Anda di halaman 1dari 35

Wardiman Jaya Rahman Tugas Matrikulasi

PPDH Gelombang 13
220130100011030

Judul Pengembangan Peternakan Ayam Sistem Free-Range


Nama jurnal WARTAZOA Vol. 31 No. 4 Th. 2021 Hlm. 175-184
Tahun 2021
Penulis Fitra, D., Ulupi, N., Arief, I., Mutia, R., Abdullah, L., Erwan, E.
Link download http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v31i4.2683
Latar belakang Sistem free-range merupakan model pemeliharaan terkini dari
produksi ternak ayam yang sesuai dengan Konsep Kesejahteraan
Hewan (Animal Welfare). Menurut UU No.18 tahun 2009,
kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan
dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku
alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak
terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Permasalahan Ayam pada sistem free-range harus mendapatkan akses ke padang
pengembalaan untuk mengekspresikan tingkah laku
alaminya.sistem pemeliharaan intensif menyebabkan stres yang
berdampak pada turunnya tingkat kesehatan, performa dan kualitas
produk. Australia saat ini mulai beralih menggunakan sistem lain
yang mampu mengakomodir prinsip kesejahteraan hewan.
Tujuan penelitian Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang bagaimana sistem
free-range dilaksanakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan,
performa dan kualitas produk serta strategi pengembangan free-
range sebagai alternatif sistem produksi ternak ayam.
Sumber data Salah satu indikator penilaian tingkat kesejahteraan ayam adalah
intensitas tingkah laku alami, tingkat kesehatan dan kepadatan
dalam kandang (Miao et al. 2005) dan tingkat stres (Shini 2003).
Tingkat stres bisa terlihat dari nilai rasio Heterofil/Limfosit (H/L).
Kondisi stress akibat cekaman panas pada ayam terlihat apabila
rasio H/L mengalami peningkatan.
Metode penelitian Pada ayam layer ditandai dengan kualitas telur. Nilai Haugh Unit
(HU) sedangkan pada broiler ditandai pada pengingkatan bobot
berat ayam.
Objek penelitian Peternak ayam
Hasil penelitian Telur dari sistem free-range mengandung protein dan karotenoid
yang lebih tinggi, mengandung juga vitamin A dan E, omega-3 dan
6, DHA serta memiliki kandungan kolesterol yang rendah. Daging
ayam dari sistem free-range mengandung protein yang tinggi dan
kandungan lemak yang rendah. Akan tetapi, performa produksi
ayam dengan sistem free-range masih belum konsisten dan sangat
dipengaruhi oleh jenis hijauan di padang pengembalaan. Introduksi
lahan pengembalaan dengan hijauan unggul seperti Indigofera
zollingeriana serta memilih jenis ayam kampung atau ayam lokal
menjadi strategi pengembangan peternakan ayam sistem free-
range.
Kesimpulan Free range harus memiliki akses ke luar untuk mengekspresikan
perilaku alami pada ayam. Telur dari sistem free-range
mengandung omega-3 & 6, DHA, vitamin A dan E dan memiliki
kadar kolesterol lebih rendah. Daging ayam dari sistem angon
mengandung protein lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah.
Namun, kinerja produksi ayam dengan sistem angon masih belum
konsisten dan sangat dipengaruhi oleh jenis hijauan di padang
penggembalaan. Ayam yang dipelihara dengan sistem free-range
menunjukkan indikator kesejahteraan yang lebih baik, dibuktikan
dengan nilai Heterofil/Limfosit (H/L) dan frekuensi tingkah laku
alaminya.

Judul Deteksi, Isolasi, dan Identifikasi Avian influenza Subtipe H5N1


pada Unggas di Pulau Jawa, Indonesia Tahun 2016
Nama jurnal Jurnal Veteriner Vol. 18 No. 4 : 496-509
Tahun 2017
Penulis Hewajuli, DA., Dharmayanti, N., Wibawan, I.
Link download http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Latar belakang Perubahan kondisi cuaca ekstrim dengan curah hujan tinggi dan
kejadian banjir akhir-akhir ini, peternakan unggas skala kecil yang
tidak menerapkan biosekuriti secara ketat dan vaksinasi yang tepat,
dan rantai pemasaran unggas pada pedagang pengumpul
meningkatkan kasus dan penyebaran Avian influenza pada unggas.
12; Dharmayanti et al., 2013). Virus HPAI H5N1 dinyatakan
endemik di hampir seluruh wilayah di Indonesia sejak ditemukan
pertama kali pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004
(Dharmayanti et al., 2004).
Permasalahan peternakan unggas skala kecil yang belum menerapkan biosekuriti
secara ketat dan vaksinasi yang tepat, dan rantai pemasaran unggas
pada pedagang pengumpul berpotensi meningkatkan kasus dan
penyebaran Avian influenza pada unggas. Kondisi tersebut
memerlukan monitoring sirkulasi virus Avian influenza untuk
mengetahui situasi terkini di Indonesia
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
virus Avian influenza subtipe H5N1 pada unggas di Pulau Jawa
pada tahun 2016 sehingga menjadi acuan untuk penelitian
selanjutnya yang berguna untuk program pengendalian kasus
Avian influenza di Indonesia.
Sumber data Sampel usap kloaka, trakea, dan organ diambil dari unggas (ayam
kampung, ayam ras, itik, entok, dan angsa) yang hidup maupun
mati di Kabupaten Pekalongan, dan Brebes (Jawa Tengah),
Kabupaten Cirebon (Jawa Barat), Kota Serang (Banten) serta
Kabupaten Lamongan (Jawa Timur). Sampel usap kloaka dari
unggas diperoleh dari tiga peternakan itik di Kabupaten
Pekalongan, 10 peternakan itik di Kabupaten Brebes, lima
peternakan itik di Kabupaten Cirebon, 23 pedagang unggas di Kota
Serang, tiga ekor itik kiriman Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Lamongan.
Metode penelitian metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR) untuk mengidentifikasi virus Avian influenza subtipe H5N1
pada unggas dan isolasi ke telur ayam bertunas (TAB) umur 9- 11
hari untuk mengisolasi virus Avian influenza subtipe H5N1 pada
unggas.
Objek penelitian Unggas dipulau jawa
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24 pool sampel bereaksi
positip terhadap RT-PCR dengan primer matrik, sebanyak 15 pool
sampel bereaksi positif terhadap RT-PCR dengan primer H5 dan
sebanyak 11 pool sampel berekasi positip terhadap RTPCR dengan
primer N1. Sebanyak dua isolat virus Avian influenza subtipe
H5N1 dapat diisolasi dari sampel yang dikoleksi dari Kota Serang
dan sebanyak enam isolat virus Avian influenza subtipe H5N1 dari
kasus Avian influenza pada unggas air di Kabupaten Lamongan.
Titer EID50 isolat virus Avian influenza subtipe H5N1 adalah di
atas 108 .
Kesimpulan Simpulan penelitian adalah virus Avian influenza subtipe H5N1
dapat dideteksi pada sampel usap kloaka, trakea, dan organ unggas
yang dikoleksi di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kota
Serang, dan Kabupaten Lamongan tahun 2016. Virus Avian
influenza subtipe H5N1 dapat ditumbuhkan dan diisolasi dari
sampel yang dikoleksi dari Kota Serang dan Kabupaten Lamongan
tahun 2016. Virus Avian influenza subtipe H5N1 dapat dideteksi,
diisolasi, dan diidentifikasi pada unggas di Pulau Jawa, Indonesia
pada tahun 2016.

Judul Pengaruh Pemeliharaan pada Kepadatan Kandang yang Berbeda


terhadap Performa Ayam Broiler
Nama jurnal Jurnal Sains Peternakan Indonesia. Volume 14 Nomor 4, Hal. 418-
422
Tahun 2019
Penulis Woro, I, D., Atmomarsono, U., Muryani, R.
Link download https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jspi/index
Latar belakang kepadatan yang terlalu tinggi memiliki efek negatif yaitu
peningkatan suhu dan kelembapan dalam kandang serta sirkulasi
udara yang buruk sehingga menyebabkan ayam stress. Kandang
yang panas dan lembab akan menyulitkan ternak menyeimbangkan
panas tubuhnya untuk itu maka kepadatan kandang optimum 8
ekor/m2.

Ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak unggas


yang didalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai
satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat
mencukupi semua kebutuhan. Konversi ransum atau Feed
Convertion Ratio (FCR) adalah perbandingan antara jumlah
ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan.
Menurut Fadillah (2004) periode pemeliharaan ayam yang lebih
pendek akan menghasilkan konversi pakan yang lebih baik
dibandingkan dengan ayam yang dipanen dalam kurun dengan
ayam yang dipanen dalam ukuran yang besar. Semakin tinggi
konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan

Permasalahan Kepadatan kandang yang tinggi sangat diutamakan untuk mendapat


keuntungan maksimal dari luas lantai yang digunakan dan dapat
mempengaruhi bobot badan akhir dan efisiensi pengunaan pakan.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemeliharaan
pada kepadatan kandang yang berbeda terhadap performa ayam
broiler
Sumber data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dan
uji F pada taraf 5% kemudian dilanjutkan uji wilayah ganda
Duncan jika ada pengaruh perlakuan.
Metode penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang
digunakan adalah kepadatan kandang dengan T1 = kepadatan
kandang 8 ekor/m2 , T2 = kepadatan kandang 12 ekor/m2 , T3 =
kepadatan kandang 16 ekor/m2 dan T4 = kepadatan kandang 20
ekor/m2 . Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam
broiler unsexed sejumlah 280 ekor berumur 2 minggu dengan
bobot badan 298,37±23,33 gram (CV = 7,81%) yang dipelihara
selama 42 hari.
Objek penelitian Ayam Broiler
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan kandang
berpengaruh nyata pada konsumsi ransum, pertambahan bobot
badan, dan konversi ransum dimana T1 dan T2 dengan kepadatan
kandang 8 ekor/m2 dan 12 ekor/m2 lebih tinggi daripada yang
lainnya, tetapi jika dihitung dengan satuan luas T4 lebih efisien.
Kesimpulan semakin padat kandang, maka meningkatkan jumlah konsumsi dan
konversi ransum. Sementara bobot badan menurun tetapi jika
dilihat dengan satuan luas 20 ekor lebih efisien. Pemeliharaan
dengan menggunakan kepadatan kandang mencapai 20 ekor/m2
dinilai lebih efisien dan ekonomis.

Judul Otomasi Kandang Dalam Rangka Meminimalisir Heat Stress Pada


Ayam Broiler Dengan Metode Naive Bayes
Nama jurnal Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer .
Vol. 2, No. 1, hal. 387-394
Tahun 2018
Penulis Putra, C., Maulana, R., Fitriyah H.
Link download http://j-ptiik.ub.ac.id
Latar belakang Industri unggas di daerah tropis dihadapkan dengan permasalahan
tingginya suhu lingkungan yang mengakibatkan ayam mengalamai
stres panas (heat stress). Ternak unggas tergolong dalam hewan
berdarah panas yang tidak mempunyai kelenjar keringat serta
hampir seluruh tubunya tertutup bulu.

Mutu genetik yang baik akan muncul secara maksimal apabila


ayam tersebut diberi faktor lingkungan yang mendukung, misalnya
pakan yang berkualitas tinggi, sistem perkandangan yang baik,
serta perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Dalam
pemeliharaan suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi produktivitas ayam broiler.

Kandang dapat melindungi ternak dari kontak dengan dunia luar


dengan dinding yang tertutup mampu mengurangi sirkulasi udara
yang terlalu bebas yang mengakibatkan ternak dapat terpapar udara
bebas. Dengan kandang yang suhu dan kelembapan dapat diatur
secara otomatis ayam tidak akan mengalami Heat Stress (cekaman
panas).

