Anda di halaman 1dari 25

MODUL

MATERI DIKLAT
AGRIBISNIS SAPI POTONG
BAGI PENYULUH

MENGENDALIKAN PENYAKIT
TERNAK SAPI
TINJAUAN MODUL

Modul ini disusun untuk keperluan Diklat Agribisnis Sapi Potong Bagi Penyuluh
di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Kupang Nusa Tenggara Timur,
dimana kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 22 Pebruari sampai 6 Maret 2012.

Penyusun menyadari bahwa untuk dapat memahami bidang Mengendalikan


Penyakit Ternak Sapi hanya dengan membaca modul ini, merupakan hal yang
tidak mudah. Karenanya, diharapkan para penyuluh dapat pula membaca dari
sumber lain, utamanya topic-topik tertentu yang pembahasanya dalam modul ini
kurang dapat dipahami.

Penyusun berupaya untuk membahas “Mengendalikan Penyakit Ternak Sapi”


dengan melihat hubungan antara agen penyakit (bakteri, virus, parasit, dll),
inang dan faktor lingkungan. Jadi dapat dilihat hubungan penyebab terjadinya
suatu penyakit yang dapat memungkinkan untuk mengambil langkah-langkah
pengendalian penyakit agar penularannya diminimalkan. Selain itu, untuk
pencegahan dan pemberantasan penyakit akan memampukan penyuluh untuk
berperan dalam menyampaikan berbagai metode pencegahan penyakit secara
baik.

Modul Mengendalikan Penyakit Ternak Sapi dibagi atas 3 bagian yaitu:

1. Tentang Hubungan antara Agen penyebab penyakit, Ternak sapi dan


Faktor lingkungan.
2. Tentang Mekanisme Penularan Penyakit
3. Tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
MODUL MENGENDALIKAN PENYAKIT TERNAK SAPI

Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat dapat :

1. Menjelaskan hubungan antara Agen penyebab penyakit, Ternak Sapi


dan Faktor Lingkungan.
2. Menjelaskan Mekanisme Penularan Penyakit
3. Menjelaskan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

1. Hubungan antara Agen penyebab penyakit, Ternak sapi dan Faktor


lingkungan

Penyakit pada ternak sapi disebabkan oleh berbagai agen penyebab


penyakit seperti bakteri, virus, parasit (cacing, protozoa), pakan, iklim/suhu, dan
lain-lain. Agen biologik (virus, bakteri, parasit) mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda dalam menimbulkan penyakit, Perbedaan ini dapat dilihat dalam
cara penularan penyakit, infektivitas, pathogenisitas,viabilitas pada agen yang
berbeda-beda antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain.

Induk semang dalam hal ini ternak sapi memiliki peran khusus dalam
proses terjadinya suatu penyakit. Masing-masing ras sapi memiliki tingkat
kekebalan atau kepekaan yang berbeda-beda terhadap suatu penyakit.
Penyakit Jembrana misalnya hanya menyerang sapi bali dan tidak pada sapi ras
lainnya. Selain itu, umur ternak mempengaruhi kejadian penyakit. Umur muda
umumnya lebih peka terhadap serangan suatu penyakit dibandingkan dengaan
umur tua, misalnya penyakit SE. Hal ini diduga erat kaitannya dengan status
imunitas (kekebalan), dimana ternak yang tua telah terpapar dengan agen
dalam waktu yang relative lebih lama dibandingkan ternak yang muda, dengan
demikian memiliki system kekebalan yang lebih baik. Namun, tidak selalu berarti
bahwa semua hewan yang tua selalu lebih tahan terhadap penyakit
dibandingkan yang muda . Terbentuknya kekebalan tubuh memiliki bentuk yang
bervariasi, ada ternak yang kekebalannya terbentuk oleh karena terpapar agen
penyakit secara berulang-ulang atau dapat pula terjadi dengan cara terpapar
dengan tingkat infeksi rendah secara terus menerus. Untuk mengetahui status
imunitas ini perlu pemeriksaan serologis.

Selain agen biologic, agen non biologic seperti defisiensi vitamin atau
mineral dapat menimbulkan penyakit. Ternak dengan status nutrisi yang rendah
menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap suatu penyakit. Untuk penyakit
SE, ternak dengan asupan pakan berkualitas rendah lebih mudah tertular
penyakit ini.

Keadaan lingkungan yang menjadi salah satu pendukung terjadinya


suatu penyakit umumnya mencukup lokasi kejadian penyakit beserta faktor-
faktor pendukung lainnya yang mempengarihi ternak dan agen penyakit. Faktor
ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan biolgik maupun lingkungan
sosioekonomi.

Lingkungan fisik umumnya berkaitan dengan kondisi geografis suatu wilayah,


musim, temperature, dan curah hujan. Kondisi ini mempengaruhi keberadaan
agen, vektor penyakit, untuk berkembang sehingga mengakibatkan pola
penyakit dari masing-masing wilayah berbeda.

Lingkungan biologic meliputi pengaruh makluk hidup yang berada di lingkungan,


misalnya vaksin, kehadiran vector, jenis dan kualitas pakan yang dikonsumsi
dapat berpengaruh terhadap keberadaan ternak untuk bertahan melawan agen
penyakit.

