Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS 2

Diajukan untuk memenuhi tugas dari pelajaran tersebut


“ASKEP INFEKSI TORCH”

Oleh :
Anita Indahniati
Wita Rizky Febriana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN


GEDUNG STIKES BANTEN JL. RAWABUNTU NO.10,
BSD CITY- SERPONG, Tangerang Selatan 15318
Phone : (021) 75871242/ 75871245/501100450,
Website : www.stikesbanten.ac.id
2018

1
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh
(Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II
(HSV-II) dalam wanita hamil. TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma
gondii (toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus
(HSV) and other diseases. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai
masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga
menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. (Juanda,2006).
1. TOXOPLASMOSIS
a. Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebsbkan oleh toxoplasma
gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan gejala
walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi . (Juanda,2006).
b. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah parasit protozoa yaiti toxoplasma
gondii
c. Manifestasi Klinis
1) Sakit Kepala
2) Lemah
3) Sulit berpikir jernih
4) Demam
5) Mati rasa
6) Koma
7) Serangan jantung
8) perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih sensitif
terhadap cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
9) kejang otot, dan sakit kepala parah

2
d. Patofisiologi
1) Kucing
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. kucing
tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung
pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi,
kucing mengeluarkan oocyst yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran
oocyst terus menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum kucing itu
sembuh atau pulih kembali. Feses kucing sudah sangat infeksius.
Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan
dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5
hari dalam kotoran. Jika oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa
partikel berada di atasnya dan akan terbawa arus air hujan. Sisa oocyst
dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif.
e. Pengaruh terhadap kehamilan
Janin yang terinfeksi penyakit ini dapat menyebabkan keguguran atau
bayi lahir mati. Bisa pula menyebabkan kelainan pada bayi saat dewasa.
f. Penatalaksanaan
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk
takizoid T. gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya ;
1) Pirimetamin dan sulfonamide
2) Spiramisin adalah antibiotic makrolid
3) Klindamisin
4) Azitromisin.
2. RUBELLA
a. Definisi
Definisi suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak dan
dewasa yang khas dengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly.
(Dr.I Made Arya,2009)
b. Etiologi
Etiologi Rubella virus merupakan suatu toga virus yang dalam
penyababnya tidak membutuhkan vector.

3
b. Manifestasi klinis
1) Demam ringan
2) Merasa mengantuk
3) Sakit tenggorok
4) Kemerahan sampai merah terang /pucat, menyebar secara cepat dari
wajah keseluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat.
5) Kelenjar leher membengkak
6) durasi 3 – 5 hari
g. Patofisiologi
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan
menyebabkan peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk
kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari saluran pernafasan inilah
virus akan menyebrang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang
diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring selama.
pada rubella yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap
mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. hal ini perlu diperhatikan
dalam perawatan bayi dirumah sakit dan dirumah untuk mencegah
terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan membentuk
kekebalan baik berupa antibody maupun kekebalan seluler yang akan
mencegah terjadinya infeksi ulangan. (Dr.I Made Arya,2009)
d. Pengaruh Rubella Terhadap Kehamilan
Infeksi rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda,
karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi
pada bulan pertama kehamilan, maka resiko terjadinya kelaianan adalah
50%, sedanggkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya
menjadi 25% Rubella dapat menimbulkan abortfus, anomaly congenital
dan infeksi pada neonates (Konjungtivitis, engefalibis, vesikulutis,
kutis, ikterus dan konvuisi) (Dr.I Made Arya,2009)
e. Pengaruh rubella pada janin
Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering
menyebabkan cacat bawaan pada janin.

4
h. Penatalaksanaan
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi
salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Vaksin rubella dapat
diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin
rubella tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau akan hamil dalam
3 bulan setelah pemberian vaksin. hal ini karena vaksin berupa virus
rubella hidup yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan
meskipun sangat jarang . (Dr.I Made Arya,2009)
3. CMV (CITOMEGALO VIRUS)
a. Definisi
1) CMV adalah virus yang diklasifikasikan dalam keluarga virus
herpes.
2) CMV adalah infeksi oportunistik yang menyerang saat system
kekebalan tubuh lemah.
b. Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan
hampir semua jenis infeksi. Organ yang terkena adalah:
1) CMV nefritis( ginjal).
2) CMV hepatitis( hati).
3) CMV myocarditis( jantung).
4) CMV pneumonitis( paru-paru).
5) CMV retinitis( mata).
6) CMV gastritis( lambung).
7) CMV colitis( usus).
8) CMV encephalitis( otak )
c. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah citomegalo virus
d. Manifestasi Klinis
1) Petekia dan ekimosis.
2) Hepatosplenomegali.
3) Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.