Permasalahan Kenaikan suhu yang melebihi zona nyaman mengakibatkan heat


sress pada ayam broiler, dimana ayam akan mengalami penurunan
pertumbuhan, penurunan pakan, kegelisahan, peningkatan
konsumsi air dan berujung pada kematian. Suhu zona nyaman
ayam broiler berkisar antara 20-25°C dan kelembaban berkisar 50-
70%, sedangkan permasalahan saat ini suhu di indonesia
berfluktuasi antara 29-36°C.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji otomasi Kandang Dalam
Rangka Meminimalisir Heat Stress Pada Ayam Broiler Dengan
Metode Naive Bayes
Metode penelitian Pada penelitian ini menggunakan 2 parameter yaitu suhu dan
kelembaban dari pembacaan sensor DHT11 sebagai masukan dan
keluaran berupa kecepatan kipas dan buka tutup tirai pada sistem.
Untuk menentukan keluaran menggunakan metode perhitungan
klasfikasi metode Naive Bayes.
Objek penelitian Ayam broiler
Hasil penelitian Pada penelitian ini menggunakan metode Naive Bayes dengan 54
data uji dari 150 data latih, diperoleh keakurasian untuk output
kipas sebesar 87,03% dan pada output tirai diperoleh keakurasian
sebesar 96,29 %. Sehingga metode Naive Bayes baik untuk
diterapkan pada sistem otomasi kandang ini untuk dapat
meminimalisir heat stress.
Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa sistem ini mampu meminimalisir heat
stress dengan pengujian yang dilakukan selama 2 minggu dengan
menggunakan 600 ekor ayam broiler dimana kematian ayam
sebelum menggunakan sistem otomasi yaitu berjumlah 64 dan
sesudah menggunakan sistem otomasi yaitu 31 ekor.

Judul Respons Imun Ayam Petelur Pascavaksinasi Newcastle Disease


dan Egg Drop Syndrome
Nama jurnal Jurnal Sains Veteriner. JSV 35 (1), Hal. 81-88
Tahun 2017
Penulis Kencana , G., Suartha, I, N., Nainggolan, D. , Tobing, A.
Link download https://journal.ugm.ac.id/jsv/article/view/29295
Latar belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) dan penyakit Egg Drop
Syndrome (EDS) adalahkelompok penyakit virus menular yang
dapat mengakibatkan penurunan produksi telur. Kedua penyakit
tersebut berdampak terhadap kerugian ekonomi pada peternakan
ayam. Virus ND dan EDS dapat mengaglutinasi eritrosit ayam
karena mempunyai protein hemaglutinin pada amplop virus
sehingga dapat dijui dengan uji hemaglutinasi dan hambatan
hemaglutinasi.

Ayam divaksinasi dengan vaksin Newcastle Disease-Infectious


Bronchitis-Egg Drop Syndrome inaktif. Titer antibodi dinyatakan
dengan satuan HI log2. Gejala ancaman yang serius bagi industri
peternakan unggas penyakit ND ditandai dengan kelainan pada
saluran di Indonesia karena ND bersifat endemik.

Permasalahan Penyakit Newcastle Disease (ND) dan penyakit Egg Drop


Syndrome (EDS) adalahkelompok penyakit virus menular yang
dapat mengakibatkan penurunan produksi telur. Tindakan utama
untuk mencegah penyakit ND maupun EDS dengan vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi dapat diuji secara serologi.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencegahan terhadap
penyakit ND di Indonesia sudah respons imun ND dan EDS ayam
petelur yang divaksin dilaksanakan secara intensif, baik
menggunakan dengan vaksin inaktif kombinasi ND-IB-EDS.
Metode penelitian Sampel penelitian adalah ayam petelur jenis Isa Brown. Vaksin
kombinasi ND-IB-EDS yang difgunakan memiliki kandungan
antigen Newcastle Disease strain LaSota ≥ 109,5 EID50, Infectious
Bronchitis strain Massachussets H52 ≥ 106,5 EID50 dan Egg Drop
Syndrome strain ≥ 32000 HAU.

Untuk uji HA/HI dibutuhkan eritrosit unggas dengan konsentrasi


1%. Data titer antibodi yang diperoleh setiap minggunya dianalisis
menggunakan uji sidik ragam Univariate dilanjutkan dengan uji
Duncan dan uji regresi menggunakan perangkat lunak Statistical
Package for the SocialSciences (SPSS) 17 for windows
Objek penelitian Ayam petelur
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan rerata titer antibodi ND pravaksinasi
sebesar 4,53 ± 1,356 HI log2, sedangkan titer antibodi
pascavaksinasi minggu ke-2 sebesar 8,67 ± 0,617 HI log2, minggu
ke-3 sebesar 7,73 ± 1,335 HI log2 dan minggu ke-4 sebesar 5,20 ±
0,862 HI log2. Rerata titer antibodi EDS pravaksinasi sebesar 0 ±
0,000 HI log2, sedangkan pada minggu ke-2, 3 dan 4
pascavaksinasi masing-masing sebesar 7 ± 1,363 HI log2, 7,27 ±
1,438 HI log2 dan 7,6 ± 1,056 HI log2. Disimpulkan bahwa secara
serologi vaksin inaktif ND-IB-EDS mampu menghasilkan titer
antibodi ND dan EDS yang protektif
Kesimpulan Hasil analisis rerata titer antibodi ayam petelur pascavaksinasi
dengan vaksin ND-IB-EDS ternyata secara serologi mampu
merangsang terbentuknya titer antibodi protektif t ND maupun
EDS. Vaksin kombinasi ND-EDS-IB aman digunakan dilapangan
untuk vaksinasi ayam petelur. Perlu juga diperhatikan agar titer
antibodi ayam petelur sebelum divaksinasi tidak sampai nol karena
ayam sangat riskan tertular penyakit ND maupun AI. Sebaliknya
titer antibodi yang tinggi pada vaksinasi juga tidak disarankan,
karena akan mengakibatkan terjadinya netralisasi terhadap vaksin
yang diberikan. Perlu juga dilakukan penelitian terhadap titer
antibodi IB pada ayam petelur

Judul Studi Histopatologi Limpa dan Bursa Fabricious Ayam


Berpenyakit Tetelo (Newcastle Disease) pada Kasus Lapang
Nama jurnal Jurnal Veteriner. Vol. 18 No. 4, Hal : 510-515
Tahun 2016
Penulis Etriwati., Ratih, D., Handharyani, E., Setiyaningsih S.
Link download http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Latar belakang Infeksi VND di Indonesia sudah menyebar ke semua provinsi, pada
umumnya serangan VND mulai meningkat pada awal musim hujan
dan mencapai puncaknya pada pertengahan musim tersebut, serta
wabah umumnya terjadi pada peralihan musim hujan ke musim
kemarau. Virus ND yang terdapat di Indonesia termasuk dalam
patotipe velogenik dengan virulensi ganas. Virus ND berhasil
diisolasi dari seluruh area pengambilan sampel dan didominasi oleh
galur virulen dengan antigenisitas yang beragam (Darniati et al.,
2015).

Penyakit tetelo atau Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit


unggas yang sangat penting di Indonesia dan telah menyebar di
seluruh Indonesia. Mortalitas maupun morbiditas infeksi virus
Newcastle Disease (VND) dapat mencapai 100% dan telah
menginfeksi lebih dari 200 spesies unggas, virulensinya tergantung
pada induk semang dan strain virus yang menyerang (OIE, 2012).

Permasalahan Newcastle Disease menimbulkan kerugian sangat besar bagi


industri perunggasan karena memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi serta waktu penyebarannya yang sangat
cepat, baik pada ayam pedaging, ayam kampung maupun jenis
unggas lainnya. Berdasarkan virulensinya, VND dikelompokkan
menjadi tiga patotipe yaitu: lentogenik adalah strain virus yang
kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi
sedang dan velogenik adalah strain virus dengan virulensi ganas.

Studi tentang histopatologi dan imunohistokimia pada organ


limporetikuler sangat diperlukan untuk melihat derajat lesi
histopatologi dan lokasi VND pada organ limpa dan bursa
Fabricious ayam

Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui lesi dan distribusi virus
Newcastle disease pada organ limpa dan bursa Fabricious ayam
dari kasus-kasus lapangan
Sumber data Hasil pemeriksaan histopatologi dianalisis secara deskriptif dan
diskoring berdasarkan luasan lesi. Hasil pemeriksaan IHK
dideskripsikan lokasi imunopositif dan diskoring berdasarkan
derajat jumlah sel imunopositif per lapang pandang.
Metode penelitian Sampel organ limpa dan bursa Fabricious dari 10 kasus lapang
dikumpulkan dari ayam pedaging, ayam petelur, dan ayam
kampung suspect ND, dipotong berukuran 1x1x0,5 cm dan
difiksasi dalam larutan neutral buffered formalin (NBF) 10%
selama 24 jam dan dibuat sediaan histopatologi dalam paraffin blok
Objek penelitian Unggas ayam
Hasil penelitian Daging jantan dan betina berumur tiga dan empat minggu, ayam
petelur berumur 14, 26, dan 33 minggu dan ayam kampung betina
berumur 8 dan 24 minggu, digunakan dalam penelitian ini
didiagnosis ND oleh Patologist dan berdasarkan konfirmasi
lanjutan dengan uji Real-Time Reverse-Transcriptation Polymerase
Chain Reaction (rRT-PCR).

Limpa pada semua sampel mengalami splenitis baik pada ayam


muda maupun pada ayam tua. Pemeriksaan PA teramati limpa
bengkak, rapuh dan disertai dengan fosi nekrotik multifokus .
Pemeriksaan histopatologi/HP menunjukkan adanya hiperemi/
kongesti dan deplesi sel-sel limfoid. Reaksi imunopositif
ditemukan pada sel-sel limfoid pulpa merah dan sel-sel limfoid di
dalam folikel limfoid

Pemeriksaan PA bursa Fabricious pada ayam pedaging berumur


tiga dan empat minggu dan ayam kampung berumur delapan
minggu mengalami atrofi dan hiperemi/kongesti . Pemeriksaan HP
bursa Fabricious pada semua sampel teramati hemoragi, sel-sel
limfoid pada folikel limfoid mengalami nekrosis, deplesi folikel
limfoid dan epitel plika berkelok-kelok dan terbentuk kista. Reaksi
imunopositif terhadap VND pada bursa Fabricious ditemukan pada
sel-sel limfoid di zona mantel folikel limfoid
Kesimpulan Infeksi VND pada kasus lapangan menimbulkan kerusakan pada
organ limpa dan bursa Fabricious dengan derajat lesi dan distribusi
virus pada organ bersifat berat.

Judul Studi Lapang: Penegakan Diagnosis Infectious Bursal Disease


(IBD) Pada Ayam Broiler
Nama jurnal Jurnal Ilmu Peternakan Terapan. 3(1):25-30
Tahun 2019
Penulis Awaludin, A., Nugraheni, Y., Syahniar, T., Rukmi, D., Prayitno,
A., Nurkholis.
Link download aanawaludin@polije.ac.id
Latar belakang Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit virus menular
akut pada ayam yang ditandai dengan peradangan hebat pada bursa
fabrisius dan bersifat immunosupresif atau lumpuhnya sistem
pertahanan tubuh pada ayam sehingga mengakibatkan turunnya
respons ayam terhadap vaksinasi dan ayam menjadi lebih peka
terhadap patogen lainnya (Syibli et al., 2008). Pada saat ini
penelitian tentang virus IBD sudah banyak dilakukan yang
tentunya dapat memberikan banyak manfaat yang diambil untuk
mendukung pemberantasan penyakit IBD.

IBD menjadi salah satu penyakit virus pada ayam yang sering
menyerang ayam di lapangan. Metode yang dilakukan adalah
dengan melakukan pengamatan gejala klinis pada ayam broiler di
peternakan broiler komersial yang diduga terjangkit IBD dan
melakukan pengamatan organ pasca mati terhadap 5 sampel ayam
broiler dari peternakan tersebut kemudian dianalisa secara
deskriptif.

Permasalahan IBD menjadi salah satu penyakit virus pada ayam yang sering
menyerang ayam di lapangan. Penegakan diagnosis IBD dengan
tepat, murah, mudah, dan cepat di lapangan sangat penting untuk
mengoptimalkan program perawatan dan evaluasi manajemen
kesehatan.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masih ada
relevansi penegakan diagnosis IBD di lapangan dengan
menggunakan data dari gejala klinis yang diamati dengan didukung
pengamatan perubahan organ pasca mati (nekropsi) masih dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis IBD di lapangan
Sumber data Analisis data Hasil dari pengamatan gejala klinis dan pengamatan
perubahan organ pasca mati kemudian dibandingkan dengan
literatur dan dianalisis secara deskriptif
Metode penelitian Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan
gejala klinis pada ayam broiler di peternakan broiler komersial
yang diduga terjangkit IBD dan melakukan pengamatan organ
pasca mati (nekropsi) terhadap 5 sampel ayam broiler dari
peternakan tersebut kemudian dianalisa secara deskriptif
Objek penelitian Ayam Broiler
Hasil penelitian Hasil dari penelitian ini adalah ayam yang terjangkit IBD dapat
didiagnosis melalui gejala klinis dan perubahan organ pasca mati,
sehingga penegakan diagnosis untuk kasus IBD di lapang dengan
pengamatan gejala klinis dan nekropsi masih relevan untuk
dilakukan.