Lingkungan sosioekonomi meliputi kepadatan populasi ternak, lalulintas ternak,


perkandangan dan sanitasi. Pemeliharaaan ternak pada kandang yang diisi
terlalu padat dan dengan sanitasi yang buruk akan menudahkan penularan
penyakit yang ditularkan secara kontak fisik. Selain itu, manajemen
pemeliharaan ternak (intensif, semiintensif atau ekstensif) juga berpengaruh
terhadaap keadaan kesehatan ternak. Peternakan dengan system intensif,
penyakit umumnya lebih terkendali kejadiannyaa dibandingkan dengan yang
bersifat ekstensif, karena seperti vaksinasi dilakukan dengan terprogram dan
tercatat dengan baik, keluar masuknya ternak dikendalikan/diatur dengan baik.

Pengaruh lingkungan yang berubah menyebabkan keseimbangan antara


agen penyakit dengan ternak dapat berubah. Bilamana daya tahan ternak
semakin tinggi maka hal ini berarti agen tidak dapat menyebabkan penyakit atau
penyakit dapat ditekan ke tingkat yang lebih rendah. Kejadian penyakit yang
disebabkan oleh lingkungan yang tidak seimbang, misalnya agen penyakit yang
tadinya tidak ganas karena pengaruh lingkungan berubah menjadi ganas
dimana perubahan terjadi secara genetis.Dalam keadaan ini, agen penyakit
sama tetapi sifatnya berubah, yaitu keadaan sakit pada tenak dapat terjadi.
Keadaan lingkungan dapat menyebabkan daya tahan hospes eningkat akibat
beberapa hal sepeprti perkawinan silang, meningkatnya kekebalan akibaat
imunisasi.

2. Mekanisme Penularan Penyakit

Agen penyakit berupa bakteri dan virus umumnya ditularkan ke ternak


melalui penularan secara kontak langsung dan tidak langsung. Pada penularan
secara langsung dapat terjadi melalui kontak dengan eksudat (discharge) yang
berasal dari kulit ataupun yang berasal dari berbagai lubang kumlah ternak
penderita. Perkawinan secara alami atau buatan juga menjadi salah satu cara
penularan penyakit secara langsung.

Penyakit yang ditularkan secara tidak langsung dapat terjadi melalui


pakan,air, susu, debu/udara. Selain itu, vector penyakit seperti tungau, caplak,
kutu, lalat, dan nyamuk juga berperan dalam penularaan penyaakit secara tidak
langsung. Agen-agen ini dapat dipindahkan secara biologis melalui vector
sebagai bagian dari siklus reproduksinya.
Bakteri atau virus ditularkan ke ternak melalui beberapa cara seperti :

a. Inhalasi dan infeksi melalui saluran pernafaasan


b. Ingesti atau infeksi melalui saluran pencernaan
c. Inokulasi atau infeksi melalui kulit atau membrane mukosa seperti kontak
langsung, suntikan, gigitan serangga, atau luka
d. Koitus/melalui peralataan IB yang tercmar (kateter, vagin buatan, semen,
dll)
e. Infeksi melalui umbilicus
Masing-masing agen bakteri atau virus menimbulkan infeksi melalui jalan
tertentu, misalnya E. coli masuk ke usus melalui saluran pencernaan dan
tidak melalui kulit, sedangkan Staphylococcus aureus menyebabkan
infeksi melalui kulit, Brucella sp melalui beberapa cara seperti kulit, mulut,
mukosa, dan alat genitalia.

Beberapa mekanisme penularan penyakit :

1. Infeksi melalui system pernafasan/dahak


Agen dikeluarkan melalui hidung sewaktu bernafas atau berdahak.
Sebagian besar kuman berasal dari mulut dan oropharinx. Butiran dahak
dapat mongering di udara/luar tubuh hospes tetapi masih mengadung
kuman pathogen. Contoh penyakit yang ditularkan melalui system
pernafasan adalah SE.
2. Infeksi melalui system pencernaan
Kuman yang menyerang alat pencernan biasanya masuk ke dalam tubuh
ternak dengan cara ditelan seperti pada infeski Salmonella, E. coli,
Pasteurella multocida, Mycobacterium bovis. Pada penyakit yang
menyerang saluran pencernaan, feses merupakan sumber penyakit dan
penyebaran kuman pathogen. Infeksi umunya terjadi melalui pencemaran
paakan, air, kandang dan peralatan kandang serta peternak.
3. Infeksi yang terjadi akibat Inokulasi
a. Kontak : beberapa penyakit ditularkan oleh kuman infeksius yang
merasuk melalui kulit dan mukosa membrane seperti pada infeksi
Brucella abortus dan Bacillus anthracis. Selain kontak langsung
penularan dapat terjadi pula melalui baahan tercemar seperi pemerah
susu, kandang yang tercemar ringworm, dan dermatophilosis.
b. Luka : kuman pathogen masuk ke dalam lapisan jaringan yang lebih
dalam melalui kerusakan kulit atau membrane mukosa. Pada hewan,
luka ini dapat terjadi oleh kastrasi, pemotongan tanduk, kelahiran,
gigitan hewaan, luka karena paku atau benda taajam lainya. Sumber
penularan dari kuman yang terdapat dalaam luka dapat berasal dari
tanah atau feses.
c. Injeksi : kumam masuk ke tubuh ternak melalui gigitan
vector/arthropoda seperti anaplasmosis.
4. Infeksi melalui Alat Genitalia : kuman masuk ke dalam alat genitalia
sewaktu kelahiran, estrus, atau perkawinan seprti brucellosis.
Corynebacterium renale, penyebab pielonefritis masuk ke saluran
urinaria melalui saluran genitalia.

