Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK VETERINER


KASUS ASCARIASIS (Ascaridia galli) PADA AYAM BROILER

Oleh:
Mohammad Exceltyanto Widodo, S.KH.

NIM. 2109612003
Gelombang 20 Kelompok I

LABORATORIUM KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

2022
PENDAHULUAN

Peternakan ayam ras mengalami perkembangan yang sangat pesat dan


bersifat komersial yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan
kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri (Samadi, 2012).
Menurut (Sudarmono, 2003) keberhasilan usaha ternak ayam petelur didukung
oleh tersedianya bahan baku pangan berupa jagung dan hasil produk pertanian,
berkembangnya pabrik makanan ternak ayam dan obat-obatan yang semakin
merata. Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap peningkatan produktivitas ayam. Gangguan kesehatan biasanya dapat
disebabkan parasit berupa ektoparasit dan endoparasit. Salah satu penyakit sering
mengancam kesehatan peternakan ayam petelur dan ayam kampung adalah parasit
cacing (endoparasit) (Fadilah, 2005).

Parasit adalah organisme yang hidup baik di luar maupun di dalam tubuh
hewan yang untuk kelangsungan hidupnya mendapatkan perlindungan dan
memperoleh makanan dari induk semangnya. Parasit dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, endoparasit dan ektoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup pada
permukaan luar tubuh inang, sedangkan endoparasit yaitu parasit yang hidup pada
organ seperti hati, limfa, otak, sistem pencernaan, sirkulasi darah, pernafasan,
rongga perut, daging dan jaringan tubuh (Purbomartono et al., 2010). Ascaridia
galli merupakan nematoda parasitik yang sering ditemukan pada unggas termasuk
ayam (Susanti dan Prabowo, 2014). Parasit tersebut menyebabkan kerugian
berupa penurunan berat badan dan hambatan pertumbuhan, penurunan produksi
telur serta penurunan kualitas telur. Meskipun dikenal luas selama berabad-abad
memiliki dampak sangat besar pada industri perunggasan, di Indonesia nematoda
belum mendapat banyak perhatian sehubungan dengan memahami biologinya
(Zalizar et al., 2007).

Ascariasis merupakan penyakit cacing yang dapat menyerang unggas dan


disebabkan oleh cacing Ascaridia galli dengan sinonim A. lineata, A.
perspicillum. Cacing ini terdapat di usus dan duodenum semua jenis unggas,
angsa dan beberapa jenis burung liar di semua bagian di dunia. Unggas memiliki
kemungkinan besar terinfeksi cacing ascariasis apabila tidak dikandangkan.
Infeksi cacing Ascaridia galli tidak langsung menyebabkan kematian, tetapi dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan ayam. Cacing Ascaridia galli hidup
di dalam lumen usus halus dan dapat menyebabkan kerusakan fisik jaringan
sehingga penyerapan zat-zat makanan terganggu, yang mengakibatkan ayam
menjadi kurus dan lemah. Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi cacing
Ascaridia galli diantaranya adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe kandang,
nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca. Untuk melakukan pencegahan terhadap
infeksi cacing ini maka harus diketahui faktor yang mempengaruhi infeksi
tersebut (Al-ghazali, 2017).

ETIOLOGI

Klasifikasi Ascaridia galli, filum : nemathelminthes, kelas: nematode ordo :


ascaridia, famili : heterakidae, Genus : ascaridia, spesies : ascaridia galli
(Dwijayanti, 2008). Ascariasis merupakan penyakit cacing yang dapat menyerang
unggas dan disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Nama lain dari spesies ini
adalah A. lineata, A.perspicillum. Cacing ini adalah cacing nematode yang
ukurannya paling besar diantara jenis cacing pada unggas, berbentuk bulat,
berwarna putih, tidak berpigmen dan dilengkapi dengan kutikula yang halus. Pada
cacing jantan, ukurannya 50-76 mm, sedangkan pada betina berukuran 72-112
mm dengan diameter 0,5-1,2 mm dan memiliki tiga (3) bibir yang besar. Telurnya
yang berbentuk oval, dimana ukuran telur tersebut 73-92 ᵘᵐ (Al-ghazali, 2017).
Gambar 1. Larva 2 A. galli. (a) filamen, (b) perpanjangan selubung ekor, (c)
ujung ekor.

