PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang penyebab penyakit
ascaridiasis
2. untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana gejalah klinis, vector
dan pengobatan penyakit ascaridiasis,
1.3 MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang cacing nematode yang
menimbulkan penyakit ascaridiasis sehingga mampu mengetahui gejalah klinis, vector dan
bagaimana pengobatan penyakit ascaridiasis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ASCARIDIASIS
Nematoda disebut juga cacing gilig karena parasit tersebut berbentuk bulat, tidak
bersegmen dan dilengkapi dengan suatu kutikula yang halus. Beberapa jenis Nematoda
mungkin mempunyai celah yang melintang. Pada Nematoda, cacing jantan biasanya dapat
dibedakan dari cacing betina (dengan beberapa pengecualian) oleh adanya 2 spikula kitin
pada bagian ujung belakang tubuh. Nematoda yang mempunyai siklus hidup langsung
melewati 4 tahap perkembangan sebelum menjadi dewasa. Nematoda dewasa yang hidup di
dalam tubuh unggas yang terinfeksi akan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses,
dan selanjutnya telur tersebut akan berkembang lebih lanjut membentuk embrio. Di dalam
lingkungan, jika telur berembrio ditelan oleh ayam, maka telur tersebut akan menetas di
dalam proventrikulus dari hospes dan berkembang menjadi larva. Selanjutnya larva tersebut
akan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam tubuh hospes (Charles, 2012).
Infeksi Ascaridia (Ascaridiasis) disebabkan oleh Ascaridia galli, Ascaridia dissimilis,
Ascaridia numidae, Ascaridia columbae, Ascaridia compar, Dan Ascaridia bonasae (dalam
makalah ini dibahas Ascaridia galli, Ascaridia columbae, dan Ascaridia dissimilis). Cacing
Ascaridia bersifat spesifik untuk suatu spesies tertentu dan tidak ada/hanya kecil
kemungkinan terjadi infeksi silang antara jenis unggas yang satu dan lainnya. Ascaridia galli
berparasit pada ayam, kalkun, burung dara, itik, dan angsa. Ascaridia dissimilis dapat
ditemukan pada kalkun, Ascaridia numidae ditemukan pada burung merak, Ascaridia
columbae berparasit pada burung dara, Ascaridia compar ditemukan pada burung puyuh, dan
Ascaridia bonasae berparasit pada sejenis ayam hutan (Charles, 2012).
3
proses digesti dan penyerapan nutrient sehingga dapat menghambat pertumbuhan (Charles,
2012).
(Charles, 2012)
Siklus hidup Ascaridia galli tidak membutuhkan hospes perantara. Penularan cacing
tersebut biasanya melalui pakan, air minum, litter atau bahan lain yang tercemar oleh feses
yang mengandung telur infektif. Ayam muda lebih sensitive terhadap kerusakan yang
ditimbulkan oleh Ascaridia galli. Pada umur 2 – 3 bulan, ayam akan membentuk kekebalan
berpaerantara selular terhadap cacing tersebut. Sejumlah kecil cacing Ascaridia galli yang
berparasit pada ayam dewasa biasanya dapat ditolelir tanpa adanya kerusakan tertentu pada
usus. Infestasi 10 ekor cacing pada ayam dewasa dianggap tidak berbahaya, namun lebih dari
75 ekor akan menimbulkan masalah tertentu. Infeksi Ascaridia galli dapat menimbulkan
penurunan berat badan yang berhubungan langsung dengan jumlah cacing yang terdapat di
dalam tubuh. Status nutrisi dari hospes juga penting karena penurunan berat badan lebih
tinggi pada ayam yang diberi pakan dengan kadar protein tingga dibandingkan dengan ayam
yang diberi protein lebih rendah. Pada infeksi berat dapat terjadi penyumbatan pada usus.
Ayam yang terinfeksi Ascaridia galli dalam jumlah yang besar akan kehilangan darah,
mengalami penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan
pertumbuhan, dan peningkatan mortalitas (Charles, 2012).
4
Infeksi Ascaridia galli tidak mempunyai pengaruh terhadap kadar protein darah, packed
cell – volume (PVC) atau kadar hemoglobin. Penyakit tersebut mempunyai efek sinergik
dengan penyakit lain, misalnya koksidiosis dan infectious bronchitis (IB). Beberapa ahli
melaporkan bahwa cacing tersebut dapat membawa reovirus dan menularkan virus tersebut.