5
4) Retardasi pertumbuhan intrauterine.
5) Prematuritas.
6) Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
7) Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang
lebih besar
8) Purpura.
9) Hilang pendengaran
10) Korioretinitis; buta.
a. Demam.
b. Kerusakan otak.
e. Patofisiologi
Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus
congenital di amerika utara. CMV agaknya ditularkan dari orang ke
orang melalui kontak langsung dengan cairan atau jaringan tubuh,
termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan ASI. Masa inkubasi
tidak diketahui; berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah lahir-
3 sampai 12 minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah
transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV
dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus
tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat
diaktifkan kembali. Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah
penyakit ini.
f. Penatalaksanaan
Sampai saat ini hanya terdapat penatalaksanaan mengatasi
gejala(misalnya: penatalaksanaan demam, tranfusi untuk anemia,
dukungan pernapasan).

6
4. HERPES
a. Definisi
Herpes adalah suatu penyakit menular seksual didaerah kelamin,
kulit disekeliling rectum /daerah disekitarnya disebabkan oleh virus
Herpes Simplek.
b. Etiologi
Penyebab herpes genetalis adalah herpes simplek (HSV) dan
sebagian hasil HSV (dimukosa mulut).
c. Klasifikasi
Terdapat 2 tipe serologis yang berbeda pada HSV, yaitu :
1) HSV – 1
2) HSV – 2
d. Manisfetasi klinik
1) Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada
kulit region genitalis.
2) Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 – 3
hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa
nyeri.
e. Patofisiologi
Pada saat virus masuk kedalam tubuh belum memiliki antibody maka
infeksinya bisa bersifat luas dengan gejala-gejala konstitusionil berat. Ini
disebut infeksi primer. Virus kemudian akan menjalar melalui serabut
saraf sensoris ke ganglian saraf regional (ganglian sakralis) dan berdiam
disana secara laten. kalau pada saat virus masuk pertama kali tidak terjadi
gejala-gejala primer, maka tubuh akan membuat antibody sehingga pada
serangan berikutnya gejala tidaklah seberat infeksi primer. Bila sewaktu-
waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami aktifasi dan
multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi reklien. karena pada saat ini
tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi
primer. Faktor-faktor pencetus, virus akan mengalami aktivasi dan
multiplikasi kembali sehiangga terajadi infeksi neklien. karena pada saat

7
ini tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi
primer.
Dampak pada kehamilan dan persalinan
a. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
b. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke
janin apabila ketuban pecah.
c. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada
waktu bayi lahir.
f. Penatalaksanaan
1) Wanita hamil
Kalau wanita hamil menderita herpes genetalis primer dalam 6
minggu terakhir dari kehamilannya dianjurkan Sc sebelum atau dalam
4 jam sesudah pecah ketuban. sedang untuk herpes genitalis sekunder
SC tidak dikerjakan secara rutin, hanya yang masih menularkan saat
persalinan dianjurkan untuk SC.
Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes
konginetal dan kalau perlu kultus virus. kalau ibu aktif menderita
herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd 10 mg/kg B
selama 5 – 7 hari

B. CARA PENULARAN TORCH

Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua)cara. Pertama, secara


aktif(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif
disebabkan antara lainsebagai berikut :

a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi,
ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke
manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya dimasak tidak
semnpurna,termasuk otak, hati dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan
mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik

8
pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui
tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah
sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan
(trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH
masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington
dan McLeod 1981, dan Levine 1987).
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bias menyebabkan
menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit
TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita
(padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit) maka ada
kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit TORCH
sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya
terkena penyakit TORCH melalui plasenta.
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bias sebagai penyebab menularnya penyakit
TORCH. Hal ini biasa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui
kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui
penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di
kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi apabila seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun
lewat baju yang baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
h. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia,
antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan
segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa
ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi oosista lebih besar.
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular.
Oleh karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota
keluarga terkena penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa
terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu keluarga seluruh anggota
keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu, anak –
anak semuanya terkena penyakit TORCH.

9
C. CARA MENGHINDARI TORCH

Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat


membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan
antara lain sebagai berikut :

a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci,


babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu
mencapai 66 derajat Celcius, agar oosista - oosista yang mungkin terbawa
di dalam daging tersebut bisa mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan,
minum dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar
(tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilian kecil seperti cecak,
kadal, dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara
TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan
yang disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara
serologis sudah negatif,jangan memelihara atau menangani kucing
kecuali dengan sarung tangan.

D. CARA MENCEGAH TORCH

Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan
baik dan sempurna.

a. Makan makanan bergizi


Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi.
Selain baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan
membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat
melawan berbagai penyakit termasuk TORCH sehingga tidak akan
menginfeksi tubuh.
b. Lakukan pemeriksaan
Ada baiknya Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan
kehamilan. Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah
terinfeksi, ikuti saran dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan
hingga benar-benar sembuh.

10
c. Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasite penyebab
TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya
saja, Anda tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
d. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau
parasite penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan
mati apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah
kemungkinan tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian
Anda.
e. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan
kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat
dilakukan tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata
terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi
bayi tidak menjadi buruk.
f. Jaga kebersihan tubuh

Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan,
sangatlah penting.

11
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
2) Keluhan utama: demam
3) Riwayat kesehatan: Suhu tubuh meningkat, malaise, sakit tenggorokan,
mual dan muntah, nyeri otot.
4) Riwayat kesehatan dahulu:
a. Klien sering berkontak langsung dengan binatang
b. Klien sering mengkonsumsi daging setengah atang
c. Klien pernah mendapatkan transfusi darah
5) Cara Mengkaji
1. Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
a. Arti sehat dan sakit bagi pasien
b. Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
c. Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke
pusat pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen
stress, faktor ekonomi
d. Pemeriksaan diri sendiri : pyudara, riwayat medis keluarga,
pengobatan yang sudah dilakukan
e. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
f. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
2. Pola metabolik-Nutrisi
a. Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
b. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
c. Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan
d. Kepuasan akan berat badan
e. Persepsi akan kebutuhan metabolik

12
f. Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau,
gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan,
alergi makanan
g. Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
3. Pola eliminasi
a. Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan
lain
b. Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya
perubahan lain
c. Keyakinan budaya dan kesehatan
d. Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
e. Penggunaan bantuan untuk ekskresi
f. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia,
rektum, prostat)
4. Pola aktivitas-Latihan
a. Aktivitas kehidupan sehari-hari
b. Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
c. Aktivitas menyenangkan
d. Keyakinan tenatng latihan dan olahraga
e. Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
f. Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan
g. Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
h. Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular,
muskuloskeletal, neurologi)

13
5. Pola istirahat-Tidur
a. Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran
setelah tidur)
b. Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)
c. Jadwal istirahat dan relaksasi
d. Gejala gangguan pola tidur
e. Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
f. Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
6. Pola persepsi-Kognitif
a. Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman,
pendengar, perasa, peraba)
b. Penggunaan alat bantu indra
c. Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
d. Keyaknan budaya terhadap nyeri
e. Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
f. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
7. Pola konsep diri-Persepsi diri
a. Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok social
b. Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
c. Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg
disukai dan tidak)
d. Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
e. Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
f. Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

14
g. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
gidak mau berinteraksi)
8. Pola hubungan-Peran
a. Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja
b. Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
c. Efek terhadap status kesehatan
d. Pentingnya keluarga
e. Struktur dan dukungan keluarga
f. Proses pengambilan keputusan keluarga
g. Pola membersarkan anak
h. Hubungan dengan orang lain
i. Orang terdekat dengan klien
j. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
9. Pola reproduksi-seksualitas
a. Masalah atau perhatian seksual
b. Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
c. Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan,
sentuhan dll)
d. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
e. Efek terhadap kesehatan
f. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
g. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
10. Pola toleransi terhadap stress-Koping
a. Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
b. Tingkat stress yang dirasakan
c. Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
d. Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
e. Strategi koping yang biasa digunakan
f. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress

15
g. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
11. Pola keyakinan-Nilai
a. Latar belakang budaya/etnik
b. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/etnik
c. Tujuan kehidupan bagi pasien
d. Pentingnya agama/spiritualitas
e. Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
f. Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang
dapat mempengaruhi kesehatan
6) Data biologis
Fisik ibu biasanya tidak ada perubahan yang berrti pada tahapawal, ibu
mungkin lebih menyukai makanan yang setenagh matang maupun kontak
dengan hewan peliharaan.
7) Data psikologis
Usia dan tahap perkembangan ibu hamil mempengaruhi respon dan
mekanisme koping ibu terhdapa perubahan yang dialaminya. Pengalaman
dari lingkungan sekitar turut membantu ibu dalam menghadapi diagnose
atas penyakitnya.
8) Data psikospiritual
Lingkungan social dan dukungan orang sekiar maupun terdekat memiliki
peranan penting dalam peranan penyembuhan penyakit. Jika lingkungan
social dan keluarga mampu mendukung klien percepatan kesembuhan
akan mungkin terjadi. Pondasi agama dan kebiasaan klien beribadah juga
dapat dapat menjadi asper mekanisme koping klien. Semakin dekat klien
dengan tuhannya, maka klien akan lebih mendekatkan dirinya ketika
mengetahui diagnose penyakitnya. Dalam beberapa kasus ada juga yang
menyalahkan tuhan.
9) Data social dan ekonomi
Lingkungan social jika klien tinggal dilingkungan keluargab yang
menyukai hewan seperti kucing mungkin lebih meningkatkan resiko

16
terjadinya penyakit TORCH. Dan keterbatasan ekonomi pada klien
sehingga tidak mampu merawat hewan peliharan dengan baik.
10) Pemeriksaan fisik
a. Mata: nyeri, acites
b. Sistem pencernaan: diare, mual dan muntah
c. Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat,
timbulnya rash pada kulit.

Leopold I : Kepala/Bokong/Kosong

Leopold II : Kanan : Punggung /Bagian Kecil/Bokong/Kepala

Kiri : Punggung/Bagian Kecil/Bokong/Kepala

Leopold III : Kepala/Bokong/Kosong

Penurunan Kepala : Sudah/Belum

Leopold IV : Bagian masuk PAP


Aktivitas / istirahat
a. Tekanan darah agak lebih rendah daripada normal (8-12 minggu),
kembali pada tingkat prakehamilan selama setengah kehamilan
terakhir
b. Denyut nadi dapat meningkat 10 – 15 dpm
c. Murmur sistolik pendek dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan
volume
d. Sedikit oedema ekstremitas bawah/ tangan mungkin ada.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi
infeksi Toxoplasma)
2) Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi
Rubella)
3) Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi
Cytomegalovirus)

17
4) Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus
Herpes)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses infeksi
2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme
penyakit
3) Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan
cairan

D. INTERVENSI
1) Diagnosa 1: Nyeri b/d adanya proses infeksi / inflamasi.
Tujuan : mengurangi nyeri
Kriterian hasil :
a. Klien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol
b. Klien tampak rileks, Klien mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Berikan lingkungan yang tenang sesuai kebutuhan.
R : menurunkan reaksi stimulasi dari luar atau sensitivitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat/reaksi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting.
R : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgesic
seperti asetamenofen.
R : Untuk menghilangkan rasa nyeri yang berat.

2) Diagnose 2: Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit


ditandai dengan suhu 39, 50C , tubuh menggigil
Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil:

18
a. Terjadi peningkatan suhu
b. Kulit kemerahan dan hangat waktu disentuh
c. Peningkatan tingkat pernapasan
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital : suhu tubuh
R : Sebagai indikator untuk mengetahui status hipertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat
sedikitnya 2000ml/ hari untuk mencegah dehidrasi
R : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang
memicu timbulnya dehidrasi
c. Berikan kompres dengan air biasa pada lipatan ketiak dan femur
R : Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan.
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R : Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur, juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.

3) Diagnose 3: Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan


makanan dan cairan ditandai dengan, diare
Tujuan: memenuhi kebutuhan cairan tubuh
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
b. Tanda – tanda vital dalam batas normal
c. Nadi ferifer teraba
d. Haluaran urine adekuat
e. Membrane mukosa lembab
f. Turgor kulit baik.
Intervensi :

19
a. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam
frekwensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
R : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia.
Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat maskan
makanan yang sulit pada sore hari.
b. Berikan perawatan mulut sebelum makan;
R : Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan napsu makan.
c. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
R : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan.
d. Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet
sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai
toleransi.
R : Berguna dalam program diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
individu

20
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT.
Alumni.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol II.
Edisi 8. Jakarta : EGC
Srissi, (2008). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kejadian Toxoplasma
Di Rumah Sakit Ciptomangun Kusumo : Jakarta
Ummi S, (2008). Aspek Imunologik dan Laboratorik Infeksi TORCH. Semarang,
Temu IlmiahPOGI Cabang.

21

Anda mungkin juga menyukai