Gambar 2. Telur Ascaridia galli.

SIKLUS HIDUP

Gambar 3. Siklus hidup cacing Ascaridia galli

Cacing dewasa hidup dalam ayam terinfeksi kemudian bereproduksi dan


bertelur. Telur cacing keluar bersama eksreta ayam dan mengontaminasi
lingkungan yang kemudian termakan oleh individu atau kelompok ayam di
sekitarnya. Menurut Bhara et al. (2017) Telur dikeluarkan melalui tinja dan
berkembang di dalam udara terbuka dan mencapai dewasa dalam waktu 10 hari
atau bahkan lebih. Telur kemudian mengandung larva kedua yang sudah
berkembang penuh dan larva ini sangat resisten terhadap kondisi lingkungan yang
jelek. Telur tersebut dapat tetap hidup selama 3 bulan di dalam tempat yang
terlindung, tetapi dapat mati segera terhadap kekeringan, air panas, juga di dalam
tanah yang kedalamannya sampai 15 cm yang terkena sinar matahari. Infeksi
terjadi bila unggas menelan telur tersebut bersama makanan atau minuman.
Cacing tanah dapat juga bertindak sebagai vektor mekanis dengan cara menelan
telur tersebut dan kemudian cacing tanah tersebut dimakan oleh unggas. Telur
yang mengandung larva kedua kemudian menetas di proventrikulus atau
duodenum unggas. Setelah menetas, larva ketiga hidup bebas di dalam lumen
duodenum bagian posterior selama 8 hari. Kemudian larva ketiga mengalami 6
ekdisis menjadi larva keempat. Pada ayam yang berumur kurang dari 3 bulan
setelah larva memasuki duodenum kemudian mengalami perubahan (moulting)
menjadi larva ketiga dan larva keempat serta berkembang menjadi dewasa lebih
kurang 5-6 minggu setelah telur tertelan ayam, sedangkan pada ayam yang
berumur lebih dari 3 bulan periode tersebut sedikit lebih lama. Larva keempat
dapat memasuki jaringan mukosa usus pada hari pertama dan menetap sampai hari
ke 17 dan menyebabkan hemoragik. Larva keempat akan mengalami ekdisis
menjadi larva kelima. Larva kelima atau disebut cacing muda tersebut memasuki
lumen duodenum pada hari ke 17, menetap sampai menjadi dewasa pada waktu
kurang lebih 28-30 hari setelah unggas menelan telur berembrio.

KEPEKAAN AYAM
Kepekaan ayam terhadap infeksi cacing ascaris sangat dipengaruhi oleh
umur dan jenis ayam (Permin dan Ranvig, 2001; Gauly et al., 2007), dosis infeksi,
tipe kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca. Ayam yang lebih mudah
lebih rentan terhadap infeksi cacing Ascaridia galli dibandingkan ayam yang
dewasa atau yang telah mendapat infeksi sebelumnya. Hal yang sama juga
menunjukkan bahwa umur tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang besar
terhadap resistensi terhadap infeksi cacing Ascaridia galli pada ayam petelur
(Gauly et al., 2007).