Kadang – kadang Ascaridia galli ditemukan di dalam telur ayam; hal ini mungkin dapat
dihubungkan dengan kemungkinan cacing tersebut untuk bermigrasi ke dalam oviduk melalui
kloaka, sehingga cacing tersebut akan terbungkus oleh telur. Umur hospes dan derajat
keparahan infeksi oleh Ascaridia galli memegang peranan penting dalam kekebalan terhadap
cacing tersebut. Ayam yang berumur 3 bulan atau lebih menunjukkan adanya resistensi
terhadap infeksi Ascaridia galli. Status nutrisi ayam juga mempengaruhi pembentukkan
kekebalan terhadap cacing tersebut. Ayam yang diberi pakan dengan kadar vitamin A, B
kompleks, kalsium, dan lisin yang tinggi akan meningkatkan resistansi terhadap Ascaridia
galli (Charles, 2012).
Obat anti cacing yang paling sering digunakan untuk membasmi Ascaridia galli adalah
piperazin. Di samping itu, digunakan juga higromisin B (0,00088% - 0,00132%) dan kumafos
(0,004% untuk pullet atau 0,003% untuk petelur) melalui pakan untuk mengendalikan cacing
tersebut. Piperazin dapat diberikan pada ayam melalui pakan dengan dosis 0,2% - 0,4 %,
melalui air minum dengan dosis 0,1% - 0,2%, atau untuk sekali pengobatan dengan dosis 50
– 100 mg/ayam. Efek pengobatan yang maksimal hanya tercapai jika konsentrasi piperazin
yang kontak dengan cacing tergolong tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka obat
tersebut harus dikonsumsi oleh ayam dalam waktu beberapa jam. Piperazin mempunyai efek
narkotika sehingga cacing dapat dikeluarkan dalam keadaan hidup oleh adanya peristaltik
usus. Jika terdapat infeksi campuran antara Ascaridia galli dan Heterakis sp., maka perlu
diberikan suatu kombinasi antara piperazin (0,11%) dan fenotiazin (0,50% - 0,56%) untuk
sekali pengobatan (Charles, 2012).
Mengingat bahwa lalat dapat bertindak sebagai vector mekanik dari telur Ascaridia galli,
maka pengendalian yang terbaik terhadap cacing tersebut adalah kombinasi antara
pengobatan preventif dan manajemen yang optimal, meliputi sanitasi/desinfeksi ketat dan
pembasmian lalat. Pengobatan pencegahan pada pullet biasanya diberikan sekitar umur 5
minggu, kemudian diulang pada interval 4 minggu sampai ayam mencapai umur 21 minggu.
Pada kandang system litter, frekuensi pemberian obat anti cacing biasanya antara 3 – 5 kali
pada daerah risiko tinggi terhadap infeksi Ascaridia galli. Infeksi ulangan biasanya terjadi
jika ayam menelan telyr berembrio. Di samping pengobatan dengan anti cacing, maka perlu
5
juga diberikan vitamin A selama 5 – 7 hari untuk membantu kesembuhan mukosa usus yang
rusak akibat cacing tersebut (Charles, 2012).
6
(Thomas, 1993)
7
8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Parasit helmin (cacing) secara alami ditemukan pada berbagai jenis unggas peliharaan.
Beberapa spesies parasit cacing kerapkali ditemukan secara kebetulan pada waktu melakukan
bedah bangkai pada unggas. Dua golongan utama parasit internal pada unggas adalah
Nematoda (cacing gilig), yang termasuk Nemathelminthes dan Cestoda (cacing pipih), yang
termasuk Plathyhelminthes. Nematoda dewasa yang hidup di dalam tubuh unggas yang
terinfeksi akan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses, dan selanjutnya telur
tersebut akan berkembang lebih lanjut membentuk embrio. Di dalam lingkungan, jika telur
berembrio ditelan oleh ayam, maka telur tersebut akan menetas di dalam proventrikulus dari
hospes dan berkembang menjadi larva. Cacing Ascaridia bersifat spesifik untuk suatu spesies
tertentu dan tidak ada/hanya kecil kemungkinan terjadi infeksi silang antara jenis unggas
yang satu dan lainnya. Ascaridia galli berparasit pada ayam, kalkun, burung dara, itik, dan
angsa. Ascaridia dissimilis dapat ditemukan pada kalkun, Ascaridia columbae berparasit pada
burung dara atau merpati.
9
DAFTAR PUSTAKA
Baskett, Thomas S. 1993. Ecology And Management Of The Mourning Dove. Usa: Stackpole
Books
10