Anda di halaman 1dari 17

Bab I

Tinjauan Puataka

A. Latar belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi yang besar di bidang pertanian.
Dalam sektor pertanian, peran subsektor peternakan sangat penting sebagai pendukung
penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak. Program ketahanan dan keamanan
pangan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia saat ini telah dilakukan melalui program
Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang telah dicanangkan pada beberapa
tahun yang lalu. Melalui PSDSK ini pemerintah bertekad mewujudkan ketahanan pangan
hewani yang berasal dari ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi
potong.
Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar
ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun
dengan mengembangkan potensi dalam negeri. Berbagai hambatan muncul dalam
program PSDSK ini yang salah satunya adalah penyakit pada ternak sapi dan kerbau.
Penyakit pada ternak sapi dan kerbau dapat disebabkan oleh infeksi patogen seperti
bakteri, virus, parasit dan jamur, sedangkan penyebab yang non infeksi diantaranya
adalah pakan, genetik, lingkungan, kandang, dan pola pemeliharaan.
Usaha ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang
sangat menjanjikan dengan melimpahnya sumber pakan berupa hijauan yang merupakan
kebutuhan utama ternak hewan ruminansia yang dapat diperoleh dengan sangat mudah.
Bagi peternak, hal yang tidak diinginkan dalam usaha berternak ternak ruminansia adalah
ternak tidak terjangkit suatu penyakit. Apabila ternak terkena suatu penyakit tentu akan
membutuhkan biaya tambahan dalam pengobatannya. Faktor utama penyebab ternak
terjangkit suatu penyakit yaitu dari segi lingkungan, makanan dan minuman, serta cara
peternak memelihara hewan ternaknya yang dilakukan secara langsung maupun secara
tidak langsung yang akan mempengaruhi kehidupa ternaknya.
Penyakit pada hewan ternak dapat dikategorikan sebagai penyakit yang menyerang
hewan ternak yang disebabkan oleh agen patogen seperti bakteri, virus, parasit, dan
jamur. Ada juga penyakit yang menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh agen
infeksius seperti senyawa beracun atau gangguan metabolisme. Penularan penyakit dapat
dibedakan juga dengan hanya menular antar hewan dan menular dari hewan ke manusia
(zoonosis).

Page | 1
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur pada sapi/kerbau yang sering
dijumpai atau bahkan jarang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kegagalan reproduksi
pada sapi atau kerbau.

B. Rumusan masalah
Infeksi penyakit penyebab kemajiran ternak betina yang umum dan sering terjadi ?
Bagaimaan gambaran penyakit sampai bisa menyebabkan kemajiran ternak betina?
Bagaimana pencegahan dan penanganannya ?

C. Tujuan penulisan
Mengetahui penyebab kemajiran atau keguguran pada ternak sapi atau kerbau.
Mengetahui gejala yang dirimbulkan.
Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan kemajiran.

D. Manfaat penulisan
Sebagai sumber informasi tentang mengenai penyakit-penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan kemajiran pada ternak betina yang umum dan sering terjadi di
kalangan hewan ternak.
Memberi informasi cara pencegahan dan penaganan supaya dapat meningkatkan
produktivitas ternak yang berdampak pada kesejahteraan petani peternak dan
masyrakat pada umumnya

Page | 2
Bab II

Dasar Teori

A. Mekanisme Kebuntingan
Kebuntingan merupakan harapan bagi peternak untuk mendapatkan bakalan yang
mempunyai mutu genetik baik dan bagus, mendapatkan susu ataupun mendapatkan
peningkatan produksi susu pada fase laktasi lebih dari 1. Diawali dengan inseminasi
buatan, pembuahan dan persiapan penempelan embrio pada uterus membutuhkan
mekanisme hormonal yang komlpek. Lepasnya sel telur ( ovulasi ) setelah masa estrus
akan dilanjutkan oleh pembentukan corpus hemoragicum, kemudian terbentuk badan
kuning ( corpus luteum ) sebagai penghasil hormon progesteron yang membantu proses
penempelan embrio.
Pada fase selanjutnya, hormon progesteron akan dihasilkan oleh plasenta untuk
mempertahankan kebuntingan sampai pada saatnya kelahiran ( 280 hari ). Pada fase-fase
tersebut, rahim membutuhkan kondisi tenang tanpa adanya goncangan/tekanan
sedikitpun. Goncangan, tekanan ataupun rabaan yang terlalu keras pada rahim akan
menyebabkan munculnya hormon prostaglandin yang akan melisiskan badan kuning,
lisisnya atau luluhnya badan kuning menyebabkan gangguan produksi hormon
progesteron dan tidak ada lagi yang mampu mempertahankan janin di dalam rahim.