3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Ternak Sapi

A. Metode Pencegahan dan Pengendaliaan Penyakit

Biasanya tindakan pencegaahan bertujuan untuk menekan angka


kesakitan (morbidity rate) dan angka kematian (mortality rate) serta menjaga
agar status kesehatan ternak dipertahankan/ditingkatkan. Sedangkan tindakan
pengendalian lebih ditujukan kepada usaha-usaha agar penyakit tidak
menyebar/tertular ke ternak sehat lainnya.

Dalam melakukan tindakan pencegahaan dan pengendaliaan penyakit


maka dapat diterapkan beberapa metode yaitu : menerapkan prinsip-prinsip
sanitasi dan desinfeksi kandang secara rutin, melakukan vaksinasi secara
teratur. Pada saat terjadi wabah maka tindakan biosecurity juga merupakan haal
yang penting dan wajib untuk dilakukan, disamping melakukan isolasi terhadap
ternak yang menderita serta memperketat lalulintas ternak dan karantina
didaerah tertular untuk menghindari terjadinyaa letupan penyakit yang lebih
luas.

a. Sanitasi dan Desinfeksi Kandang


Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkaan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan
dalam rantai perpindahan penyaakit tersebut. Prinsip-prinsip sanitasi
adalah untuk memperbaaiki, mempertahankan atau mengembalikaan
status kesehatan yang baik bagi ternaak yang dipelihaara. Resiko
terjaadinyaa penyakit pada dipengaaruhi oleh interaksi antaaraa tiga
komponen yaitu ternak, lingkungan dan agen penyakit. Untuk itu, prinsip-
prinsip sanitasi diupayakan untuk selalu diterapkaan pada setiap tahaap
kegiatan unit usaha yang berkaitaan dengan proses pembibitan,
pemeliharaan, dan pengolaahan haasil produksi.
Desinfeksi adalaah upayaa penyingkiran ataau penghaancuraan
kuman. Upaya ini memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang jelas
tentaang cara dan bahan yang tersedia, serta peneraapaannya yang
baaik. Panas sinar matahaari merupaakan desinfeksi yang paling baaik
untuk menghancurkan dan membunuh kuman yang mencemari alas
kandang dan peralataan kaandang. Beberapaa kuman dapat dimatikan
dengan hembusan udara panas. Untuk seluruh areal peternakan dan
peralataan kandang baiknya selalu dibersihkan dan alat-alat dapat
dijemur dibawah terik matahari
Desinfektan tertentu diaanjurkaan dipaakai untuk tujuan tertentu,
misalnya formaldehid untuk fumigasi, alcohol 70% untuk desinfektan
kullit, chlorine dan iodine untuk air, hydrogen peroksida 2% untuk
desinfeski luka, Lysol dan creosote untuk mendesinfeksi bangunan atau
suaatu permukaan yang luas.
Manajemen sanitasi dan desinfeksi kandang yang baik tetap
menjadi syaarat yang mutlak dalam menjaga kondisi kesehataan ternak
dan menjadi kunci pengendalian penyakit yang berkesinambungan.
Kandang dan peralatannya merupakan salah satu saran pokok yang
penting yang ikut berperan dalam menentukan berhasil tidaknyaa suatu
usaha peternakan. Untuk itu beberapa hal yang perlu diperhaatikan
adalah kebersihaan kaandang, baik dari kotoran-kotoran maupun dari
kuman-kuman atau bibit penyakit. Kandang yang sehat dan bersih akan
memberikaan dampak yang baaik bagi pertumbuhan dan kesehatan
ternak yang dipelihara.

b. Biosecurity
Biosecurity adalah serangkaian usaha untuk mencegah atau
mengurangi peluang masuknya suatu penyakit ke suatu system usaha
ternak dan mencegah penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lain
yang masih bebas. Prinsip dasar dalam pelaksanaannya isolasi dan
desinfeksi.
Bagi sector peternakan ditingkat pedesaan, istilah dan
pelaksanaan biosecurity masih sangat relative baru sehingga konsep ini
belum banyaak diterapkan. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dan miskonsepsi terutama tentang besarnya
biaya dalam penerapan biosecurity tanpa mempertimbangkan
keuntungan yang akan dieroleh.
Biosecurity sector 1-3 yaitu biosecurity yang lebih ditekankan pada
farm-farm besar, mengingat pentingnya pengamanan ternak ini, berkaitan
dengan lingkungannya atau anak kandang dan tamu kandang.
Biosecurity sector 4 ditujukan untuk aneka ternak yang dipelihara warga,
baik secara intensif maupun ekstensif.
Penerapan biosecurity ditingkat peternaak yang hanya
memeliharaa ternaknya sebagai usaha sambilan bukan sebagai usaha
pokok merupakan hal yang menghambat program biosecurity itu sendiri.
Pada hal untuk level ini, peranan biosecurity sangat mampu dalam hal
memberikan jaminan pengamanan hidup bagi peternak, warga sekitar
dan juga bagi ternak yang ada disekitar lokasi dimaksud.

