Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas
signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti infertilitas
dan sierilitas. Kondisi – kondisi lain, seperti infeksi yang didapat secara kongenital,
seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidup.
Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon imun
dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu,
perubahan traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu
infeksi.
Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi
baik secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa timbul karena infeksi
maternal tersebut, klasifikasi dari macam – macam penyakit yang ditimbulkan karena
infeksi antara lain :
a. Infeksi TORCH
b. Infeksi Pasca Partum
Dari macam – macam penyakit tersebut masih bisa diuraikan dan di klasifikasikan
menurut etiologi serta bagian yang diserang oleh virus maupun bakteri.
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex
(HSV1-HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas,
misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio, dan Coxsackie-B.
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang
bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun
wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh termasuk sistem
saraf pusat dan sistem saraf perifer yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan,
pendengaran, sistem kardiovaskuler, serta metabolisme tubuh.

1
Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran.
Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara 4 sampai 6 minggu.
Walaupun merupakan masa yang relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas
ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya
sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga sering terjadi. (Cunningham, F,
et al, 2013)

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Infeksi Torch?
2. Jenis-jenis Infeksi Torch?
3. Pengertian Infeksi Post Partum?
4. Etiologi Infeksi Post Partum?
5. Faktor resiko Post partum?
6. Pencegahan Post Partum?
7. Diagnosa Post Partum?
8. Pemeriksaan Penunjang?
9. Rujukan Post Partum?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa itu infeksi Torch
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Torch
3. Untuk mengetahui Apa itu Infeksi Post Partum
4. Untuk mengetahui Etiolo Infeksi Post Partum
5. Untuk Mengetahui Pencegahan Post Partum
6. Untuk Mengetahui Diagnosa Post Partum
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Post Partum
8. Untuk Mengetahui Rujukan Post Partum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa itu virus TORCH?

TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes
Simplex Virus. Salah satu atau gabungan dari virus tersebut biasanya menyerang ibu hamil dan
janin yang dikandungnya.

Mengutip situs PubMed.gov, infeksi TORCH bisa mengakibatkan kelainan bawaan (congenital
anomalies). Oleh karena itu, perempuan dianjurkan untuk memeriksakan diri apakah mereka
telah terinfeksi TORCH atau tidak sebelum memutuskan untuk hamil, pun selama mengandung.

Sebagian besar infeksi TORCH menyebabkan morbiditas sedang pada sang ibu, tetapi bisa
berisiko serius terhadap janin yang dikandungnya. Pasalnya, pengobatan infeksi pada ibu tidak
berpengaruh terhadap janin.

Oleh karena itu, jika sang ibu terinfeksi TORCH, janin yang dikandung mesti terus dimonitor
untuk mengetahui perkembangannya. Sistem kekebalan tubuh bayi belum mampu melawan virus
ini. Sehingga, jika tidak dirawat dengan baik, bakal menyebabkan organ bayi itu tak berkembang
dengan sempurna.

Infeksi pada bayi, dituturkan WebMD, dapat menyebabkan demam, kesulitan makan, munculnya
bintik kemerahan atau keunguan kecil, pembesaran hati dan limpa, perubahan warna kulit, sklera
(bagian putih pada mata) dan selaput lendir menjadi kuning, disertai gangguan pendengaran, dan
kelainan mata.

3
Berikut ini kami bahas secara singkat satu-persatu virus tersebut.

1. Toksoplasma

Toksoplasma adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi parasit Toxoplasma gondii, salah
satu parasit paling umum di dunia. Infeksi biasanya terjadi karena memakan daging tidak
matang, paparan dari kotoran kucing yang terinfeksi, atau penularan dari ibu-ke-bayi selama
kehamilan.

Toksoplasma dapat menyebabkan gejala seperti flu pada beberapa orang, tapi tidak semua orang
terkena dampaknya dan tidak pernah mengembangkan tanda dan gejala.

Bagi ibu yang terinfeksi toksoplasma dan baru melahirkan, ini bisa menyebabkan komplikasi
serius. Saat terinfeksi, orang akan mengalami tanda serupa flu seperti pegal, sakit kepala,
demam, kelelahan, dan pembengkakan pada kelenjar getah bening.

2. Rubela

Rubela (campak Jerman) merupakan virus yang paling sering menular pada anak-anak dan
remaja. Virus ini penyebab cacat lahir ini sebenarnya bisa dicegah dengan vaksin.