Hasil dari pengamatan gejala klinis yang dibandingkan dengan


literatur terkait gejala klinis ayam teridentifikasi IBD menunjukkan
bahwa ayam dari objek penelitian diduga terinfeksi IBD dan secara
umum gejala klinis IBD masih belum ada perkembangan
perubahan klinis yang lain di lapangan.

Pengamatan gejala klinis Kegiatan dalam pengamatan gejala klinis


ini meliputi anamnesa dengan mengumpulkan data sekunder
seperti angka mortalitas dan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian yang meliputi perubahan-perubahan klinis yang terjadi
pada objek. Pengamatan organ pasca mati Kegiatan pengamatan
organ pasca mati yaitu mengamati dan mencatat perubahan yang
terjadi pada organ-organ objek terutama pada bursa fabrisius,
airsaccus, dan jantung
Kesimpulan Penegakan diagnosis pada kasus IBD dengan pengamatan gejala
klinis dan didukung dengan pengamatan organ-organ pasca mati
masih relevan untuk digunakan sebagai metode yang cepat, murah,
tepat, dan mudah dilakukan di lapangan

Judul Tindakan Medis untuk Pyometra pada Kucing


Nama jurnal Jurnal Medik Veteriner . Vol.5 No.1, hal. 124-130
Tahun 2020
Penulis Palupi, T., Suprayogi, T., Ismudiono.
Link download https://e-journal.unair.ac.id/JMV
Latar belakang Kucing secara klinis didiagnosis dengan pyometra, penanganan
yang dilakukan untuk mengobati kasus pyometra yang dialami
kucing adalah dengan melakukan ovariohisterektomi. Penyakit ini
ditandai dengan infeksi bakteri supuratif akut atau kronis pada
uterus pasca estrus dengan akumulasi eksudat inflamasi di lumen
uterus. Berbagai macam tanda klinis dapat dikaitkan dengan
penyakit ini, prognosa pada kasus ini dapat menjadi buruk pada
kasus yang parah.

Pyometra dapat dideskripsikan sebagai patologi uterus yang


merupakan penyakit uterus paling umum pada anjing dan kucing
betina dewasa yang belum disterilisasi (Crane, 2015). Penyakit ini
ditandai dengan infeksi bakteri supuratif akut atau kronis pada
uterus pasca estrus dengan akumulasi eksudat inflamasi di lumen
uterus. Penyakit ini berkembang selama fase luteal, dan
progesteron memiliki peran penting dalam terjadinya peningkatan
infeksi bakteri oportunistik (Hagman, 2018).

Berbagai macam tanda klinis dapat dikaitkan dengan penyakit ini,


prognosa pada kasus ini dapat menjadi buruk pada kasus yang
parah. Salah satu cara penanganan cepat pada hewan yang
mengalami pyometra adalah dengan ovariohisterektomi (Hagman,
2018). Ovariohisterektomi (OH) adalah operasi pengangkatan
ovarium dan uterus (Pereira et al., 2018). Pembedahan harus
dilakukan segera setelah hewan stabil dan risiko pembedahan
diminimalkan. Hasil pembedahan dapat membaik jika pembedahan
ditunda selama 24 jam sementara pasien menerima terapi cairan,
antibiotik dan, jika tersedia, anti-LPS (endotoksin yang merupakan
bagian lipopolisakarida dari dinding sel luar bakteri gram negatif)
plasma dan aglepristone (Hagman, 2018).

Permasalahan Kasus pyometra merupakan kasus yang sering ditemukan pada


kucing betina. Laporan kasus ini akan membahas mengenai
penanganan kasus pyometra pada seekor kucing ras campuran
berumur 7 tahun yang dirawat di Harmoni Pet Care, Menanggal,
Gayungan, Surabaya. Laporan dari pemilik bahwa kucing memiliki
nafsu makan namun ditemukan leleran sanguino-purulen dari
vagina kucing.
Tujuan penelitian Upaya penyebarluasan informasi dan data terbaru untuk
perkembangan pengetahuan dokter hewan pada kasus di lapangan
terkait kasus pyometra
Metode penelitian Metode Laporan kasus mengenai pyometra pada kucing betina ini
merupakan salah satu upaya penyebarluasan informasi dan data
terbaru untuk perkembangan pengetahuan dokter hewan pada kasus
di lapangan
Objek penelitian Kucing
Hasil penelitian Pyometra telah banyak ditemukan pada kucing betina dewasa
dengan usia lebih dari 8 tahun dan pada kucing betina muda setelah
hormon progesteron dihasilkan, meskipun kucing betina telah di-
ovarioectomy, selain itu, pyometra dapat diakibatkan dari proses
pengangkatan corpus uterus atau uterine horn yang tidak lengkap.

Penanganan Penanganan yang dilakukan pada kasus kucing yang


mengalami pyometra adalah dengan tindakan operasi OH. Pada
anjing, pyometra merupakan kondisi serius yang mempengaruhi
anjing dewasa pada saat fase luteal dari siklus estrus. hal tersebut
diasosiasikan dengan adanya neutrophilia dan gangguan fungsi
kekebalan tubuh, termasuk penurunan aktivitas limfosit (Faldyna et
al)

Sebagian besar penelitian telah dilakukan pada anjing, diyakini


perkembangan dari kasus pyometra pada anjing memiliki
kemiripan pada kucing. kondisi uterus selama fase luteal sesuai
untuk proses kebuntingan tetapi juga untuk pertumbuhan
mikroba.Konsentrasi estrogen dan progesteron yang bersirkulasi
biasanya tidak meningkat secara abnormal pada pyometra, dan
peningkatan jumlah dan sensitivitas reseptor hormon diyakini dapat
memulai meningkatkan respons

Pyometra telah banyak ditemukan pada kucing betina dewasa


dengan usia lebih dari 8 tahun dan pada kucing betina muda setelah
hormon progesteron dihasilkan, meskipun kucing betina telah di-
ovarioectomy, selain itu, pyometra dapat diakibatkan dari proses
pengangkatan corpus uterus atau uterine horn yang tidak lengkap.
Beberapa kucing betina yang mengalami pyometra diketahui telah
mengalami siklus estrus dalam waktu 1 minggu hingga 2 bulan
sebelum timbulnya gejala klinis (De Faria dan Norsworthy, 2008)

Kesimpulan Laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa USG dan tes darah
rutin adalah kunci utama dalam diagnosis pyometra dan salah satu
tanda klinis utama pyometra adalah adanya discharge yang keluar
dari vagina berupa nanah atau darah. Operasi OH biasanya
merupakan tindakan yang direkomendasikan untuk pyometra.

Judul Titer Antibodi Newcastle disease pada Ayam Layer di Kecamatan


Narmada, Kabupaten Lombok Barat
Nama jurnal Jurnal Medik Veteriner. Vol.4 No.1, hal. 98-103
Tahun 2021
Penulis Agustin, A., Ningtyas, N.
Link download https://e-journal.unair.ac.id/JMV
Latar belakang Newcatle disease merupakan penyakit pada unggas yang dapat
mengakibatkan kerugian cukup besar untuk peternak .
jika terjadi infeksi virus ND, maka jumlah telur yang dihasilkan
oleh ayam akan berkurang yang berakibat pada permintaan pasar
yang tidak terpenuhi semua.

Pengobatan terhadap penyakit ND yang efektif belum ada, salah


satu upaya untuk mencegah penyakit ND adalah dengan melakukan
vaksinasi dan biosekuriti yang baik (Kencana dkk 2017). Vaksinasi
dapat efektif jika titer antibodi yang terbentuk pada unggas masih
protektif pasca vaksinasi. Titer antibodi yang masih protektif
minimal 24 HI unit (Kencana dkk., 2015). Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi adalah jenis vaksin,
vaksinator, rute pemberian dosis vaksin dan lingkungan. Umur dan
sistem metabolisme dari unggas juga mempengaruhi titer yang
terbentuk (Akbar dkk, 2017).

Gambaran antibodi yang terbentuk akan membantu pengambilan


keputusan di lapangan, apakah ayam perlu dilakukan vaksinasi
ulang atau tidak, agar ayam dapat bertahan dari infeksi ND yang
ada di lapangan. Respon imun yang terlihat paling tinggi ada pada
minggu ke 4 setelah vaksinasi. Titer antibodi ayam yang ada di
lapangan jangan sampai 0 karena ayam sangat rentan tertular
penyakit infeksius sebaliknya, titer antibodi yang terlalu tinggi juga
tidak disarankan karena dapat mengakibatkan vaksin yang
diberikan tidak efektif karena dianggap sebagai infeksi.

Permasalahan Pengobatan terhadap penyakit ND yang efektif belum ada. Aalah


satu upaya untuk mencegah penyakit ND adalah dengan melakukan
vaksinasi dan biosekuriti yang baik. salah satu upaya untuk
mencegah penyakit ND adalah dengan melakukan vaksinasi dan
biosekuriti yang baik.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur titer antibodi ND pada
ayam layer di Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat
Sumber data sampel diambil dari peternakan unggas yang memiliki populasi
150.000 ekor. Sampel diambil secara purposive, dipilih ayam yang
fase finisher yang sudah dilakukan vaksinasi 4 minggu, 8 minggu
dan 12 minggu, tiap kategori sampel diambil sebesar 29 ekor
(Martin et al., 1987), total sampel sebanyak 87.
Metode penelitian Metode yang digunakan untuk mengetahui profil antibodi dengan
uji Haemaglutination inhibition
Objek penelitian Ayam layer
Hasil penelitian titer antibodi yang masih tinggi pada saat vaksinasi nantinya dapat
menetralkan antigen yang terdapat dalam vaksin yang digunakan
sehingga akan mengakibatkan berkurangnya respon imun terhadap
vaksinasi yang diberikan. Pengulangan vaksinasi (booster)
membuat titer antibodi yang terbentuk akan lebih cepat dibanding
yang pertama, hal tersebut dikarenakan sel memori setelah
vaksinasi pertama telah terbentuk sehingga akan mempercepat
pembentukan antibodi pada vaksinasi ke 2 dan seterusnya
(Kencana dkk., 2016).

Adanya perbedaan respon imun pasca vaksinasi dipengaruhi oleh


beberapa faktor diantaranya: kemungkinan perbedaan sifat
antigenik antara virus yang ada pada vaksin, kualitas dari antigen,
dan kandungan dari adjuvant yang ada dalam vaksin (Indriani dan
Damayanti, 2013). Titer antibodi ayam yang ada di lapangan
jangan sampai 0 karena ayam sangat rentan tertular penyakit
infeksius sebaliknya, titer antibodi yang terlalu tinggi juga tidak
disarankan karena dapat mengakibatkan vaksin yang diberikan
tidak efektif karena dianggap sebagai infeksi (Kencana dkk., 2017)
Kesimpulan Simpulan penelitian ini, yaitu dari total 87 serum ayam yang
menjadi sampel diperoleh gambaran titer antibodi yang masih
protektif, yakni 26 -2 11 .

Judul Kasus Scabies (Sarcoptes Scabiei) Pada Kucing Di Klinik


Intimedipet Surabaya
Nama jurnal Jurnal Biosains Pascasarjana. Vol. 22, hal. 37-44
Tahun 2020
Penulis Susanto, H., Kartikaningrum, M., Wahjuni, R., Warsito, S.,
Yuliani, M.
Link download gandulatik@yahoo.com
Latar belakang Sarcoptes scabiei merupakan salah satu ektoparasit yang biasa
menyerang kucing. Tungau ini hidup pada kulit dengan membuat
terowongan pada stratum corneum dan melangsungkan hidupnya
pada tempat tersebut (Henggae et al, 2006). Penyakit skabies dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan lain yang
terkena skabies atau dengan adanya sumber tungau skabies di
wilayah tempat tinggal kucing (Wardhana et al, 2006). Hewan
terserang mengalami penurunan kondisi tubuh, menimbulkan
dampak negatif bagi pemelihara dan lingkungan.