B. Penyebab Abortus
Secara umum kejadian abortus berdasarkan penyebabnya dibagi dua yaitu abortus
yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Faktor non infeksius yang
dapat mengakibatkan abortus diantaranya defisiensi vitamin A, D dan E, selenium,
traumatik, benturan, munculnya hormon prostaglandin dari endometrial cup, atau injeksi
prostaglandin. Selain itu, stres panas juga dapat menyebabkan hipotensi, hipoksia dan
asidosis fetus. Temperatur induk yang tinggi pada kondisi demam bisa mempengaruhi
kondisi fetus. Beberapa toksin yang dapat mengakibatkan abortus diantaranya adalah
mikotoksin yang bersifat estrogenik.
Abortus yang bersifat infeksius dapat dibedakan berdasarkan agen penyebabnya,
pada sapi yaitu:
 Bakteri diantaranya Bruselosis yang disebabkan oleh Brucella abortus,
Leptospirosis yang disebabkan oleh Leptospira, Vibriosis yang disebabkan oleh
Vibrio foetus veneralis.
Page | 3
 Virus diantaranya : Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Epizootic Bovine
Abortion (EBA), Bovine Viral Diarrhea (BVD)
 Jamur diantaranya : Aspergillus spp.
 Protozoa diantaranya : Trichomoniasis yang disebabkan oleh Trichomonas foetus.
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.
Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus
fumigatus. Jenis mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.
Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua abortus pada sapi.

C. Gejala Klinis
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput
foetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama terdapat pada
placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematous, dan
nekrotik.

D. Penularan
Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur
kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio pada saluran pernapasan
rumenitis mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara
gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian makanan kepada foetus, kematian
foetus, dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian.

E. Diagnosa
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari placenta
atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan placental atau foetal dan oleh
kultur pada media buatan.

F. PENYAKIT PADA SAPI POTONG


Dalam beternak sapi potong, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi para
peternak, salah satunya yaitu penyakit yang sering menyerang pada sapi potong. Berikut
ini adalah beberapa penyakit yang sering menyerang sapi potong beserta cara
penanganannya.

Page | 4
1. Abortus pada sapi disebabkan jamur
Penyebab
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok
jamur. Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah
Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales bertanggung jawab atas keguguran
mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari
semua abortus pada sapi.
Gejala Klinis
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada
selaput foetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama
terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar,
membengkak, oedematous, dan nekrotik.
Penulasran
Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora
jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio pada saluran
pernapasan rumenitis mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil
penularan ini secara gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian
makanan kepada foetus, kematian foetus, dan abortus dalam waktu beberapa
minggu atau beberapa bulan kemudian.
Diagnosa
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari
placenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan placental
atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.

2. Brucellosis pada sapi


Penyebab
Brucellosis atau penyakit Bang disebabkan suatu kuman kecil berbentuk
batang dan bersifat gram negatif, Brucella abortus, yang tumbuh di dalam sel.
Bakteri ini pertama kali diuraikan oleh Bang di Denmark tahun 1897.
Brucellosis terjangkit pada sapi di seluruh dunia, kecuali di negara-negara yang
telah mengendalikan penyakit tersebut dengan vaksinasi atau dengan cara-cara
lainnya