Infeksi rubela pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian janin atau cacat bawaan yang
dikenal sebagai sindrom rubela kongenital.

Penularan virus rubela melalui udara saat orang yang terinfeksi bersin atau batuk. Gejalanya
pada anak meliputi ruam, demam rendah di bawah 39 derajat celcius, dan mual.

Pada orang dewasa biasanya menderita radang sendi dan nyeri sendi yang biasanya berlangsung
3 sampai 10 hari.

Saat perempuan terinfeksi virus rubela di awal kehamilan, maka ia memiliki kemungkinan 90
persen untuk menyebarkan virus ke janinnya.

4
3. Cytomegalovirus (CMV)

Cytomegalovirus (CMV) adalah virus yang bisa menginfeksi hampir semua orang. Setelah
terinfeksi, tubuh Anda mempertahankan virus ini seumur hidup. Kebanyakan orang tidak tahu
mereka memiliki CMV karena jarang menimbulkan masalah pada orang sehat.

Namun, saat Anda hamil atau memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, CMV mulai
menimbulkan masalah. Ibu hamil dapat mengembangkan infeksi CMV aktif dan menyebarkan
virus ke bayinya.

CMV menyebar dari orang ke orang melalui cairan tubuh, seperti darah, air liur, air kencing, air
mani, dan air susu ibu.

Tanda bayi dengan CMV antara lain lahir prematur, berat badan rendah, kulit dan mata kuning,
hati yang membesar, kulit memiliki bercak atau ruam, kepala kecil, limpa membesar, dan
kejang-kejang.

Sedangkan pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah, CMV akan berpengaruh pada mata,
paru-paru, hati, perut, usus, dan otak.

4. Herpes Simplex Virus (HSV)

Herpes Simplex Virus adalah infeksi yang menyebabkan herpes. Herpes dapat muncul di
berbagai bagian tubuh, paling sering pada alat kelamin atau mulut.

Ada dua jenis virus herpes simpleks yaitu HSV-1 atau herpes oral yang menyebabkan luka
dingin dan demam melepuh di sekitar mulut dan di wajah. Juga HSV-2 yang bertanggung jawab
atas herpes herpes genital.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015, sekitar 3,7 miliar manusia yang berusia di
bawah 50 tahun, atau 67 persen populasi, terpapar virus ini, terutama HSV-1.

5
HSV bisa ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung, seperti makan dari peralatan
yang sama, berbagi lipstik, ciuman, hubungan seksual tanpa pengaman, dan berganti-ganti
pasangan.

Obat antivirus seperti acyclovir dan valacyclovir dapat menghambat perkembangan virus,
mengurangi terjadinya lesi dan mengurangi kemungkinan terjadinya penularan.

B. KLASIFIKASI DAN EPIDEMIOLOGI INFEKSI POSTPARTUM

A. Klasifikasi Infeksi Postpartum

Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan,
ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38⁰C atau lebih selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.

Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi :

Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium

1. Vulvitis

merupakan infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca persalinan terjadi dibekas sayatan
episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan sudah lepas, luka
yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.

2. Vaginitis

merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca persalinan terjadi secara
langsung pada luka vagina ataupun luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.

6
3. Servisitis

merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks, tapi tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas, dan langsung ke dasar ligamentum latum
dan dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.

4. Endometritis

merupakan infeksi yang biasanya demam dimulai dalam 48 jam postpartum dan bersifat
naik turun. Kuman-kuman memasuki endometrium (biasanya pada insersio plasenta) dalam
waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium.

5. Mastitis

infeksi pada payudara. infeksi terjadi karena adanya luka pada puting susu dan
bendungan ASI.

B. ETIOLOGI INFEKSI POSTPARTUM

Bermacam-macam jalan masuk bakteri seperti eksogen ( bakteri datang dari luar), autogen
(bakteri masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (bakteri berasal dari njalan lahir
sendiri). Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan infeksi antara lain :

a. Streptococcus haemoliticus anerobic

Masuknya bakteri secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya ditularkan
dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong.

b. Staphylococcus aureus

Masuknya secara eksogen, infeksinya dalam tingkat sedang. Banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit.

7
c. Escherichia coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva dan endometrium. Bakteri ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.

d. Clostridium welchii

Bakteri ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

Cara terjadinya infeksi :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi dimana membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan
lahir tidak sepenuhnya bebas dari bakteri.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan tenaga kesehatan.
3. Didalam rumah sakit banyak bakteri-bakteri pathogen yang berasal dari penderita dengan
berbagai jenis infeksi. Bakteri-bakteri ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana
anatara lain misalnya, ke handuk, kain-kain, alat-alat yang digunakan untuk merawat
wanita dalam persalinan atau nifas.

C. FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN INFEKSI POSTPARTUM

A. FAKTOR RISIKO INFEKSI POSTPARTUM

1. Faktor status sosioekonomi

Faktor sosioekonomi telah dilaporkan mempengaruhi timbulnya infeki nifas, penderita


dengan status sosioekonomi rendah mempunyai resiko timbulnya infeksi nifas jika dibandingkan
dengan penderita dengan kelas sosioekonomi menengah, terutama bila timbul factor resiko yang
lain misalnya ketuban pecah premature dan seksio sesarea. Status sosioekonomi yang rendah ini

8
dihubungkan dengan timbulnya anemia, status nutrisi/gizi yang rendah, dan perawatan antenatal
yang tidak adekuat.

2. Faktor proses persalinan

Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya infeksi nifas, diantaranya ialah
partus lama atau partus kasep, lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, pemakaian monitoring
janin intrauterine, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan selama proses persalinan dan
perdarahan yang terjadi.

3. Faktor tindakan persalinan

Tindakan persalinan merupakan salah satu factor resiko penting untuk terjadinya infeksi
nifas. Seksio sesarea merupakan factor utama timbulnya infeksi nifas. Penderita yang mengalami
seksio sesarea mempunyai factor resiko 5-30 kali lebih besar. Selain itu, beberapa tindakan pada
persalinan misalnya ekstraksi forceps, tindakan episiotomy, laserasi jalan lahir, dan pelepasan
plasenta secara manual juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi nifas.

faktor predisposisi infeksi nifas:

a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti kurang gizi atau
malnutrisi, dan anemia
b. Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
c. Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
d. Teknik aseptik tidak sempurna
e. Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya pecah ketuban
f. Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
g. Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta manual)
h. Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak diperbaiki
i. Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesarea
j. Retensi sisa plasenta atau membran janin
k. Perawatan perineum tidak memadai
l. Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani

9
B. PENCEGAHAN INFEKSI POSTPARTUM

1. Masa kehamilan
a) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
b) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan
mudah masuk dalam jalan lahir.

2. Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-


kuman dalam jalan lahir :

a) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut.
b) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
c) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
d) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan tranfusi darah.
e) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
f) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
g) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b) Selama nifas
a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.

10
b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
c) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi
sedapat mungkin.

Diagnosa dan pemeriksaan penunjang pada infeksi postpartum

A. Diagnosa infeksi nifas

1. Temuan klinis melalui Anamnesa

2. Temuan klinis melalui pemeriksaan fisik

Infeksi nifas dibagi atas 2 golongan yaitu :

1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina dan endometrium


Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks.

Temuan klinis melalui anamnesa dan pemeriksan fisik secara umum adalah :

a. Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau tanpa distensi urin
b. Jahitan luka mudah lepas, merah dan bengkak
c. Bila sekret atau cairan akibat peradangan bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat. Suhu
sekitar 38 C, nadi kurang dari 100 X / menit
d. Bila luka terinfeksi, tertutup jahitan dan sekret atau cairan akibat peradangan tidak dapat
keluar, demam bisa meningkat antara 39 – 40 C, kadang – kadang disertai menggigil

Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium meliputi:

1. Vulvitis

Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi
ulkus dan mengeluarkan nanah, pada ibu didapatkan kenaikan suhu.

11
2. Vaginitis

Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah


mengandung nanah dari daerah ulkus, pada ibu didapatkan kenaikan suhu.

3. Servisitis

Menimbulkan luka pada serviks, pada ibu didapatkan kenaikan suhu ,biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala

4. Endometritis

a. Kadang – kadang lochea tertahan dalam uterus oleh darah


b. Pengeluaran lochea bisa banyak / sedikit, kadang – kadang berbau / tidak, lochea
berwarna merah / coklat
c. Suhu badan meningkat mulai 48 jam post partum (38,5 – 40 C) menggigil, nadi
biasanya sesuai dengan kurva suhu badan
d. Sakit kepala, sulit tidur, anoreksia
e. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek
f. Leukositosis dapat berkisar antara 15.000 – 30.000

Penyebaran dari tempat-tempat infeksi melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan
endometrium.

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah yaitu :

1. Septikemia

a. kelihatan sudah sakit dan lemah sejak awal


b. keadaan umum jelek
c. Menggigil
d. nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih
e. suhu meningkat antara 39-40°C
f. sesak nafas

12
g. kesadaran turun
h. gelisah.

2. Piemia

a. Tidak lama post partum pasien sudah merasa sakit


b. perut nyeri
c. suhu tinggi, menggigil setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah
umum. Ciri khas: Berulang – ulang suhu meningkat disertai menggigil, diikuti
oleh turunnya suhu lambat akan timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui jalan limfe antara lain :

1. Peritonitis

a. Suhu badan tinggi


b. nadi cepat dan kecil
c. perut nyeri tekan (defence muskulare)
d. pucat
e. mata cekung yang disebut dengan muka hipokrates (facies hipocratica),
f. kulit dingin

Peritonitis yang terdapat dipelvis :

a. Pasien demam,
b. nyeri perut bawah,
c. nyeri periksa dalam kavum douglasi menonjol karena adanya abses

2. Selvitis pelvika (parametrisis)

a. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri dikiri / di
kanan dan nyeri pada periksa dalam
b. Pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus
c. Ditengah jaringan yang mengandung bisa timbul abses.

13
d. Dalam keadaan ini suhu yang mula – mula tinggi menetap menjadi naik turun
disertai menggigil.

Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium adalah

salfingitis dan ooforitis

a. nyeri tekan pada salah satu atau kedua sisi abdomen


b. demam disertai menggigil
c. pengeluaran sekret yang banyak dan kadang disertai pus.

Pemeriksaan penunjang infeksi nifas

1. Hitung darah lengkap

Untuk memperkirakan apakah ibu mengalami kehilangan darah atau tidak, untuk mengetahui
apakah ada/tidak terjadi perubahan Hb atau Ht dan peningkatan sel darah putih (SDP). Salah satu
yang mengindikasikan seseorang terkena infeksi adalah terjadi peningkatan leukosit, yaitu
mencapai >11.000/mm³

2. Kultur uterus dan vagina

Untuk memastikan diagnosa infeksi postpartum dan juga mengesampingkan diagnosa banding
lainnya. Dengan kultur uterus atau vagina dapat diketahui mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi pada ibu, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penatalaksanaan dengan tepat.

3. Urinalisis

Untuk mengetahui jumlah urine, dan untuk memastikn apakah ada kerusakan kandung kemih
atau tidak.

4. USG

Pemeriksaan menggunakan USG penting dilakukan jika infeksi pada ibu diduga terjadi karena
tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus.

14
Penatalaksanaan Infeksi Postpartum

1. Metritis

Tatalaksana:

a. Tata Laksana Umum

 Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:

1. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam

2. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam

3. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

4. Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan

Tatalaksana:

1. Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.


2. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai

terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam

vaginanya).

3. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan

bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul

besar bila perlu

Abses Pelvis

a. Tatalaksana umum : -

15
b. Tatalaksana Khusus

1. Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai 48 jam bebas demam:

2. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam

3. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam

4. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

5. Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap tinggi, lakukan
laparotomi.

Infeksi luka perineum dan luka abdominal :

A. Abses, seroma dan hematoma pada luka

a. Tatalaksana umum

1. Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti kompres

sendiri setiap 24 jam.

2. Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan pembalut yang bersih.

b. Tatalaksana khusus

1. Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
2. Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan situasi.
3. Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika.
4. Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan
metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.

16
Rujukan Infeksi Postpartum

Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara strategis,
proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan
berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat
kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan
pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes,
2006).

Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada


prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan
obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas PONED harus langsung dikelola
sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian
ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau
dilakukan rujukan ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK) untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007)
1) Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal :
2) Menentukan kegawatdaruratan penderita
3) Menentukan tempat rujukan
4) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
5) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
6) Prinsip rujukan (BAKSOKUDA)
7) Pengiriman Penderita

17
Tindak lanjut penderita :

a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan

pasca penanganan)

b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak

1. melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan

2. kunjungan rumah

18

Anda mungkin juga menyukai