Manifestasi tungau Sarcoptes scabiei pada kulit akan menyebabkan


terjadinya lesi kulit berupa eritema, makula, dan papula. Keadaan
lesi yang parah akan membentuk keropeng pada beberapa bagian di
tubuh seperti pada daerah telinga, wajah, siku, jari, dan sekitar
kelamin (Taylor et al, 2007). Akibat yang ditimbulkan yaitu berupa
kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang mengering dan
mengeras dan menjadi keropeng, lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly, 1984)

Skabies kemungkinan dapat memicu terjadinya reaksi alergi dan


dapat meningkatkan jumlah leukosit atau sel darah putih pada
tubuh. Hal ini terjadi karena leukosit merupakan sel darah yang
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi
(Yuniwarti, 2015).
Sumber data Data pasien skabies yang diambil bulan Januari 2020 dengan
pengamatan langsung, mengambil informasi dari owner dan
mengambil data yang sudah ada di Klinik Intimedipet
Metode penelitian Studi kasus ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien
kucing melalui pengamatan langsung dengan melakukan
pemeriksaan fisik hewan, dilanjutkan diagnosa oleh Dokter Hewan
di Klinik Intimedipet, kemudian dilakukan pengobatan skabies.
Parameter yang diamati dalam kegiatan ini berupa kondisi
menyeluruh kucing yang diperiksa dan penanganan yang diberikan
untuk kasus yang menderita skabies
Objek penelitian Kucing
Hasil penelitian kucing yang terkena skabies di Klinik Intimedipet rata-rata
berumur kurang dari satu tahun, kemungkinan tertular dari induk
yang sudah terinfeksi scabies sebelumnya. Sedangkan dari jenisnya
80% menyerang anak2 kucing Persian yang berbulu panjang

Kucing yang tertular skabies mudah menularkan ke kulit hewan


lainnya, sehingga supaya skabies tidak menyebar harus
menggunakan salep khusus skabies yaitu Scabimite yang di
dalamnya mengandung permethrin 5%. Pemberian permethrin 5%
dilakukan setelah pembersihan luka dan kulit kucing harus dalam
kondisi kering. Penggunaan permethrin 5% dengan cara
mengoleskan pada bagian yang terkena skabies. Sebaiknya
mengobati menggunakan sarung tangan (gloves) supaya tidak
tertular skabies dari kucing.

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya, kucing


yang terinfeksi skabies hendaknya dipisahkan selama masa
pengobatan. Selain itu kandang, peralatan bermain, peralatan
makan, dan alat-alat lainnya hendaknya dibersihkan setiap hari
untuk mencegah penularan skabies. Kebersihan pemilik kucing
juga harus diperhatikan mengingat penyakit ini bersifat zoonotik
(Oakley, 2009).

Lalu lintas perdangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah di


Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit
menular semakin luas. Penularan skabies yang relatif cepat menjadi
tantangan bagi dunia veteriner dan kesehatan manusia. Rendahnya
kesadaran serta pengetahuan masyarakat mengenai penyakit
skabies, harga obat yang relatif mahal masih perlu mendapat
perhatian dari kalangan praktisi kesehatan hewan maupun manusia.
Selain itu dibutuhkan juga perhatian dari pemerintah untuk
mengendalikan penyakit skabies.
Kesimpulan Penyakit skabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes Scabiei, dengan predileksi di permukaan kulit. Penyakit
skabies merupakan penyakit zoonosis, sehingga apabila hewan
peliharaan yang terserang penyakit skabies sebaiknya segera
dilakukan pengobatan secara intensif. Pengobatan yang dilakukan
dengan tidak tuntas dapat menyebabkan infeksi sekunder pada luka
yaitu infeksi jamur dan bakteri yang menyebabkan bau busuk.
Penanganan skabies di Indonesia sudah dapat dilakukan di klinik
dokter hewan terdekat. Kesadaran pemilik hewan kesayangan,
khususnya anjing dan kucing harus ditingkatkan dengan selalu
menjaga kebersihan kandang, peralatan makan, serta peralatan
bermain

Judul Studi Kasus: Paralisis pada Anjing Shih-tzu yang Diduga


Terinfeksi Virus Distemper Anjing
Nama jurnal Indonesia Medicus Veterinus. Volume . 8(1): 34-44
Tahun 2019
Penulis Gurning , S., Widyastuti, S., Soma, I, G.
Link download http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
Latar belakang Penyakit distemper pada anjing merupakan penyakit viral yang
bersifat multisistemik karena menyerang sistem respirasi, digesti,
kutaneus, dan juga saraf. Infeksi CDV dapat terjadi secara akut,
subakut dan kronis (Lempp et al., 2014). Manifestasi klinis awal
yang ditunjukkan oleh infeksi distemper anjing adalah anoreksia,
demam, letargi, kehilangan berat badan, dehidrasi, eksudasi
berlebih dari cavum nasal dan mata, batuk-batuk, kesulitan
bernafas, dan gastroenteritis (Sellon, 2005).

Berdasarkan riwayat penyakit, tanda klinis dan pemeriksaan darah


anjing kasus terindikasi mengalami leukopenia, limfopenia, dan
anemia, hewan kasus didiagnosis mengalami paralisis akibat ikutan
penyakit distemper anjing. Terapi yang diberikan berupa terapi
simptomatis dan supportif dengan pemberian infus NaCl fisiologis
sebanyak 870 ml/hari selama 3 hari, injeksi Neurotropic® dengan
dosis 0,5 ml sekali pemberian, injeksi Amoxycillin 10% dosis 0,5
ml sekali pemberian, serta antibiotik tabur (Enbatic®) yang
ditaburkan pada kulit yang mengalami ulserasi sekali sehari sampai
sembuh. Anjing dievaluasi tujuh hari kemudian dan tidak
ditemukan tanda-tanda pemulihan dari gejala saraf namun kulit
yang mengalami ulserasi terlihat membaik. Evaluasi dihari ke-14
juga tidak banyak perubahan, bekas ulserasi kulit yang tampak
memudar. Pada hari ke-28 hewan beberapa kali mengalami
epistaksis kemudian mati di hari berikutnya.
Permasalahan Anjing Shih-tzu yang dijadikan kasus berumur dua tahun,
dilaporkan mengalami kelumpuhan sejak dua bulan yang lalu.
Anjing pernah didiagnosis CDV dengan gejala letargi, anoreksia,
demam, batuk, keluar eksudat berlebih dari hidung dan mata.
Anjing tahan terhadap infeksi awal CDV, dan beberapa minggu
setelah infeksi, anjing menunjukkan gejala saraf.

Berdasarkan informasi yang didapat dari pemilik, anjing dibeli dari


Pasar Burung. Anjing tersebut terlihat lebih tenang dan pendiam
dibandingkan anjing lainnya, karena merasa iba Bapak Budi
membeli anjing tersebut. Pada saat dilaporkan, anjing telah dua
bulan mengalami kelumpuhan total pada alat
extremitasnya. Pemilik memiliki seekor anjing lainnya yang
berjenis kelamin jantan, umur lebih muda yakni sekitar satu
tahun, anjing berjenis Pomeranian dan status vaksinasi lengkap. Di
tempat tinggal pemilik yang merangkap sebagai tempat indekos
ada anjing lain milik penghuni kos lainnya sebanyak tiga ekor.
Salah satu dari anjing-anjing tersebut juga mengalami kelumpuhan
tetapi hanya pada extremitas bagian belakang, anjing tersebut juga
memiliki riwayat penyakit yang mirip dengan anjing kasus.
Metode penelitian Sebagai pemeriksaan penunjang dalam membantu menegakkan
diagnosis kejadian kasus pada anjing Aussie, dilakukan
pemeriksaan hematologi complete blood count.
Objek penelitian Anjing distemper
Hasil penelitian Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan
hewan mengalami leukopenia, limfopenia dan anemia. Leukopenia
dan limfopenia terjadi dikarenakan limfosit tidak mampu lagi untuk
berproliferasi akibat virus yang bereplikasi di jaringan limfoid
(Hagan et al., 1998). Anemia dapat disebabkan oleh CDV yang
bertahan di sumsum tulang belakang hewan kasus yang
menyebabkan erythriod hypoplasia dan juga dapat menyebabkan
nonregeneratif anemia (Hagan et al., 1998) atau anemia pada
hewan terinfeksi CDV disebabkan karena virus ini melepaskan
interleukin-6 (IL-6) yang mana IL-6 ini menyebabkan penyerapan
zat besi menjadi kurang optimal, sehingga zat besi tidak tersedia
untuk perkembangan retikulosit (Gordon et al., 1992).
Imunosupresi dan peningkatan infeksi pada inang yang terduga
terinfeksi menjadi penyebab utama kematian oleh morbillivirus.

Pada kasus ini melihat kondisi hewan lemah, diberikan terapi


cairan dengan larutan NaCl fisiologis 850 ml per hari selama tiga
hari. Untuk mengurangi gejala saraf yang muncul diberikan injeksi
Vitamin B1 (Neurotropic®) dengan dosis 0,5 ml. Meskipun tidak
ada gejala infeksi bakteri, pemberian antibiotik injeksi
(Amoxycillin 10%, dosis 0,5 ml) tetap dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya infeksi sekunder mengingat pasien juga
dirawat jalan. Untuk kulit yang mengalami ulserasi diberikan
antibiotik serbuk dengan Enbatic® (kandungan Neomycin sulfate 5
mg dan Bacitracin 250 IU) dengan cara ditaburkan di daerah kulit
yang mengalami ulserasi.

Diberitahukan kepada pemilik untuk menjaga kebersihan tubuh


hewan mencegah terjadinya miasis, diberikan alas tidur,
diusahakan mengganti posisi tidur hewan kasus untuk menghindari
terjadinya dekubitus pada sisi tubuh tempat berbaring. Kepada
pemilik juga diedukasi agar tidak terlalu berharap banyak akan
kondisi hewan kasus, pengobatan yang dilakukan merupakan
pengobatan yang berdasarkan gejala yang ditimbulkan
(simptomatis) dan supportif yang diharapakan menambah jangka
waktu hewan kasus untuk bertahan. Perhatian dan kehadiran
pemilik juga berpengaruh dalam kelangsungan hidup dari hewan
kasus. Kondisi hewan kasus dievalusi setelah satu minggu, tidak
ditemukan adanya pemulihan pada gejala saraf, hewan kasus tetap
menunjukkan gejala yang sama namun terjadi pemulihan pada kulit
yang mengalami ulser. Evaluasi dihari ke-14 juga tidak banyak
perubahan, bekas ulserasi kulit yang tampak memudar. Pada hari
ke-28 hewan beberapa kali mengalami epistaksis kemudian mati di
hari berikutnya.
Kesimpulan Berdasarkan riwayat penyakit, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
uji hematologi rutin yang dilakukan, anjing Aussie diduga
terinfeksi CDV. Gejala klinis saraf (paralisis, chewing gum,
kejang-kejang) yang ditunjukkan oleh anjing merupakan gejala
ikutan infeksi CDV. Diperlukan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut guna meneguhkan diagnosis kasus seperti halnya RT-PCR
atau uji ELISA. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh tenaga
praktisi ataupun pemilik hewan jika hewan mengalami gejala saraf
infeksi CDV. Hewan akan bertahan namun gejala saraf tetap ada.

Judul Pengaruh Kombinasi Tepung Kunyit (Curcuma Domestica Val.)


Dan Probiotik Terhadap Penampilan Usus Ayam Pedaging
Nama jurnal Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan. Volume 2(1): hal.
19-24
Tahun 2020
Penulis Sjofjan, O., Adli, D., Natsir, M., Kusumaningtyaswati, A.
Link download jurnal.unpad.ac.id/jnttip
Latar belakang Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan, hal ini akan berdampak pada
peningkatan konsumsi produk peternakan (daging) yang secara
tidak langsung memberikan peluang usaha dalam memajukan
industri peternakan Indonesia termasuk perunggasan.

Ternak unggas memberikan kontribusi yang besar terhadap


pemenuhan gizi khususnya protein hewani. Perbaikan nilai nutrisi
dalam pakan dapat dilakukan dengan menambahkan proporsi
tepung kunyit dan probiotik. probiotik dan kunyit memiliki fungsi
yang dapat saling melengkapi. probiotik dan kunyit memiliki
fungsi yang dapat saling melengkapi. Probiotik dapat
meningkatkan kinerja organ pencernaan ayam sedangkan kunyit
mampu meningkatkan relaksasi usus halus yang mengurangi
gerakan peristaltik usus halus dan ingesta akan lebih lama tinggal
di usus halus sehingga absorpsi zat-zat makanan akan lebih
sempurna

Berdasarkan uraian diatas penelitian yang dilakukan adalah untuk


mengetahui penambahan tepung kunyit dan probiotik terhadap
karakteristik usus ayam pedaging yang meliputi jumlah vili, tinggi
vili dan viskositas digesta. Untuk itu perlu dikaji mengenai
penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Val.) dan
probiotik dalam pakan.

Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek dari tepung kunyit dan
probiotik terhadap karakteristik usus halus yang terdiri dari total
vili, tinggi vili dan viskositas digesta.
Sumber data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SAS Version
4.0 dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan analisis statistik
menggunakan analisis ragam (anova)Apabila hasil penelitian
menunjukkan pengaruh nyata
Metode penelitian Materi yang digunakan yaitu DOC (Day Old Chick) strain Cobb
sebanyak 100 ekor yang tidak dibedakan jenis kelaminnya
(unsexed) dipelihara selama 35 hari di kandang peternakan ayam
pedaging Jl. Melati Desa Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota
Batu

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan:

P0 =Pakan basal tanpa penambahan tepung kunyit dan probiotik;


P1= Pakan basal + 0,1% penambahan tepung kunyit (fitobiotik); P2
=Pakan basal + 0,1% penambahan tepung probiotik; P3=Pakan
basal + 0,05% penambahan tepung kunyit (fitobiotik) dan 0,05%
probiotik.

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi: tinggi vili,


jumlah vili dan viskositas digesta.. Metode yang digunakan adalah
pewarnaan hematoxilin dan eosin (Widiyawati dkk, 2020).
Teknologi fermentasi adalah proses penanaman inokulan yang
sesuai ke dalam suatu substrat yang dilanjutkan inkubasi pada suhu
dan waktu tertentu dengan tujuan terjadinya proses fermentasi yang
dapat meningkatkan nilai nutrisi terutama kadar protein (Adli dan
Sjofjan, 2018).
Objek penelitian Ayam Pedaging
Hasil penelitian Hasil dari penelitian ini adalah bahwa 0,1% penambahan tepung
kunyit bubuk pada pakan secara signifikan meningkatkan jumlah
vili usus halus. Penambahan tepung kunyit dan probiotik tidak
memberikan perbedaan yang signifikan (P> 0,05) terhadap tinggi
viskositas vili dan vili usus halus. Disimpulkan bahwa serbuk
kunyit dan probiotik dalam pakan ayam pedaging dapat
meningkatkan jumlah vili. 0,1% tingkat perlakuan penambahan
serbuk kunyit pada pakan broiler memberikan hasil terbaik
menghasilkan jumlah total vili
Kesimpulan Penambahan tepung kunyit dan probiotik dalam pakan ayam
pedaging dapat meningkatkan jumlah vili usus halus dan tidak
dapat meningkatkan nilai tinggi vili

Judul Total Leukosit Dan Trombosit pada Anjing Penderita


Transmissible Venereal Tumor yang Diobati dengan Vincristine
Nama jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 8(2):hal. 264-272
Tahun 2019
Penulis Mandara, I., Jayawardhita, A., Kendran, A.
Link download http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
Latar belakang Anjing dijadikan sebagai hewan peliharaan karena memiliki
kecerdasan dan loyalitas tinggi terhadap pemiliknya. Masalah yang
sering terjadi pada anjing peliharaan maupun anjing liar yaitu
gangguan kesehatan, salah satunya yaitu tumor. Tumor yang sering
menyerang anjing merupakan tumor jenis sarcoma yang sering
terjadi pada daerah organ reproduksi baik jantan maupun betina
yang disebut dengan Transmissible venereal tumor (TVT).
Penyakit TVT ini dapat menurunkan performa dan reproduksi
anjing penderitanya.

Kasus TVT dapat ditemukan di berbagai negara di seluruh dunia


dan keberadaan anjing liar sangat berperan dalam penyebaran
tumor ini. Menurut Strakova dan Murchison (2014), TVT endemik
setidaknya di 90 negara di seluruh dunia. Kasus-kasus TVT hampir
ditemukan setiap tahun di Bali. Pada periode tahun 2006-2010
dilaporkan sebanyak 55 kasus TVT yang didiagnosa di Balai Besar
Veteriner Denpasar menyerang anjing dengan kisaran umur 1-5
tahun (Dharma et al., 2010)

Vincristine merupakan agen kemoterapi tunggal yang efisien untuk


pengobatan, selain sel kanker yang dihancurkan, sel normal yang
bersifat aktif membelah seperti sel sumsum tulang juga ikut terkena
pengaruhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total
leukosit dan trombosit pada anjing penderita TVT yang diobati
dengan vincristine.
Permasalahan Vincristine merupakan agen kemoterapi tunggal yang efisien untuk
pengobatan Transmissible venereal tumor (TVT). Selain sel kanker
yang dihancurkan, sel normal yang bersifat aktif membelah seperti
sel sumsum tulang juga ikut terkena pengaruhnya. Gangguan
perkembangan sel progenitor sumsum tulang akan mempengaruhi
produksi leukosit dan trombosit

Penyakit TVT ini dapat menurunkan performa dan reproduksi


anjing penderitanya.Pengangkatan tumor dengan pembedahan tidak
hanya memberikan respon yang kurang memuaskan tetapi juga
dapat menyebabkan kejadian tumor yang berulang.

Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total leukosit dan
trombosit pada anjing penderita TVT yang diobati dengan
vincristine
Sumber data Anjing betina yang menderita TVT berpemilik yang datang ke
Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana
Metode penelitian Materi Dan Metode Sampel dan Bahan Penelitian Objek penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah anjing betina yang
menderita TVT berpemilik yang datang ke Rumah Sakit Hewan
Universitas Udayana untuk diobati dengan vincristine. Prosedur
Penelitian Anjing penderita TVT yang digunakan sebagai sampel
berjenis kelamin betina yang berjumlah lima ekor.

Anjing terlebih dahulu dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik


untuk memastikan anjing tersebut menderita TVT dan kondisi
klinis yang memungkinkan untuk dikemoterapi. Pengambilan
darah ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum injeksi vincristine
pertama dan seminggu setelah injeksi vincristine terakhir (setelah
sembuh). Pada daerah pengambilan darah dicukur dan dibasahi
dengan alkohol menggunkan kapas. Injeksi vincristine melalui
kateter intravena yang sudah dipasang sesuai dosis yang telah
ditetapkan berdasarkan berat badan.

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan uji paired
sample t-test menggunakan software SPSS (Statistical Product and
Service Solutions) versi 22 (Sampurna dan Nindhia, 2008).

Objek penelitian Anjing Penderita Transmissible


Hasil penelitian Hasil pemeriksaan total leukosit dan trombosit pada anjing
penderita TVT yang diobati dengan vincristine ditunjukan pada
Tabel 1, 2, dan 3.

Pada Tabel 1, terdapat dua hasil pemeriksaan nilai total leukosit


dan trombosit, yaitu sebelum pemberian vincristine dan sesudah
pemberian vincristine. Nilai total leukosit sebelum pemberian
menunjukan angka 13.9 4.9 109/L dan sesudah pemberian menjadi
8.8 109/L.

Pada Tabel 2, menunjukan data total leukosit sebelum dan sesudah


dari tiap frekuensi pemberian vincristine. Nilai total leukosit
dengan frekuensi pemberian dua kali yang diratarata mengalami
penurunan sebanyak 7.1 109/L atau 42%.

TrombositSesudah

Pada Tabel 3, menunjukan data trombosit sebelum dan sesudah


dari tiap frekuensi pemberian vincristine. Nilai trombosit dengan
frekuensi pemberian dua kali yang dirata-rata mengalami
penurunan sebanyak 6.5 109/L atau 8%.

Hasil pemeriksaan total leukosit dan trombosit pada Tabel 4


menunjukkan adanya penurunan rata-rata total leukosit dan
trombosit pada anjing penderita TVT yang diobati dengan
vincristine. Arti dari hasil pengujian tersebut menunjukkan tidak
berbeda nyata antara total leukosit maupun trombosit sebelum dan
sesudah pemberian vincristine.

Totalleukosit

Hasil penelitian sebelum pengobatan dengan vincristine, dua anjing


memiliki jumlah total leukosit yang lebih tinggi dari jumlah normal
yakni 17.3 109/L dan 20.4 109/L. Leukositosis yang dialami dua
sampel anjing adalah peningkatan limfosit atau disebut
limfositosis. Limfositosis merupakan peningkatan jumlah absolut
limfosit yang ada dalam sirkulasi darah pada hewan. Menurut
Dharmawan, limfosit yang tinggi dapat menggambarkan kondisi
seperti terjadinya penyakit yang berlangsung menahun atau
kronis, terjadi pada kondisi yang disertai oleh penurunan
neutrofil , leukemia limfositik , stadium kesembuhan dari penyakit
tertentu.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemberian
vincristine pada anjing penderita TVT tidak mempengaruhi total
leukosit dan trombosit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
kemoterapi menggunakan vincristine tidak menyebabkan
penurunan total leukosit maupun trombosit terhadap anjing
penderita TVT, sehingga aman digunakan sebagai agen kemoterapi
tunggal.

Judul Infeksi Canine Parvovirus pada Anjing Chihuahua yang Tidak Di-
booster
Nama jurnal Indonesia Medicus Veterinus 11(4):hal. 594-605
Tahun 2022
Penulis Saweng , C, K., Suartha, I, N., Antara, I, M.
Link download http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
Latar belakang Infeksi virus parvo pada anjing atau Canine Parvovirus merupakan
penyakit paling umum diderita anak anjing yang tidak divaksin
secara lengkap pada usia enam minggu hingga enam bulan. Setelah
teridentifikasi pada tahun 1978, CPV-2 telah diakui di seluruh
dunia sebagai ancaman utama bagi populasi anjing . Virus masuk
ke dalam tubuh anjing secara peroral dengan masa inkubasi 3-7
hari. Gejala klinis pada anjing yang terinfeksi CPV-2 yaitu
muntah, diare berdarah, anoreksia, dehidrasi, feses berwarna abu
kekuningan hingga kadang bercampur darah disertai bau khas .

Namun saat ini, alat diagnostik yang paling umum digunakan


adalah test kit canine parvovirus untuk mendeteksi antigen dengan
metode ICA karena hasilnya cepat, penggunaannya cukup
mudah, biaya relatif rendah dibandingkan tes lainnya dan juga
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik. Infeksi CPV-2
memiliki morbilitas dan mortalitas yang tinggi pada anak anjing
yang tidak divaksin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Suartha et al. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wahyudi
et al.
Permasalahan Virus parvo anjing atau Canine Parvovirus merupakan salah satu
agen penyakit yang disebabkan oleh virus. Infeksi virus ini dapat
diderita oleh anak anjing yang tidak divaksin secara lengkap antara
usia enam minggu hingga enam bulan. Anjing kasus merupakan
anjing ras chihuahua berumur lima bulan, berjenis kelamin
betina, dengan bobot badan 2 kg, diperiksa dengan keluhan
muntah, diare berdarah, serta tidak mau makan dan minum. Hasil
pemeriksaan hematologi menunjukan anjing kasus mengalami
leukopenia.
Tujuan penelitian Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk melaporkan penanganan
pada anjing ras chihuahua yang terinfeksi CPV-2 dengan riwayat
vaksinasi tidak lengkap atau tidak booster
Metode penelitian Sinyalemen dan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan
Penunjang ; Hematologi dan Pemeriksaan Test Kit Canine
Parvovirus (CPV)
Objek penelitian anjing ras chihuahua
Hasil penelitian Dalam kasus ini, anjing kasus menunjukkan gejala klinis seperti
diare berdarah disertai aroma bau amis, muntah, anoreksia, mukosa
yang pucat, turgor kulit yang lambat, dan dehidrasi. Pemberian
pengobatan suportif berupa terapi cairan ringer lactate, obat
antibiotik cefotaxime, hematodin, dan obat herbal Yunnan
Baiyo , dan pengobatan simptomatik berupa obat antiemetik
maropitant citrate yang diberikan kepada anjing kasus
menunjukkan perbaikan dalam waktu empat hari dan anjing
kembali normal pada hari ke lima hingga hari ke tujuh. Hal ini
disimpulkan dengan anjing kasus yang kembali makan
sendiri, aktif, dan konsistensi feses kembali normal. yang
menyatakan bahwa pengobatan secara simptomatik dan suportif
terhadap infeksi virus parvo menunjukkan peningkatan dalam
empat hari dan anjing yang terinfeksi akan pulih dan kembali
normal dalam waktu enam sampai delapan hari.

