Disusun Oleh :
1709511038
KELAS B
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah, saya dapat menyelesaikan paper yang berjudul “resistensi genetic sapi
terhadap bakteri salmonella spp. Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Patologi Veteriner Umum yang sudah memberikan kepercayaan
kepada saya untuk menyelesaikan tugas ini.
Saya sangat berharap paper ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan mengenai peran resistensi genetik dalam perjalanan penyakit.
Saya pun menyadari bahwa di dalam paper ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan paper yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan paper sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Tidak lupa saya memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat
kata-kata yang kurang berkenan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Bab II Pembahasan.......................................................................................................... 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Mikroorganisme dan parasite ini dapat hidup dalam tubuh inang sebagai bentuk
simbiosis. Ada tiga kategori simbiosis yang terjadi yaitu mutualisme, komensalisme dan
parasitisme. Simbiosis parasitisme inilah yang disebut sebagai bagian dari mekanisme
penyakit. Dalam jangka panjang tubuh akan merespon dengan menggerakan suatu kesatuan
tempur dari mekanisme pertahan. Kemampuan mencegah penyakit yang akan memasuki
mekanisme pertahanan disebut resistensi (kekebalan). Tanpa resistensi disebut kerentanan.
1. Untuk mengetahui gen pada host yang terlibat dalam resistensi genetik sapi terhadap
penyakit bakteri salmonella spp
4
BAB II
PEMBAHASAN
Resistensi genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula peka terhadap
suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak peka atau
memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini karena gen bakteri mendapatkan
elemen genetik yang terbawa sifat resistensi. Yaitu resistensi bakteri yang terjadi karena
perubahan genetik meliputi kromosom maupun ekstra kromosom. Perubahan genetik dapat
ditransfer atau dipindahkan dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya melalui berbagai
mekanisme.
a. Resistensi kromosomal
Resistensi kromosomal bakteri terhadap antibiotik dapat terjadi karena adanya mutasi
DNA yang mengontrol kecocokan (susceptibility) terhadap obat tertentu. Resistensi bakteri
terhadap antibiotik yang mempunyai sebab genetik kromosal terjadi secara spontan, misalnya
karena terjadi mutasi spontan terhadap lokus DNA (Deoksi Nukleat Acid) yang mengontrol
kecocokan (susceptibility) terhadap antibiotik tertentu.
b. Resistensi ekstrakromosomal
5. Dapat pula berpindah atau dapat dipindahkan dari spesies ke spesies lain
5
• Faktor R (Gen Resisten)
Faktor R adalah satu golongan plasmid yang membawa gen-gen resisten terhadap satu
atau lebih antibiotik. Gen dalam plasmid yang sering kali menyebabkan resistensi obat
dengan memproduksi enzim-enzim yang dapat merusak daya kerja obat.
Bakteri Gram negatif umumunya memiliki fili pada struktur tubuhnya. Fili merupakan
rambut pendek dan keras di sekililing bada sel bakteri Fili terdiri dari subunit-subunit protein.
Terdapat dua jenis fili :
1. Fili yang memegang peranan dalam adhesi kuman dengan tubuh hospes
2. Fili seks, yaitu fili yang berfungsi dalam konjugasi 2 sel bakteri.
Fili seks inilah yang berperan dalam konjugasi terhadap bakteri lain dan memberikan
gen resisten pada suatu antibiotik.
• Toksin
Beberapa toksin dari bakteri merupakan produk dari plasmid sehingga toksin yang
dihasilkan bakteri menghambat antibiotik untuk bekerja membunuh bakteri.
Contohnya : Pada kasus diare yang disebabkan bakteri Escherichia coli pemberian
antibiotik justru memperparah diare karena Escherichia coli yang menghasilkan toksin
enteroksigenik sehingga antibiotik sendiri bisa menyebabkan diare dan mendorong timbulnya
bakteri yang resisten.
6
2.2 Mekanisme Timbulnya Resistensi
Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat. Resistensi intrinsik
terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan
pada turunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat mutasi khromosomal
atau akibat transfer DNA.
Sifat resistensi melibatkan perubahan genetik yang bersifat stabil dan diturunkan dari
satu generasi ke generasi lainnya, dan setiap proses yang menghasilkan komposisi genetik
bakteri seperti mutasi, transduksi (transfer DNA melalui bakteriofaga), transformasi (DNA
berasal dari lingkungan) dan konjugasi (DNA berasal dari kontak langsung bakteri yang satu
ke bakteri lain melalui pili) dapat menyebabkan timbulnya sifat resisten tersebut. Proses
mutasi, transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang terutama berperan di dalam
timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif, sedangkan pada bakteri
batang Gram negatif semua proses termasuk konjugasi bertanggung jawab dalam timbulnya
resistensi (Sande, 1990).
Seperti proses mutasi khromosom yang lain, mutasi yang menimbulkan keadaan
resisten terhadap antibiotik juga merupakan peristiwa spontan, terjadi secara acak, tidak
dipengaruhi frekuensinya oleh kondisi seleksi atau antibiotik, kecuali antibiotik tersebut
7
sendiri adalah mutagen yang mampu meningkatkan angka mutasi. Perubahan yang terjadi
pada mutasi biasanya mengenai satu pasangan basa pada urutan nukleotida gen. Mutasi
khromosom mengakibatkan perubahan struktur sel bakteri antara lain perubahan struktur
ribosom yang berfungsi sebagai “target site”, perubahan struktur dinding sel atau membran
plasma menjadi impermeabel terhadap obat, perubahan reseptor permukaan dan hilangnya
dinding sel bakteri menjadi bentuk L (“L-form”) atau sferoplast. Penggunaan antibiotik
secara luas dan dalam jangka waktu yang lama merupakan proses seleksi, sehingga galur
mutan akan bekembang biak menjadi dominan di dalam populasi.
Plasmid R ditemukan sekitar tahun 1960-an dan telah menyebar luas pada populasi
bakteri komensal maupun patogen. Plasmid adalah elemen genetic ekstrakromosom yang
mampu mengadakan replikasi secara otonom. Pada umumnya plasmid membawa gen
pengkode resisten antibiotik. Resistensi yang diperantarai oleh plasmid adalah resistensi yang
umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mobil bila
dibandingkan dengan yang berlokasi pada kromosom. Oleh karena itu gen resistensi yang
berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari satu sel ke sel lain.
8
Sifat resistensi dengan perantaraan plasmid biasanya berhubungan dengan sintesis
protein yang bekerja secara enzimatik merusak obat atau memodifikasi obat menjadi bentuk
yang tidak bersifat bakteriostatik-bakterisid. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada tabel 3 di
bawah.
Resistensi dapat terjadi pada bakteri Salmonella spp. yang merupakan salah satu
bakteri komensal pada pencernaan hewan dan hampir semua galur bersifat patogen. Infeksi
Salmonella merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas pada sapi, dan hewan
yang terinfeksi secara subklinis sering ditemukan. Sapi adalah hewan yang diduga merupakan
reservoir penting untuk infeksi manusia (Wray dan Davies, 2000). Pemakaian antibiotik yang
kurang baik di peternakan asal di Australia dapat meningkatkan potensi resistensi bakteri
tersebut terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik sekarang menjadi perhatian penting di
bidang kesehatan masyarakat, terutama pada bidang pengobatan yang menyebabkan hanya
sedikit pilihan obat untuk menyembuhkan suatu penyakit (Shakya et al., 2013).
Berdasarkan laporan, bakteri patogen asal hewan yang telah resisten terhadap
antibiotic dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke bakteri lain. Bakteri Salmonella,
Campylobacter, Enterococci, dan Escherichia coli merupakan contoh bakteri yang resisten
terhadap antibiotik dan dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke bakteri lain yang
terdapat pada hewan dan dapat menginfeksi manusia baik melalui rantai makanan atau kontak
langsung (JETACAR, 1999; Butaye et al., 2003; Noor et al,. 2006).
Sapi bakalan impor dapat berpotensi membawa Salmonella spp. yang resisten
terhadap antibiotic tertentu. Keberadaan Salmonella spp. yang resisten terhadap antibiotik
tertentu dapat mentransfer gen resisten tersebut ke bakteri lain terutama yang tergolong dalam
foodborne bakteri dan apabila menginfeksi manusia dapat menyebabkan kerugian bagi
kesehatan manusia, di antaranya adalah kegagalan pengobatan dengan menggunakan
antibiotik terhadap agen penyakit yang telah resisten.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resistensi genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula peka terhadap
suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak peka atau
memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini karena gen bakteri mendapatkan
elemen genetik yang terbawa sifat resistensi.
Resistensi dapat terjadi karena mutasi genetik dan perantara plasmid. Perubahan yang
terjadi pada mutasi biasanya mengenai satu pasangan basa pada urutan nukleotida gen.
Mutasi khromosom mengakibatkan perubahan struktur sel bakteri antara lain perubahan
struktur ribosom. Resistensi yang diperantarai oleh plasmid adalah resistensi yang umum
ditemukan pada isolat klinik.
Resistensi dapat terjadi pada bakteri Salmonella spp. yang merupakan salah satu
bakteri komensal pada pencernaan hewan dan hampir semua galur bersifat patogen. Infeksi
Salmonella merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas pada sapi, dan hewan
yang terinfeksi secara subklinis sering ditemukan. Sapi adalah hewan yang diduga merupakan
reservoir penting untuk infeksi manusia (Wray dan Davies, 2000).
10
DAFTAR PUSTAKA
Hill A.V.S. 1996. Genetics Of Infectious Disease Resistance. Curr. Opin. gen. Dev., 6, 348-
353.
Anindya Kurniawati, Denny Widaya Lukman,I Wayan Teguh Wibawan. 2016. Resistensi
Antibiotik pada Salmonella. Isolat Sapi Bakalan Asal Australia yang Diimpor . Melalui
Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta
11