana keduanya diinfeksi tunggal 250
telur infektif cacing A. galli.

196
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

Akumulasi infeksi cacing A. galli terjadi makanan. Selain itu adanya peradangan
pada unggas yang dipelihara dalam kandang menyebabkan pelepasan zat-zat seperti
liter (sekam) yang tebal terutama karena terjadi histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrien,
peningkatan kelembaban (SOULSBY, 1982). peptida dan lain-lain yang dapat merangsang
Infeksi berat A. galli menyebabkan penurunan peningkatan motilitas otot-otot polos.
produksi telur pada kandang litter di breeder Peningkatan motilitas otot saluran pencernaan
dan layer komersial. menyebabkan gejala muntah dan diare.
Ayam yang diberi pakan dengan Gangguan penyerapan di usus terjadi
kandungan protein 10% dan diinfeksi dengan karena kerusakan jaringan, pemanfaatan zat-zat
10, 100 dan 1000 telur A. galli per hari selam hara oleh cacing dan anoreksia. Cacing dalam
enam minggu tanpa diberi suplemen vitamin jumlah besar akan menyebabkan penurunan
menunjukkan berat badan yang lebih rendah berat badan.
dibanding yang diberi suplemen vitamin
(IKEME, 1971c). PERMIN (1997) membuktikan
bahwa infeksi A. galli pada ayam yang dibei ANTELMINTIKA
protein 14% menunjukkan berat badan yang
lebih rendah dibanding denan kelompok yang Antelmintika adalah obat untuk membunuh
diberi protein 18%. cacing atau mengurangi jumlah cacing dalam
Menurut KUMARI dan THAKUR (1999) ada tubuh. Berdasarkan cara kerjanya maka
korelasi positif antara populasi cacing A. galli antelmintik dibagi dalam 5 kelompok (PERMIN
pada ayam dengan suhu, curah hujan dan dan HANSEN, 1998):
kelembaban. Umumnya jumlah cacing lebih Benzimidazole dan pro-benzimidazoles.
banyak pada musim hujan karena telur dapat Antelmintik ini bekerja menghambat fungsi
berkembang pada lingkungan yang lembab. mikrotubuli sehingga fungsi seluler cacing
rusak dan mati. Antelmintik kelompok ini
adalah albendazole, thiabendazole,
PENGARUH TERHADAP PENCERNAAN fenbendazole, parbendazole, flubendazole,
febantel dan thiophanat.
Infeksi parasit menyebabkan perubahan
patologi pada saluran pencernaan berupa
proliferasi jaringan, peradangan akut atau Neuromuscular acting compounds
kronis (CASTRO, 1990). Kerusakan epitel
menyebabkan munculnya sel-sel yang masih Antelmintik ini bekerja pada reseptor
muda yang belum dapat berfungsi untuk asetinkolin d dalam sistem syaraf cacing
menyerap makanan. Penyumbatan lumen usus menyebabkan depolarisasi yang persisten pda
dapat terjadi apabila banyak cacing sel otot dan sebagai akibatnya terjadi
berakumulasi dalam jumlah yang besar. Akibat kelumpuhan pada cacing sehingga mudah
dari penyumbatan menyebabkan terjadinya dikeluarkan dari usus oleh gerakan peristaltik.
akumulasi cairan dan menghalangi aliran Antelmintik kelompok ini adalah levamisol,
makanan. Bila terjadi berminggu-minggu akan pirantel dan morantel.
menimbulkan kematian.
Pengamatan histopatologi pada epitel usus GABA acting compounds
terlihat kerusakan pada villi dan atrofi. Pada
permukaan mukosa usus terjadi nekrosa dan Antelmintik ini bekerja pada sistem syaraf
membran mukosa kehilangan kemapuan yang menyebabkan syaraf presinap dirangsang
menyerap makanan (IKEME, 1971b). Pada untuk melepas Gama Amino Butyric Acid
infeksi berat terjadi enteritis dan hemoragi (GABA). Sebagai akibatnya cacing menjadi
sehingga ayam menjadi anaemia dan diare. lumpuk dan lemah sehingga dapat dikeluarkan
Ayam terlihat kurang bugar, kurus dan lemah dari usus oleh peristaltik. Antelmintik
serta produksi telur menurun (SOULSBY, 1982). kelompok ini adalah piperazin, avermectin
Infeksi cacing juga menyebabkan gangguan (ivermectin, doramectin, moxidectin).
sekresi hormon dan enzim yang berperan Avermectin mempunyai fungsi untuk
dalam proses pencernaan dan penyerapan membunuh endoparasit dan ektoparasit.