c. Isolasi Ternak sakit


Ternak yang menderita penyaakit harus secepat mungkin
dipisahkan dari kelompoknya agar dpaat menguraangi resiko penularan
terhadap ternak yang lain. Selama berada di kandang isolasi, hewan
penderita diberi pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan kasusn
yang ada.Ternak diobservasi/diamati sampai memperlihatkan apakah
ternak tersebut sembuh atau tidak. Jika dalam masa perawaataan
ternaak mati maka harus dikubur atau dibakar serta segera diberikan
tindakan-tindakan pengendalian lainya sesuai dengan kasus penyaakit
yang diderita untuk mencegah terjadinya penularan penyaakit yang lebih
luas.

d. Memperketat lalulintas Ternak dan Karantina


Lalulintas ternak juga berperan penting dalam proses penyebaran
penyakit pada ternak besar seperti sapi. Penyakit-penyaakit seperti
anthrax, brucellosis, streptococcosis menular secara cepat melalui
perpindahan ternak sakit atau karier dari daerah tertular ke daerah yang
bebas atau belaum tertular. Terhadap ternak yang baru, walaupun
kelihatanya sehat jangan terburu-buru dimasukan sebelum
dikarantinakan dalam waktu yang cukup. Begitu pula dengan hewan yang
baru kembali dari pasar hewan, atau kontes ternak karena ada
kemungkinan ternak tersebut tertular/terpapar kuman saat berada di
pasar hewan. Masa karantina hewan sebaiknya disesuaikaan dengan
masa inkubasi maksimum penyakit yang dicurigai.

e. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu tindakan ideal dalam melakukan
pencegahan penyakit hewan. Beberaapa penyaakit pada ternak sapi
seperti SE, Anthrax, Brucellosis, Colibacillosis, PMK, dan sebagainya
dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi secara teratur setiap tahun.
Vaksinasi memberikan manfaat jika dilakukan secara teratur pada ternak
sehat dengan usia yang sesuai dosis dan cara aplikasi yang benar.
Pemberian vaksinasi tanpa diikuti tindakan biosecurity atau sanitasi,
hanya sedikit memberikan manfaat pada kejadian atau keparahan suatu
penyakit. Dengan demikian berbagai metode pengendalian atau
pencegahan penyakit umumnya saling berkaitan satu dengan yang lain.
Kombinasi antara beberapa jenis metode pencegahan/pengendalian
penyakit memberikan dampak yang lebih baik terhadap pengendaliaan
penyakit ternak yang lebih luas.

B. Operasional Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Ternak Sapi

Untuk menciptakan kondisi optimum dalam penekanan angka kematian


dan kesakitan ternak serta resiko kesehatan manusia (zoonosis), maka
dirangkai usaha atau langkah-langkah pengendalian dan pemberantasan
penyakit yang meliputi 3 langkah yaitu pengendalian, pemberantasan, dan
konsolidasi. Ketiga langkah ini selanjutnya diapliasikan dalam 17 langkah yaitu :

I. Pengendalian, dilakukan pada kondisi rawan untuk mencegah wabah


yang meliputi :
 Pengawasan lalulintas ternak dengan (1) langkah penolakan dan
karantina
 Meningkatkan kekebalan ternak, dengan (2) langkah vaksinasi
 Tindakan penyidikan (3) dan pemantauan/monitoring (4) oleh BBV/Lab
Vet dan Disnak setempat
II. Pemberantasan, dilakuakn pada kondisi wabah agar wabah terkendali
 Beberapa tindakan yang dilakukan pada daerah tertular :
a. Penutupan daerah (5)
b. Pemberantasan vector/reaktor (6)
c. Sanitasi, biosecurity dan pengobatan (7)
d. Isolasi dan observasi (8)
e. Eliminasi dan pemusnahan (9)
f. Pemotongan bersyarat (10)
g. Vaksinasi massal (11)
 Pada daerah terancam dengan langkah :
a. Revaksinasi (12)
b. Penyuluhan (13)
III. Konsolidasi, dilakukan pada kondisi aman untuk menjaga agar kondisi
tersebut tetap aman dari kerawanaan
 Terhadap populasi, dengan langkah : pengamatan/surveillance oleh
BBV/lab vet dan disnak setempat (14) dan mengaktifkan pelayanan
puskeswan (15)
 Terhadap hasil ternak, dengan langkah pengamanan residu obat oleh
BPMSOH (16) dan pembinaan kesehatan masyarakat oleh RPH dan lab
kesmavet (17).
PENUTUP

Rangkuman

Kejadian penyakit umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang cukup


kompleks yang diringkas menjadi 3 yaitu faktor agen, hospes/ternak dan
lingkungan. Bila ada keseimbangaan antara agen, ternak dan lingkungan maka
agen tidak dapat menyebabkan penyakit dan hospes/ternak ada dalam kondisi
yang taahaan terhadap serangan agen. Antara agen, hospes dan lingkungan
tidak saling meruugikan.

Agen penyakit berupa bakteri, virus, parasit ditularkan ke hospes/ternak


melalui penulaaran secaaraa kontak langsing dan tidak langsung. Pada
penularan secara langsung dapat terjadi ketika berkontak dengaan eksudat
yang berasal dari kulit, mulut, anus, preputium, vagina, dll. Penularan penyakit
secara tidak langsung seperti pakan, air, peralatan kandang, vector, dll.

Penecegahan dan pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan


menerapakan beberapa metode pencegahan seperti prinsip-prinsip biosecurity,
sanitasi dan desinfeksi kandang secara rutin, isolasi ternak, memutuskaan
siklus hidup parasit/musnahkan vektor serta melakukan vaksinasi secara
teratur.

Daftar Pustaka

Akoso, Budi Tri. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius : Yogyakarta

Batan, I. Wayan. 2001. Sapi Bali dan Penyakitnya. Penerbit Universitas


Udayana : Denpasar

Carter, G.R; G. Williams. 1986. Esensial of veterinary Bakteriology and


Mycology. Lea & Fibeger : Philadelphia

Dharma, Dewa Made Ngurah ; Anak Agung Gede Putra. 1997. Penyidikan
Penyakit Hewan. CV Bali Media Aksara : Denpasar
DIKLAT AGRIBISNIS SAPI POTONG BAGI PENYULUH
“MENGENDALIKAN PENYAKIT TERNAK SAPI”
Saol Pre-test

1. Tuliskan Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit


pada seekor ternak sapi?

2. Uraikan hubungan faktor-faktor tersebut dalam menyebabkan timbulnya


penyakit

3. Tuliskan cara penularan penyakit berikut ini yang pada ternak sapi:
a. Penyakit Ngorok/SE

b. Antrax

c. Jembrana
d. Brucellosis

4. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara, berikan/tuliskan


contoh-contohnya!

Selamat bekerja, sukses selalu


DIKLAT AGRIBISNIS SAPI POTONG BAGI PENYULUH
“MENGENDALIKAN PENYAKIT TERNAK SAPI”
Saol Post Test
1. Jelaskan hubungan faktor-faktor penyebab penyakit untuk menimbulkan suatu
penyakit tertentu!

2. Beberapa tindakan pengendaliaan penyakit pada ternak sapi adalah seperti :

3. Bagaimana upaya yang efektif untuk mengendalikan penyakit :


a. Penyakit Ngorok/SE

b. Antrax

c. Jembrana

d. Brucellosis

4. Faktor apakah yang sering menyebabkan gagalnya usaha pengendalian


penyakit?

Selamat bekerja, sukses selalu


Pendahuluan

Penyakit pada ternak besar atau kecil yang disebabkan oleh bakteri diantaranya
adalah penyakit Septicemia Epizootica (SE), Brocellosis, Anthrax, Streptococcosis,
Colibacillosis dan Swine Erysipelas. Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang umum
dijumpai menyerang ternak besar atau kecil dan menyebabkan kerugian ekonomi bahkan
dapat menyebabkan kematian yang tinggi bila tidak segera ditangani dengan cermat dan
cepat. Pengetahuan akan penyebab, gejala klinis, cara penularan, serta tindakan
pencegahan dan penanganannya akan sangat membantu mahasiswa yang nantinya akan
lulus dari Politani dan masuk dalam lingkungan masyarakat. Paling tidak para lulusan
nanti dapat melakukan tindakan pencegahan dan penanganan dini ternaknya yang sakit
atau ternak milik masyarakat sekitarnya.

6.2. Penyajian

Kegiatan Belajar IX

6.2.1. Penyakit Septicemia Epizootica (Se)

Penyakit Septicemia Epizootica (SE) biasa dikenal juga dengan nama penyakit
ngorok atau Septicemia Hemorrhagica adalah penyakit yang sangat menular yang dapat
menyerang ternak sapi, kerbau, juga babi serta dapat pula menyerang ternak lain seperti
kuda, kambing dan domba. Penyakit ini telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejadian penyakit umumnya tinggi pada
pergantian musim.

Kerugian ekonomi akibat penyakit ini sangat besar apabila tidak ditangani secara
seksama. Penyakit Septicemia Epizootica biasanya berjalan secara akut dan
menimbulkan kematian yang tinggi, terutama pada penderita yang telah menunjukkan
gejala klinis.
Etiologi/Penyebab

Penyebab penyakit Septicemia Epizootica adalah Pasteurella multocida. Kuman


ini untuk pertama kali ditemukan oleh Pasteur (1880), dimana kuman ini termasuk gram
negetif berbentuk cocobacillus, mempunyai ukuran yang sangat halus dan bersifat
bipolar, tidak membentuk spora, bersifat non motil, tumbuh subur pada blood agar
dengan bau koloni yang spesifik seperti bau sperma.

Penularan

Penularan penyakit biasanya melalui saluran pencernaan dan saluran pernafasan


yaitu melalui makanan dan minuman tercemar serta peralatan kandang. Selain itu dapat
pula melalui kotoran/cairan tubuh penderita seperti ludah, air seni dan feses.

Lingkungan dapat tercemar oleh ternak yang sakit karena mengeluarkan nasal
discharge atau sputum waktu batuk. Apabila keadaan sesuai maka kuman yang jatuh di
tanah tersebut akan dapat tahan lebih kurang satu minggu dan dapat menulari
sekelompok ternak yang berada di sekitarnya. Kuman dapat juga hidup secera komersal
pada mukosa nasopharynx ternak dan menjadi sakit apabila ternak dalam keadaan stress.

Gejala Klinis

Masa inkubasi pada sapi adalah 10-14 hari setelah ternak menderita stress.
Kadang-kadang ternak mati secara tiba-tiba tanpa disertai gejala. Umumnya penderita
lesu, suhu tubuh tinggi dapat mencapai 41°C atau lebih, keluar ingus dari hidung, nafsu
makan menurun, malas bergerak, depresi, respirasi dangkal dan terdengar suara
ngorok/mendengkur, batuk-batuk, gangguan pencernaan mungkin timbul berupa
gangguan peristaltik usus yang meningkat, dan diare. Selain itu, adanya pembengkakan
di daerah leher bagian bawah, kepala, tenggorokan, kadang-kadang meluas hingga kaki
depan, alat kelamin dan anus.
Spesimen untuk Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah sediaan ulas


darah jantung, cairan busung dan darah jantung. Selain itu, potongan alat tubuh yang
mengalami perubahan seperti : jantung, limpa, ginjal, kelenjar limpa untuk isolasi
kuman (specimen dikirim dalam keadaan dingin dalam transport media, biasanya segera
dikirim ke laboratorium). Untuk pemeriksaan histopatologi, organ yang mengalami
perubahan ditaruh dalam formalin 10%/ atau buffer.

Pencegahan dan Pengobatan

Tindakan pencegahan yang harus dilakukan adalah vaksinasi pada ternak secara
teratur minimal setahun sekali dengan vaksin oil adjuvant dengan dosis 3 ml secara
intramuscular. Disamping itu, peraturan yang ketat terhadap lalu lintas
ternak/pemasukan ternak. Pengobatan yang diberikan pada ternak yang sakit adalah
pemberian antibiotic secara dini seperti streptomycin dengan dosis 5-10 mg/kg berat
badan, oxytetracyclin dengan dosis 4-10 mg/kg berat badan.

6.2.2. Penyakit Antrax

Penyakit Antrax adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh
infeksi kuman Bacillus anthracis dan dapat menyerang semua jenis ternak besar dan
kecil, bangsa burung, carnivora, serta hewan berdarah dingin. Antrax juga dapat
menyerang manusia dan merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting dan
sering menyebabkan kematian pada manusia. Pada ternak selain kerugian karena
kematian, juga kehilangan tenaga kerja serta penderita tidak boleh dipotong.

Etiologi/Penyebab

Penyakit Antrax disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis yang berbentuk


batang besar, lurus dengan ujung siku-siku, biasanya tersusun tunggal atau dalam rantai
pendek 2-6 organisme. Dalam jaringan selalu berkapsul dan akan membentuk spora bila
cukup oksigen dan dapat bertahan bertahun-tahun di dalam tanah/alam bebas.
Cara Penularan

Penularan penyakit antrax dapat terjadi melalui alat pernafasan yang mungkin
terjadi pada pekerja penyortir bulu/kulit ternak (misalnya domba). Saluran pencernaan
dengan tertelannya spora kuman antrax baik melalui makanan maupun minuman yang
tercemar serta kulit yang terluka dan biasanya terjadi pada manusia yang banyak
berhubungan dengan ternak.

Gejala Klinis

Kejadian penyakit Anthrax biasanya berjalan secara akut/perakut yang ditandai


dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi (42°C), penderita gelisah, depresi, detak
jantung cepat dan lemah, kejang-kejang dan akhirnya segera mati dalam waktu yang
cepat (1-2 hari disebabkan perdarahan pada otak). Bangkai dari hewan yang mati
menunjukkan darah berwarna kehitaman yang keluar dari lubang-lubang kumlah seperti
hidung, mulut, telinga, anus, preputium atau vulva. Pada kuda sering terjadi kolik atau
pembengkakan tenggorokan, leher dan bahu. Pada babi dijumpai pembengkakan pada
pharynx dan gastroenteritis.

Spesimen untuk Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen yang diambil untuk pemeriksaan l;abotarorium adalah sediaan ulas


darah dari pembuluh darah tepi (vena pada telinga, metacarpal/metatarsal), swab darah
penderita atau dengan kertas saring atau kapur tulis serta tanah, bahan tercemar, pasir,
kulit dan jaringan yang dicurigai. Spesimen dikirim ke laboratorium tanpa bahan
pengawet.

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan terhadap penyakit Anthrax dapat dilakukan dengan vaksinasi pada


ternak di daerah enzootic yang dilakukan setiap tahun dengan vaksin aktif stain 34 F2
dengan dosis 1 ml untuk hewan besar dan 0,5 ml untuk hewan kecil. Cara
pemberiannyanya dengan sub kutan (di bawah kulit). Selain itu, dilakukan pengaturan
yang ketat terhadap pemasukan hewan.

Penyakit Anthrax dapat diobati dengan pemberian suntikan anti serum dengan
dosis 50-100 ml untuk hewan kecil dan 50-150 ml untuk hewan besar. Penyuntikan
serum homolog secara IV atau SC sedangkan anti serum heterolog secara SC. Selain itu,
dengan antibiotic seperti penicillin dan tetracycline (harus dengan pengawasan dokter
hewan)

Kegiatan Belajar X

6.2.3. Penyakit Brucellois

Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Brucella sp yang


ditandai dengan adanya abortus pada kebuntingan tua dan disertai dengan infertilitas
yang tinggi. Pada sapi penyakit ini dikenal dengan sebutan Penyakit Keluron Menular
atau Penyakit Bang. Sedangkan pada manusia menyebabkan deman yang bersifat
undulans dan disebut “Demam Malta”.

Kerugian ekonomi akibat brucellosis antara lain keguguran/keluron, anak hewan


yang lahir lemah kemudian mati, gangguan reproduksi berupa kemanjiran temporer atau
permanen. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis yang cukup penting pada manusia
sulit diobati.

Etiologi/Penyebab

Penyakit brucellosis pada sapi disebabkan oleh Brucella abortus bovis, pada babi
oleh Brucella suis, dan pada domba oleh Brucella ovis. Kuman Brucella berbentuk
cocobacillus, gram negative, tidak berspora dan bersifat aerob.

Cara Penularan

Penularan brucellosis pada hewan umumnya terjadi melalui saluran pencernaan


dengan memakan makanan yang terkontaminasi oleh placenta atau sisa foetus yang
diabortuskan. Pada manusia dikarenakan meminum susu yang tidak dimasak. Disamping
itu, penularan penyakit brucellosis dapat terjadi melalui saluran kelamin, selaput lendir
atau kulit yang terluka serta melalui perkawinan baik secara alami maupun secara kawin
suntik (inseminasi buatan).

Gejala Klinis

Gejala klinis utama yang terlihat pada sapi adalah terjadinya abortus pada umur
semester terakhir (setelah umur kandungan 5-8 bulan, yang dapat diikuti kemajiran
temporer atau permanen, serta menurunnya produksi susu. Keluron atau keguguran
dapat terjadi satu, dua, atau tiga kali kemudian kelahiran normal kembali (ternak
kelihatan sehat walaupun mengeluarkan cairan vaginal yang bersifat infeksius, cairan
janin yang keluar kelihatan keruh). Pada pejantan menunjukkan gejala epididimitis
(radang epididimis) dan orchitis (pembengkakan scrotum) serta adanya pembengkakan
persendian terutaman persendian lutut.

Spesimen Untuk Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen yang diambil untuk pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit


brucellosis adalah serum darah, air susu, contoh dari vaginal dengan swab, darah (whole
blood), placenta, foetus atau isi lambung foetus yang diabortuskan. Spesimen tersebut di
atas dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin.

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan terhadap penyakit brucellosis adalah dengan vaksinasi menggunakan


vaksin hidup strain 19 (S 19) dengan dosis 5 ml SC. Vaksin S 19 dapat menekan 65-75%
kejadian abortus, kemudian sisa 25-35% dilakukan vaksinasi lagi dengan K 45/25.
Selain itu untuk membebaskan sapi dari brucellosis dilakukan test dan reaktor posetif
dilakukan pemotongan paksa (test and slaughter).

Untuk pengobatan, pemberian antibiotik dapat dilakukan dengan pemberian


streptomycin dan clortetracycline secara IV atau infuse melalui putting susu. Selain itu,
oxytetracycline 10 mg per ekor, chloramphenicol 1 gram/100 kg berat badan selama 12
hari.

6.2.4. Penyakit Streptococosis

Etiologi/Penyebab

Streptococcosis pada babi adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Streptococcus suis type II (serogrup D). Di Indonesia, streptococcosis pada babi
disebabkan oleh S. equi subspecies zooepidemicus (serogrup C). Kuman ini berbentuk
untaian seperti rantai, bersifat gram posetif.

Cara Penularan

Penularan terjadi karena masuknya babi pembewa penyakit (karier) ke suatu


peternakan/daerah yang sebelumnya bebas. Umumnya hewan muda lebih peka dari yang
dewasa. Angka morbiditas dapat mencapai 60% dengan angka mortalitas sekitar 30%.

Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit streptococosis adalah pada stadium awal penderita tampak
depresi, lesu, nafsu makan menurun. Demam tinggi mencapai 42°C, terjadi peradangan
pada persendian lutut (arthritis) sehingga menimbulkan kepincangan, terdapat gangguan
pernafasan. Selain itu, terjadi gangguan syaraf yang ditunjukkan dengan adanya tremor,
inkoordinasi gerak, muntah darah dan epistaksis, kulit mengalami eritema serta
berwarna merah kebiruan.

Pencegahan dan Pengobatan

Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit perlu memperhatikan sanitasi


kandang, alat-alat serta lingkungan sekitarnya. Hewan yang sakit harus diisolasi dan
menghindari terjadinya jual-beli babi yang sakit. Sedangkan pengobatannya adalah
dengan menggunakan beberapa antibiotik, terutama bila diberikan secara dini maka
penderita dapat tertolong.
Material untuk Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen yang dapat diambil berupa cairan asites, cairan sendi, swab anus, swab
hidung, swab tenggorokan/mulut, darah jantung atau dari organ hati, ginjal, paru-paru,
limpa, otak serta usus untuk kepentingan isolasi agen penyebab. Sedangkan untuk
pemeriksaan histopatologi dapat dikirim otak, hati, ginjal, jantung, paru-paru dan limpa
dalam container berisi formalin 10%.

6.2.5. Penyakit Swine Erysipelas/ Diamond Skin Disease

Swine erysipelas adalah penyakit menular yang menyerang babi, bersifat akut
atau kronis, ditandai dengan adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit dan arthritis.

Etiologi/Penyebab

Swine erysipelas disebabkan oleh bakteri Erysipelotrik rhusiopathiaeb ( E.


insidiosa), berbentuk batang pendek, dan bersifat gram posetip. Yang paling peka adalah
babi umur dua bulan hingga satu tahun dan babi bunting. Angka morbiditas tinggi
dengan angka mortalitas yang sangat bervariasi.

Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit swine erysipelas adalah demam, timbul bercak-bercak


kemerahan sampai biru kehitam-hitaman pada kulit, biasanya muncul pertama kali pada
kulit daun telinga, abdomen dan sebelah dalam kaki. Bercak-bercak kemerahan tersebut
dapat berlanjut mengalami nekrosa sehingga akhirnya memperlihatkan adanya
pengelupasan kulit pada daerah tersebut. Kuman sering berkembangbiak pada
persendian kaki sehingga menimbulkan kebengkakan dan akhirnya terjadi peradangan
sendi (persendian karpal dan tarsal)

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dilakukan melalui imunisasi aktif dengan vaksinasi yang teratur.


Pencegahan dapat juga dilakukan dengan imunisasi pasif yaitu dengan jalan memberikan
serum kebal (juga untuk pengobatan). Pemberian antibiotic efektif untuk membantu
proses kesembuhan.

Material untuk Pemeriksaan Laboratorium

Untuk isolasi kuman dapat dikirim organ yang mengalami kelainan seperti limpa,
limfoglandula, kulit, cairan persendian dalam botol yang berisi medium transport. Serum
untuk uji serologi.

6.3. Penutup

6.3.1. Rangkuman

Penyakit bakterial pada ternak besar/kecil diantaranya adalah penyakit


Septicemia Epizootica (SE), Brocellosis, Anthrax, Streptococcosis, Colibacillosis dan
Swine Erysipelas. SE adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menyerang
ternak sapi, kerbau, juga babi serta dapat pula menyerang ternak lain seperti kuda,
kambing dan domba. Demikian pula penyakit Antrax adalah penyakit yang sangat
menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Bacillus anthracis, menyerang semua jenis
ternak besar dan kecil, bangsa burung, carnivora, serta hewan berdarah dingin. Antrax
juga dapat menyerang manusia dan merupakan salah satu penyakit zoonosis yang
penting dan sering menyebabkan kematian pada manusia.

Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Brucella sp yang


ditandai dengan adanya abortus pada kebuntingan tua dan disertai dengan infertilitas
yang tinggi. Sedangkan Streptococcosis pada babi adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Streptococcus suis type II (serogrup D). Di Indonesia,
streptococcosis pada babi disebabkan oleh S. equi subspecies zooepidemicus (serogrup
C). Swine erysipelas adalah penyakit menular yang menyerang babi, bersifat akut atau
kronis, ditandai dengan adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit dan arthritis.
6.3.2. Latihan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silahkan Anda


kerjakan latihan berikut ini

1. Sebutkan bakteri penyebab dari penyakit SE, Anthrax, Brucellosis,


Streptococcosis, dan Erysipelas.

2. Jelaskan gejala klinis dari ternak yang terserang a). penyakit SE dan b). penyakit
Anthrax.

3. Mengapa ternak yang dicurigai menderita penyakit anthrax tidak boleh


dinekropsi/buka?

4. Bagimanakah cara mencegah penyakit a) SE, dan b). Anthrax?

5. Bagimanakah membedakan ternak babi yang menderita penyakit Streptococcosis


dari penyakit Erysipelas?

DAFTAR PUSTAKA

Akoso Budi T., 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Dharma D. Made Ngurah dan Putra Anak Agung G. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan.
CV Bali Media Adhikarsa. Denpasar.

Subronto dan Tjahayati Ida. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai