Anda di halaman 1dari 22

SGD 1 (KELOMPOK 1A)

1. Cover+Kata Pengantar+ Rapihin Makalah+Daftar Isi @Dara ILKEP


2. Latar Belakang @Fatma ILKEP
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester,
dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester ke dua 15 minggu
(minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester ke tiga 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke 40).
Namun ada kalanya dalam masa kehamilan terjadi hal-hal atau masalah-masalah yang
tidak diinginkan, yang seharusnya tidak terjadi akan tetapi karena minimnya informasi serta
pengetahuan tentang reproduksi utamanya permasalahan tentang kehamilan tak jarang pula
banyak ibu hamil yang mengalami masalah semasa kehamilannya..
Masalah yang sering muncul pada saat hamil yaitu emosi seorang ibu yang biasanya
berubah-ubah serta perubahan lain yang penting untuk diketahui, yaitu menurunnya sistem
kekebalan tubuh yang dapat meningkatkan resiko janin terhadap berbagai penyakit infeksi.
Infeksi bisa ditularkan ibu kepada janinnya melalui penularan vertikal atau vertical
transmission. Infeksi yang ditularkan melalui penularan vertikal yaitu infeksi kongenital.
Infeksi ini dapat bergerak melalui plasenta untuk menginfeksi janin contohnya infeksi
TORCH yaitu toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simpleks

TORCH merupakan istilah yang mengacu pada infeksi, yang disebabkan oleh Toxoplasma,
Other Infection, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes simplex virus. TORCH dapat
menyerang berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sampai dewasa, baik pria maupun
wanita. Pada ibu hamil, Infeksi ini ditularkan ibu pada janinnya melalui plasenta yang dapat
menyebabkan infeksi atau kelainan pada janin yang akan dilahirkan. Apabila infeksi TORCH
terjadi pada trimester pertama, dapat menyebabkan keguguran dan berbagai macam
konginetal yang berat, trimester kedua dan trimester ketiga dapat menyebabkan kelahiran
premature atau lahir selamat (kelainan fisik), namun dalam kurun waktu 1-2 tahun akan
muncul gejala kelainan atau retardasi fisik dan mental.

3. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari infeksi TORCH?
2. Apa etiologi & faktor predisposisi dari infeksi TORCH?
3. Bagaimana tanda gejala & komplikasi dari infeksi TORCH?
4. Bagaimana patofisiologi dan atau patogenesis dari infeksi TORCH?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik, pemeriksaan laboratorium terkait dengan TORCH?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari infeksi TORCH?
7. Bagaimana tindakan pencegahan dari infeksi TORCH?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan terkait infeksi TORCH?

Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari infeksi TORCH
2. Mengetahui etiologi & faktor predisposisi dari infeksi TORCH
3. Memahami tanda gejala & komplikasi dari infeksi TORCH
4. Memahami patofisiologi dan atau patogenesis dari infeksi TORCH
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik, pemeriksaan laboratorium terkait dengan
TORCH
6. Memahami penatalaksanaan dari infeksi TORCH
7. Memahami tindakan pencegahan dari infeksi TORCH
8. Memahami konsep asuhan keperawatan terkait infeksi TORCH

4. Kesimpulan+Saran @Anggita ILKEP


5. PPT (bantuin cari template aja sm taro" nama nim, lo, rapihin dapus) @Nasywa ILKEP

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes Simpleks Virus) merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa dialami oleh
wanita yang akan ataupun sedang hamil, yang juga merupakan kontributor utama
kelainan dan kematian prenatal dan neonatal (Hardi dkk, 2022)
2.2 Etiologi
Infeksi TORCH termasuk organisme penyebab Toxoplasma gondii , virus rubella,
cytomegalovirus, HSV 1 dan 2, virus hepatitis B, HIV, dan lainnya seperti sifilis, parvovirus,
dan varicella. Penularan patogen dapat terjadi pada masa prenatal melalui jalur transplasental,
dan pada masa perinatal melalui darah atau sekret vagina, ataupun melalui hubungan seksual
kepada ibu yang rentan tertular. ( Singh L et,. al, 2015)
2.3 Faktor predisposisi/ risiko jika ada @Desira ILKEP @Dini Nathania ILKEP
1. Riwayat imunisasi
2. Infeksi menular seksual
3. paparan hewan selama kehamilan
4. Usia gestasi
(Supit, 2021)
2.4 Tanda gejala & Komplikasi @Dita ILKEP
Tanda Gejala
A. Toksoplasmosis
Pada ibu hamil, sebagian besar kasus infeksi toksoplasmosis tidak menunjukkan
gejala yang jelas (asimtomatik). Namun, dalam beberapa kasus, ibu hamil dapat
mengalami gejala seperti pembengkakan kelenjar limfe (limpadenopati), malaise,
nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot, kelelahan, dan demam. Pada bayi yang
baru lahir, infeksi toksoplasmosis dapat menyebabkan gejala serius seperti
hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis, hepatitis, pneumonia, miositis, dan
pembengkakan kelenjar limfe. Beberapa kasus juga dapat menyebabkan nyeri pada
kelenjar limfe yang membesar, serta komplikasi lain seperti pneumonia, polimiositis,
miokarditis, dan limfadenitis.

B. Rubella

Infeksi virus rubella ditandai oleh gejala klinis seperti pembengkakan kelenjar getah
benih, demam dengan suhu di atas 38°C, sensasi mata yang nyeri, munculnya bintik-
bintik merah di seluruh tubuh, kulit yang kering, sakit pada persendian, sakit kepala,
dan hilangnya nafsu makan.

C. Cytomegalovirus (CMV)

Infeksi CMV pada umumnya tidak menunjukkan gejala, tetapi jika gejala muncul,
mereka seringkali tidak spesifik dan mirip dengan gejala flu serta sakit tenggorokan
(Esty, 2010). Gejala klinis infeksi CMV dapat menyerupai mononukleosis, termasuk
demam, pharyngitis, poliarthritis, dan pembengkakan kelenjar limfe (Manuaba, 2007).

D. Herpes

Gejala infeksi herpes genital meliputi adanya luka yang terasa nyeri atau benjolan
yang berisi cairan di sekitar daerah genital, vagina, vulva, atau anus. Selain itu, gejala
umum infeksi virus, seperti demam, rasa tidak enak badan, dan kelelahan yang parah,
juga bisa terjadi. Luka herpes genital dapat muncul berkali-kali setelah infeksi awal,
dan gejala awalnya dapat berupa rasa geli atau gatal di area yang terkena (Hasdina,
2017).

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi baik selama kehamilan (intrauterin) maupun setelah kelahiran
(postnatal). Komplikasi yang terjadi dalam rahim meliputi keterbelakangan pertumbuhan
janin, hidrops janin, dan kematian janin sebelum lahir. Sementara itu, komplikasi setelah
kelahiran mencakup gagal pertumbuhan, masalah mata, perkembangan yang tertunda,
kelumpuhan, serangan kejang, gangguan pendengaran, kelainan jantung bawaan, dan
kematian. Infeksi yang terjadi sejak lahir adalah penyebab utama gangguan pendengaran
sensorineural pada anak-anak (National Library Of Medicine, 2023).

2.5 Patofisiologi/Penularan Penyakit TORCH @Farandhita 2 ILKEP


1) Toksoplasmosis
Bermula dari feses kucing yang mengandung toxoplasma gondii, protozoa ini
selanjutnya dapat mengkontaminasi air, tanah, sayuran, maupun manusia secara
langsung. Transmisi toxoplasma gondii ke hewan berdarah panas ataupun ke
manusia umumnya melalui horizontal maupun vertikal (Nurhayati, 2020).
a) Secara horizontal, transmisi ini dapat terjadi melalui ingesti ookista ketika
makan daging yang kurang matang dari hasil peternakan yang telah
terinfeksi toxoplasma gondii. Selain daging, ingesti ookista juga dapat
terjadi dari air, tanah, ataupun sayuran yang telah terkontaminasi
Toxoplasma gondii. Manusia juga dapat terkena toksoplasmosis melalui
transplantasi dari organ yang terinfeksi.
b) Secara vertikal, transmisi ini dapat terjadi dari ibu ke janin selama proses
kehamilan. Menurut Harker, et al., 2015, pada beberapa hospes, takizoit
bisa juga ditransmisikan dari ibu ke anak melalui Air Susu Ibu (ASI), tetapi
langka sekali terjadi kasus transmisi takizoit melalui susu yang tidak
terpasteurisasi dan menyebar langsung ke aliran darah. Secara congenital/
transplasenta yaitu melalui plasenta pada wanita hamil, mempunyai masa
inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang dimasak
kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila
infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20%
janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu
terinfeksi pada trimester ketiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat
berlangsung selama kehamilan. Transmisi Transplasental terjadi dari ibu
yang mengalami infeksi akut dengan toxoplasma selama kehamilan
kemudian parasit melalui plasenta dan ditularkan kepada anaknya. Melalui
transfusi darah yaitu Toksoplasma dapat ditemukan dalam darah donor
yang asimtomatik dan parasit ini dapat hidup dalam darah lengkap dengan
sitrat pada suhu 30º C selama 50 hari namun hal ini jarang terjadi.
2) Rubella
Perjalanan virus rubella diawali oleh penyebaran droplet di udara yang
berasal dari manusia terkena virus rubella pada tahap keluarnya ruam atau setelah
14 hari lamanya terkena. Droplet akan dihirup oleh manusia normal. Virus
tersebut akan bereplikasi di mukosa bukal dan menyebar melalui jaringan limfoid
dan ke sistemik. Kemudian, terjadilah maternal viremia, pasien merasa tidak enak
pada faring dan hari ke 8 merasakan ada pembesaran kelenjar limfa
(limfadenopati). Setelah itu pasien akan terjadi kenaikan suhu tubuh atau demam
yang meningkat sampai 390°C pada hari ke 14, diikuti dengan munculnya ruam
serta terdapat nyeri sendi pada hari ke 18 setelah pajanan. Pada serologi pasien
neutrofil dan HAI antibodi yang pertama kali pada hari ke 14 setelahnya baru
IgM pada hari ke 16 serta IgG pada hari ke 20. Setelah menyebar melewati sistem
sistemik pada pasien ibu hamil, virus akan menginfeksi plasenta. Apabila
terinfeksi pada 3 minggu dapat menyebabkan abortus,lahir lalu mati, atau lahir
dengan kecacatan. Plasenta terinfeksi maka embrio akan terinfeksi secara terus
menerus menyebabkan apoptosis yang menghambat mitosis embrio sehingga
dapat menyebabkan kerusakan lensa okuler, keterlambatan pertumbuhan, lesi
pada tulang, kekacauan organogenesis serta memberi kerusakan pada endotelium
vaskular yang menyebabkan ensefalitis, retardasi mental, ketulisan sentral dan
koklea (Shulhan & Ratna, 2019).

3) Cytomegalovirus (CMV)
Penyebaran infeksi CMV dapat terjadi vertikal maupun horizontal.
Penyebaran bersifat vertikal terjadi pada infeksi wanita hamil yang mengenai
fetusnya. Terdapat 3 jenis infeksi pada wanita hamil yaitu infeksi primer,
reaktivasi dari infeksi laten, dan reinfeksi.
a) Infeksi primer → infeksi yang pertama kali terjadi dan didapat pada

waktu bayi, anak, remaja maupun saat hamil.


b) Reaktivasi atau infeksi rekurens → infeksi yang kembali aktif dan

reinfeksi adalah terjadinya infeksi berulang oleh virus CMV dengan

galur sama atau beda.

c) Reinfeksi → Kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya reinfeksi

adalah kondisi imunokompromais, misalnya pasien HIV , transplantasi,

dan kemoterapi.
Transmisi intrauterin dapat terjadi karena virus yang beredar dalam
sirkulasi (viremia) ibu menular ke janin. Keadaan ini terjadi pada 0,5-1% kasus
yang mengalami reinfeksi atau rekurens. Risiko infeksi primer lebih tinggi
dibandingkan reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Transmisi
intrauterin dapat terjadi sepanjang usia kehamilan namun seringkali menimbulkan
manifestasi yang lebih berat jika terjadi pada usia kehamilan 16 minggu (Shi, et
al., 2023).
Infeksi CMV juga dapat terjadi akibat transfusi darah, transplantasi
jaringan, dan individu dengan imunokompromais. Pada keadaan diatas
manifestasi yang ditimbulkan lebih ringan daripada infeksi CMV kongenital yang
didapat in utero (Shi, et al., 2023).
4) Herpes Simplex (HSV)
HSV-1 merupakan penyebab dari luka di bibir (herpes labialis) dan luka di
kornea mata (keratitis herpes simpleks); biasanya ditularkan melalui kontak
dengan sekresi dari atau di sekitar mulut, sedangkan HSV-2 ditularkan melalui
kontak langsung pada individu seropositif yang secara aktif menyebarkan virus.
Virus ini terutama menyerang kulit dan selaput lendir, dan virus menyerang sel-
sel epitel pada mukosa atau kulit dan akhirnya bereplikasi secara intraseluler di
tempat tersebut. Infeksi HSV menghasilkan replikasi litik atau laten. Selama
replikasi litik terdapat ekspresi gen virus yang diatur dan menghasilkan produksi
virus menular, sedangkan selama masa laten, ekspresi gen terbatas dan tidak ada
produksi partikel virus. Namun, genom virus mampu melakukan reaktivasi,
sehingga menghasilkan produksi virion menular dengan stimulus yang tepat.
Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia sensorik. Sel melepas virus
baru sebelum sel nya mati. Timbul vesikel dan ulkus yang mengakibatkan
kerusakan integritas kulit dan menimbulkan demam, mialgia, dan malaise
(Nuraeni & Arni, 2018).
2.6 Pemeriksaan diagnostik, laboratorium terkait @Citra ILKEP
1) Toxoplasmosis
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula mula diinkubasi dengan serum penderita kemudian dengan
antibodi berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding
dengan intensitas warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur
dengan substrat. Uji aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi
prediktif kapan seseorang atau individu tersebut diperkirakan terinfeksi
Avidity ELISA juga dapat digunakan untuk menentukan status infeksi serta
kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan antigen (Nuraeni & Wianti,
2018)
2) Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM
spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dan IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum
memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella
IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada
kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
3) Cytomegalovirus (CMV)
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeksi berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM,
serta Aviditas Anti-CMV IgG
4) Herpes Simplex
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh
HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada
saat kehamilan.
Adanya infeksi- infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya
Ada 2 pertanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu immunoglobulin G (igG) dan
immunoglobulin M (igM). Normalnya keduanya negatif Jika IgG positif dan IgMnya
negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada
keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru
terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada
kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah
pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan
IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya
tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan
seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma jika dalam pengobatan terjadi
kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan
CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan
dengan konsultasi kondisi kehamilan (Nuraeni & Wianti, 2018)
2.7 Penatalaksanaan @Amanda Wardani ILKEP
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada infeksi TORCH yaitu sebagai berikut
(Soegijanto, S., 2016):
a) Toksoplasmosis
Wanita hamil dengan status imun normal yang terinfeksi Toxoplasma
sebelum terjadinya konsepsi tidak perlu terapi untuk mencegah infeksi
kongenital pada janinnya. Walaupun tidak ada data yang menegaskan interval
waktunya, jika infeksi terus muncul pada 6 bulan masa konsepsi, ini beralasan
untuk mengevaluasi janin dan diterapi untuk mencegah terjadinya infeksi
kongenital pada janin.
Pengobatan pada wanita hamil yang mendapat infeksi Toxoplasma saat
kehamilan akan menurunkan risiko terjadinya infeksi kongenital pada
janinnya. Obat-obatan yang digunakan adalah spiramycin untuk pencegahan,
dan pirimetamin dikombinasikan dengan sulfadiazine jika ditemukan tanda-
tanda janin terinfeksi. Karena pirimetamin bersifat teratogenik, dan spiramisin
dapat ditransmisikan pada trimester pertama. Dosis spiramisin 1 gram tiap 8
jam diberi tanpa makanan, dosis yang kurang mempengaruhi keefektifan
pengobatan. Efek samping obat meliputi parestesia, bercak-bercak, mual,
muntah, dan diare. Infeksi janin diterapi dengan pirimetamin (50 mg 1 x/hr
p.o) dan sulfadiazine (2 g, 2x/hr p.o).
b) Rubella
Tidak ada terapi antiviral spesifik, pengobatan hanya bersifat suportif.
Antipiretik (acetaminophen atau ibuprofen) diberikan jika demam.
c) Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit infeksi virus CMV, seperti juga penyakit virus lainnya adalah
penyakit ”self limited disease”. Pengobatan ditujukan kepada perbaikan
nutrisi, respirasi dan hemostasis. Pengobatan anti virus masih belum jelas
hasilnya. Bagi ibu yang mengalami gangguan imunitas dikembangkan obat;
ganciclovir, cidofovir, fomivirsen, foscarnet (virustatic). Pemberian vaksin
merupakan harapan dimasa datang. Pemberian Ganciclovir pada dewasa: dosis
induksi 5 mg/kg dua kali sehari, intravena selama 2 minggu, dipertahankan
dengan dosis 5 mg/kg/hari. Pemberian oral untuk mempertahankan dosis
dalam sirkulasi darah adalah 1 gram 3 kali sehari, perlu diperhatikan efek
samping yaitu gangguan fungsi ginjal. Pemberian Ganciclovir 12 mg/kg/hr
pada bayi dapat mengurangi progresivitas ketulian dalam 2 tahun pertama
kehidupannya (Nurhayati, E., 2019):
d) Herpes Simplex
Sebenarnya pengobatan khusus untuk infeksi HSV ini terbagi atas 3
pola, antara lain sebagai berikut.
❖ Profilaksis, termasuk tindakan pencegahan dengan program vaksinasi
memakai vaksin HSV rekombinan.
Tindakan profilaksis dapat diadakan dengan beberapa cara sebagai
berikut.
- Proteksi individual (spermicidal foam, kondom, mencuci alat kelamin
setelah coitus, dan lain-lain)
- Semua penderita diberi pengertian bahwa ia dapat menjadi sumber
penularan, karena itu ia harus abstinensi.
- Faktor-faktor pencetus harus dihindarkan.
- Pengobatan psikiatri dapat membantu, karena faktor psikis
mempunyai peranan untuk timbulnya serangan.
- Dicoba vaksinasi dengan vaksin rekombinan.
❖ Pengobatan non spesifik imunoterapi
- Analgetika yang adekuat berguna pada serangan primer.
- Kotrimoksazol mencegah infeksi sekunder.
- Zat-zat pengering antiseptik, seperti povidon-iodine secara topikal
mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan memperpendek
waktu penyembuhan.
- Pada penderita dengan disuria hebat (wanita) dianjurkan dilakukan
rendam duduk dengan larutan garam fisiologis hangat atau dingin.
- Imunomodulator
❖ Pengobatan spesifik obat anti virus dengan obat-obat antiviral.
- Idoksuridin = IDU (5-iodo-2-deoksiuridin). Tidak dianjurkan untuk
wanita hamil, atau akan hamil.
- Sitarabin. Dosis 3 mg/kgBB/hr secara i.v. efektif untuk infeksi HSV
yang berat
- Vidarabin
- Asiklovir. Antivirus yang spesifik terhadap herpes virus, dapat diberi
secara: 7 hari intravena (Rumah Sakit), 5 mg/kgBB interval 8 jam
selama oral, dosis 200 mg 5 x/hari selama 5 hari topikal, salep 5%
- Obat-obatan imunomodulator
- Interferon
- Antiviral agents
● HSV-1: Acyclovir 3 x 500 mg/hr
● HSV-2: Valacyclovir 3 x 500 mg/hr, disarankan diminum dalam
kondisi pasien tidak tidur/istirahat.
2.8 Pencegahan @Mpuy ILKEP 2
Untuk menghindari penyakit TORCH, ada beberapa hal yang bisa dilakukan antara
lain sebagai berikut :
1. Masak daging sampai benar-benar matang sebelum dikonsumsi
2. Jaga kebersihan hewan peliharaan. Gunakan sarung tangan saat membersihkan
kotoran hewan peliharaan.
3. Hindari kontak dengan hewan-hewan yang kemungkinan dapat berperan sebagai
hewan perantara TORCH.
4. Periksakan hewan peliharaan seperti kucing atau anjing secara rutin ke dokter
hewan atau poliklinik hewan.
5. Menjaga perilaku hidup bersih dan sehat.
Dengan pemeriksaan atau deteksi TORCH pada wanita usia subur diharapkan
dapat menurunkan angka kecacatan pada bayi baru lahir dan meningkatkan kualitas
generasi selanjutnya (RSUD Wates, 2017).
2.9 Konsep askep: @Jijim dan @Maymunah Sarah ILKEP
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama: Demam
c. Riwayat kesehatan sekarang:
- Suhu tubuh meningkat
- Malaise
- Sakit tenggorokan
- Mual dan muntah
- Nyeri Otot
d. Riwayat kesehatan dahulu
- Sering Mengkonsumsi daging setengah matang
- Pernah mendapatkan Transfusi darah
e. Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital
- Mata: Nyeri
- Perut: Diare, Mual dan muntah
- Integument: Suka berkeringat malam, Suhu tubuh meningkat,
Timbulnya rash pada kulit
- Muskuloskeletal: Nyeri dan Kelemahan
- Hepar: Hepatomegali dan Ikterus