197
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

Salisilanid dan senyawa nitrofenol dewasa dan tempat unggas berkeliaran harus
mempunyai saluran iar yang baik sehingga
Antelmintik ini setelah diserap mudah tidak terjadi penumpukan cairan di tanah dan
melekat pada protein plasma sehingga dapat tanah tidak menjadi lembab. Rotasi tempat
digunakan untuk membunuh cacing penghisap unggas dilepas harus sering dilakukan.
darah. Antelmintik kelompok ini adalah Ayam yang dipelihara dalam kandang litter
klosantel, niklosamid, disofenol, bromsalan. dan harus cukup ventilasi. Secara periodik
litter di tempat pakan dan minum harus sering
dicampur dengan litter yang kering dari tempat
Inhibitor asetil kolin esterase lain. Infeksi yang berat dari cacing A. galli
umumnya terjadi pada kandang litter yang
Antelmintik ini mengandung organofosfat dalam dan sangat lembab.
seperti diklorvos dan neguvon. Antelmintik Setiap akan memasukkan ayam baru dalam
dalam kelompok 4 dan 5 sangat terbatas partai besar dalam kandang litter, maka litter
penggunaannya karena mempunyai spektrum harus dibiarkan selama beberapa hari untuk
yang sempit. penyuci hamaan dan pemanasan sehingga
Beberapa jenis antelmintika yang sering diharapkan litter menjadi kering dan telur yang
dipakai diantaranya: mengandung larva infektif juga ikut mati.
a. Piperazine. Antelmintik ini sangat
efektif untuk memberantas cacing A.
galli. Antelmintik ini dapat diberikan PENUTUP
dalam pakan atau minum. Dosis
pemberian 300-440 mg per kg pakan Ascariasis pada unggas merupakan masalah
atau 440 mg piperazin sitrat per liter. yang mengganggu produktivitas daging dan
Obat ini tidak berpengaruh terhadap telur pada unggas. Penanggulangan hanya
pertumbuhan atau produksi telurnya. dapat dilakukan dengan menerapkan metoda
b. Hygromycin B pada dosis 8 g per ton pencegahan yang ketat sehingga pengobatan
selama 8 minggu sangat efektif dengan obat cacing tidak harus dilakukan
memberantas cacing A. galli. secara terus menerus karena dikuatirkan akan
c. Albendazol dengan dosis 3,75 mg/kg terjadi resistensi antelmintik. Faktor-faktor
berat badan efektif untuk memberantas yang menimbulkan penyakit perlu dihindari
cacing A. galli. agar ternak unggas kemungkinan kecil tertular
d. Fenbendazol. Untuk kondisi lapang cacing A. galli.
maka dosis 15-20 mg/kg BB selama 3
hari berturut-turut dapat digunakan
PUSTAKA
memberantas infeksi cacing pada ayam
atau 30-60 ppm dalam pakan selama 6
AKOSO, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas bagi
hari berturut-turut, tetapi Yazwinski et Petugas Teknis Penyuluh dan Peternak.
al.(2002) menunjukkan bahwa dengan Kanisius. Yogyakarta.
dosis yang lebih rendah yaitu 16 ppm
dalam pakan selama 6 hari berturut- CASTRO, G.A. 1990. Intestinal Pathology. Di
turut dapat memberantas cacing ascaris dalam: Parasites: Immunity and Pathology.
The Consequences of Parasitic Infection in
pada turkey.
Mammals. Ed. BEHNKE J.M. Philadelphia.
e. Levamisol 37,5 mg/kg dalam air minum
Taylor and Francis.
atau makanan. Satu kaplet untuk 10
ekor ayam yang beratnya 1 kg CHADFIELD, M., A. PERMIN, P. NANSEN and M.
dilarutkan dalam air 2 liter minum atau BISGAARD. 2001. Investigation of the
dihancurkan dalam makanan 1 kg. Parasitic Nematode Ascaridia galli (SHRANK
1788) as a Potential Vector for Salmonella
Enterica Dissemination in Poultry. Parasitol.
PENCEGAHAN Res. 87: 317-325.

Ketika unggas ditaruh diluar kandang,


unggas muda harus dipisahkan dari unggas

198
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

DEPARTEMEN PERTANIAN. 2004. Buku Saku Following a Single Dose Infection. Vet.
Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Parasitol. 128(1-2):141-148.
Peternakan. Departemen Pertanian.
GHOSH, J.D. and J. SINGH. 1994. Acute
DAHL, C., A. PERMIN, J.P. CHRISTENSEN, M. Ascaridiosis in Chickens. A Report. Indian
BISGAARD, A.P. MUHAIRWA, K.M. Vet. J. 71: 717-719.
PETERSEN, J.S. POULSEN and A.L. JENSEN. HE, S. 1990. Imunologi Parasit. Fakultas
2002. The Effect of Concurrent Infections Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
with Pasteurella multocida and Ascaridia
galli on Free Range Chickens. Vet. Microbiol. HORNING G., S. RASMUSSENN, A. PERMIN and M.
86(4):313-324. BISGAARD. 2003. Investigation on the
Influence of Helminth Parasites on
GABRASHANSKA, M., S. TEPAVITCHAROVA, C.
Vaccination of Chickens Against Newcastle
BALAREW, M.M. GALVEZ-MORROS and P. Disease Virus Under Village Conditions.
ARAMBARRI. 1999. The Effect of Excess Trop. Anim. Hlth. Prod. 35: 415-424.
Dietary Manganese on Uninfected and
Ascaridia galli Infected Chicks. J. Helminthol. IDI A., A. PERMIN and K.D. MURRELL. 2004. Host
73(4):313-316. Age Only Partially Affects Resistance to
Primary and Secondary Infections with
GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA and M. Ascaridia galli (SCHRANK, 1788) in Chickens.
MITOV. 2002. The Effect of Cobalt Vet. Parasitol. 122(3): 221-231.
Compounds on Uninfected and Ascaridia
galli-Infected Chickens: a Kinetic Model for IKEME, M.M. 1971a. Effect of Different Levels of
Ascaridia galli Populations and Chicken Nutrition and Continuing Dosing of Poultry
Growth. J. Helminthol. 76(4): 303-310. with Ascaridia galli Eggs on the Subsequent
Development of Parasite Population.
GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA, M..M. Parasitol. 63: 233-250.
GALVEZ-MORROS, N. TSOCHEVA-
GAYTANDZHIEVA and M. MITOV. 2004a. IKEME, M.M. 1971b. Observation on the
Administration of Zn-Co-Mn Basic Salt to Pathogenicity and Pathology of Ascaridia
Chickens with Ascaridiosis. I. A Mathematical galli. Parasitol. 63: 169-179.
Model for Ascaridia galli Populations and IKEME, M.M. 1971c. Weight Changes in Chickens
Host Growth with and Without Treatment. Placed on Different Levels of Nutrition and
Parasitol. Res. 93(3): 235-41. Varying Degrees of Repeated Dosage with
GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA, M..M. Ascaridia galli Eggs. Parasitol. 63: 251-260.
GALVEZ-MORROS, N. TSOCHEVA- IRUNGU, L.W., R.N. KIMANI and S.M. KISIA. 2004.
GAYTANDZHIEVA, M. MITOV, S. ERMIDOU- Helminth Parasites in the Intestinal Tract of
POLLET and S. POLLET. 2004b. Indigenous Poultry in Parts of Kenya. J. S.
Administration of Zn-Co-Mn Basic Salt to Afr. Vet. Assoc. 75(1): 58-59.
Chickens with Ascaridiosis. II. Sex Ratio and
Microelement Levels in Ascaridia galli and in JUHL, J. and A. PERMIN. 2002. The Effect of
Treated and Untreated Chickens. Parasitol. Plasmodium gallinaceum on a Challenge
Res. 93(3): 242-247. Infection with Ascaridia galli in Chickens. Vet
Parasitol. 105(1): 11-19.
GAULY, M., C. BAUER, C. MERTENS and G.
KUMARI, R. and S. THAKUR. 1999. Infection
ERHARDT. 2001. Effect and Repeatability of
Pattern of Nematode Ascaridia galli in Gallus
Ascaridia galli Egg Output in Cockerels
gallus domesticus. J. Ecobiol. 11: 277-283.
Following a Single Low Dose Infection. Vet.
Parasitol. 96(4): 301-307. MAGWISHA, H.B., A.A. KASSUKU, N.C.
GAULY, M., C. BAUER, R. PREISINGER and G. KYVSGAARD and A. PERMIN. 2002. A
Comparison of the Prevalence and Burdens of
ERHARDT. 2002. Genetic Differences of
Helminth Infections in Growers and Adult
Ascaridia galli Egg Output in Laying Hens
Free-Range Chickens. Trop. Anim. Hlth. Prod.
Following a Single Dose Infection. Vet.
34(3): 205-214.
Parasitol. 103: 99-107.
PERMIN A. 1997. Helminths and Helminthosis in
GAULY M., T. HOMANN and G. ERHADT. 2005.
Poultry with Special Emphasis on Ascaridia
Age-Related Differences of Ascaridia galli
galli in Chickens. PhD Thesis. Denmark: The
Egg Output and Worm Burden in Chickens

199
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

Royal Veterinary and Agricultural University, Infections of 4 Different Commercial Layer-


Copenhagen. Lines. Br. Poult. Sci. 44(2): 182-185.
PERMIN A. and J.W. HANSEN. 1998. Epidemiology, SOULSBY, E. J. L. 1982. Helminths, Arthropods and
Diagnosis and Control of Poultry Parasites. protozoa of Domesticated Animals. 7th Ed.
FAO Animal Health Manual No.4. Rome. Bailliere, Tindall, London.
PERMIN A., P. NANSEN, M. BISGAARD and F. TEODOROVA, S.E. and M. GABRASHANSKA. 2002.
FRANDSEN. 1998. Ascaridia galli Infection in Optimal Treatment of Ascaridia galli-Infected
the Free Range Layers Fed on Diets with Chickens with Salts of Trace Elements and a
Different Protein Content. Br. Poult. Sci. 39: Kinetic Model for Chicken Growth. J.
441-445. Helminthol. 76(1): 79-85.

PERMIN, A. and H. RANVIG. 2001. Genetic TIURIA S., F. ATHAILLAH, B.P. PRIOSOERYANTO,
Resistance to Ascaridia galli Infections in F. SATRIJA, E.B. RETNANI dan Y. RIDWAN.
Chickens. Vet. Parasitol. 102: 101-111. 2000. Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia galli
Terhadap Respon Sel Goblet dan Sel Mast
PERMIN, A., M. BISGAARD, F. FRANDSEN, M. pada Usus Halus Ayam Petelur. Majalah
PEARMAN, J. KOLD and P. NANSEN. 1999. Parasitologi Indonesia 13: 40-48.
Prevalence of Gastrointestinal Helminths in
Different Poultry Production Systems. Br. URQUHART, G.M., J. ARMOUR, J.L. DUNCAN,
Poult. Sci. 40(4): 439-443. A.M. DUNN and F.W. JENNING. 1987.
Veterinary Parasitology. Second Ed. England:
PERMIN, A., J.B. ESMANN, C.H. HOJ, T. HOVE and Longman Scientific and Technical.
S. MUKARATIRWA. 2002. Ecto-, Endo- and
Haemoparasites in Free-Range Chickens in YAZWINSKI T.A., C. TUCKER, A. STELZLENI, Z.
the Goromonzi District in Zimbabwe. JOHNSON, J. ROBINS, K. DOWNUM, M.
Prev.Vet. Med. 54(3): 213-224. FINCHER, J. MATLOCK and H.D. CHAPMAN.
2002. Subclinical Effects and Fenbendazole
RUFF, M.D. and R.A. NORTON. 1997. Nematodes. Treatment of Turkey Ascaridiasis Under
Di dalam: Diseases of Poultry. Ed. CALNECK, Simulated Field Conditions. Avian Dis. 46(4):
W.B. H.J. BARNES, C.W. BEARD MC 886-892.
DOUGALD, Y.M. SAIF. 10th Ed. Iowa: Iowa
State University Press.
SCHOU, T., A. PERMIN, A. ROEPSTORFF, P.
SORENSEN and J. KJAER. 2003. Comparative
Genetic Resistance to Ascaridia galli

200

Anda mungkin juga menyukai