Page | 5
Cara penularan
Penularan dapat terjadi karena pembelian dan pemasukan satu betina yang
tertular ke dalam suatu kelompok ternak. Materi yang tertular dapat terbawa dari
suatu peternakan ke peternakan lain oleh anjing atau manusia. Infeksi sering
terjadi karena ingesti kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami abortus
yang mengkontaminasi makanan dan air. Penularan dapat pula terjadi melalui
selaput lender mata dan intrauterin setelah inseminasi dengan semen yang
tertular.
Gejala Klinis
Brucella abortus menyebabkan keguguran pada trimester terakhir masa
kebuntingan dandiikuti oleh suatu periode infertilitas. Brucella abortus
menyebabkan demam “undulans” atau brucellosis pada manusia yang meminum
susu mentah yang belum dipasteurisasi atau bersentuhan dengan kotoran atau
tenunan yang tertular. Keluron karena Brucella abortus umumnya terjadi dari
bulan keenam sampai kesembila (setelah bulan kelima) periode kebuntingan.
Kejadian abortus berkisar antara 5-90% dalam suatu kelompok ternak,
tergantung dari jumlah hewan bunting yang tertular, daya penularan, virulensi
organisme dan faktor lain.
Diagnosa
Diagnosa terhadap brucellosis diperlukan untuk dua tujuan, pertama untuk
menetapkan sebab abortus pada satu individu ternak, dan kedua untuk
mengidentifikasi ternak dalam rangka program pengendalian penyakit tersebut.
Sejarah kelompok ternak sangat bermanfaat dalam mendiagnosa penyebab
abortus. Diagnosa perbandingan antara penyebab abortus cukup sulit dan tidak
mungkin tanpa bantuan pemeriksaan laboratoris. Lesio placental pada
brucellosis, vibriosis dan penularan jamur pada sapi nampak terlihat sama.
Identifikasi
Organisme Brucella abortus dapat diidentifikasi pada preparat ulas dari
bahan paru-paru. Media tersebut umumnya diisolasi dalam media kultur atau
pada marmut.
Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan brucellosis pada sapi didasarkan pada tindakan higiene dan
sanitasi, vaksin anak sapi dengan Strain 19 dan pengujian serta penyingkiran
sapi reaktor. Tindakan higienik sangat penting dalam program pencegahan

Page | 6
brucellosis pada suatu kelompok ternak. Sapi yang tertular sebaiknya dijual atau
dipisahkan dari kelompoknya. Fetus dan placenta yang digugurkan harus
dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan
4% larutan kresol atau desinfektan sejenis.

3. Vibriosis atau Campilobakteriosis Pada Sapi


Penyebab
Campylobacteriosis yang disebabkan oleh Campylobacter foetus venerialis
(dahulu disebut Vibrio foetus veneralis) adalah suatu penyakit penyebab utama
kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan dan
ditandai oleh infertilitas dengan jumlah perkawinan yang makin tinggi untuk
satu konsepsi. Umumnya ditemukan kematian embrio dini dan abortus pada
bulan yang keempat sampai akhir masa kebuntingan. Sesuai dengan namanya
Campylobacter foetus berbentuk koma (,) atau S. Pada suhu 60° ia akan mati
dalam waktu 5 menit, tetapi dapat hidup 10-20 hari ditanah, rumput kering dan
kotoran ternak tergantung pada kondisi suhu dan kelembapan.
Gejala Klinis
Gejala-gejala infeksi Campylobacter tidak tampak sebelum terjadi
infertilitas. Gejala akut meliputi penurunan angka konsepsi sampai lebih rendah
dari 10% dan infertilitas dapat berlangsung 2-6 bulan atau lebih.
Diagnosa
Diagnosa terhadap Campylobacter didasarkan pada kelompok ternak yang
bersangkutan, anamnesa dan catatan reproduksi, pemeriksaan fisik individual
pada ternak dalam kelompok, termasuk pejantan dan diagnosa laboratoris.
Abortus umumnya terjadi dalam bulan ke-5 sampai ke-8 masa bunting.
Pengendalian
Cara terbaik dan termudah dalam pengendalian infeksi Campylobacter
Foetus adalah tenik inseminasi buatan dengan semen dari pejantan yang sehat.
Pengobatan
Pengobatan terhadap individu satu betina dapat dilakukan dengan infusi
antibiotik secara intra uterin seperti penstrep dalam larutan air atau minyak atau
antibiotik berspektum luas.