B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut (D. 0077) b.d Agen pencedera fisiologis
2) Hipertermia (D.0130) b.d Peningkatan laju metabolisme
3) Hipovolemia (D.0023) b.d kekurangan intake cairan
4) Defisit pengetahuan tentang gaya hidup sehat (D.0111) b.d kurang terpapar
informasi

SDKI SLKI SIKI

Nyeri Akut (D. 0078) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


b.d Agen pencedera asuhan keperawatan (I.08238)
fisiologis 3x24 jam, maka
Tingkat Nyeri Observasi
(L.08066) Menurun,
dengan kriteria hasil: ● Lokasi,
1. Kemampuan karakteristik,
durasi,
menuntaskan frekuensi,
kualitas,
aktivitas intensitas
nyeri
meningkat ● Lokasi skala
nyeri
2. Keluhan nyeri ● Identifikasi
respon nyeri
menurun non verbal
● Identifikasi
3. Meringis faktor yang
memperberat
menurun dan
memperingan
4. Gelisah nyeri
● Identifikasi
menurun pengetahuan
dan
5. Muntah keyakinan
tentang nyeri
menurun ● Identifikasi
pengaruh
6. Mual menurun budaya
terhadap
7. Frekuensi nadi respon nyeri
● Populasi
membaik mempengaruh
i nyeri pada
8. Pola nafas kualitas hidup
● Pantau
membaik keberhasilan
terapi
9. Nafsu makan komplementer
yang sudah
membaik diberikan
● Pantau efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapi
● Berikan
Teknik non
farmakologis
untuk
mengurangi
nyeri (mis:
TENS,
hipnosis,
akupresur,
terapi musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
Teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi
bermain)
● Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
gangguan)
● Fasilitasi
istirahat dan
tidur
● Memperhatik
an jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri

Pendidikan

● Menjelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
● Menjelaskan
strategi
meredakan
nyeri
● Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
● Anjurkan
menggunakan
analgesik
secara tepat
● Ajarkan
Teknik
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa sakit

Kolaborasi

● Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen


b.d Peningkatan laju asuhan keperawatan Hipertermia (I.15506)
metabolisme 3x24 jam, maka
Termoregulasi Observasi
(L.14134) Membaik,
dengan kriteria hasil: ● Identifikasi
1. Menggigil penyebab
hipertermi
menurun (mis:
dehidrasi,
2. Kulit merah terpapar
lingkungan
menurun panas,
penggunaan
3. Pucat menurun inkubator)
● Monitor suhu
4. Suhu tubuh tubuh
● Monitor kadar
membaik elektrolit
● Monitor
5. Suhu kulit haluaran urin
● Monitor
membaik komplikasi
akibat
6. Ventilasi hipertermia

7. Tekanan darah Terapeutik

membaik ● Sediakan
lingkungan
yang dingin
● Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
● Basahi dan
kipasin
permukaan
tubuh
● Berikan
cairan oral
● Ganti linen
setiap hari
atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
● Lakukan
pendinginan
eksternal
(mis: selimut
hipotermia
atau kompres
dingin pada
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila)
● Hindari
pemberian
antipiretik
atau aspirin
● Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi

● Anjurkan
tirah baring

Kolaborasi

● Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu

Hipovolemia (D.0023) Manajemen


Setelah dilakukan Hipovolemia (I.03116)
b.d kekurangan intake intervensi keperawatan
cairan selama 3x24 jam, maka Observasi
status cairan (L.03028)
membaik, dengan ● Periksa tanda
kriteria hasil: dan gejala
hipovolemia
1. Output urin (mis:
meningkat frekuensi nadi
2. Membrane meningkat,
mukosa nadi teraba
lembab lemah,
meningkat tekanan darah
3. Tekanan menurun,
darah tekanan nadi
membaik menyempit,
4. Frekuensi turgor kulit
nadi membaik menurun,
membran
5. Kekuatan
mukosa
nadi membaik
kering,
volume urin
menurun,
hematokrit
meningkat,
haus, lemah)
● Monitor
intake dan
output cairan

Terapeutik

● Hitung
kebutuhan
cairan
● Berikan posisi
modified
Trendelenbur
g

Edukasi

● Anjurkan
menghindari
perubahan
posisi
mendadak

Kolaborasi

● Kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis (mis:
NaCL, RL)
● Kolaborasi
pemberian
cairan IV
hipotonis
(mis: glukosa
2,5%, NaCl
0,4%)
● Kolaborasi
pemberian
cairan koloid
(albumin,
plasmanate)

Defisit pengetahuan Edukasi Kesehatan


Setelah dilakukan (I.12383)
tentang gaya hidup intervensi keperawatan
sehat (D.0111) b.d selama 3x24 jam, maka Observasi
kurang terpapar tingkat pengetahuan
informasi (L.12111) meningkat, ● Identifikasi
dengan kriteria hasil: kesiapan dan
kemampuan
1. Verbalisasi menerima
minat dalam informasi
belajar ● Identifikasi
meningkat faktor-faktor
2. Kemampuan yang dapat
menjelaskan meningkatkan
pengetahuan dan
tentang suatu menurunkan
topik motivasi
meningkat perilaku
3. Kemampuan hidup bersih
menggambark dan sehat
an
pengalaman Terapeutik
sebelumnya
yang sesuai ● Sediakan
dengan topik materi dan
meningkat media
4. Perilaku Pendidikan
sesuai dengan Kesehatan
pengetahuan ● Jadwalkan
meningkat Pendidikan
5. Pertanyaan Kesehatan
tentang sesuai
masalah yang kesepakatan
dihadapi ● Berikan
menurun kesempatan
untuk
bertanya

Edukasi

● Jelaskan
faktor risiko
yang dapat
mempengaruh
i Kesehatan
● Ajarkan
perilaku
hidup bersih
dan sehat
● Ajarkan
strategi yang
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan
perilaku
hidup bersih
dan sehat

Gangguan integritas
kulit/jaringan b.d
penekanan pada
tonjolan tulang d.d
kerusakan lapisan kulit

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi TORCH merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa dialami oleh
wanita yang akan ataupun sedang hamil. Infeksi TORCH termasuk organisme
penyebab Toxoplasma gondii , virus rubella, cytomegalovirus, HSV 1 dan 2, virus
hepatitis B, HIV, dan lainnya seperti sifilis, parvovirus, dan varicella. Dengan faktor
risiko diantaranya riwayat imunisasi
Pada ibu hamil, sebagian besar kasus infeksi toksoplasmosis dan CMV tidak
menunjukkan gejala yang jelas (asimtomatik). Infeksi virus rubella ditandai oleh
gejala klinis seperti pembengkakan kelenjar getah benih. dan gejala infeksi herpes
genital meliputi adanya luka yang terasa nyeri atau benjolan yang berisi cairan di
sekitar daerah genital. Komplikasi yang terjadi dalam rahim meliputi keterbelakangan
pertumbuhan janin, hidrops janin, dan kematian janin sebelum lahir.
Transmisi Toxoplasma gondii ke hewan berdarah panas ataupun ke manusia
umumnya melalui tiga cara baik secara horizontal maupun vertikal. Perjalanan virus
rubella diawali oleh penyebaran droplet di udara yang berasal dari manusia terkena
virus rubella pada tahap keluarnya ruam atau setelah 14 hari lamanya terkena.
Adanya infeksi- infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya Ada 2 pertanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu immunoglobulin G
(igG) dan immunoglobulin M (igM). Untuk menghindari penyakit TORCH, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain, Masak daging sampai benar-benar
matang sebelum dikonsumsi, Periksakan hewan peliharaan, dll. Infeksi TORCH ini
mempunyai masalah keperawatan, Nyeri akut, hipertermi, Hipovolemia, Defisit
Pengetahuan gaya hidup sehat, dan gangguan integritas kulit.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi para
pembaca, dan tentunya saran dari kami agar apabila pembaca ingin membuat makalah
serupa, dapat lebih baik dari yang kami buat. Karena keterbatasan ilmu yang kami
miliki, kami menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kami selaku penyusun makalah mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi kelancaran dan kesempurnaan makalah kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto, S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 6.
Airlangga University Press.
Hardi, Y. F., Maris, S., & Mustari ningrum, D. L. T. (2022). MANAGEMENT OF
ACUPUNCTURE, TUINA CHUZHEN AND TCM-BASED FOOD THERAPY IN
TORCH VIRUS INFECTION IN PREGNANCY. Jurnal Pengabdian Masyarakat Karya
Husada (JPMKH), 4(1), 63-73.
https://jurnal.poltekkeskhjogja.ac.id/index.php/jpmkh/article/download/612/392.
Diakses pada Kamis, 14 September pukul 21.01 WIB.
Mathew, J. & Sapra, A. 2023. Herpes Simplex Type 2.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554427/. Diakses pada Kamis, 14 September
2023 pukul 19.02 WIB
Nuraeni, R., & Arni, W. (2018). Asuhan Keperawatan Gangguan Maternitas. Cirebon:
LovRinz Publishing.
Nurhayati, E. (2019). Keperawatan Maternitas II: Modul 2 Infeksi Maternal. Universitas Esa
Unggul. Diakses melalui
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/560113/mod_resource/content/27/P3_
%20Infeksi%20Maternal_IMS_TORCH_Kep.Mat2_ety.pdf. Diakses pada Kamis, 14
September 2023 pukul 19.00 WIB.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
Ed.1. Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Tindakan
Keperawatan, Ed.1. Jakarta: Tim Pokja SIKI DPP PPNI.
PPNI. (2022). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Ed.1. Jakarta: Tim Pokja SLKI DPP PPNI.
Shi, X., Liu, X., & Sun, Y. 2023. The Pathogenesis of Cytomegalovirus and Other Viruses
Associated with Hearing Loss: Recent Updates. Viruses, 15(6), 1385.
http://dx.doi.org/10.3390/v15061385. Diakses pada Kamis, 14 September 2023 pukul
19.30 WIB
Shulhan, M.I.A., & Ratna, D.P.S. (2019). Infeksi Rubela Pada Wanita Hamil. MEDULA:
Jurnal Kesehatan, 9(1), 66-71. http://repository.lppm.unila.ac.id/21715/1/2353-3066-1-
PB.pdf. Diakses pada Jumat, 15 September 2023 pukul 10:41 WIB.
Singh L, Mishra S, Prasanna S, Cariappa MP. (2015). Seroprevalence of TORCH infections in
antenatal and HIV positive patient populations. Med J Armed Forces, 71(2):135-8.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25859075/. Diakses pada Kamis, 14 September 2023
pukul 21.12 WIB.
Supit, B. (2021). Infeksi TORCH Maternal dan Kongenital. Cermin Dunia Kedokteran, 48(9),
376-379. https://media.neliti.com/media/publications/397815-infeksi-torch-maternal-
dan-kongenital-eba91fae.pdf. diakses pada Kamis, 14 September 2023 pukul 19.25
WIB.

Anda mungkin juga menyukai