GEJALA KLINIS

Gejala yang terutama dari infeksi cacing ini terlihat selama masa prepaten,
ketika larva berada di dalam mukosa dan menyebabkan enteritis yang kataral,
tetapi pada infeksi berat dapat terjadi hemoragi. Unggas akan menjadi anemia,
diare, lesu, kurus, kelemahan secara umum dan produksi telur menurun. Selain itu
infeksi berat juga dapat menyebabkan kematian karena terjadi penyumbatan usus.
Pada pemeriksaan pasca mati terlihat peradangan usus yang hemoragik dan larva
yang panjangnya 7 mm ditemukan dalam mukosa usus. Selain itu kadang-kadang
ditemukan parasit yang sudah berkapur dalam bagian albumin dari telur (Adang et
al., 2012).

PATOGENESA
Unggas muda lebih peka terhadap infeksi dibanding unggas dewasa atau
unggas yang pernah menderita infeksi cacing Ascaridia galli sebelumnya.
Defisiensi beberapa vitamin seperti A dan B terutama vitamin B 12, beberapa
mineral dan protein merupakan predisposisi terhadap infeksi yang berat.
Pemberian mangan (Mn) yang berlebih akan meningkatkan bobot badan dan level
Mn dalam darah tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas dan banyaknya
cacing Ascaridia galli dalam usus ayam (Gabrashanska et al., 2004). Selain itu
pemberian Cobalt (Co) yang berlebih dalam dosis yang kecil akan meningkatkan
bobot badan dan menurunkan mortalitas terhadap ascaridiosis (Gabrashanska et
al., 2004). Pemberian kombinasi antara Zn-Co-Mn akan menurunkan jumlah
cacing sebesar 20,4% dibanding ayam yang terinfeksi cacing tanpa pemberian.
Gabrashanska et al. (2004) membuktikan bahwa ayam yang diberi garam yang
mengandung ZnCo-Mn kemudian diinfeksi dengan 1450 telur infektif Ascaridia
galli mampu menekan pertumbuhan cacing tersebut. Faktor predisposisi yang
paling penting dalam penyebaran penyakit kecacingan akibat Ascaridia galli
antara lain umur yang masih muda, koksidiosis serta defisiensi vitamin A dan
protein. Kerentanan ayam terhadap infeksi cacing Ascaridia galli dipengaruhi
umur dan ras. Anak ayam lebih peka dari pada ayam dewasa, ayam White
Leghorn lebih peka dari pada ayam ras lainnya. Ayam yang berumur lebih dari
tiga bulan lebih tahan terhadap kecacingan. Hal ini ada kaitannya dengan
meningkatnya sel-sel goblet dalam usus. Selain umur dan ras, pakan dan kondisi
litter juga mempengaruhi kerentanan ayam terhadap infeksi Ascaridia galli. Faktor
predisposisi yang paling penting dalam penyebaran penyakit kecacingan akibat
Ascaridia galli antara lain umur yang masih muda, koksidiosis serta defisiensi
vitamin A dan protein. Perubahan patologi anatomi yang terlihat adalah kekurusan
yang sangat mencolok pada daerah dada dan paha. Kepucatan pada daerah paruh
dan jengger yang mengindikasikan anemia. Kerusakan pada mukosa duodenum
terjadi pada saat cacing muda menancapkan diri pada mukosa (Khatimah, 2017).

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Unggas muda harus dipisahkan dari unggas dewasa, dan lingkungan


tempat unggas dipelihara harus mempunyai saluran air yang baik sehingga air
tidak tergenang ditanah. Ayam yang dipelihara dalam kandang litter harus cukup
ventilasi dan secara periodik litter diganti, tempat pakan dan minum harus sering
dibersihkan. Infestasi yang berat dari cacing A.galli umumnya terjadi pada
kandang dengan litter yang tebal dan sangat lembab. Setiap akan memasukkan
ayam baru dalam partai besar dalam kandang litter, maka litter harus dibiarkan
selama beberapa hari untuk dilakukan penyuci hamaan dan pemanasan sehingga
diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung larva infektif juga
ikut mati. harus sering dibersihkan. Infestasi yang berat dari cacing A.galli
umumnya terjadi pada kandang dengan litter yang tebal dan sangat lembab. Setiap
akan memasukkan ayam baru dalam partai besar dalam kandang litter, maka litter
harus dibiarkan selama beberapa hari untuk dilakukan penyuci hamaan dan
pemanasan sehingga diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung
larva infektif juga ikut mati (Direktorat kesehatan hewan, 2014).
PENGOBATAN
Pengobatan terhadap Ascaridia galli yang paling sering dilakukan dengan
pemberian piperazine. Anthelmentik ini sangat efektif, dapat diberikan melalui
makanan atau minuman. Dosis pemberiannya 300-440 mg per kg pakan atau 440
mg piperazine sitrat per liter. Selain itu dapat digunakan juga hygromisin B dosis
8 gr per ton selama 8 minggu. Albendazol dosis 3,75mg/ kg bb, Fenbendazol
dosis 15-20 mg/kg bb selama 3 hari berturut-turut dapat digunakan memberantas
infestasi cacing pada ayam atau 30-60 ppm dalam pakan selama 6 hari berturut-
turut, Levamisol 37,5 mg/kg dalam air minum atau makanan. Satu kaplet untuk 10
ekor ayam yang beratnya 1 kg dilarutkan dalam air 2 liter melalui minum atau
dihancurkan dalam makanan 1 kg (Direktorat kesehatan hewan, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Adang, L., P. Abdu., J. Ajanusi., J Oniye., dan A. Ezealor. (2012). Effects of
Ascaridia galli check for this species in other resources infection on body
weight and blood parameters of experimentally infected domestic pigeons
(Columba livia domestica) in Zaria, Nigeria. Revista Científica UDO
Agrícola.
Al-ghazali, I. 2017. Identifikasi dan penanganan kejadian Ascariasis(Ascariadia
galli) pada ayam layers di PT. Inti Tani Satwa Kab. Maros. Universitas
hasanudin. Makasar.
Samadi B. 2012. Buku Terlengkap Sukses Beternak Ayam Ras Petelur dan
Pedaging. Jakarta: Pustaka Mina.
Bharat, G. A., N.P Kumar., B. Subhasish., dan B. Ria. (2017). A report of
Ascaridia galli in commercial poultry egg from India. Journal of World’s
Poultry Research.7(1), 23-26.
Darmawi, B. U., M. Hambal., R. Tiuria., B.P Priosoeryanto., dan E. Handharyani.
(2012). The ability of Immunoglobulin yolk recognized the antigen in the
tissue of Ascaridia galli. Jurnal Media Peternakan 35: 190-195.
Fadilah, R. 2005. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Jakarta:
Agromedia Media Pustaka
Gauly, M., C. Duss., dan G. Erhardt., (2007). Influence of Ascaridia galli
infections and anthelmintic treatments on the behaviour and social ranks
of laying hens (Gallus gallus domesticus). Vet. Parasitol. 146, 271–280.
Mubarokah, W. W., J. Daryatmo., B.P Widiarso., dan P. Sambodo. (2019).
Morfologi Telur dan Larva 2 Ascaridia Galli pada Ayam Kampung.
Jurnal Ilmu Peternakan Dan Veteriner Tropis (Journal of Tropical
Animal and Veterinary Science).
Sudarmono AS. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Jakarta:
Penerbit Kanisius.
Susanti, A.E. and Prabowo, A. 2014. The potential of pinang (Areca catechu) as
an anthelmintic for livestock. Proceedings of the National Seminar on
Environmentally Friendly Agriculture Supporting Bioindustry in
Palembang Sub-Optimal Land. September 16th 2014.
Zalizar, L., F. Satrija., R. Tiuria., dan D.A Astuti. (2007). Respon Ayam yang
Mempunyai Pengalaman Infeksi Ascaridia galli Terhadap Infeksi Ulang
dan Implikasinya Terhadap Produktivitas dan Kualitas Telur. J. Animal
Production 9(2): 92-98.

Anda mungkin juga menyukai