Hasil pemeriksaan hematologi pasien anjing kasus mengalami


penurunan total sel darah putih atau white blood cell sehingga
pasien anjing mengalami leukopenia . Berdasarkan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan hematologi, dan riwayat vaksinasi menunjukkan
anjing kasus terinfeksi CPV-2. Diagnosis definitif yang diperoleh
anjing kasus yaitu terinfeksi CPV-2. Menurut penulis prognosis
dari pasien anjing kasus adalah fausta hingga dubius.
Kesimpulan Anjing kasus didiagnosis mengalami canine parvovirus (CPV-2).
Terapi yang diberikan berupa cairan ringer lactate secara intravena,
obat antibiotik cefotaxime, obat antiemetik maropitant citrate, obat
penambah darah hematodin, dan obat herbal Yunnan Baiyo®.
Anjing menunjukkan kesembuhan dalam waktu empat hari dan
anjing kembali ke fisiologi normal pada hari ke lima hingga hari ke
tujuh dan hari ke delapan anjing dipulangkan.

Judul Pengaruh Suplementasi Probiotik Melalui Pakan terhadap


Konsumsi Pakan Ayam Petelur Strain Isa Brown
Nama jurnal Jurnal Ternak Edisi Bulan Juni Volume 11 No. 01 Hal 35-38
Tahun 2020
Penulis Afikasari, D., Rifa’i., Candra, A.
Link download http://jurnalpeternakan.unisla.ac.id/index.php/ternak
Latar belakang Sektor usaha ayam petelur di Indonesia mengalami banyak
kendala, diantaranya yang dihadapi peternak adalah tidak stabilnya
harga telur ayam sedangkan harga pakan cenderung meningkat.
Hal ini mengakibatkan pendapatan yang diterima tidak sebanding
dengan biaya pakan. Faktor pakan dalam usaha ternak ayam

petelur mencapai nilai 60-70% dari total biaya produksi. Peternak


dapat menekan biaya produksi apabila terdapat peningkatan
efisiensi pakan. Saluran pencernaan ayam yang bekerja optimal
dalam mencerna serta menyerap zat makanan dapat menghasilkan
efisiensi pakan yang tinggi sehingga terjadi peningkatan
produktifitas ayam petelur.

Penambahan Antibiotic Growth Promoter (AGP) dengan dosis


yang relatif sedikit dapat meningkatkan efisensi pakan (Daud dan
Kompiang, 2007) Potensi bahaya dari bahan pangan yang
mengandung residu antibiotik digolongkan menjadi 3 aspek yaitu
mikrobiologis, toksikologis dan imunopatologis (Hintono dkk,
2007).

Larangan penggunaan AGP dalam industri perunggasan, maka


disarankan bahwa probiotik sebagai alternatif penganti AGP
(Kannan et al., 2005). Probiotik yaitu mikrooragnisme yang apabila
dikonsumsi ternak dalam bentuk sel kering ataupun produk
fermentasinya dapat meningkatkan kesehatan (Ouwehand, 2017).

Pada penelitian yang dilakukan Wahyuni (2014) dilaporkan bahwa


aktivitas antibakteri dalam sediaan susu yakni probiotik
Bifidobacterium bifidum dan Lactobacilus acidophilus
menghasilkan zona hambat terhadap bakteri E.coli, S. typhimurium
dan V. Cholerae.

Permasalahan Suplementasi probiotik Lactobacillus acidophilus dan


Bifidobacteria sebagai alternatif dari Antibiotic Growth Promoter
(AGP) yang berpengaruh dalam konsumsi pakan ayam petelur.
penggunaan antibiotik menimbulkan efek samping bagi konsumen
yang sering mengonsumsinya (Prawitya dkk, 2014). Penambahan
Antibiotic Growth Promoter (AGP) dengan dosis yang relatif
sedikit dapat meningkatkan efisensi pakan
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi
pakan pada ayam petelur melalui penambahan probiotik pada
pakan ayam.
Sumber data peternakan Unggul Jaya Farm, Desa Nambakan Kabupaten Kediri
dan ayam petelur strain Isa brown dari PT. Charoen Pokhpand.
Metode penelitian Pelaksanaan penelitian di peternakan Unggul Jaya Farm, Desa
Nambakan Kabupaten Kediri. Materi penelitian yang digunakan
adalah 180 ekor ayam petelur fase petelur umur 35 minggu, ayam
petelur strain Isa brown dari PT. Charoen Pokhpand. Penelitian ini
ekperimental, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
diacak menjadi 3 perlakuan (P0, P1, P2) dengan 6 ulangan, setiap
ulangan menggunakan 10 ekor. Perlakuan dilaksanakan selama 1
bulan
Objek penelitian Ayam Petelur
Hasil penelitian Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perlakuan dari P0 yaitu
100% pakan basal tanpa probiotik dalam pakan, P1 yaitu pakan
basal ditambah 0,1 gram AGP/ kg pakan, P2 yaitu 0,25%
Lactobacillus acidophilus + 0,5 % Bifidobacterium yang
dicampurkan dalam pakan ayam, terhadap konsumsi pakan ayam

Hasil penelitian ini sudah sesuai standar Management Guide


Lohman Brown yakni konsumsi ayam petelur pada saat periode
produksi sebesar 110-120 gram/ekor/hari. Konsumsi pakan
tertinggi pada perlakuan P0 yaitu 115.14 gram/ekor/harisedangkan
P1 hasilnya lebih rendah dari perlakuan P0 dan perlakuan P2
memiliki konsumsi pakan terendah yaitu 112.16 gram/ekor.

Kelompok perlakuan P2 menunjukkan hasil konsumsi yang lebih


rendah daripada perlakuan P1 dan P0. Hasil ini sejalan dengan
hasil penelitian Yan et al., (2017) bahwa pemberian probiotik pada
pakan, disarankan untuk menggunakan Lactobacillus untuk
meningkatkan efisiensi pakan. Hasil ini juga didukung dengan hasil
penelitian dari Herlinae dan Yamina (2016) bahwa efisensi pakan
dapat dicapai dengan pemberian probiotik.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan konsumsi pakan
dikarenakan pemberian probiotik yang menjadikan efisiensi proses
pencernaan pada ayam petelur.

Judul Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin Dan Nilai Hematokrit Pada


Ayam Bangkok, Ayam Kampung Dan Ayam Peranakan
Nama jurnal Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner. 01(3):hal. 533-539
Tahun 2017
Penulis Alfian., Dasrul., Azhar.
Link download https://jim.usk.ac.id/FKH/article/view/3831/1789
Latar belakang Peningkatan jumlah penduduk yang terus berjalan dan disertai
dengan meningkatnya kesadaraan masyarakat mengenai
pentingnya gizi dari protein hewani, menuntut penyediaan bahan
pangan yang lebih besar. Salah satu sumber protein hewani yang
sangat penting bagi kesehatan masyarakat adalah berasal dari
unggas. Ayam merupakan jenis unggas yang biasa dipelihara dan
dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia.

Beberapa jenis ayam yang banyak diternakkan untuk produksi


daging adalah ayam kampung, ayam bangkok dan ayam peranakan.
Ayam kampung merupakan ayam asli indonesia yang paling
banyak ditemukan dan menyebar di seluruh Indonesia, ayam
bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand
dan dikenal sebagai ayam petarung, sedangkan ayam peranakan
merupakan ayam lokal Indonesia hasil persilangan ayam bangkok
dengan ayam kampung.

Upaya peningkatan produktivitas ayam tidak cukup hanya dengan


perbaikan pakan dan manajemen pemeliharaan, tetapi perlu
dilakukan peningkatan mutu genetiknya dengan mempertahankan
sifat-sifat khas fisiologi tubuh ayam tersebut. Salah satu parameter
fisiologis tubuh yang mencerminkan kondisi ternak unggas (ayam)
adalah gambaran darah. Darah merupakan komponen yang
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengaturan fisiologis
tubuh dan media transport yang paling penting hampir semua
fungsi tubuh. Darah juga sangat berperan di dalam memelihara
keseimbangan antar sel di dalam tubuh dan antara sel–sel tubuh
dengan lingkungan luarnya (smith dkk., 1980).

Menurut Jain (1993) pemeriksaan hematologis pada hewan


berfungsi sebagai screening test untuk menilai kesehatan secara
umum, kemampuan tubuh melawan infeksi, untuk evaluasi status
fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa.
Menurut Salim (1987), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran darah (jumlah eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit) diantaranya adalah umur, jenis
kelamin, aktivitas kerja, ras, status nutrisi, laktasi, ketinggian
tempat, dan temperatur lingkungan.

Permasalahan Meskipun penelitian mengenai gambaran darah pada ternak unggas


telah banyak dilakukan, namun perbandingan gambaran darah pada
ayam khususnya ayam bangkok, ayam kampung dan ayam
peranakan belum banyak dilakukan.Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu penelitian yang mengkaji perbandingan gambaran
darah khususnya tentang jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan
nilai hematokrit ayam bangkok, ayam kampung, dan ayam
peranakan berjenis kelamin jantan

Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah


eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah ayam
bangkok, ayam kampung, dan ayam peranakan. Mengkaji
perbandingan gambaran darah khususnya tentang jumlah eritrosit,
kadar hemoglobin dan nilai hematokrit ayam bangkok, ayam
kampung, dan ayam peranakan berjenis kelamin jantan
Sumber data Data jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit yang
diperoleh pada masing-masing kelompok perlakuan dianalisis
dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) pola satu
arah, apabila memperlihatkan perbedaan maka data selanjutnya
diuji dengan uji Duncan (Sudjana, 1995), dengan bantuan Sofware
Statistical Product and Solutions (SPSS) 16.0 for windows.
Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional, menggunakan
18 ekor ayam jantan berumur 10-15 bulan yang terdiri dari 3
kelompok ayam, kelompok 1 (P1) 6 ekor ayam bangkok, kelompok
2 (P2) 6 ekor ayam kampung, dan kelompok 3 (P3) 6 ekor ayam
peranakan. Sampel darah diambil melalui vena branchialis dengan
menggunakan spuit steril, selanjutnya diamati jumlah eritrosit
menggunakan kamar hitung neubaur, kadar hemoglobin dihitung
dengan metode Sahli dan nilai hematoktrit diukur dengan mikro
hematokrit.
Objek penelitian Ayam Bangkok, Ayam Kampung Dan Ayam Peranakan
Hasil penelitian Hasil uji analisis statistik menunjukkan jumlah eritrosit dan kadar
hemoglobin tidak berbeda secara nyata (P>0,05), sedangkan nilai
hematokrit menunjukkan perbedaan nyata.

Hasil uji analisis statistik menunjukkan jumlah eritrosit dan kadar


hemoglobin tidak berbeda secara nyata , sedangkan nilai
hematokrit menunjukkan perbedaan nyata , meanwhile hematocrit
value show the real difference menunjukkan rata-rata jumlah
eritrosit ayam bangkok, ayam kampung dan ayam peranakan
berjenis kelamin jantan tidak berbeda secara nyata . Hasil ini
membuktikan bahwa jenis ayam tidak berpengaruh terhadap
jumlah eritrosit.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Salim


bahwa jumlah eritrosit ayam berbeda antar jenis ayam. Tidak
berbedanya jumlah eritrosit pada ketiga jenis ayam pada penelitian
ini kemungkinan disebabkan oleh nutrisi yang diberikan dan suhu
lingkungan kandang pemeliharaan relatif sama. Pada penelitian ini
ketiga jenis ayam-ayam percobaan mendapatkan nutrisi yang sama
yaitu padi, jagung, bungkil kedelai dan dedak dengan takaran
seimbang.

3,94 0,90 x106/mm3 lebih tinggi dari pada jumlah eritosit ayam
bangkok dan ayam kampung . Hal ini kemungkinan disebabkan
karena perbedaan fisiologis tubuh masing-masing jenis ayam. Rata-
rata jumlah eritrosit pada ayam bangkok, ayam kampung serta
ayam peranakan pada penelitian ini, lebih tinggi dibandingkan
dengan kisaran normal ayam kampung yang dilaporkan oleh
Dharmawan berkisar antara 2,3 -3,5 x106/mm3.

KadarHemoglobin

Rata-rata kadar hemoglobin darah ayam bangkok, ayam kampung


dan ayam peranakan berjenis kelamin jantan disajikan pada Tabel
3. Rataan SD kadar hemoglobin ayam bangkok, ayam kampung
dan ayam peranakan. Superskrip huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menunjukkan
rata-rata kadar hemoglobin darah ayam bangkok, ayam kampung
dan ayam peranakan tidak berbeda secara nyata . Hasil ini
membuktikan bahwa jenis ayam tidak berpengaruh terhadap kadar
hemoglobin.

Selain itu adanya perbedaan nilai hemoglobin juga disebabkan


perbedaan aktivitas sehari-hari ayam, dimana ayam bangkok dan
ayam peranakan lebih aktif daripada ayam kampung.

NilaiHematokrit

Ratarata nilai hematokrit darah ayam bangkok, ayam kampung dan


ayam peranakan berjenis kelamin jantan disajikan pada Tabel
4. Rataan SD nilai hematokrit ayam bangkok, ayam kampung, dan
ayam peranakan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak
terdapat perbedaan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin, namun
nilai hematokrit berbeda diantara ayam bangkok, ayam kampung
dan ayam peranakan. Nilai hematokrit ayam peranakan lebih tinggi
daripada ayam bangkok dan ayam kampung.

Judul Performa Produksi dan Kualitas Telur Ayam Petelur pada Sistem
Litter dan Cage dengan Suhu Kandang Berbeda

Nama jurnal Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. Vol. 04 No.
1, Hlm: 197-203
Tahun 2016
Penulis Setiawati, T., Afnan, R., Ulupi, N.
Link download https://journal.ipb.ac.id/index.php/ipthp/article/view/15715
Latar belakang Ayam petelur merupakan salah satu ternak unggas yang
cukup potensial di Indonesia. Ayam petelur
dibudidayakankhususuntukmenghasilkantelur secara komersial.
Telur konsumsi dihasilkan oleh ayam ras petelur yang
merupakan salah satu jenis unggas yang diternakkan di
Indonesia.Populasi ayam ras petelur semakin meningkat dari tahun
ke tahun dikarenakan semakin meningkatnya pemintaan
masyarakat akan telur konsumsi.

Namun peningkatan populasi ini belum diiringi dengan


peningkatan produktivitas ayam petelur. Oleh karena itu perlu
dilakukan usaha untuk meningkatkan produktivitas ayam
petelur,salah satunya melalui perbaikan sistem pemeliharaan.
Ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem cage memiliki
beberapa keuntungan secara ekonomi yaitu hemat tempat per unit
area, praktis, mudah dipantau, dan berisiko kecil terhadap
predator. Kelemahannya yaitu terbatasnya ruang gerak yang
mengarah pada kesejahteraan hewan dan resiko penyakit akibat
debu serta lalat dari kandang. Ayam ras petelur yang dipelihara
pada sistem litter jarang dilakukan karena akan sulit dalam
mengontrol konsumsi pakan per individu dan pengambilan telur,
tetapi kelebihan dari sistem litterini yaitu ayam yang dapat leluasa
dalam kandang
Tujuan penelitian Penelitian ini akan mengamati dan mempelajari penggunaan
suhu dan sistem kandang yang efektif untuk memelihara ayam
petelur supaya produktivitas dapat maksimal. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari suhu dan sistem kandang yang sesuai
untuk performa produksi dan kualitas telur ayam petelu
Sumber data Data performa produksi, nilai Haugh Unit, bobot dan
tebal kerabang serta indeks telur dianalisis menggunakan t-
test. Model matematika yang digunakan sebagai berikut
(Matjjik dan Sumertajaya 2006). kandang Laboratorium
Lapang Unit B bagian unggas. Analisis kualitas telur
dilakukan di Laboratorium Unggas Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan,Fakultas Peternakan IPB
Metode penelitian Analisis Kualitas Telur dan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Objek penelitian Ayam Petelur
Hasil penelitian Ayam petelur memiliki performa produksi lebih baik dan
kualitas interior telur yang tinggi pada kandang cage dengan
suhu netral (18oCb). Abnormalitas, bentuk telur, keutuhan
kerabang,dan kebersihan kerabang tidak dipengaruh ioleh suhu
tetapi lebih dipengaruhi oleh genetik dan sistem perkandangan.

Judul Gambaran Umum Pengaruh Probiotik Dan Prebiotik Pada Kualitas


Daging Ayam
Nama jurnal Jurnal Ternak Tropika. Vol 19, No. 2. Hal; 95-104
Tahun 2018
Penulis Abdurrahman, Z, H., Yanti, Y.
Link download https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/view/370/325
Latar belakang Pemanfaatan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan ayam mulai
dilarang karena adanya pengaruh merugikan bagi kesehatan
manusia. Alternatif lain selain menggunakan antibiotik adalah
menggunakan probiotik dan prebiotik. Penelitian tentang probiotik
dan prebiotik telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir pada
ternak ayam.

Antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan diberikan pada unggas


untuk membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam usus
sehingga populasi didominasi oleh mikroorganisme
menguntungkan. Walaupun demikian dalam beberapa tahun ini
telah diketahui bahwa penggunaan antibiotik sebagai pemacu
pertumbuhan pada jangka panjang dapat menimbulkan beberapa
efek samping di antaranya adalah resistensi bakteri terhadap bakteri
dan adanya residu antibiotik di dalam produk hasil ternak

Perlu dketahui bahwa resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat


mengakibatkan di masa depan bakteri dapat menjadi penyakit dalam
tubuh manusia yang tidak ada obatnya. Kekhawatiran manusia
berdasarkan pertimbangan di atas menyebabkan para pemegang
kebijakan dan para ahli nutrisi pakan mencari alternatif pengganti
antibiotik. Salah satu alternatif yang berpotensi adalah probiotik dan
prebiotik. Penerapan dan pengembangan probiotik dan prebiotik
telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Permasalahan Penggunaan kombinasi probiotik dan prebiotik yang diberikan
secara bersama dapat meningkatkan proses penyerapan nutrien pada
usus ayam, sehingga berdampak pada peningkatan performans, dan
pada akhirnya meningkatkan kualitas daging

Probiotik bekerja dengan cara menghasilkan bakteriosin dan asam


organik rantai pendek (laktat, asetat, PROBIOTIKtahan terhadap
cairan pencernaaninang sehingga dapat bertahan, berkolonisasi dan
bermetabolisme, nontoksik dan nonpatogenikdapat hidup dalam
tubuh inangmenempel pada ephitelium atau mucusdan dapat
berkompetisi dengan mikroflora inangmampu memproduksi
senyawa antimikrobial yang bersifat antagonis terhadap mikroba
patogendapat merubah respon imuntidak berubah dan stabil pada
saat proses penyimpanan dan kondisi di lapanganmempunyai sifat
organoleptik baikdan cocok diterapkan dalam industri Gambaran
Umum Pengaruh Probiotik dan Prebiotik pada Kualitas Daging
Ayam Zakaria Husein Abdurrahman, dkk

Kombinasi probiotik dan prebiotik dapat menunjukkan hasil yang


lebih optimal karena prebiotik membantu kinerja probiotik sehingga
dapat meningkatan jumlah bakteri menguntungkan dan menekan
jumlah bakteri patogen

Tujuan penelitian Penerapan dan pengembangan probiotik dan prebiotik telah


dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Penelitian ini mencoba
mengamati dan memaparkan beberapa hasil penelitian yang sudah
pernah dilakukan.
Hasil penelitian Penggunaan kombinasi probiotik dan prebiotik yang diberikan
secara bersama dapat meningkatkan proses penyerapan nutrien pada
usus ayam, sehingga berdampak pada peningkatan performans, dan
pada akhirnya meningkatkan kualitas daging. Eksplorasi sumber
probiotik dan prebiotik masih perlu dilakukan terutama kombinasi
dan kondisi yang optimal berdasarkan berbagai faktor seperti jenis
ayam, jenis probiotik, dan jenis prebiotik.

Probiotik dan prebiotik yang diberikan secara bersama dapat


memberikan efek yang lebih baik daripada diberikan secara terpisah
kepada ayam, karena bakteri probiotik dan endogenus juga
memanfaatkan prebiotik . Bahan tambahan pakan merupakan salah
satu faktor sebelum pemotongan yang dapat memengaruhi kualitas
daging ayam. Probiotik menghasilkan enzim penyerapan nutrien di
dalam saluran pencernaan ayam serta mendetoksikasi zat racun
sehingga berpotensi meningkatkan nilai kecernaan bahan organik
dan bahan kering , yang pada akhirnya meningkatkan kandungan
nutrien daging. Penggunaan probiotik ransum meningkatkan protein
daging karena terdapat hubungan yang erat antara nilai nutrisi
ransum yang cukup dengan sistem pencernaan yang baik dalam
menghasilkan protein daging .

Spesies dan bangsa juga merupakan faktor yang memengaruhi


keempukan daging Lawrie, Peningkatan jumlah kolagen yang ada di
dalam daging dapat menurunkan keempukan daging .
Prebiotik penggunaannya dikombinasikan dengan probiotik dalam
ransum dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol pada daging
ayam sebagai alternatif bahan pangan yang sehat. Beylot probiotik
dapat melakukan fermentasi terhadap inulin yang dapat
menghasilkan produk metabolit berupa short chain fatty
acids . Menyatakan bahwa probiotik juga dapat menurunkan
aktivitas acetyl coenzim A carboxylase yaitu enzim yang
bertanggung jawab terhadap laju sintesis asam lemak, dengan cara
menghasilkan statin sebagai inhibitor pembentukan lemak di dalam
hati.

Ransiditas

Penambahan probiotik dan prebiotik tidak berpengaruh negatif


terhadap ayam broiler sehingga memiliki pertumbuhan yang sama
dengan ayam yang diberi antibiotik, bahkan dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan sehingga oksidasi lemak dapat dihambat .
Kesimpulan Fakta berbagai penelitian mengenai penggunaan probiotik dan
prebiotik pada ternak ayam menunjukkan peningkatan kualitas
daging yang cukup baik. Namun, beberapa penelitian tidak
menunjukkan hal tersebut, karena perbedaan genetik ayam,
perbedaan umur ayam, perbedaan jenis probiotik dan prebiotik, dan
faktor lain. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah untuk
melakukan eksplorasi sumber probiotik dan prebiotik yang terbaik,
di samping perlunya penelitian untuk memecahkan masalah
mengenai kombinasi dan kondisi yang optimal berdasarkan
berbagai faktor terutama jenis ayam, probiotik, dan prebiotik.

Judul Kemampuan Polisakarida Mannan Sebagai Oral Ajuvan Vaksin


Avian Influenza Pada Ayam Broiler
Nama jurnal Jambura Journal of Animal Science. Volume 2. Hal. 90-99
Tahun 2020
Penulis Zarkasie, K., Yatno., Mutia, R., Nahrowi.
Link download https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjas/article/view/5937/pdf_2
Latar belakang Ketersedian BIS di Indonesia cukup tinggi, namun penggunaan
dalam campuran pakan unggas masih terbatas karena BIS
mengandung β-mannan yang tinggi dan dapat bersifat sebagai anti
nutrisi. Namun disisi lain, polisakarida mannan (PM) dapat
berfungsi meningkatkan respon kekebalan tubuh dan pengendali
beberapa mikroba patogen yang merugikan ternak. Tafsin (2007)
melaporkan bahwa mannan dari BIS menunjukkan adanya aktivitas
sebagai immunostimulan yang dapat memperbaiki kesehatan ternak
unggas. Penggunaan MOS dilaporkan dapat memperbaiki kekebalan
dengan meningkatnya aktifitas fagosit dari makrofag dan
meningkatkan level Imunoglobulin.

salah satu penyakit yang masih mengancam dunia perunggasan


adalah penyakit avian influenza (AI). Penanggulangan penyakit AI
dapat ditempuh diantaranya melalui program vaksinasi untuk
memberikan perlindungan terhadap infeksi penyakit AI. Vaksin AI
yang digunakan dewasa ini adalah vaksin killed dalam ajuvan oil
emulsion, yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan.

Penggunaan polisakarida mengandung mannan (PM) dari BIS


sebagai bahan ajuvan oral vaksin AI terhadap peningkatan respon
kekebalan tubuh ayam broiler sangat penting dilakukan dalam
meningkatkan immunitas tubuh ternak ayam broiler pasca vaksinasi.
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah menguji kemampuan PM dari BIS
sebagai oral ajuvan vaksin avian influenza (AI) terhadap
peningkatan titer antibodi AI H5N1 dan Imunoglobulin A (IgA)
pada 30 ekor ayam broiler yang berumur 1-6 minggu. Mengetahui
penggunna polisakarida mengandung mannan (PM) dari BIS
sebagai bahan ajuvan oral dapat memberikan respon terhadap
kekebalan tubuh
Metode penelitian Penelitian ini menggunakan polisakarida mengandung mannan
(PM) yang diperoleh dari proses ekstraksi kombinasi fisik kimia
bungkil inti sawit (BIS) (Ramli et al., 2005). Antigen yang
digunakan yaitu antigen H5N1 inaktif (Strain A/CK/Legok/2003
Homolog; 512 HAU/ml) yang diperoleh dari PT. IPB-Shigeta.
Sedangkan ayam broiler yang digunakan sebanyak 30 ekor strain
Ross yang berumur 7 hari dengan jenis kelamin campuran
(unsexed). Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan di kandang C
Fapet-IPB.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang


terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan
yaitu R0A = tidak divaksinasi, R0B = vaksinasi dengan antigen
H5N1 + 0 µg PM, R1 = vaksinasi dengan antigen H5N1 + 50 µg
PM, R2 = vaksinasi dengan antigen H5N1 + 100 µg PM, R3 =
vaksinasi dengan antigen H5N1 + 200 µg PM.

Parameter yang diamati yaitu pertambahan bobot badan ayam


broiler umur 7-21 hari (g/ekor) dan umur 21-42 hari (g/ekor), bobot
badan akhir umur 42 hari (g/ekor), evaluasi titer antibodi AI ayam
broiler (HI log2) dengan menggunakan uji Haemagglutination
Inhibition (HI Test) (OIE, 2004) dan pengukuran optical density
(OD) pada panjang gelombang (λ) 615 nm untuk IgA serum ayam
broiler umur 1-6 minggu dengan menggunakan metode Enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA) (Crowther, 1995). Analisis
data menggunakan analisis of variance dengan uji wilayah berganda
Duncan (Gaspersz, 1991)
Objek penelitian Ayam Broiler
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak menurunkan
bobot badan ayam (PM tidak bersifat toksik). Titer antibodi AI
H5N1 meningkat secara nyata (P<0.05) satu minggu setelah
vaksinasi pertama, Serum IgA
ayam broiler juga meningkat secara nyata (P<0.05) dua minggu
setelah vaksinasi kedua. Perlakuan R3 (200 µg PM) mampu
menghasilkan titer antibodi HI lebih tinggi ≤ 5 log2 dan serum IgA
1.6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vaksinasi tanpa
penambahan PM (R0A dan R0B). Penggunan PM mampu
meningkatkan respon imun pada ayam broiler dan dapat digunakan
sebagai bahan ajuvan vaksin avian influenza inaktif.

Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Bobot Badan Akhir Ayam


Broiler Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS sebagai
oral ajuvan vaksin AI terhadap pertambahan bobot badan (PBB) dan
bobot akhir ayam broiler umur 7-42 hari dapat dilihat pada Gambar
1. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
pertambahan bobot badan ayam broiler fase starter (umur 7-21 hari)
maupun fase finisher (umur 21-42 hari) (Gambar 1a)

Vaksinasi dengan antigen H5N1+PM secara oral tidak


mempengaruhi PBB maupun bobot badan akhir ayam. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh antigen bersama PM lebih
banyak untuk merangsang imunogenisitas, sehingga pengaruhnya
terhadap bobot badan tidak tampak. Pakaya et al., (2019) bahwa
secara umum pertambahan bobot badan akan dipengaruhi oleh
jumlah konsumsi ransum dan kandungan nutrisi yang terdapat
dalam ransum ayam.
Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan
50; 100 dan 200 µg PM bersama antigen (perlakuan R1, R2 dan R3)
dapat meningkatkan titer. antibodi AI H5N1 ≤ 1 log2 (20%) lebih
tinggi dibandingkan vaksinasi tanpa PM (R0B) dalam waktu satu
minggu. Perlakuan R1 dan R2 juga memiliki kecenderungan
meningkatkan titer HI ≤ 1.34 log2 lebih tinggi dibandingkan
vaksinasi dengan antigen H5N1 sendiri tiga minggu setelah
vaksinasi kedua. Hal ini menunjukkan bahwa komponen mannan
dari BIS sebagai oral ajuvan vaksin AI dapat menggertak atau
menimbulkan efek yang merangsang sistem kekebalan lebih aktif
untuk pembentukan antibodi.

Penggunaan bahan sejenis dengan PM yaitu MOS sebagai


immunostimulan hasilnya bervariasi. Savage et al. (1996)
melaporkan bahwa penambahan Bio-MOS 1-2 kg/ton pakan kalkun
starter dapat meningkatkan respon imun tercermin dari
meningkatnya IgG serum dan IgA cairan empedu. Selain itu dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi
ransum. Sebaliknya,

Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa penggunaan 200 µg polisakarida mannan


(PM) sebagai oral ajuvan vaksin AI H5N1 mampu meningkatkan
respon imun pada ayam broiler dan PM dari BIS dapat digunakan
sebagai bahan ajuvan vaksin inaktif avian influenza.

Judul Pemberian Air Isotonik Alami Untuk Mengatasi Kondisi Heat


Stress Terhadap Performan Produksi Burung Puyuh (Cortunix
Cortunix Japonica)
Nama jurnal Jurnal Ternak Tropika. Vol 21, No. 1 hal. 63-68
Tahun 2020
Penulis Frasiska, N., Kusmayadi, A.
Link download https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/view/412/363
Latar belakang Tubuh unggas mengalami peningkatan kadar radikal bebas yang
bersifat reaktif sehingga mengakibatkan protein sel mengalami
mutasi dan modifikasi susunan nukleatnya. Kerusakan meliputi
enzim, protein reseptor, protein transport dan hormon. Hal ini bisa
diperbaiki oleh gen HSP (Heat Shock Protein). Namun karena
cekaman stress yang cukup berat ini menyebabkan gen HSP tidak
mampu melakukan regenerasi pada protein sel sehingga berdampak
pada performan ternak. Heat stress ini mengakibatkan penurunan
feed intake, imunitas, dan kondisi metabolis pada ternak (Tamzil,
2014). Dampaknya mempengaruhi performan produksi ternak,
misalnya pertumbuhan terhambat dan penurunan produksi telur.
Penggunaan isotonik yang terdiri dari elektrolit akan memperbaiki
keadaan cekaman panas pada tubuh. Isotonik adalah cairan yang
terdiri dari elektrolit dan energi.

Minuman isotonik didefinisikan juga sebagai minuman yang


mengandung karbohidrat (monosakarida, disakarida dan terkadang
maltodekstrin) dengan konsentrasi 6-9% (berat/volume) dan
mengandung sejumlah kecil mineral (eklektrolit), seperti natrium,
kalium, klorida, posfat serta perisa buah (Murray dan Stofan, 2001)
yang mampu menghilangkan haus lebih cepat. Isotonik dapat dibuat
dari bahan-bahan alami yang mengandung ion elektrolit misalnya
ekstrak seledri dan sari jeruk nipis karena kedua bahan tersebut kaya
akan mineral dan vitamin syarat penyusunan isotonik menurut SNI.
Permasalahan Burung puyuh telah beradaptasi dengan iklim tropis di Indonesia
dan optimal dipelihara pada suhu 21-26,5oC dan kelembaban
optimal 80% (Permentan, 2008). Suhu tubuh unggas berkisar pada
40- 41oC (Suprijatna, 2005). Suhu optimal untuk ternak unggas
adalah sekitar 19-27oC (Roni, 2000). Perubahan iklim
menimbulkan kenaikan suhu yang drastis (Surmaini et al., 2011).
Hal ini menjadi permasalahan dalam budidaya burung puyuh.
Cekaman suhu tinggi atau Heat Stress adalah kondisi dimana ternak
merespon ancaman yang dapat mengganggu homeostasis pada
tubuh ternak sehingga mengakibatkan stress oksidatif terhadap
ternak.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan isotonik alami untuk
ternak unggas yang mampu mengatasi cekaman panas dengan dosis
yang tepat yang ditunjukkan dengan performan produksi. Performan
produksi yang diamati meliputi produksi telur dan rataan bobot
telur.
Metode penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan empat perlakuan antara lain T0 yaitu perlakuan air
minum tanpa dosis isotonik, T1 menggunakan 10% infusa seledri,
T2 menggunakan 20% infusa seledri, T3 menggunakan 30% infusa
seledri yang masing-masing level ditambahkan 2% sari jeruk nipis
dan 2% gula untuk menghasilkan cairan isotonik
Objek penelitian Burung Puyuh
Hasil penelitian Hasil penelitian terhadap performan produksi menunjukkan tidak
ada perbedaan (P>0,05) yang nyata terhadap produksi telur. Namun
ada perbedaan (P<0,05) terhadap bobot telur yang dihasilkan. Bobot
telur meningkat pada level 30% isotonik alam

Hasil penelitian terhadap performan produksi menunjukkan tidak


ada perbedaan (P>0,05) yang nyata terhadap produksi telur .Bobot
telur meningkat pada level 30% isotonik alami. Pemberian Air
Isotonik Alami untuk Mengatasi Kondisi Heat Stress Terhadap
Performan Produksi Burung Puyuh (Cortunix cortunix japonica).

Penggunaan isotonik yang terdiri dari elektrolit akan memperbaiki


keadaan cekaman panas pada tubuh.Isotonik adalah cairan yang
terdiri dari elektrolit dan energi. Minuman isotonik didefinisikan
juga sebagai minuman yang mengandung karbohidrat
(monosakarida, disakarida dan terkadang maltodekstrin) dengan
konsentrasi 6-9% (berat/volume) dan mengandung sejumlah kecil
mineral (eklektrolit), seperti natrium, kalium, klorida, posfat serta
perisa buah (Murray dan Stofan, 2001) yang mampu menghilangkan
haus lebih cepat. Penggunaan sari jeruk nipis Pemberian Air
Isotonik Alami untuk Mengatasi Kondisi Heat Stress Nurul
Frasiska, dkk....

Burung puyuh yang digunakan umur 45 hari atau periode layer


sejumlah 60 ekor, dengan bobot rata-rata 154,94 ± 10,98 g.
Percobaan menggunakan rancangan Acak lengkap menurut Steel
dan Torrie (1995). Isotonik alami dibuat dengan campuran ekstrak
infusa daun seledri, sari jeruk nipis dan gula. Pembuatan sediaan
isotonik alami dilakukan dengan mencampurkan ekstrak infusa
seledri, sari jeruk nipis dan gula untuk 24 jam.

Susunan perlakuan adalah sebagai berikut: T0 : 0% infusa seledri +


0% sari jeruk nipis + 0% gula + 100% air minum T1 : 10% infusa
seledri + 2% sari jeruk nipis + 2% gula T2 : 20% ekstrak seledri +
2% sari jeruk nipis + 2% gula T3 : 30% ekstrak seledri + 2% sari
jeruk nipis + 2% gula Pembuatan larutan isotonik dilakukan setiap
hari untuk pemberian isotonik pada pagi hari melalui air minum
untuk memenuhi kebutuhan air minum harian puyuh.

Produksi Telur dan Konsumsi Pakan Produksi telur burung puyuh


yang diberi isotonik alami dinyatakan dalam QDP (Quail Day
Production) disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Performan Produksi
Burung Puyuh berubah Perlakuan. Perlakuan tanpa pemberian
isotonik alami T1,T2,T3 : Perlakuan dengan pemberian isotonik
level 10%, 20%, dan 30% a,b : Rataan di baris yang sama dengan
superskrip berbeda yang berbeda adalah signifikan (P <0,05)
menurut BNT

Produksi telur tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata


(P>0,05) antar perlakuan level pemberian isotonik alami. Produksi
telur burung puyuh relatif sama dan normal pada perlakuan kontrol
maupun pemberian air minum isotonik. Hal ini Pemberian Air
Isotonik Alami untuk Mengatasi Kondisi Heat Stress Nurul
Frasiska, dkk....

Produksi telur berkisar pada 76-86 %. Bobot Telur Penggunaan


isotonik alami ternyata menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap bobot telur burung puyuh. Rataan bobot telur puyuh
tertinggi ditunjukkan pada burung puyuh yang diberi perlakuan T3
atau isotonik alami dengan infusa seledri level 30% yaitu 12,9 g
perbutir. Pada perlakuan T2 terdapat penurunan bobot telur namun
adanya penurunan bobot telur ini bila dibandingkan dengan
perlakuan T0 dan T1 adalah sama (P>0,05)

Kesimpulan Pemberian isotonik alami mengandung infusa seledri dan jeruk nipis
melalui air minum mampu meningkatkan bobot telur pada level
30% infusa seledri namun tidak mengganggu konsumsi pakan dan
produksi telur.

Anda mungkin juga menyukai