Page | 7
4. Penyakit Jembrana (JD)
Hewan rentan
Penyakit jembrana (JD) hanya menyerang sapi Bali, sebegitu jauh penyakit
jembrana tidak ditemui pada rumpun sapi yang lain. Sapi yang terserang
berumur lebih dari 1 tahun dan yang terbanyak 4 – 6 tahun dan jenis kelamin
tidak mempengaruhi kejadian penyakit ini.
Cara penularan
Sumber Infeksi: sampai saat ini belum diketahui dengan pasti sumber
infeksi dari penyakit jembrana ini. Peranan vecto : lewat penyakit insect born,
Ex : Culicoides sp dan nyamuk.
Gejala klinik
Pada sapi yang terserang penyakit jembrana (JD), Suhu berkisar antara
39°C – 42°C. Pada suhu diatas 40°C dapat berlangsung selama 3 – 5 hari, dan
kemudian akan diikuti penurunan suhu, namun pada derajat subnormal sapi
akan mati. Pembengkakan kelenjar limfe sapi yang sakit dapat terjadi diare
dengan tinja atau feses lembek, profus sampai tercampur darah. Erosi ringan
sampai nekrosis terbatas epitel selaput lendir mulut. Pada sapi betina yang
sedang bunting diatas 6 bulan akan mengalami keguguran Gejala keringat darah
Perdarahan pada mata Demam, anoreksia, lesu, pernapasan dan detak nadi
cepta. Leucopenia disertai dengan leukositosis.
Perubahan pasca mati
Gejala sepsis kelenjar limfe superficial prefemoralis dan prescapularis
sangat membengkak, bidang sayatan basah dan berdarah dengan warna kelabu
kemerahan tua erosi ringan sampai nekrosis superficial epitel selaput lender
mulut selaput lender usus ada radang bersifat katar, mucus sampai hemoragis
gejala has pada rectum adanya perdarahan berupa garis seperti zebra cross
hemoragi dinding empedu, dinding empedu menebal dan isinya mengental pada
otak ditemukan hiperemi.
Diagnosa
Pengambilan dan pengiriman sample :
 bahan pemeriksaan laboratorium : limfa, kelenjar limfe, hati, ginjal,
adrenal dan darah .
 untuk bahan isolasi : limfa dan kelenjar limfe dikirim dalam termos
berisi dry ice dan pengiriman dilakukan secepat mungkin.

Page | 8
 untuk preparat histopatologik : kelenjar limfe, limfa hati, ginjal, adrenal
otak dikirim dalam formalin 10 %
Diagnosa laboratorium
Pewarnaan giemza terlihat intra sitoplasmik bergerombol atau satu – satu
berwarna coklat kehitaman, berbentuk coccoid, diplococcoid atau batang isolasi
dilakukan dengan penyuntikan intra peritoneal pada mencit atau marmot jantan
atau inokulasi telur bertunas secara intra kuning telur atau pada biakan cell
pemeriksaan secara histopatologik ditemukan kerusakan endotel dan proliferasi
epitel pembuluh darah, perivaskular cuffing pada otak tidak ada pemeriksaan
secara virologic diberi antibiotic kemudian disuntikkan pada kantong kuning
telur dari telur bertunas berumur 5 – 6 hari atau pada sapi rentan atau pada
biakan cell.
Pencegahan dan pengendalian
Pencegahan : pemberian vaksin jembrana, yang disiapkan dari plasma
hewan yang ditulari secara buatan. Sementara pengendalian dan
pemberantasannya yaitu :
 hewan sakit harus benar benar diisolasi.
 hewan mati segera dikubur yang dalam.
 pemusnahan vector.
 penyemprotan dengan pestisida dapat diulang setiap 1 – 2 minggu
Pengobatannya yaitu dengan memberikan antibiotic untuk pencegahan infeksi
sekunder.

5. Antraks
Penyebab
Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung,
makanan/minuman atau pernafasan. Gejala yang sering ditimbukan oleh
penyakit ini :
 demam tinggi, badan lemah dan gemetar.
 gangguan pernafasan.
 pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh
bisul.
 kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui
hidung, telinga, mulut, anus dan vagina.

Page | 9
 kotoran ternak cair dan sering bercampur darah.
 limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian dari penyakit ini yaitu : vaksinasi, pengobatan antibiotika,
mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

Page | 10
Bab III
Pembahasan

A. Jamur Penyebab Abortus Pada Sapi


Disgenesis reproduksi mencakup kegagalan reproduksi tanpa memandang
penyebabnya maupun periode kebuntingan sewaktu terjadi kehilangan konseptus.
Kehilangan konseptus yang terjadi sejak pembuahan sel telur sampai diferensiasi
embrional (kurang lebih 45 hari) disebut kematian embrional. Kehilangan konseptus
yang terjadi selama periode foetal yaitu dari saat diferensiasi sampai kelahiran, dibagi
atas abortus dan kelahiran prematur.
Abortus atau keluron adalah kematian fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan
fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus
sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh
induk. Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.
Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus
fumigatus. Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.
Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 – 16 % dari semua abortus pada sapi.
Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki
tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke
plasenta melalui aliran darah dari laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan
ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran
fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan
kemudian.
Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan,
tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus. Fetus umumnya
dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur
atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah
lahir. Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput
fetus, tapi lebih nyata daripada perubahan-perubahan abortus karena brusellosis dan
vibriosis. Chorion tebal, oedematus, seperti kulit dan neurotik. Laesio utama terdapat
pada plasentoma.
Karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematus dan nekrotik.
Kotiledon yang nekrotik memperlihatkan suatu pusat yang kelabu suram dikelilingi oleh
daerah hemoragika dan bertaut erat dengan khorion yang nekrotik. Di dalam ruang utero

Page | 11
khorion umumnya terdapat cairan kemerah-merahan dengan kepingan-kepingan nanah.
Jamur menyebar melalui selaput fetus ke dalam cairan foetal. Fetus dapat tampak normal
atau, pada 30 % kasus jamur dapat bertumbuh pada kulit dalam bentuk bercak-bercak
seperti pada ichtyosis congenital atau ringworm.
Cairan serosa berwarna jerami dapat ditemukan pada jaringan foetal atau rongga
tubuhnya. Jamur dapat diisolasi dari isi lambung, dari chorion, atau kotiledon plasenta
yang terserang. Penyembuhan pada kasus yang parah cukup lambat dan tertunda atau
dapat diikuti oleh kemajiran permanen. Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan
mikroskopik terhadap jamur dari plasenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik
terhadap jaringan plasental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.

Tabel 1. Kejadian abortus karena infeksius berdasarkan waktu kejadian

Hampir semua abortus karena jamur pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.
Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus

Page | 12
fumigatus. Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.
Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 - 16 % dari semua abortus pada sapi
Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki
tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke
plasenta melalui aliran darah.

Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian


makanan pada saluran fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu
atau beberapa bulan kemudian. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai
ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu
partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus
terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi
lemah dan mati segera sesudah lahir.

B. Neosporosis Dinyatakan Sebagai Penyebab Abortus Pada Sapi-Sapi Perah


Neospora caninum adalah parasit golongan protozoa yang sangat mirip dengan
Toxoplasma gondii. Neospora telah ditemukan di seluruh belahan dunia, sering
merupakan penyebab kasus keguguran pada ternak sapi dan Anjing secara experimental
dibuktikan sebagai hospes definitif. Alur penularan dimulai dari feses anjing yang
mengandung oosit tersporulasi terdapat pada pakan, termakan sapi yang sedang bunting,
menyebabkan keguguran, mumifikasi atau cacat lahir dan alur penularan ini disebut
penularan secara eksogenous.
Penularan secara endogenous ( vertikal ) terjadi kelahiran yang sehat tetapi secara
persisten terinfeksi Neospora caninum. Abortus akan terjadi berulang pada kebuntingan
berikutnya dan menurun terus ke generasi berikutnya. Hewan yang menjadi hospes
antara alami adalah sapi, kerbau dan rusa. Jadi, sudah bukan jamannya lagi memelihara
anjing untuk penjaga ternak seperti yang kebanyakan peternak sapi di daerah
pegunungan.

Page | 13
Pernyataan ini juga disampaikan oleh drh. Budi Santosa dari Balai Veteriner Bukit
Tinggi yang melakukan surveilans aktif untuk melihat sero positif terhadap Neospora
caninum pada sapi potong, sapi perah dan kerbau. Surveilans dilakukan di wilayah
regional II meliputi Prov. Sumbar, Riau dan Jambi dengan mengambil sample darah sapi
dan kerbau yang mempunyai riwayat abortus. Berdasarkan informasi yang disampaikan
seroprevalensi di beberapa negara Jerman 49%, Belanda 76%, Spanyol 63%, Swedia
13% , Thailand dan Vietnam 5,5%, Malaysia 9%. Faktor risiko potensial terhadap
neosporosis pada sapi ( parameter seropositif ) meliputi: Jumlah sapi pada peternakan,
proporsi external replacements, kepadatan anjing, keberadaan anjing pada peternakan,
suhu rata-rata di bulan juli.

Page | 14
Tabel 2. Hasil Pengujian sampel berdasar jenis ternak

Abortus dapat menyebabkan kerusakan selaput fetus, endometrium, retensio plasenta


dan ketidaksuburan sesudah abortus. Secara ekonomi, abortus merupakan satu masalah
besar bagi peternak karena kehilangan fetus dan dapat juga diikuti dengan penyakit pada
rahim serta ketidaksuburan untuk waktu yang lama. Apabila abortus disebabkan oleh
faktor infeksius, maka hal dapat mengancam kesehatan semua sapi betina di dalam
kelompoknya.

Page | 15
Bab IV

Kesimpulan

Penyakit reproduksi pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup
besar bagi petani khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Karena selain
merusakkan kehidupan ternak, dan mneghambat perkembanganpopulasi juga dapat
menular kepada manusia.
Diantara gangguan reproduksi yang cukup mempengaruhi produktivitas ternak yaitu
kemajiran pada ternak betina. Kemajiran ternak betina bisa disebabkan oleh infeksi
penyakit ataupun non infeksi seperti gangguan hormon, kelainan bawaan, patologi
kelamin dan pakan yang kurang nutrisi.
Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit dapat ditekan jika diagnosa,
pencegahan, ataupun pengobatan dilakukan sedini mungkin, secara cepat dan tepat agar
penyakit tidak menyebar ke ternak lain. Dan keberhasilan reproduksi akan sangat
mendukung peningkatan populasi ternak.
Kemajiran ternak betina yang disebabkan oleh infeksi-infeksi penyakit yang umum
dan sering terjadi di lapangan. Diantaranya penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
yang sering oleh aspergillus fumigatus, virus seperti IBR, bakteri seperti Brucellosis, dan
parasit seperti Trichomoniasis.
Pada umumnya pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi kandang yang bagus,
vasksinasi, isolasi sedini mungkin jika ada hewan yang terserang infeksi penyakit
kemajiran dan pemberian nutrisi yang baik pada hewan yang bunting.

Page | 16
Bab V

Daftar Pustaka

Anonimus. 2008. Penularan Kongenital Penyakit Infectious Bovine Rhino


Tracheitis pada Sapi dan Kerbau di Indonesia http://peternakan.Iitbang.
deptan.go.id.

http://animal-health.library4farming.org di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul


15.00 wita

http://budidaya-di.blogspot.com/2010/02/jamur-penyebab-abortus-pada-sapi.html, di
dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://duniaveteriner.com, di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://en.wikipedia.org/wiki/Mucorales, di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul


15.00 wita

Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer Ginjal Janin Sapi Untuk
Menumbuhkan Virus Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bogor

Sudarisman, 2003. Penularan Kongenital Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis


(IBR) pada Sapi dan Kerbau di Indonesia. Wartazoa Vol. 17 No. 1 Th. 2007

Sudarisman, 2003. Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi di


Lembaga Pembibitan Ternak di Indonesia. Wartazoa Vol. 13 No. 3 Th. 2003.

https://www.academia.edu/8749127/Bab_I_makalah_kesehatan_ternak

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai